MUQODDIMAH
إنّ
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات
أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له، وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله
{يا أيّها الذين آمنوا
اتقوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إلاَّ وأَنتُم مُسْلِمُونَ}
{يا
أيّها الناسُ اتّقُوا ربَّكمُ الَّذي خَلَقَكُم مِن نَفْسٍ واحِدَةٍ وخَلَقَ
مِنْها زَوْجَها وبَثَّ مِنْهُما رِجالاً كَثِيراً وَنِساءً واتَّقُوا اللهََ
الَّذِي تَسَائَلُونَ بِهِ والأَرْحامَ إِنَّ اللهَ كان عَلَيْكُمْ
رَقِيباً }
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمالَكمْ ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزاً}
أما
بعد،فإن أصدق الحديث كلام الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكلّ
محدثة بدعة ، وكل بدعة ضلالة ، وكل ضلالة في النار .
Ketika hidayah menyapa.....
Meraih
hidayah Allah ta'ala
Seandainya hidayah itu bisa dibeli di
pasar-pasar, tentu hanya orang orang kaya sajalah yang bisa membelinya,
namun hidayah hanya milik Allah, dan hanya di berikan kepada orang
yang ia kehendaki saja. jangankan orang bisa seperti kita para nabi dan Rasul saja
tidak sanggup memberi hidayah kepada orang orang terdekatnya lihatlah
Nabiyullah Nuh alaihi salam tatkala berdoa kepada Allah karena anaknya yang kafir.
وَنَادَى نُوحٌ
رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ
وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ قَالَ
يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا
تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ
الْجَاهِلِينَ
“Dan Nuh pun
menyeru Rabbnya, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan
sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar, dan Engkau adalah Hakim yang
seadil-adilnya.’ Allah berfirman, ‘Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk
keluargamu (yang diselamatkan), sesungguhnya amalannya bukanlah amalan yang
shalih. Maka janganlah engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau
ketahui. Sesungguhnya Aku peringatkan engkau agar jangan termasuk orang-orang yang
jahil.” (Surat Hud: Ayat 45-46).
lihat pula
upaya yang di lakukan oleh nabiyullah Ibrahim ketika mendakwahi bapaknya: “Wahai ayahku, mengapa engkau
menyembah sesuatu yang tidak mendengar dan tidak melihat, bahkan tidak bisa
memberikan manfaat kepadamu barang sedikit pun? Wahai ayahku, sesungguhnya
telah datang kepadaku suatu ilmu yang belum datang kepadamu, maka ikutilah aku niscaya akan
kutunjukkan kepadamu jalan yang lurus itu. Wahai ayahku, janganlah engkau
memuja setan. Karena sesungguhnya setan itu durhaka kepada ar-Rahman.”
(QS. Maryam: 42-44)
Dan banyak lagi para nabi yang tidak sanggup
memberi hidayah kepada keluarga dan kerabatnya seperti nabi yusuf terhadap
sodara sodaranya yang selalu menyakitinya karena iri dan kedengkian mereka
kepadanya, kemudian nabi luth terhadap istrinya yang ingkar terhadapnya,
termasuk juga nabi kita, shalallahu ‘alaihi wasallam
tidak sanggup menyadarkan paman pamannya dan tidak mampu memberikan hidayah
kepada mereka padahal paman paman beliau sangat banyak di antaranya: Haris, Abu
Thalib (Abdu Manaf), Zubair, Hamzah, Abu Lahab (Abdul Uzza), Ghaidaq,
Muqawwam, Dhirar, `Abbas, Qusam, Abdul Ka`bah dan Hajal (Mughirah). Namun hanya
Abbas dan Hamzah saja yang beriman dan menjadi pengikut Nabi Muhammad. Justru
yang membuat Nabi Muhammad sedih adalah pamannya Abu Thalib (ayah dari Ali bin
Abi Tahlib ra) yang telah membesarkan dan melindungi beliau shalallahu ‘alaihi wasallam, sampai akhir
hayatnya tidak beriman. Allah berfirman:
إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ
لا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
“Jika kamu sangat mengharapkan
agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk
kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai
penolong”. (Q.S. An-Nahl : 37).
إِنَّكَ لاَ
تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
"Sesungguhnya kamu tidak akan bisa memberikan petunjuk kepada orang yang
kamu senangi"
Ni'mat hidayah...............
Hidayah adalah ni'mat Allah yang sangat besar
dan tidak ada tandingnnya bagi manusia bila di bandingkan dengan ni'mat ni'mat
Allah yang lainnya, namun demikian manusia hanya berangan angan mendapatkannya
dan tidak ada upaya meraihnya, maka hal ini sebagimana di katakan oleh seorang
penyair:
تَرْجُو
النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا إِنَّ السَّفِينَةَ لَا تَجْرِي عَلَى الْيَبَسِ
“Engkau mendambakan hidayah namun tidak
menempuh jalannya sesungguhnya kapal itu tidak mungkin berlayar di atas samudra
yang kering”
ketahuilah sodaraku hidayah ini mahal harganya
karena tidak di jual di mana mana oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada
kita untuk meminta hidayah atau petunjuk kepada Allah minimal 17 kali dalam
sehari semalam di setiap raka’at shalat yang
kita kerjakan. Yaitu dengan doa yang terdapat dalam surat al-Fatihah.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيم
“Ya Allah tunjukilah kami
jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah: 6)
Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan dalam tafsirnya, “Seandainya bukan karena sedemikian besar
kebutuhan hamba untuk memohon hidayah baik di siang hari maupun malam hari,
niscaya Allah ta’ala tidak
perlu membimbing hamba-Nya untuk melakukan hal ini"
Bahkan teladan umat ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang sangat
bersemangat untuk menanamkan hidayah dan menunjuki manusia kedalam hidayah.
diantara contoh upaya upaya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diantaranya:
Usaha-usaha Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam menanamkan hidayah kepada ummatnya
1. Usaha Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
dalam menanamkan hidayah kepada umatnya dibukit shafa ketika
mendakwahi kabilah kabilah Quraisy.
Suatu hari, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam naik ke bukit
Shafa. Beliau naik sampai kepuncaknya, Kemudian beliau shalallahu ‘alaihi wasallam mulai memanggil
kabilah-kabilah cabang dari kabilah Quraisy dan menyebut mereka kabilah
per-kabilah, Wahai bani Fihr, wahai Bani Fulan, wahai Bani Fulan, wahai Bani
Abdu Manaf, wahai Bani Abdul Muththalib!” ketika mendengar (panggilan
tersebut), mereka bertanya, siapa yang berteriak-teriak itu? Mereka mengatakan,
“Muhammad.” Maka orang-orang pun bergegas menuju beliau shalallahu ‘alaihi
wasallam, sampai-sampai seseorang yang tidak bisa datang sendiri mengirim
utusan untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Ketika mereka telah berkumpul, kemudian beliau shalallahu ‘alaihi wasallam mengajak untuk
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah. Lalu beliau menjelaskan kepada mereka bahwa kalimat
syahadat merupakan kekuatan dunia dan keselamatan akhirat. sebagaimana riwayat
Bukhari no. 4972 dan Muslim no. 208:
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى
الْبَطْحَاءِ فَصَعِدَ إِلَى الْجَبَلِ فَنَادَى يَا صَبَاحَاهْ فَاجْتَمَعَتْ
إِلَيْهِ قُرَيْشٌ فَقَالَ أَرَأَيْتُمْ إِنْ حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ الْعَدُوَّ
مُصَبِّحُكُمْ أَوْ مُمَسِّيكُمْ أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِي قَالُوا نَعَمْ قَالَ
فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ
أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا تَبًّا لَكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ تَبَّتْ
يَدَا أَبِي لَهَبٍ إِلَى آخِرِهَا
“Dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju Bathha`, kemudian beliau naik ke
bukit seraya berseru, "Wahai sekalian manusia." Maka orang-orang
Quraisy pun berkumpul. Kemudian beliau bertanya, "Bagaimana, sekiranya aku
mengabarkan kepada kalian, bahwa musuh (di balik bukit ini) akan segera
menyergap kalian, apakah kalian akan membenarkanku?" Mereka menjawab,
"Ya." Beliau bersabda lagi, "Sesungguhnya aku adalah seorang
pemberi peringatan bagi kalian. Sesungguhnya di hadapanku akan ada adzab yang
pedih." Akhirnya Abu Lahab pun berkata, "Apakah hanya karena itu kamu
mengumpulkan kami? Sungguh kecelakanlah bagimu." Maka Allah menurunkan firman-Nya:
" “Telah celaka kedua tangan Abu Lahab.” Hingga akhir ayat.” (HR. Bukhari no. 4972
dan Muslim no. 208)
Dalam riwayat lain di sebutkan bahwa isteri Abu
Lahab menyebarkan duri-duri di tempat yang akan di lewati Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Isra'il dari Abi Ishaq
yang bersumber dari orang Hamdan bernama Yazid bin Zaid. Diriwayatkan pula oleh
Ibnul Mundzir yang bersumber dari Ikrimah).
2. Usaha Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
dalam menanamkan hidayah di atas kendaraannya kepada sahabat
sahabatnya.
عَنْ
أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ :
كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً، فَقَالَ : يَا
غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اْحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ
تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ
فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ
يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ،
وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ
بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ
الصُّحُفِ
رواه
الترمذي وقال : حديث حسن صحيح وفي رواية غير الترمذي: احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ
أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ،
وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ
يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ
الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً.
Dari Abul Abbas bin Abdullah
bin Abbas radhiyallahu’anhuma dia berkata: Pada suatu hari aku pernah berada di
belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka beliau bersabda, “Hai
anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat. Jagalah Allah,
niscaya engkau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau meminta, mintalah kepada
Allah. Jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Dan
ketahuilah, sesungguhnya seandainya umat ini bersatu untuk memberikan suatu
kemanfaatan kepadamu, maka mereka tidak akan dapat memberinya, kecuali dengan
sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Dan seandainya mereka bersatu untuk
mendatangkan suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat
mendatangkannya, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena
telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering.” (HR. Tirmidzi, dan ia mengatakan: Hadits Hasan).
Dan di dalam riwayat selain At Tirmidzi,
“Jagalah Allah pasti kamu akan mendapatiNya di hadapanmu, kenalilah Allah di waktu
senang pasti Allah akan mengenalimu di waktu sempit, dan ketahuilah apa-apa
yang meleset darimu maka hal itu tidak akan mengenaimu, dan apa-apa yang
mengenaimu tidak akan meleset darimu, dan ketahuilah bahwa kemenangan itu
beriring dengan kesabaran, dan jalan keluar itu bersama kesulitan / keadaan
yang himpit, dan bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan.”
Dari Muadz bin Jabal radhiallahu anhu dia
berkata:
كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ فَقَالَ يَا مُعَاذُ هَلْ تَدْرِي حَقَّ
اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ قُلْتُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ
يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ
لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَفَلَا أُبَشِّرُ بِهِ النَّاسَ قَالَ لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا
“Aku pernah membonceng di
belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diatas seekor keledai yang diberi
nama ‘Ufoir lalu Beliau bertanya: “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah
atas para hamba-Nya dan apa hak para hamba atas Allah?” Aku jawab: “Allah dan
Rosul-Nya yang lebih tahu”. Beliau bersabda: “Sesungguhnya hak Allah atas para
hamba-Nya adalah hendankah beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun dan hak para hamba-Nya atas Allah adalah seorang hamba
tidak akan disiksa selama dia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”.
Lalu aku berkata: “Wahai Rasulullah, apakah boleh aku menyampaikan kabar
gembira ini kepada manusia?” Beliau menjawab: “Jangan kamu beritahukan mereka
sebab nanti mereka akan berpasrah saja”. (HR. Al-Bukhari no. 2644 dan Muslim no. 44)
3. Usaha Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
dalam menanamkan hidayah kepada pamannya Abu thalib saat sakaratul maut. Sebagaimana yang di ceritakan Al Musayyab:
أَنَّ أَبَا
طَالِبٍ لَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ دَخَلَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللُهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ أَبُو جَهْلٍ فَقَالَ أَيْ عَمِّ قُلْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللهِ فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُاللهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ
تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِالْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَالاَ يُكَلِّمَانِهِ حَتَّى
قَالَ آخِرَ شَيْءٍ كَلَّمَهُمْ بِهِ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِالْمُطَّلِبِ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللُهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َلأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ
أُنْهَ عَنْهُ
Ketika Abu
Tholib akan meninggal dunia, Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. masuk
kepadanya. Disisi Abu Tholib terdapat Abu Jahal. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
berkata: ” Wahai pamanku ! Katakanlah la ilaha illallah suatu kalimat yang saya gunakah hujjah
untukmu disisi Allah “.
Abu Jahal dan
Abdullah bin Abu Umayyah berkata: “
Wahai Abu Tholib ! Apakah kamu benci agama Abdul muttholib .Keduanya mengatakan begitu terus hingga akhir perkataan Abu Tholib adalah: “ Saya ikut
agama Abd Muttholib “.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
bersabda: ” Sungguh aku akan memintakan ampun kepadamu selama tidak dilarang, lalu turunlah
ayat:
مَا كَانَ
لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ
كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ
الْجَحِيمِ
Tiadalah
sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum
kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu,
adalah penghuni neraka Jahannam. (At taubah 113) Lantas turunlah ayat lagi:
إِنَّكَ لاَ تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
Sesungguhnya
kamu tidak akan bisa memberikan petunjuk
kepada orang yang kamu senangi.(HR
Bukhori / Janaiz / 1360. Manaqib / 3884. Tafsir / 4675. Muslim / Iman / 24
. Nasai / Janaiz / 2035. Al ahad wal matsani 720 , Jamiul ahadis 325/10) Lantas
turunlah ayat larangan minta ampun untuk kaum musyrik.
Di antara pelajaran dari hadits di atas adalah:
- Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki hidayah taufik
- Tingginya semangat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berupaya menyampaikan hidayah ke dalam hati orang yang didakwahinya.
- Besarnya keutamaan tauhid.
- Hidayah semata-mata milik Allah.
- Meskipun kalimat tauhid itu ringan dan mudah diucapkan, namun ternyata tidak bisa mengucapkannya melainkan orang yang mendapatkan taufik dari Allah ta’ala .
- Keluarga dan persahabatan itu memiliki pengaruh terhadap agama seseorang.
- Orang yang meninggal di atas kemusyrikan maka dia akan berada kekal di neraka Jahannam.
- Disyari’atkannya menuntun orang yang sekarat/akan meninggal untuk mengucapkan la ilaha illallah.
- Bolehnya mendoakan agar orang-orang musyrik yang masih hidup mendapatkan hidayah.
- Disyari’atkannya menyambung tali kekerabatan meskipun dengan saudara yang kafir
- Diperbolehkannya menjenguk orang kafir yang sakit dengan maksud mendakwahi atau menarik simpati mereka supaya masuk Islam
4. Usaha Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
dalam menanamkan hidayah kepada para raja dengan mengirim surat seruan
untuk masuk islam
Disebutkan oleh Ibnu Abbas dalam sebuah kisah
yang panjang, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengirim
surat kepada raja Romawi oleh sahabat dibawa oleh
Dihyah bin Khalifah al-Kalbi yaitu Heraclius. Selanjutnya dia mencari orang Mekah,
yang saat itu sedang berdagang di Syam. Pada saat yang sama, ternyata Abu
Sufyan sedang menjalankan bisnis di Syam. Terjadilah dialog antara raja dengan
Abu Sufyan –sebelum ia masuk Islam- radhiallahu ‘anhu, membahas ciri-ciri nabi
yang diutus di Mekah. Selanjutnya Abu Sufyan menceritakan tentang isi surat
yang dikirim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Raja Heraclius :
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى
هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ: سَلاَمٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الهُدَى، أَمَّا بَعْدُ،
فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الإِسْلاَمِ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، يُؤْتِكَ اللَّهُ
أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ، فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ
الأَرِيسِيِّينَ ” وَ يَا
أَهْلَ الكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ
لاَ نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلاَ يَتَّخِذَ
بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا
اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Bismillahir rahmanir rahiim… Dari Muhammad,
hamba Allah dan utusan-Nya Kepada Heraclius, raja Romawi Salaamun ‘ala
manit-taba’al huda, amma ba’du (keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk,
selanjutnya) Saya mengajak Anda dengan seruan Islam. Masuklah Islam, niscaya
Anda akan selamat. Allah akan memberikan pahala kepada-Mu dua kali. Jika Anda
berpaling (tidak menerima) maka Anda menanggung semua dosa kaum Arisiyin.
Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita
sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan
tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain
Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa
kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.(QS. Ali Imran: 64).
(Hadis ini diriwayatkan Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, dan yang lainnya).
Catatan : makna ‘seruan Islam’ adalah kalimat
syahadah, dimana setiap pemeluk agama lain diajak untuk mengucapkan dua kalimat
ini.
- Pahala dua kali adalah pahala yang berlipat,
sejumlah orang yang mengikutinya untuk masuk Islam.
- Kaum Arisiyin adalah para pengikut dari
kalangan keluarga kerajaan. Dosa Arisiyin ditanggung oleh Heraclius, karena posisi
Heraclius sebagai pemimpin, sehigga diikuti anggota kerajaannya, termasuk dalam
beragama.
Adapun
surat kepada Kisra dibawa
oleh Abdullah bin Hudzafah. Sementara surat kepada Najasyi dibawa oleh Amr bin Umayyah, dan
surat kepada Muqauqis
oleh Hatib bin Abi Balta'ah sementara itu, surat kepada penguasa Oman dibawa
oleh Amr bin Ash, surat kepada penguasa Yaman oleh Salit bin Amr, dan surat
kepada Raja Bahrain oleh Al-'Ala bin Al-Hadzrami. Sedangkan surat kepada Harith
Al-Ghassani, Raja Syam, dibawa oleh Syuja' bin Wahab. Dan surat kepada Harits
Al-Himyari, Raja Yaman, dibawa oleh Muhajir bin Umayyah.
5. Usaha Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
dalam menanamkan hidayah kepada ahli kitab (yahudi dan Nasrani) dengan
mengirim beberapa sahabat sahabatnya untuk menyerukan islam. dari Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata:
لَمَّا
بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ إِلَى
نَحْوِ أَهْلِ اليَمَنِ قَالَ لَهُ: «إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ
الكِتَابِ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ
تَعَالَى، فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ
عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ، فَإِذَا صَلَّوْا،
فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِي أَمْوَالِهِمْ،
تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ، فَإِذَا أَقَرُّوا
بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ، وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
mengutus Mu’adz ibnu Jabal kepada penduduk Yaman, beliau berpesan:
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi (menemui) ahli kitab, maka hendaklah yang
pertama sekali engkau dakwahkan kepada mereka adalah ajakan untuk mentauhidkan
Allah Ta’ala. Jika mereka telah memahami hal tersebut, maka khabarkan kepada mereka
bahawa Allah memfardhukan ke atas mereka solat 5 waktu setiap hari. Apabila
mereka telah solat, sampaikanlah kepada mereka bahawa Allah memfardhukan ke
atas mereka zakat dari harta-harta mereka, iaitu diambil dari kalangan kaya di
antara mereka lalu diagihkan kepada orang-orang miskin. Jika mereka
mentaatinya, maka ambillah sebahagian harta mereka dan jangan engkau ambil
harta yang paling berharga milik mereka. (Shahih al-Bukhari, no. 7372. Kitab
Tauhid, Bab: Seruan Nabi Kepada Umatnya Agar Mentauhidkan Allah)
6. Usaha Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
dalam menanamkan hidayah kepada umatnya dalam pembaringannya saat sakit
lima hari sebelum wafatnya.
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ia berkata :
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sakit
dan dalam keadaan berbaring
لَعَنَ
اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah telah melaknat Yahudi dan Nashrani yang
telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid”. Aku (‘Aisyah) berkata
: “Kalau bukan karena takut (laknat) itu, niscaya kuburan beliau ditempatkan di
tempat terbuka. Hanya saja beliau takut kuburannya itu akan dijadikan sebagai
masjid” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1330, Muslim no. 529, Ahmad 6/80
& 121 & 255, Ibnu Abi Syaibah 2/376, Abu ‘Awaanah 1/399, Al-Baghawiy
dalam Syarhus-Sunnah no. 508, Al-Khathiib dalam Taariikh Baghdaad 13/52 &
183, Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath no. 7730, dan yang lainnya).
Dalam riwayat yang lain " Ketika
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kesehatannya menurun pada saat-saat
akhir hidupnya, beliau menutupkan kain khamishah-nya (selimut wolnya) pada
wajahnya, namun beliau melepas kain tersebut dari wajahnya ketika bapasnya
semakin terganggu seraya bersabda :
لعنة
الله على اليهود والنصارى، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
“Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan
Nashrani dimana mereka telah menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid”.
Aisyah berkata : “Beliau memperingatkan agar tidak melakukan seperti apa yang
mereka lakukan” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 435 & 436, Muslim no.
531, Ibnu Hibban no. 6619, Abu ‘Awaanah 1/399, An-Nasa’i 1/115; dan yang
lainnya)
Al-Haafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata
tentang hadits di atas : “Seakan-akan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah
mengetahui bahwa beliau akan wafat melalui sakit yang beliau derita, sehingga
beliau khawatir kubur beliau akan diagung-agungkan seperti yang telah dilakukan
orang-orang terdahulu. Oleh karena itu, beliau melaknat orang-orang Yahudi dan
Nashrani sebagai isyarat yang menunjukkan celaan bagi orang yang berbuat
seperti perbuatan mereka” (Fathul-Baariy, 1/532).
Dalam riwayat yang lain Dari " Ketika Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam jatuh sakit, maka beberapa orang istri beliau
sempat membicarakan tentang sebuah gereja yang terdapat di negeri Habasyah
(Ethiopia) yang diberi nama : Gereja Maria – dimana Ummu Salamah dan Ummu
Habibah pernah mendatangi negeri Habasyah -, kemudian mereka (sebagian istri
Nabi) membicarakan keindahan gereja dan gambar-gambar yang terdapat di
dalamnya.‘Aisyah melanjutkan :“(Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
mengangkat kepalanya) seraya bersabda:
أولئك
إذا كان فيهم الرجل الصالح بنوا على قبره مسجداً ، ثم صوروا تلك الصور ، أولئك
شرار الخلق عند الله يوم القيامة
‘Mereka itu adalah orang-orang yang apabila
orang shalih mereka meninggal dunia, maka mereka membangun masjid di atas
kuburnya tersebut, lalu menggambar dengan gambar-gambar tersebut. Mereka itu
adalah sejelek jelek makhluk di sisi Allah pada hari kiamat” (Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari no. 434, Muslim 528, Abu ‘Awaanah 1/400-401, Ibnu Hibban no. 3181,
An-Nasa’i 2/41, Al-Baihaqiy 4/80; dan yang lainnya).
Pelajaran dari kisah kisah sahabat dan orang
orang shalih dalam meraih hidayah dan menuntun manusia kedalam hidayah.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ
عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ
آثاَمِهِمْ شَيْئًا
“Barang siapa mengajak kepada hidayah maka ia
memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa mengajak kepada kesesatan maka ia
akan mendapat dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
sedikitpun dosa mereka.” Al-Imam al-Albani berkata tentang hadits ini dalam
as-Silsilah ash-Shahihah (2/548), “Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (8/62),
Abu Dawud (2/262), at-Tirmidzi (2/112), ad-Darimi (1/126—127), Ibnu Majah
(1/91), dan Ahmad (2/397) dari hadits Abu Hurairah, secara marfu’ At-Tirmidzi
berkata, “Hadits hasan shahih.”
1. Sahabat Abu Bakar as siddiq
Singkat cerita " Di tengah tengah kemarahan
Umar bin khottob yang sedang berbicara
di depan para sahabat: “Bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanya pergi
bersua kepada rabbnya dan akan kembali sebagaimana Musa yang pergi menghadap
rabbnya dan kembali kepada kaumnya setelah 40 hari lamanya.” datanglag Abu
Bakar keluar dan menyuruhnya untuk duduk. “Wahai Umar, duduklah!” ujar Abu
Bakar , namun Umar enggan menuruti suruhan itu, dan manusiapun segera
meninggalkanya dan menghadapkan wajah mereka ke arah Abu Bakar. Abu Bakar
kemudian angkat bicara, “Amma Ba’du, barangsiapa di antara kalian yang
menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barang siapa di
antara kalian yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah hidup dan takkan
pernah mati. Allah berfirman,
وَمَا
مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ
أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ
عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
`Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang
rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul . Apakah Jika dia
wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang ? Barangsiapa yang berbalik ke
belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun,
dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.’ (QS Ali
Imran 144)
Ibnu Abbas menyebutkan, “Demi Allah, pada waktu
itu, tampak seakan – akan semua orang belum pernah tahu bahwa Allah telah
menurunkan ayat tersebut kecuali setelah Abu Bakar membacakanya. Mereka semua
kemudian menyambut ayat itu sehingga aku mendengar ayat itu dibacakan oleh
semua orang tanpa kecuali.”
Ibnu Musayyab meriwayatkan bahwa Umar
mengatakan, “Demi Allah, aku tidak ingat ayat itu kecuali setelah Abu Bakar
membacanya. Saat itu aku tercengang sampai – sampai aku merasa kedua kakiku
tidak membawaku lagi. Ketika itu aku limbung ke lantai setelah mendengar Abu
Bakar membacakan ayat itu, aku baru yakin bahwa Nabi saw. Benar telah wafat. ”
(HR Bukhari)
2. Sahabat umar bin khottob
Sebagimana cerita yang sangat mashur yang di
catat oleh ahli sejarah tentang biorafi sahabat Umar bin Khattab, Umar adalah
sahabat yang terkenal sebagai orang yang berwatak keras dan bertubuh tegap baik
di zaman jahiliyyah maupun setelah masuk islam. Sering kali pada awalnya
(sebelum masuk Islam) kaum muslimin mendapatkan perlakukan kasar darinya.
Sebenarnya di dalam hati Umar sering berkecamuk perasaan-perasaan yang
berlawanan, antara pengagungannya terhadap ajaran nenek moyang, kesenangan
terhadap hiburan dan mabuk-mabukan dengan kekagumannya terhadap ketabahan kaum
muslimin serta bisikan hatinya bahwa boleh jadi apa yang dibawa oleh Islam itu
lebih mulia dan lebih baik.
Sampailah kemudian suatu hari, beliau berjalan
dengan pedang terhunus untuk segera menghabisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam. Namun di tengah jalan, beliau dihadang oleh Abdullah an-Nahham
al-‘Adawi seraya bertanya: “Hendak kemana engkau ya Umar ?”,
“Aku hendak membunuh Muhammad”, jawabnya. “Apakah engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh Muhammad ?”, “Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?” Tanya Umar “Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar, sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan agamamu”, kata Abdullah. Setelah mendengar hal tersebut, Umar langsung menuju ke rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran kepada keduanya (Fatimah, saudara perempuan Umar dan suaminya). Namun ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran. Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya : “Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”, “Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja”, jawab mereka “Pasti kalian telah murtad”, kata Umar dengan geram
“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu ?”, jawab ipar Umar. Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah, maka berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah: “Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah” Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul penyesalan dan rasa malu di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar najis, dan al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi jika ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya. Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, lalu membaca : Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dia berkomentar: “Ini adalah nama-nama yang indah dan suci” Kemudian beliau terus membaca : طه Hingga ayat : إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (QS. Thaha : 14) Beliau berkata : “Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad”. Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pada malam Kamis lalu adalah untukmu, beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berdoa : “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sekarang berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”. Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang dengan garang bersama pedangnya. Segera dia beritahu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan merekapun berkumpul. Hamzah bertanya: “Ada apa ?”. “Umar” Jawab mereka. “Umar ?!, bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam . Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya berkata : “Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?, Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”. Maka berkatalah Umar : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah .
“Aku hendak membunuh Muhammad”, jawabnya. “Apakah engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh Muhammad ?”, “Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?” Tanya Umar “Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar, sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan agamamu”, kata Abdullah. Setelah mendengar hal tersebut, Umar langsung menuju ke rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran kepada keduanya (Fatimah, saudara perempuan Umar dan suaminya). Namun ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran. Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya : “Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”, “Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja”, jawab mereka “Pasti kalian telah murtad”, kata Umar dengan geram
“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu ?”, jawab ipar Umar. Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah, maka berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah: “Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah” Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul penyesalan dan rasa malu di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar najis, dan al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi jika ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya. Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, lalu membaca : Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dia berkomentar: “Ini adalah nama-nama yang indah dan suci” Kemudian beliau terus membaca : طه Hingga ayat : إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (QS. Thaha : 14) Beliau berkata : “Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad”. Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pada malam Kamis lalu adalah untukmu, beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berdoa : “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sekarang berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”. Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang dengan garang bersama pedangnya. Segera dia beritahu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan merekapun berkumpul. Hamzah bertanya: “Ada apa ?”. “Umar” Jawab mereka. “Umar ?!, bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam . Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya berkata : “Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?, Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”. Maka berkatalah Umar : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah .
2. Sahabat Amr bin Al-Jamuh
Amr bin Al-Jamuh adalah tuan diantara sejumlah
tuan di Yatsrib di masa kafirnya. Anak-anak dan istrinya merahasiakan Islam
yang telah mereka pegang. ‘Amr mendengar apa yang dikatakan Mush’ab dan yang di
dakwahkannya, maka ‘Amr mengutus seseorang untuk bertanya kepada Mush’ab : “ Apa yang kamu bawa kepada kami?”Mush’ab berkata : “ Jika kamu
mau, maka kami akan datang kepadamu dan memperdengarkan kepadamu.”
Mereka pun membuat perjanjian untuk bertemu pada suatu hari. Pertemuan antara
Mush’ab dan ‘Amr pada awalnya tampak kering dan keras. Akan tetapi, Mush’ab
bersabar, karena ia hanya berniat menunjukkan manusia pada jalan yang lurus.
Mush’ab membaca surat Yusuf : “ Alif lam ra. Ini adalah
ayat-ayat kitab (Alquran) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami
menurunkannya berupa Alquran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”(QS.
Yusuf [12]: 1-2). Ayat ini membuat ‘Amr bin Al-Jamuh takjub. Akan
tetapi, ia masih mencintai berhalanya dan tidak memutuskan suatu perkara pun
tanpa terlepas darinya. Oleh karena itu, Mush’ab berkata : “ Sesungguhnya aku memiliki cara yang tepat untuk membuatnya
takluk pada Islam.” ‘Amr bin Al-Jamuh kembali pada berhalanya, lalu
bersujud kepadanya. Ia berkata : “ Wahai Manaf, kamu
mengetahui apa yang diinginkan orang-orang terhadapku, apakah kamu menolaknya?”
‘Amr bin Al-Jamuh meletakkan pedangnya di atas berhalanya. Kemudian
meninggalkannya. Mu’adz, anaknya mengambil pedang tersebut dan
menyembunnyikannya. Tujuannya agar ayahnya mengetahui bahwa berhala ini itdak
menimbulkan manfaat atau mudharat, tidak juga menguasai dirinya sendiri. ‘Amr
bin Al-Jamuh datang. Setelah melihat pedang tidak ada, ia berkata : “ Dimanakah pedangku, wahai Manaf ? Celaka kamu! Kambing yang
lemah saja mampu membela dirinya.” Selanjutnya ia berkata lagi : “ Sesungguhnya aku besok akan pergi untuk melihat hartakku
yang berada Alya, Madinah.” Ia berpesan kepada keluarganya agar
memperlakukan berhalanya dengan baik. Ia pun pergi ke Alya, maka anak-anaknya
mendatangi berhala. Mereka mengikatnya dengan tali dan meletakkanya di lobang
tanah yang digunakann penduduk Yatsrib sebagai tempat sampah dan kotoran
mereka. Beberapa lama kemudian ‘Amr bin Al-Jamuh pulang. Ia menuju berhalanya.
Akan tetapi, betapa terkejutnya ketika berhala tersebut tidak ditemukannya,
maka ia berteriak kepada keluarganya : “ Dimana Manaf ? Dimana Tuhanku
yang aku cintai?” Namun tidak ada seorang pun yang menjawabnya. ‘Amr
bersungguh-sungguh mencari berhalanya yang raib. Setiap sudut rumah dan tempat
yang dicurigainya diamatinya dengan baik. Tidak ketinggalan juga rumah-rumah
disekitarnya. Ia selalu menanyakan orang disekelilingnya : “ Tahukah kamu, dimana berhalaku? “
Akhirnya, ia menemukan sesembahannya itu tergeletak di tempat sampah. Baginya
ini adalah hal yang tragis dan sangat menyedihkan. Ia mengambilnya,
memandikannya, dan mengembalikannya ke tempat semula. Setelah itu ia bersujud
kepadanya seraya berkata : “ Jika aku tahu orang yang
melakukan perbuatan ini, maka aku akan membunuhnya.” Pada malam
ketiga, anak-anaknya mendatangi lagi berhala
tersebut. Mereka mengikatnya dengan tali-tali pada bangkai anjing dan
melemparkannya di sumur Bani Salamah yang menjadi tempat pembuangan kotoran dan
sampah mereka. Untuk ketiga kalinya, ‘Amr bertanya kepada anak-anaknya : “ Bagaimana keadaan kalian ?” Mereka menjawab : “ Baik, Allah telah meluaskan rumah kami dan mensucikannya
dari kotoran.” Selanjutnya, ‘Amr bin Al-Jamuh mendatangi
berhalanya, namun dijumpai berhalanya tidak ada, lalu ia bertanya : “ Dimanakah ia?” Merka menjawab : “ Ia berada disana. Lihatlah di dalam sumur itu.” ‘Amr
bin Al-Jamuh melihat berhalanya terlumuri kotoran lagi dan tidak mampu menolak
gangguan terhadap dirinya, maka ‘Amr bin Al-Jamuh pun yakin bahwa berhalanya
hanyalah batu yang tidak dapat mendatangkan manfaat atau menolak mudharat. Ia
menjadi tahu bahwa keimanan lebih baik daripada kekufuran. Ia berkata kepada
anak-anaknya : “ Apakah kalian bersamaku ?” Mereka
menjawab :” Ya, engkau adalah tuan kami.” ‘Amr berkata : “ Sesungguhnya aku bersaksi di hadapan kalian bahwa aku
beriman dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wassallam.”Lalu ia membaca syair : Segala puji bagi Allah
Yang Maha tinggi dan memiliki karunia, Sang Pemberi karunia dan rizqi, Dan Sang
Pemilik agama ini, Dialah Yang menyelamatkanku, Sebelum aku berada dalam
gelapnya kuburan, Demi Allah jika kamu
Tuhan, kamu tidak akan mungkin tergeletak bersama anjing di dalam sumur
bertahun-tahun.
Setelah berada di Madinanh, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menngetahui ‘Amr
sebagai orang yang terhormat dan punya pendapat yang baik. Pada suatu hari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Wahai Bani Salamah, siapakah tuanmu ?” Mereka menjawab : “
Jadd bin Qais, tetapi kami melihatnya seorang yang kikir.” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Penyakit apakah yang
lebih buruk daripada kikir ? Tuanmu adalah orang yang putih, ‘Amr bin Al-Jamuh.
Sesungguhnya sebaik-baik manusia dalam jahiliyah adalah sebaik-baik manusia
dalam Islam.” Dengan demikian, ‘Amr bin Al-Jamuh radhiyallahu ‘anhu
telah menjadi seorang tuan, baik sebelum maupun setelah masuk Islam.
3. Salman al-Farisiradhiyallahu ‘anhu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda tentang Salman al-Farisiradhiyallahu ‘anhu:
لَوْ
كَانَ الْإِيمَانُ عِنْدَ الثُّرَيَّا، لَنَالَهُ رِجَالٌ مِنْ هَؤُلَاءِ
“Seandainya keimanan itu
berada (jauh) di bintang Tsurayya, niscaya orang-orang dari mereka ini telah
meraihnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Suatu hari di ‘Ammuriyyah, lewat sekumpulan
pedagang dari suku Kalb. Salman meminta mereka untuk membawanya ke jazirah Arab
dengan membayarkan sapi-sapi dan kambing-kambing miliknya. Mereka pun setuju.
Namun sesampainya di Wadil Qura, mereka justru menjual Salman kepada seorang
Yahudi sebagai budak. Tinggallah Salman bersama Yahudi tersebut. Allah Maha
mengetahui kesungguhan hati Salman. Suatu ketika, anak paman si Yahudi datang
dan membeli Salman darinya. Kemudian dia membawa Salman ke Madinah. Salman bisa
mengetahuinya dengan ciri-ciri yang disebutkan sahabatnya. Sejak saat itu,
Salman tinggal di Madinah. Sementara itu, tiba masanya Allah mengutus
Rasul-Nya. Salman tak mengetahui hal ini sampai ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah
ke Madinah. Pada suatu hari, Salman berada di atas pohon kurma, sementara
tuannya sedang duduk. Datanglah anak paman tuannya menceritakan tentang
datangnya seorang dari Mekkah di Quba. Orang-orang mengira bahwa dia seorang
nabi. Mendengar cerita tersebut Salman gemetar karenanya. Dia berusaha
bertanya, namun justru membuat marah tuannya hingga meninjunya dengan keras. Tak
putus harapan, Salman berusaha mencari tahu tentang jati diri orang yang dikira
nabi tersebut. Berbekal ciri-ciri yang dia ketahui dari sahabatnya, Salman
beberapa kali mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Kali pertama, Salman mendatangi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
membawa sesuatu sebagai sedekah. Ternyata beliau menyuruh para sahabat
memakannya, sementara beliau sendiri menahan diri darinya. Satu bukti bagi
Salman. Kedatangan kedua, Salman kembali membawa sesuatu. Kali ini dia
menghadiahkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam lalu memakannya dan memerintahkan para sahabat untuk
makan. Inilah bukti yang kedua bagi Salman. Ketiga kalinya, Salman mendatangi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
beliau sedang mengiringi jenazah seorang sahabat di pekuburan Baqi’. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenakan
dua pakaian sejenis jubah. Salman mengucapkan salam, kemudian berkeliling untuk
mencari cap kenabian di bagian punggung Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyadari hal ini, lalu melepaskan selendang dari
punggung beliau. Salman pun bisa melihat tanda kenabian itu. Inilah Salman.
Seketika itu dia tertelungkup di hadapan Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam,lalu mencium beliau, dan menangis. Salman akhirnya masuk
Islam. Kesungguhannya dalam mencari kebenaran, mengantarkannya kepada
hidayah yang selama ini dia cari.
Kehidupannya dalam Islam
Hari-hari setelahnya, Salman masih
tersibukkan dalam perbudakan, sehingga tidak mengikuti perang Badar dan Uhud.
Dengan bantuan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Salman berhasil membebaskan diri dari perbudakan.
Sejak saat itu, Salman tak pernah terluput dari mengikuti peperangan bersama
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,serta
peperangan di masa Khulafa’ Rasyidin. Pada peristiwa perang Khandaq tahun 5 H,
Salman menyumbangkan ide yang cemerlang berupa pembuatan parit besar sebagai
strategi pertahanan kaum muslimin. Dengan cara inilah kota Madinah selamat dari
upaya penyerangan pasukan gabungan musyrikin Quraisy dan Yahudi saat itu. Suatu
ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mempersaudarakan antara Abu Darda’ dengan Salman
al-Farisi radhiyallahu ‘anhu.
Mereka menjalani kehidupan di dunia ini dengan kecintaan karena Allah. Hingga
mereka berdua terpisahkan karena menjalani tugas masing-masing. Abu Darda’
menjadi seorang Qadhi (hakim) di Damaskus. Adapun Salman, beliau menjadi
gubernur di Madain, Irak. Suatu hari, Abu Darda’ mengirim surat untuk Salman,
yang isinya, “Marilah menuju bumi yang suci (Syam)”. Maka Salman membalas surat
tersebut, “Sesungguhnya bumi itu tidak bisa menyucikan diri seseorang. Hanyalah
amalan yang bisa menyucikan seorang hamba.”
Akhir Kehidupannya
Sebagian ulama menyebutkan adanya ijma’
(kesepakatan ulama) bahwa umur beliau mencapai 250 tahun, adapun yang
menyebutkan lebih dari itu telah terjadi silang pendapat (lihat Al Majmu’
Syarhul Muhadzdzab, Al Bidayah Wan Nihayah). Setelah melalui perjalanan
panjangnya, beliau wafat dan dimakamkan di Madain, Irak pada tahun 36 H. Beliau
telah meninggalkan banyak pelajaran berharga bagi kaum muslimin. Semoga Allah
meridhainya. Wallahu a’lam bish shawab.
4. Al-Fudhail bin Iyadh
Ali bin Khasyram berkata, “Seorang tetangga
al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah
menceritakan, dulu al-Fudhail bin Iyadh membegal (merampok) sendirian. Suatu
malam ia keluar untuk membegal, ternyata ia mendapati suatu kafilah (rombongan
dagang) yang kemalaman. Seorang di antara mereka berkata kepada yang
lainnya:’Mari kita kembali ke kampung itu, karena di hadapan kita ada seorang
pembegal yang bernama al-Fudhail.’ Ketika al-Fudhail mendengarnya, ia menjadi
gemetar lalu berkata:’Wahai sekalian manusia, aku al-Fudhail. Silahkan kalian
lanjutkan perjalanan. Demi Allah, aku akan berusaha untuk tidak bermaksiat
kepada Allah selamanya.’ Lalu ia kembali (bertaubat) dari jalan yang pernah ia
tempuh (membegal).”
Diriwayatkan dari jalur lainnya bahwa ia
(al-Fudhail) menjamu mereka (mengajak mereka bertamu ke rumahnya) pada malam
itu, dan berkata, “Kalian aman dari al-Fudhail.” Lalu ia (al-Fudhail) keluar
untuk mencari rumput untuk tunggangan mereka. Lalu ia kembali mendengarkan
seseorang yang sedang membaca,
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا أَن تَخْشَعَ
قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَمَانَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَيَكُونُوا كَالَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ اْلأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ
وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
”Belumkah datang waktunya bagi
orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.”
(Q.S. Al-Hadiid: 16)
Ia menjawab, ”Benar, demi Allah, sudah tiba
waktunya.” Ia pun mulai menangis dan beristighfar. Inilah awal taubatnya.
Ibrahim bin al-Asy’ats berkata, “Aku mendengar
al-Fudhail pada suatu malam membaca surat Muhammad sambil menangis dan
mengulang-ulang ayat ini,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ
الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَا أَخْبَارِكُمْ
”Dan sesungguhnya Kami
benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad
dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menampakkan (baik buruknya) hal
ihwalmu.” (QS. Muhammad: 31).
Sebab sebab meraih hidayah
1. Bertauhid
Seseorang yang
menginginkan hidayah Allah, maka ia harus terhindar dari kesyirikan, karena
Allah tidaklah memberi hidayah kepada orang yang berbuat syirik. Allah
berfirman yang artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-an’am: 82).
2. Taubat
kepada Allah
Allah tidak
akan memberi hidayah kepada orang yang tidak bertaubat dari kemaksiatan,
bagaimana mungkin Allah memberi hidayah kepada seseorang sedangkan ia tidak
bertaubat? Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa
yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”. (QS.
Ar-Ra’d: 27).
3. Berpegang teguh dengan agama Allah
مَنْ
يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Barang siapa yang berpegang teguh kepada
(agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang
lurus.” (Ali Imran: 101)
Berkata Ibnu Katsir: “Berpegang teguh dengan
(agama) Allah dan bertawakal kepada-Nya dapat
salah satu penyebab meraih hidayah, dan bekal untuk menjauhi kesesatan"
4. jujur dalam mutaba'ah yaitu mengikuti sunnah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
قُلْ
أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ
مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا
عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu
mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan
(amanat Allah) dengan terang.” (an-Nur: 54)
5. Menelusuri jejak langkah salafush shalih
فَإِنْ
آمَنُواْ بِمِثْلِ مَا آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ
فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang
kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam
permusuhan (dengan kalian). Maka cukuplah Allah bagimu (sebagai pemelihara)
dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui”
(al-Baqarah: 137)
6. Mengikuti bimbingan para ulama As-Sunnah
Firman Allah ta'ala tentang seruan Nabi Ibrahim
kepada ayahnya:
يَا
أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي
أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا
“Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang
kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah
aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” (Maryam: 43)
7. bersungguh sungguh dalam meraih hidayah
وَالَّذِيْنَ
جاَهَدُوا فِيْناَ لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَناَ وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ
الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
(Al-Ankabut: 69)
8. Memperbanyak do'a
Do'a adalah salah satu sebab terbesar meraih
hidayah Allah ta'ala, di dalam al qur'an allah telah mengajarkan satu do'a:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk
kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali
Imran: 7)
Dan telah ada contoh dari Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam di antaranya:
Do’a Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
kepada Ibu Abu Hurairah setelah Abu Hurairah meminta tolong kepada Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam untuk mendo’akan ibunya kepada Allah agar mendapat
petunjuk masuk Islam; yaitu :
اللهمَّ
اهدِ أم أبى هريرة
‘Ya Allah, berilah petunjuk ibu Abu Hurairah.’
Yang berakhir dengan masuk Islamnya ibu Abu
Hurairah, karena Allah Ta’ala telah mengabulkan do’a Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam tersebut. ( HR.Muslim no.4546).
Do’a Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
kepada suatu Kabilah yang penduduknya kafir agar diberikan hidayah oleh Allah
Ta’ala :
اللهم
اهد دَوْساً وائْتِ بِهِمْ
‘Ya Allah, berilah petunjuk suku Daus dan
datangkanlah mereka dalam keadaan berserah diri (masuk Islam).’ (HR. Bukhari
4392 dan Muslim 4041), hal yang sama yang di panjatkan kepada penduduk tho'if.
Dari ‘Ali, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadanya,
قُلِ
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ
“Ya Allah, meminta kepada-Mu petunjuk dan
kebenaran”. (HR. Muslim no. 2725), Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita satu do'a
untuk selalu di baca:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami
di atas agama-Mu." (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى
طَاعَتِكَ
"Ya Allah yang mengarahkan
hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu." (HR.
Muslim)
9. Bersabar dan beriman kepada semua ketentuan
Allah ta'ala.
وَلَنَبْلُوَنَّكُم
بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم
مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُولَٰئِكَ
عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ
الْمُهْتَدُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,”Inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna
dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.
)(l Baqarah/2:155-157)
10. membiasakan mengucapkan ucapan yang baik
seperti berdakwah, membaca Al Qur'an, berdzikir dan semacamnya.
وَجَعَلْنَا
مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا
يُوقِنُونَ
Dan Kami jadikan di antara
mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika
mereka sabar . Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami (QS. As
Sajdah: 24).
Dengan dakwah, manusia akan bisa meraih hidayah
Allah ta'ala sehingga mereka tahu mana yang hak dan mana yang batil. Dengan
dakwah pula, kebaikan tersebar dan keburukan hilang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda,
فوالله !
لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من أن يكون لك حمر النعم
Demi Allah! Seandainya Allah
menunjuki seseorang karenamu lebih baik bagimu daripada kamu mendapat onta
merah.(Muttafaqun ‘alaihi) dalam riwayat:
من دل
على خير فله مثل أجر فاعله
Barangsiapa menujukkan atas
kebaikan maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya ( HR. Muslim
dalam Shahihnya)
11. Berkawan dengan orang orang yang telah
mendapatkan hidayah
Dan bersabarlah kamu
bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti
hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS
al-kahfi:28)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
الرَّجُلُ
عَلَى دِيْنِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang berada di atas agama temannya, maka
hendaklah setiap kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
At-Tirmidzi, dll)
Seorang penyair berkata:
عَنِ
الْمَرْءِ لَا تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِينِهِ فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْمُقَارَنِ مُقْتَدِي
Janganlah engkau bertanya tentang jati diri
seseorang, tapi tanyakanlah siapa temannya
Karena setiap orang akan mengikuti temannya
Karena setiap orang akan mengikuti temannya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
الْأَرْوَاحُ
جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا
اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu ibarat sebuah pasukan yang kokoh,
bila dia saling kenal maka akan bertemu, dan bila saling tidak kenal akan berpisah.”(Al-Imam
Al-Baghawi t di dalam Syarhus Sunnah (13/57) mengatakan: “Hadits ini disepakati
ulama tentang keshahihannya)
Berkata Abdullah bin Mas’ud: ‘Ruh itu sebuah
tentara yang dipersiapkan akan bertemu dengan yang sepadan. Sebagaimana kuda,
jika dia cocok maka akan menyatu dengannya, dan bila tidak akan berpisah’.”
Sebab-sebab terhalangnya hidayah Allah ta'ala
1. Terjerumus kepada dosa dosa besar seperti
syirik, bid'ah dan kemaksiatan
2. Jauhnya dari sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
3. Tidak mau meruju' kepada para ulama salaf
terutama generasi terbaik yang telah mendapatkan hidayah Allah para sahabat,
tabi'in dan ta'biut tabi'in.
4. Ketergantungan
kepada Dunia serta Melupakan Akhirat. Kalau
yang sudah keterlaluan mencintai dunia melebihi akhirat, maka kalbu tergantung
terhadapnya, sehingga lambat laun keimanan menjadi lemah dan akhirnya merasa
berat untuk menjalankan ibadah dan akhirnya jauh dari hidayah Allah ta'ala.
5. Kawan
yang buruk, Ini juga
salah satu sebab terbesar yang mempengaruhi
jauhnya seseorang dari hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala
. Orang yang hidupnya di tengah-tengah manusia yang banyak berkubang dalam
kemaksiatan dan kemungkaran tentulah akan terpengaruh.
6. Terbiasa
dengan kemaksiatan dan kemungkaran, Dosa merupakan penghalang seseorang untuk
sampai kepada hidayah AllahSubhanahu wa Ta’ala.
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي
قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ
قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ
الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ { كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ }
Seorang hamba apabila berbuat
dosa karena kalbunya diwarnai dengan titik hitam. Apabila ia menginggalkannya
dan beristighfar serta bertaubat maka kalbunya dibersihkan dan bila mengulang
maka ditambahkan padanya (titik hitam) hingga mendominasi kalbunya. Inilah dia
Raan yang Allah jelaskan dalam firman-Nya:
Sekali-kali tidak
(demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. (QS al-Muthafifin :14).
7. Berpaling
dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala , kematian, Sakarat, Kubur dan Kedahsyatannya,
Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ
رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
Perumpamaan orang yang
berzikir kepada Allah dan yang tidak berzikir seperti perumpamaan orang yang
hidup dan mayat (yang mati). (Muttafaqun ‘alaihi)
waullahu A'lam
oleh:
ust. Abu humairoh
Kalo boleh tau syair ya itu ada refrenai ya atau sumber bukunya?
BalasHapustrinakasih