muqoddimah
إِنّ الْحَمْدَ
ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ
وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ
وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا
الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ
اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي
تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا
الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ
…
فَأِنّ أَصْدَقَ
الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله
عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ
بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّار.
Wasiat wasiat yang
akan saya sebutkan adalah wasiat wasiat terpenting yang merupakan pokok dasar
ajaran islam di mana wasiat itu disampaikan semuanya pada bulan Dzulhijjah, di tahun ke 9 H dalam
sebuah rangkaian pelaksanaan ibadah haji beliau bersama para sahabatnya, yang
kemudian dikenal dengan peristiwa Haji Wada’. Haji Wada’ artinya haji
perpisahan atau haji terakhir. Karena Rasulullah shalaullahu a’lahi wasallam tidak melaksanakan ibadah haji, selain haji
wada’ ini, yang juga merupakan satu-satunya ibadah haji yang dilaksanakan oleh
beliau setelah hijrahnya beliau ke Madinah, hingga beliau wafat pada tahun ke
11 H.
Wasiat pertama
Wasiat seruan kepada
tauhid, persatuan dan takwa
Dari Abu Nadhrah (dia berkata): Telah diceritakan
kepadaku orang yang mendengar khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pada pertengaha hari hari tasyrik, maka beliau bersabda:
“Hai manusia! ketahuilah Sesungguhnya Rabb kamu adalah
satu, dan sesungguhnya bapak kamu adalah
bapak yang satu yaitu keturunan adam. Dan
Allah telah berfirman: “
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(al hujurot
13)
Ketahuilah!
Tidak ada kelebihan bagi orang
Arab atas orang asing kecuali takwa dan tidak ada kelebihan bagi orang asing
atas orang arab, dan tidak ada kelebihan bagi orang yang berkulit merah atas
orang yang berkuli hitam, dan tidak ada kelebihan atas orang yang berkulit
hitam atas orang yang berkulit merah kecuali dengan takwa”
Bukankah aku telah
menyampaikannya?” Mereka (para
shahabat) menjawab:”(Benar) bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah
menyampaikannya..” (Hadist Shahih riwayat Imam Ahmad)
Dari wasiat
Rasulullah shalaullahu a’lahi wasallam ada empat poin wasiat yang sangat
penting di antaranya:
- Wasiat agar manusia bertauhid kepada Allah ta’ala
Dengan sabdanya: “: “Hai manusia! ketahuilah Sesungguhnya
Rabb kamu adalah satu” dan tauhid adalah kewajiban pertama dan terakhir bagi
seorang muslim, dan poin ini yang banyak di lalaikan manusia berapa banyak
manusia di zaman sekarang yang melakukan keyirikan baik syirik akbar atau
ashgar, seperti percaya kepada para dukun, menjadikan kuburan sebagai tempat
sujud, meminta minta di kuburan, terjatuhnya kepada tahayyul dan khurofat dan
lain lain dari kesyirikan yang telah banyak bertebaran di tengah manusia, itu
di sebabkan kerena manusia di zaman sekarang banya yang jahil dan lalai terhadp
tauhid, padahal mempelajari tauhid adalah pelajaran terpenting sebelum yang
lainnya karena beberapa hal:
Tujuan Diciptakannya
Makhluk Adalah untuk Bertauhid
Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzariyaat: 56). Imam Ibnu Katsir
rohimahulloh berkata, makna menyembah-Ku dalam ayat ini adalah mentauhidkan
Aku, sebagaimana ditafsirkan oleh para ulama salaf.
Tujuan Diutusnya Para
Rasul Adalah untuk Mendakwahkan Tauhid
Allah Ta’ala berfirman, “Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang
Rasul (yang mengajak) sembahlah Allah dan tinggalkanlah thoghut.” (An Nahl:
36). Thoghut adalah sesembahan selain Allah.
Tauhid Adalah Kewajiban
yang Paling Wajib
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan
Allah mengampuni dosa selain itu bagi orang-orang yang Dia kehendaki.” (An
Nisaa’: 116). Sehingga syirik menjadi larangan yang terbesar. Sebagaimana
syirik adalah larangan terbesar maka lawannya yaitu tauhid menjadi kewajiban
yang terbesar pula. Allah menyebutkan kewajiban ini sebelum kewajiban lainnya
yang harus ditunaikan oleh hamba. Allah Ta’ala berfirman, “Sembahlah Allah dan
janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah pada
kedua orang tua.” (An Nisaa’: 36)
Hati yang Selamat Adalah
Hati yang Bertauhid
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah di dalam
tubuh itu ada segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh.
Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (Riwayat Bukhori dan Muslim). Allah Ta’ala
berfirman, “Hari dimana harta dan keturunan tidak bermanfaat lagi, kecuali
orang yang menghadap Allah dengan hati yang saliim (selamat).” (Asy Syu’araa’:
88-89). Imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata, yaitu hati yang selamat dari
dosa dan kesyirikan (Tafsir Al Qur’anul ‘Adzhim, Tafsir surat Asy Syu’araa’).
Maka orang yang ingin hatinya bening hendaklah ia memahami tauhid dengan benar.
Tauhid Adalah Hak Allah
yang Harus Ditunaikan Hamba
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah yang harus
ditunaikan hamba yaitu mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun…” (Riwayat Bukhori dan Muslim).
Tauhid Adalah
Sebab Kemenangan di Dunia dan di Akhirat
Para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshor radhiyallahu ta’ala ‘anhum
adalah bukti sejarah atas hal ini. Keteguhan para sahabat dalam mewujudkan
tauhid sebagai ruh kehidupan mereka adalah contoh sebuah generasi yang telah
mendapatkan jaminan surga dari Allah serta telah meraih kemenangan dalam
berbagai medan pertempuran, sehingga banyak negeri takluk dan ingin hidup di
bawah naungan Islam. Inilah generasi teladan yang dianugerahi kemenangan oleh
Allah di dunia dan di akhirat.
- Wasiat akan pentingnya persatuan dan tercelanya perpecahan
Dengan sabdanya: “sesungguhnya bapak kalian adalah bapak
yang satu (dari keturunan Adam alaihi wasallam).
Allah
ta’ala berfirman:
- وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
janganlah kamu
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah
belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan
merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. Ar-Ruum ayat
31-32)
Dan Allah ta’ala juga berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا
نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا
حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Âli ‘Imrân, 3: 103),
- Wasiat mengingatkan bahwa kemulyaan manusia bukan terletak apakah ia orang arab atau non arab, apakah ia orang kulit putih atau hitam tetapi kemulyaan akan di raih dengan ketakwaan”
Dengan sabdanya: tidak ada kelebihan bagi orang yang berkulit merah atas orang yang
berkuli hitam, dan tidak ada kelebihan atas orang yang berkulit hitam atas
orang yang berkulit merah kecuali dengan takwa.
Dan Allah
ta’ala juga menegaskan di dalam Al Qur’an
يأَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَـكُمْ شُعُوباً
وَقَبَآئِلَ لِتَعَـرَفُواْ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عَندَ اللَّهِ أَتْقَـكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(al hujurot
13)
- Wasiat akan bahaya ta’ashub atau fanatik golongan, kesukuan, madzhab dan lainnya dalam sabdanya:
لاَ
فَضْلَ بَيْنَ الْعَرَبِ وَ اْلأَعْجَمِ إِلاَّ بِاالتَّقْوَى
Tidak ada kelebihan bagi orang
Arab atas orang asing kecuali takwa
Oleh karena itu rasulullah shalaullahu ala’ahi wasallam pernah marah kepada
kaum muhajirin dan anshar ketika salah satu di antara dua kelompok itu hampir
hampir berperang karena adanya fanatik golongan sebagimana di sebut dalam
sebuah riwayat ‘Amr bin Dinar rahimahullah dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu
'anhu,ia berkata:
- كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى غَزَاةٍ فَكَسَعَ رَجُلٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ الأَنْصَارِىُّ يَا لَلأَنْصَارِ وَقَالَ الْمُهَاجِرِىُّ يَا لَلْمُهَاجِرِينَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا بَالُ دَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَسَعَ رَجُلٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ. فَقَالَ دَعُوهَا فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ
”Dahulu kami pernah
bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada salah satu peperangan, Lalu ada
seorang laki-laki dari kaum Muhajirin yang memukul pantat seorang lelaki dari
kaum Anshar. Maka orang Anshar tadi pun berteriak:‘Wahai orang Anshar (tolong
aku).’ Orang Muhajirin tersebut pun berteriak:‘Wahai orang muhajirin (tolong
aku).’ Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:‘Seruan Jahiliyyah
macam apa ini?!.’ Mereka berkata:‘Wahai Rasulullah, seorang muhajirin telah
memukul pantat seorang dari kaum Anshar.’ Beliau bersabda:‘Tinggalkan hal itu,
karena hal itu adalah buruk.’” (HR. Al Bukhari dan yang lainnya)
Wasiat kedua
wasiat Rasulullah untuk kembali kepada Al qur'an dan As Sunnah
Di antara wasiat Rasullah terpenting juga adalah suruhan agar umat islam
kembali kepada Al Qur'an dan sunnah dalam setiap permasalahan hidup dan
kehidupan umat manusia karena tidak ada perkara baik atau buruk , atau perkara
yang bisa mengantarkan manusia kedalam sorga dan terhindar dari api neraka
kecuali sudah di jelaskan di dalam Al qur'an dan Sunnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat:
وَقَدْ
تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابُ
اللَّهِ وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّي فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ قَالُوا
نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ، فَقَالَ بِإِصْبَعِهِ
السَّبَّابَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ
اللَّهُمَّ اشْهَدْ اللَّهُمَّ اشْهَدْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ - رواه مسلم
“Kuwariskan kepadamu sekalian
suatu pedoman hidup, yang jika kalian berpegang teguh kepadanya yaitu Al Qur`an.
Kalian semua akan ditanya mengenai diriku, lalu bagaimana nanti jawab
kalian?" mereka menjawab: "Kami bersaksi bahwa Anda benar-benar telah
menyampaikan risalah, Anda telah menunaikan tugas dan telah memberi nasehat
kepada kami." Kemudian beliau bersabda sambil mengangkat jari telunjuknya
ke atas langit dan menunjuk kepada orang banyak: "Ya, Allah saksikanlah,
Ya Allah saksikanlah, ya Allah saksikanlah (HR.Muslim)
Dalam riwayat yang lain:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا :
كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku telah tinggalkan
pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya,
(yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R.
Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh
Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm.
12-13).
Dan juga dalam riwayat yang sangat masyhur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berwasiat
عَن العِرْبَاض بنِ سَارِيَةَ رضي الله عَنْهُمَا قالَ: وَعَظَنَا رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَوعِظَةً، وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ،
وذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كأنَّها مَوعِظَةُ
مُوَدِّعٍ، فأوْصِنا، قال: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، وَالسَّمْعِ
وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، وَإنِّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ
بَعْدِيْ فَسَيَرَى اِخْتْلاَفاً كَثِيْراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ
الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ
Dari Irbadh bin Sariyah
radaullahu a’nhu. berkata: Rasulullah shalaullahu a’alahi wasallam. pernah
memberi peringatan kepada kami yang membuat hati bergetar dan mata berlinang.
Kami lalu berkata, “Ya Rasulullah, seolah-olah itu peringatan perpisahan. Maka
dari itu, berilah kami wasiat.” Beliau bersabda, “Aku mewasiatkan kepada kalian
untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun yang memerintah kalian
seorang budak. Sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang hidup sesudahku,
lalu melihat perselisihan yang banyak, maka kalian wajib berpegang dengan
Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk; gigitlah ia
dengan gigi geraham; dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru yang
diada-adakan sebab semua bid’ah (perkara baru yang diada-adakan) adalah
kesesatan (HR Ahmad, Abu Dawud Ibn Majah, at-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata:
hadis hasan shahih).
Ada lima poin dalam dua hadits ini yang sangat penting yang merupakan
kewajian setiap muslim di antaranya:
·
Wasiat untuk kembali kepada Al qur'an dan sunnah, hal ini sebagaimana terkandung dalam firmannya:
فَإِن
تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Jika
kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan
Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya. [An-Nisa’ : 59]
Allah ta’ala juga berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ
تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ. قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ فإِن
تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah, “Jika
kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu, Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Katakanlah,
“Taatilah oleh kamu Alloh dan Rosul, jika kamu berpaling (dari ketaatan kepada
Alloh dan Rosul-Nya) maka sesung guhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang
ka fir.” (QS. Ali Imron : 31-32)
Rosulullohshalaillahu
a’laihi wasallam bersabda:
فَإِنَّ خَيْرَ
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ
مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Maka
sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kalamulloh (al-Qur’an) dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (Sunnah), sejelek-jelek perkara
adalah yang baru (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.
Dan tidak ada manusia
setelah Nabi shalaullahu a’laihi wasallam yang paling meruju’ kepada Al Qur’an
dan As Sunnah melainkan para sahabat dan hal ini telah di buktikan lewat
sejarah yang telah di cacat para ulama, maka contoh lah mereka karena setiap kebaikan
dengan mencontoh salaf dan setiap keburukan karena mencontoh kholaf
(orang-orang belakangan)
Imam
Ibnu Khuzaimah(wafat 311 H) berkata:
إِنَّ الدِّيْنَ
الاتِّبَاعُ
“Sesungguhnya agama
(asasnya) adalah ittiba’ (mengikuti al-Qur’an dan Sunnah,).” (Lihat al-Faqih wa
al-Mutafaqqih kar. Al-Khotib al-Baghdadi: 1/388) Al-Izzi bin Abdussalam رحمه الله
berkata:
السَّعَادَةُ كُلُّهَا
فِي اتِّبَاعِ الرَّسُولِ صلي الله عليه وسلم
“Kebahagiaan yang
sesungguhnya adalah dalam mengikuti (Fatawa al-lzzi ibn Abdissalam hlm. 319,
353)
·
Wasiat untuk takwa kepada Allah ta'ala. Takwa artinya mewujudkan wiqayah (perisai) diri dari kemurkaan dan azab
Allah ta'ala dengan cara menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Umar radaullahu a’nhu pernah bertanya kepada
seorang sahabat yang lain bernama Ubai bin Ka’ab makna taqwa. Lalu Ubai
bertanya kepada Umar :“Adakah engkau pernah melalui satu jalan yang berduri? Jawab
Umar: “Ya”. Tanya Ubai lagi: “Apakah yang kamu lakukan untuk melalui jalan
tersebut?” Jawab Umar : “Aku melangkah dengan waspada dan berhati-hati”. Balas
Ubai : “Itulah yang dikatakan taqwa”.
Menurut Ibnu Abbas : “Al-Muttaqin (yakni
orang-orang bertaqwa) ialah orang-orang beriman yang memelihara diri mereka
dari mensyirikkan Allah dan beramal dengan senantiasa menta’atiNya”.
Menurut Hasan al-Basri : “Orang-orang
bertaqwa ialah orang-orang yang memelihara diri dari melakukan perkara yang
diharamkan Allah dan mengerjakan apa yang difardhukan Allah ke atas mereka”
·
Wasiat untuk mendengar dan menaati pemimpin.
Rasul shalaullahu a'laihi wasallam. menegaskan pesan ini: “meski yang
memimpin (menjadi amir) kalian adalah seorang budak”. Padahal seorang budak,
secara syar’i tidak boleh dijadikan pemimpin. dan Sabda Rasulullah Salallahu
'Alaihi Wassalam,"...Mendengar dan taat..."Maksudnya, adalah
mendengar apabila mereka berbicara dan menaati apabila mereka memerintahkan
sesuatu. Dalam sebuah riwayat:
Wahai manusia
bertakwalah kepada Allah hendaklah mendengar dan taat meskipun yang memerintah
kalian seorang budak yang cacat selama tegak pada kalian kitabulah azza wajall
Allah ta'ala telah memerintahkan kepada hamba hambanya untuk menta'ati penguasa.
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ
وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِيالأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ
الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ
مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ
الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
Dan apabila datang
kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu
menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di
antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). kalau tidaklah karena
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali
sebahagian kecil saja (di antaramu). ( An Nisaa 83)
Allah Ta’ala berfirman,
ا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ
مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ
إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
“Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan Hari Kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (An-Nisa`: 59).
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
عَلَى الْمَرْءِ
الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ
يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَة.
“Wajib atas seorang
Muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa) pada perkara yang ia sukai
dan tidak ia sukai, kecuali jika diperintahkan berbuat maksiat, jika diperintah
berbuat maksiat, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.” (HR.
Al-Bukhari no. 7144; dan Muslim no. 1839).
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَطَاعَنِيْ
فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَنْ يَعْصِنِيْ فَقَدْ عَصَى اللّهَ وَمَنْ يُطِعِ
الْأَمِيْرَ فَقَدْ أَطَاعَنِيْ وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِيْ.
“Barangsiapa taat
kepadaku berarti ia telah menaati Allah, dan barangsiapa bermaksiat kepadaku
berarti ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barangsiapa yang taat kepada amir
(yang Muslim) maka ia taat kepadaku dan barangsiapa bermaksiat kepada amir, maka
ia bermaksiat kepadaku.” (Muttafaq Alaih).
Dari Abdullah bin Amr
bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
وَمَنْ بَايَعَ
إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ
اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَر
“Dan barangsiapa yang
berbaiat kepada seorang pemimpin (penguasa) lalu bersalaman dengannya (sebagai
tanda baiat) dan menyerahkan ketundukannya, maka hendaklah dia mematuhi
pemimpin itu semampunya. Jika ada yang lain datang untuk mengganggu pemimpinya
(memberontak), penggallah leher yang datang tersebut.” (HR. Muslim no. 1844).
Dari Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْ
أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ
الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّة
“Siapapun yang
melihat sesuatu dari pemimpinnya yang tak disukainya, hendaklah ia bersabar
terhadapnya, sebab siapa yang memisahkan diri sejengkal dari jama’ah lalu dia
mati, kecuali dia mati seperti mati jahiliyah.” (HR. Al-Bukhari no. 6531 ,
Muslim no. 3438)
Dari Abu Hurairah
radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
مَنْ خَرَجَ مِنْ
الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّة
“Barangsiapa keluar
dari ketaatan dan tak mau bergabung dgn jama’ah kemudian ia mati, maka matinya
seperti mati jahiliyah.” (HR. Muslim no. 3436)
·
Wasiat
untuk kembali kepada manhaj para sahabat terkhusus khulafaur Rasyidin yang
mendapat petunjuk. Khulafaur Rasyidin yang disepakati oleh para ulama adalah
Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiyallâh ‘anhum, dan ini adalah kandungan
ayat At-Taubah 100:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang
terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka
kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.(At Taubah 100)
وَمَن يُشَاقِقِ
الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ
الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيرا
“Dan barang siapa
yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang
bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisa’ : 115)
Dan Rasulullah
shalaullahu a’laihi wasallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ
قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik baik manusia adalah
kurunku (generasiku), kemudian orang yang datang setelah mereka, kemu dian
orang yang datang setalah mereka“. (HR. Muslim no. 6635)
·
Wasiat
untuk menjauhi perkara baru yang diada-adakan (muhdatsah), yaitu bid’ah, sebab
bid’ah itu adalah kesesatan (dhalâlah). Karena islam adalah agama yang telah
sempurna tidak berhajat kepada penambahan dan juga pegurangan sebagimana allah
ta’ala berfirman:
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS.
Al-Maidah:3)
Dan juga Allah ta’ala
berfirman:
أَمْ
لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ
وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada
ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan
sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (asy-Syura: 21)
Wasiat ketiga
Terjaganya darah, harta dan kehormatan
عَنْ جَابِرٍ بْنِ
عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِيْ حَجَّةِ الْوَدَاعِ : إنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ
عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ
هَذَا أَلَا كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ
مَوْضُوعٌ، وَدِمَاءُ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعَةٌ، وَإِنَّ أَوَّلَ دَمٍ أَضَعُ
مِنْ دِمَائِنَا دَمُ ابْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ كَانَ مُسْتَرْضِعًا فِي
بَنِي سَعْدٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ، وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ
رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ
مَوْضُوعٌ كُلُّهُ
Dari Jabir bin Abdillah
ra, bahwasanya Rasulullah Shalaullahu a’lahi wasallam berkhutbah dalam Haji
Wada’, "Wahai manusia
sesungguhnya menumpahkan darah, merampas harta sesamamu adalah haram
sebagaimana haramnya berperang pada hari ini, pada bulan ini, dan di negeri
ini. Ketahuilah, semua yang berbau Jahiliyah telah dihapuskan di bawah
undang-undangku, termasuk tebusan darah masa jahilijyah. Tebusan darah yang
pertama-tama kuhapuskan adalah darah Ibnu Rabi'ah bin Harits yang disusukan
oleh Bani Sa'ad, lalu ia dibunuh oleh Huzail. Begitu pula telah kuhapuskan riba
jahiliyah; yang mula-mula kuhapuskan ialah riba yang ditetapkan Abbas bin Abdul
Muthalib. Sesungguhnya riba itu kuhapuskan semuanya (HR. Muslim)
Dalam wasiat Nabi
shalaullahu a'lahi wasallam ini ada lima wasiat penting di antaranya:
·
Wasiat akan terjaganya darah seorang muslim, dimana tidak
halal bagi seorang muslim untuk menumpahkan darah muslim yang lainnya kecuali
dengan hak.
Dan
Allah ta’ala berfirman:
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ
كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ
أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا
النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ
كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Oleh karena itu Kami
tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.(Al maidah
32)
Rasulullah bersabda :
ان اول ما يحكم بين
العباد فى الدماء
Kasus yang pertama
diadili di hadapan Allah pada hari kiamat ialah masalah darah (pembunuhan)”(
Hadits riwayat Bukhari, Muslim, An-Nasai, Ibnu Majah dan Turmudzi).
إجتنبوا
السبع الموبقات وعدد منها قتل النفس التى حرم الله الا بالحق
Rasulullah bersabda :
“Jauhilah olehmu tujuh hal yang merusak”. Kemudian Rasulullah menghitungnya
satu per satu, dan salah satu diantaranya ialah : “Membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang hak”( Hadits riwayat Bukhari
dan Muslim).
Rasulullah
shalaullahu a'alahiwasallam bersabda :
من
قتل نفسا معاهدا لم يرح رائحة الجنة, وان ريحها يوجد من مسيرة أربعين عاما
“Barangsiapa yang
membunuh kafir dzimmy, ia takkan cium baunya surga, sedangkan bau surga itu
bisa tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun”( Hadits riwayat Bukhari).
من
قتل قتيلا من أهل الذمة لم يرح رائحة الجنة وان ريحها ليوجد من مسيرة أربعين عاما
“Barang siapa
membunuh seorang kafir dzimmy, tak dapat mencium baunya surga. Dan sesungguhnya
bau surga itu dapat dicium dalam jarak perjalanan empat puluh tahun”( Hadits
riwayat Imam Ahmad).
Islam mengecam keras
pembunuh orang Islam dan ia akan mendapat hukuman yang paling berat besok di
hari kiamat. Allah berfirman mengenai
orang yang membunuh orang Islam:
“Dan barangsiapa yang
membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahannam, ia
kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan
azab yang besar baginya”. (QS. 4 : 93).
من
حمل علينا السلاح فليس منا
“Barangsiapa
mengangkat senjata kepada kita dia bukan termasuk golonganku”( Hadits riwayat
Imam Bukhari dan Muslim).
سباب
المسلم فسوق وقتاله كفر
“Mencaci orang muslim
adalah perbuatan kefasikan, dan membunuhnya adalah perbuatan kufur”.( Hadits
riwayat Bukhari dan Muslim ) dan banyak lagi dalil dalil yang mengharamkan
pertumpahan darah atau pembunuhan.
·
Wasiat akan terjaganya harta seorang muslim, di mana
tidak halal bagi seorang muslim untuk
merampas harta muslim yang lainnya kecuali dengan hak, Pesan ini
sesungguhnya menegaskan dari firman Allah Ta’ala :
وَلاَ تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ
لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِاْلإِثْمِ وأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah kaliam
memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang bathil. Dan janganlah pula
kalian membawa urusan harta itu kepada hakim, agar kamu dapat memakan sebagian
dari harta manusia dengan cara yang dosa sedangkan kalian mengetahui.
Contoh-contoh
perbuatan memakan harta secara bathil:
1. Suap-menyuap (sogok-menyogok)
2. Tipuan dalam jual-beli
3. Riba
4. Merampas yang bukan haknya
5. Dusta dalam muamalah
6. Menunda-nunda pembayaran hutang, padahal dia
sudah mampu membayarnya
7. Sumpah palsu untuk meyakinkan orang
8. Mengurangi timbangan dan takaran dan
lain-lain.
·
Wasiat akan terjaganya harga diri atau kehormatan seorang
muslim, di mana tidak halal bagi seorang muslim untuk merobek kehormatan
seorang muslim lainnya
Dari shahabat Ibnu
Umar radhiyallahu’anhu,
bahwa beliau Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “Wahai sekalian orang yang beriman dengan
lisannya yang belum sampai ke dalam hatinya, janganlah kalian mengganggu kaum
muslimin, janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian mencari-cari
aibnya. Barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim niscaya
Allah akan mencari aibnya. Barang siapa yang Allah mencari aibnya niscaya Allah
akan menyingkapnya walaupun di dalam rumahnya.” (H.R. At Tirmidzi dan lainnya)
Dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Suatu ketika kami pernah bersama RasulullahShallallahu’alaihi wasallam mencium bau bangkai yang busuk. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata: ‘Apakah kalian tahu bau apa ini? (Ketahuilah) bau busuk ini berasal dari orang-orang yang berbuat ghibah.” (H.R. Ahmad 3/351)
Dari shahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan mencegah wajahnya dari api neraka pada hari kiamat nanti.” (H.R. At Tirmidzi no. 1931 dan lainnya)
Dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Suatu ketika kami pernah bersama RasulullahShallallahu’alaihi wasallam mencium bau bangkai yang busuk. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata: ‘Apakah kalian tahu bau apa ini? (Ketahuilah) bau busuk ini berasal dari orang-orang yang berbuat ghibah.” (H.R. Ahmad 3/351)
Dari shahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan mencegah wajahnya dari api neraka pada hari kiamat nanti.” (H.R. At Tirmidzi no. 1931 dan lainnya)
·
Wasiat melarang riba yang merupakan dosa besar yang biasa
di lakukan oleh orang orang jahiiyyah dan salah satu riba di zaman itu adalah
ribnya Abas bin Abdul
Muthallib.
Catatan:
Abas bin Abdul
Muthallib merupakan salah seorang paman beliau, yang dahulu melalukan praktek
riba jahiliyah. Praktek riba jahiliyah terjadi pada masa tersebut khususnya
ketika memasuki masa dagang, baik pada musim dinging (as-syita’) maupun pada
musim panas (as-shaif). Pada kedua masa tersebut umumnya masyarakat Arab
berdagang ke Syam dan Shan’a (Yaman), untuk waktu yang cukup lama. Kebiasaan
mereka pada waktu tersebut adalah terjadi transaksi pinjam meminjam diantara
mereka untuk modal perdagangannya. Dan salah satu “tempat peminjaman” yang
poluler pada masa tersebut adalah meminjam ke Abas bin Abdul Muthallib paman
Rasulullah Shalaullahu a’alahi wasallam. Pada masa tesebut, ketika orang
meminjam kepada Abas bin Abdul Muthallib serta berjanji akan mengembalikan
pinjamannya sepulang dari perjalanan dagangnya (berkisar dua atau tiga bulanan),
maka ia harus mengembalikan uang yang dipinjamnya persis sejumlah sejumlah
pinjamannya, tidak kurang dan tidak lebih. Namun apabila pada waktu yang telah
disepakati si peminjam tidak bisa mengembalikannya dan minta ditangguhkan
pembayarannya, maka barulah pada saat terebut dikenakan tambahan (baca ; bunga)
atas hutangnya tersebut. Atau dengan kata lain, pada saat tersebut, pinjaman
tidak dikenakan bunnnga apabila si peminjam dapat mengemblikan hutangnya tepat
waktu. Namun apabila pada waktu yang telah ditentukan tidak bisa mengembalikan,
barulah dikenakan bunga. Dan ternyata praktek seperti ini disebut oleh
Rasulullah Shalaullahu a’alahi wasallam sebagai riba jahiliyah. Itulah sebabnya
beliau mengemukakan bahwa, “Begitu pula telah kuhapuskan riba jahiliyah; yang
mula-mula kuhapuskan ialah riba yang ditetapkan Abbas bin Abdul Muthalib.
Sesungguhnya riba itu kuhapuskan semuanya.”
Allah ta'ala telah berfirman akan bahaya riba:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا
الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ
جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى
اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُون
Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila.
Hal itu karena mereka mengatakan, bahwasanya jual beli itu adalah seperti riba.
Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamakaan riba. Maka barangsiapa
yang telah datang padanya peringatan dari Allah ta'ala kemudian ia berhenti
dari memakan riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya
terserah keapda Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka bagi
mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Al-Baqarah: 275)
Dalam hadits, Rasulullah shalaulahu a'alahi wasallam juga mengemukakan :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ:
(( لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا
وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ )) (رواه مسلم)
Dari Jabir ra berkata, bahwa Rasulullah melaknat orang yang memakan riba,
orang yang memberikannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau berkata,
mereka semua adalah sama. (HR. Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (( اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ
النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ
مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
الْغَافِلَاتِ )) (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah berkata, ‘Jauhilah tujuh perkara yang
membinasakan !’ Para sahabat bertanya, ‘Apa saja tujuh perkara tersebut wahai
Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamakaan Allah ta'ala kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba,
mamakan harta anak yatim, lari dari medan peperangan dan menuduh berzina pada
wanita-wanita mu’min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat. (Muttafaqun
Alaih).
Dan Secara ringkas tentang bahaya riba adalah:
1. Orang yang
memakan riba, diibaratkan seperti orang yang tidak bisa berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (penyakit gila). (Al
baqoroh : 275).
2. Pemakan riba, akan kekal berada
di dalam neraka. (Al baqoroh : 275).
3. Orang yang “kekeh” dalam
bermuamalah dengan riba, akan diperangi oleh Allah dan rasul-Nya. (Al Baqoroh :
278 – 279).
4. Seluruh pemain riba; kreditur,
debitur, pencatat, saksi, notaris dan semua yang terlibat, akan mendapatkan
laknat dari Allah dan rasul-Nya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Jabir
ra bahwa Rasulullah melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan
saksi-saksinya.” Kemudian beliau berkata, “ Mereka semua sama!”. (HR. Muslim)
5. Suatu kaum yang dengan jelas
“menampakkan” (baca ; menggunakan) sistem ribawi, akan mendapatkan azab dari
Allah ta’ala. Dalam sebuah hadtis diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra,
bahwa Rasulullah bersabda, “Tidaklah suatu kaum menampakkan (melakukan dan
menggunakan dengan terang-terangan) riba dan zina, melainkan mereka
menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab dari Allah.” (HR. Ibnu Majah)
6. Dosa memakan riba (dan ia tahu
bahwa riba itu dosa) adalah lebih berat daripada tiga puluh enam kali perzinaan.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Handzalah ra berkata,
bahwa Rasulullah bersabda, “Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dan ia
mengetahuinya, maka hal itu lebih berat dari pada tiga puluh enam kali
perzinaan.” (HR. Ahmad, Daruqutni dan Thabrani).
7. Bahwa tingkatan riba yang paling
kecil adalah seperti seoarng lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa
Rasulullah bersabda, “Riba itu tujuh
puluh tiga pintu, dan pintu yang paling ringan dari riba adalah seperti seorang
lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” (HR. Hakim, Ibnu Majah dan
Baihaqi).
·
Wasiat agar tidak tidak mengikuti tatacara orang-orang
jahiliyyah baik orang-orang musyrikin atau orang-orang kafirin
Allah ta'ala berfirman:
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْل
‘Janganlah mereka
seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya’ ;
syaikhul islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata ketika mengomentari
ayat: (Hal
ini) merupakan larangan yang bersifat mutlak dalam hal penyerupaan terhadap
mereka (orang kafir). Larangan ini juga khusus menyerupai mereka dalam hal
kerasnya hati, sedangkan kerasnya hati termasuk di antara buah kemaksiatan” (Iqtidlaa’
Shiraathil-Mustaqiim, 1/290).
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata:
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk
golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.” (HR. At-Tirmidzi no.
2695)
Dari Abdullah bin
Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
“Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dan
dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiah -rahimahullah- berkata (setelah membawakan hadits diatas: “Hukum
minimal yang terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada
mereka (orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang
yang tasyabbuh kepada mereka”
wasiat ke empat
wasiat untuk berbuat baik kepada istri
عَنْ جَابِرٍ بْنِ
عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِيْ حَجَّةِ الْوَدَاعِ
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ
اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ
أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ
فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ
وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dari Jabir bin Abdillah
ra, bahwasanya Rasulullah shalaullahu a’lahi wsallam berkhutbah dalam Haji
Wada’ Kemudian jangalah dirimu terhadap
wanita. Kamu boleh mengambil mereka sebagai amanah Allah, dan mereka halal
bagimu dengan mematuhi peraturan-peraturan Allah. Setelah itu, kamu punya hak
atas mereka, yaitu supaya mereka tidak membolehkan orang lain menduduki
tikarmu. Jika mereka melanggar, pukullah mereka dengan cara yang tidak
membahayakan. Sebaliknya mereka punya hak atasmu. Yaitu nafkah dan pakaian yang
pantas (HR.Muslim).
Dalam wasiat ini ada anjuran untuk para suami untuk memberikan haknya
terhadap istri istrinya, dan hal ini kandungna dari firman Allah ta’ala:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka).” (An-Nissa
: 34)
Dan kandungan sabda
rasulullah shalaullahu a’laihi wasallam:
عن ابن عمرَ رضي
اللَّهُ عنهما عن النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « كُلُّكُمْ راعٍ،
وكُلُّكُمْ مسئولٌ عنْ رعِيَّتِهِ ، والأَمِيرُ رَاعٍ ، والرَّجُلُ راعٍ علَى
أَهْلِ بَيْتِهِ ، والمرْأَةُ راعِيةٌ على بيْتِ زَوْجِها وولَدِهِ ، فَكُلُّكُمْ
راعٍ ، وكُلُّكُمْ مسئولٌ عنْ رعِيَّتِهِ » متفقٌ عليه .
Dari Ibnu Umar ra.
Dari Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam Beliau bersabda : “Kalian adalah pemimpin
dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian. Seorang
peguasa adalah pemimpin, seorang suami adalah seorang pemimpin seluruh
keluarganya, demikian pula seorang istri adalah pemimpin atas rumah suami dan
anaknya. Kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinan kalian.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Maka secara singkat
kewajiban suami terhadap istrinya adalah:
1. Memberikan mahar kepada istri
“Berikanlah mahar kepada wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan”.(An-Nisa`:4)
2. Menjadi pelindung dan pemimpin bagi istri
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan
karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya”. (Q.S.
An-Nisa:34)
3. Berlemah-lembut dalam memperlakukan, mendidik dan memimpin istri
“Bergaullah kalian dengan para istri secara patut. Bila kalian tidak
menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (An-Nisa`: 19)
Mereka para wanita diciptakan dari
tulang rusuk yang bengkok, dan sesungguhnya bagian tulang rusuk yang paling
bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau bermaksud meluruskannya, maka engkau
akan mematahkannya dan jika engkau membiarkannya, maka ia akan tetap bengkok.
Oleh karena itu, perlakukanlah wanita dengan baik”. (HR. Al-Bukhari Muslim)
4. Memberikan nafkah kepada istri
“Hendaklah orang yang diberi kelapangan memberikan nafkah sesuai dengan
kelapangannya dan barangsiapa disempitkan rizkinya maka hendaklah ia memberi
nafkah dari harta yang Allah berikan kepadanya”. (Ath-Thalaq: 7)
5. Tidak menyebarkan aib istrinya
“Manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat
adalah laki-laki yang ‘mendatangi’ istrinya, dan wanita itu pun ‘mendatangi’
suaminya, kemudian ia menyebarkan rahasia istrinya”. (HR. Muslim)
6. Berbuat baik (ma’ruf) dan sabar terhadap istri
“Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut
cara yang ma’ruf”. (Al-Baqarah: 228)
7. Membantu istri untuk taat kepada Allah ta’ala, menjaganya dari api
neraka, dan memberikan pengajaran agama
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga
kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….”
(At-Tahrim: 6)
8. Suami berhak cemburu dan menjaganya
“Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: ‘Hendaklah mereka menundukkan
sebagian pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (An-Nur: 31)
Wasiat kelima
Wasiat agar berhati-hati
dari jerat tipu daya setan
Dari sulaiman bin
'amr bin Al Ahwash dari bapaknya ia berkata: aku mendengar Rasulullah
shalaullahu a'laihi wasallam berwasiat ketika haji wada' di hadapan manusia:
أَلَا وَإِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ مِنْ أَنْ يُعْبَدَ فِي بِلَادِكُمْ
هَذِهِ أَبَدًا وَلَكِنْ سَتَكُونُ لَهُ طَاعَةٌ فِيمَا تَحْتَقِرُونَ مِنْ
أَعْمَالِكُمْ فَسَيَرْضَى بِهِ
Ketahuilah
sesungguhnya syetan telah putus asa untuk disembah di negeri kalian ini
selamanya, namun akan terjadi ketaatan kepadanya dalam amal perbuatan yg kalian
remehkan sehingga dia akan ridla kepadanya. (HR. Tirmidzi no. 2085)
Dalam wasiat ini terkandung beberapa poin penting di antaranya:
·
Wasiat Nabi shalaullahu alaihi wasallam agar berhati hati
dari setan dan mengingatkan bahwa setan tidak akan berhenti untuk menggoda dan
menyesatkan bani adam sampai kiamat di bangkitkan.
·
Kehebatan para sahabat di zamannya bahwa setan putus asa
untuk membuat makar terhadap mereka.
Wasiat keenam
Wasiat anjuran persaudaraan
أَيّهَا
النّاسُ اسْمَعُوا قَوْلِي وَاعْقِلُوهُ تَعَلّمُنّ أَنّ كُلّ مُسْلِمٍ أَخٌ
لِلْمُسْلِمِ وَأَنّ الْمُسْلِمِينَ إخْوَةٌ فَلاَ يَحِلّ لِامْرِئٍ مِنْ
أَخِيهِ
إلاَّ مَا أَعْطَاهُ عَنْ طِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ فَلاَ تَظْلِمُنّ أَنْفُسَكُمْ
Wahai
manusia, dengarkan ucapanku dan pahamilah, ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap
muslim adalah saudara muslim yang lain, dan sesungguhnya kaum muslimin adalah
bersaudara. Seorang mukmin diharamkan mengambil harta yang lain tanpa izin dan
keridloan dari pemiliknya, dan janganlah sekali-kali berlaku dzalim.(HR.Muslim)
Dan
sesungguhnya satu-satunya Ikatan yang benar dan kokoh yang bisa mengikat umat
Islam sebagai umat yang bersaudara adalah Ikatan Akidah Islam yang benar yang
sesuai dengan Al Qur’an dan sunah sesuai dengan pemahaman para
salafushalih karena darinya termaktub
persaudaraan yang agung, bahwa setiap muslim adalah saudara muslim yang lain.
Namun meski demikian ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak
bisa diingkari yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan manusia dalam keadaan
senantiasa berselisih pendapat, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat:
وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
“Tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat. ” (Hud: 118)
Hal ini juga sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, Nasrani terpecah 71 atau 72 golongan, dan umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan. ” (Hasan Shahih, HR. Abu Dawud no. 4596, At-Tirmidzi no. 2778 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Hikmah dari ketetapan bahwa umat ini akan senantiasa berselisih, Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:
Hal ini juga sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, Nasrani terpecah 71 atau 72 golongan, dan umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan. ” (Hasan Shahih, HR. Abu Dawud no. 4596, At-Tirmidzi no. 2778 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Hikmah dari ketetapan bahwa umat ini akan senantiasa berselisih, Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:
وَلَوْ شَاءَ
اللهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا
ءَاتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian
dijadikan-Nya satu umat (saja). Tetapi Allah akan menguji kalian terhadap
pemberian-Nya kepadamu, maka berlombalah berbuat kebajikan. ” (Al-Maidah: 48)
Wasiat ke tujuh
Wasiat untuk memberitahukan wasiat ini kepada orang yang
tidak tahu
Hendaknya
orang yang mendegar (mengetahui) wasiat Rasul Shalaullahu a’alahi wasallam ini
menyampaikan kepada yang tidak mendengar (tidak mengetahui) wasiat ini. Hal ini
sebagaimana wasiat Rasulullah salauallahu a’alahi wasallam di mana beliau bersabda
:
أَلاَ
لَيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الغَائِبَ ، فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يَبْلُغُهُ أَنْ
يَكُوْنَ أوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَه
Ingatlah,
hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, maka mudah mudahan
yang menyampaikan menjadi lebih faham dari yang mendengarkan
Waullahu A’lam……………………….. oleh: ust. Abu humairoh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar