Sabtu, 20 April 2013

Ni’mat sunnah



Keterasingan sunnah

Segala puji hanya milik Allah ta’ala, kami memujinya, memohon pertolongan, dan ampunan kepadanya, kami berlindung dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal-amal kami barang siapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang sanggup untuk menyesatkannya dan barang siapa yang di sesatkan-Nya maka tidak ada yang sanggup untuk memberi hidayah kepadanya, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah ta’ala, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. adalah hamba dan rasul-Nya.
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah kitabillah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shalaullahu ‘Alaihi Wasallam dan seburuk-buruk perkara adalah yang di ada-adakan di dalam agama, dan setiap yang di ada-adakan adalah bid,ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan di neraka.
Sesuatu hal yang sangat menyedihkan bahwa banyak sekali sunnah sunnah  Nabi Shallalahu A’laihi sallam. di zaman sekarang yang sudah tidak di kenali lagi oleh orang-orang islam sehingga berimbas kepada orang yang hendak mengamalkannya di tuduh sebagai pembawa ajaran baru dalam islam sementara orang-orang yang mengamalkan tradisi-tradisi nenek moyang di anggap orang yang melestarikan sunnah Nabi  Shallalahu A’laihi sallam, yang jadi musibah besar adalah keterasingan sunnah ini bukan hanya menyebar di kalangan orang-orang awam saja tapi juga menyebar kepada sebagian para penuntut ilmu sehingga ketika ada seseorang yang hendak menghidupkan sunnah di lihatnya seolah-olah dia sedang melakukan kemungkaran besar yang harus di ingkari, dan kejadian seperti ini tidak hanya terjadi sekarang saja tetapi sudah berlalu masa kemasa dari orang-orang sebelum kita yang mengalami hal yang sama sebagai mana Al-imam As-Syatibii berkata dalam kitabnya Al-I’tishom 1/35: “Dan saya melihat bahwa kehancuran di dalam mengikuti sunnah adalah kesuksesan yang nyata”. tetapi bagi seorang muslim yang mau kembali kemanhaj para sahabat tentu keterasingan sunnah ini tidak lah menjadi heran karena Nabi Shallalahu A’laihi sallam sudah menghabarkan akan hal itu dalam hadits-hadits nya yang banyak, bahkan kedatangan sunnah di awal islampun demikian di anggap asing oleh penduduk makkah, perhatikan riwayat-riwayat ini Nabi Shallalahu A’laihi sallam bersabda:
“Awal kedatangan Islam adalah asing dan ia akan kembali (menjadi) asing sebagaimana awalnya, maka kebahagialah bagi orang-orang yang di anggap asing” (HR. Muslim dari Hadits Abu Hurairah, Ibnu Majah 2/1319 no: 3986 dan dishahihkan oleh AI-Albani, lihat “Shahih Sunan Ibnu Majah 3/306 no : 3236 dan Tirmidzi dari hadits Abdullah bin Mas’ud, lihat shahih sunan Tirmidzi 3/47 no : 2629).
Dalam riwayat yang lain: “Sesungguhnya Islam itu berawal sebagai sesuatu yang asing dan ia akan kembali terasing sebagaimana permulaannya. maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing.” (para sahabat) bertanya : “Ya Rasulullah siapakah orang-orang yang asing itu ?” beliau bersabda : “(Yaitu) orang-orang yang mengupayakan perbaikan dikala kerusakan melanda manusia.” Dikeluarkan oleh Thabrani dalam “Mu’jam al-Kabir” 6/164 dan “Mu’jam as Shaghir” 1/104 dan yang lainnya dan hadits Sahal bin Sa’ad as-Sa’idi, lihat “Mujma’ Az-Zawa’id” oleh al-Haitsami 7/546 hadits no, 12193 Tahqiq Abdullah Muhammad Darwisy, Darul Fikri -Beirut-. juga dikeluarkan oleh Abu Amr ad-Daani dalam “As-Sunan al-waridah fil fitan dan yang lainnnya),
Dalam riwayat yang lain "Keuntungan besar bagi orang-orang yang dianggap asing (karena bepegang teguh terhadap ajaran agama), yaitu orang-orang yang sholih yang hidup ditengah masyarakat yang rusak (agamanya). Orang-orang yang memusuhi mereka lebih banyak daripada orang-orang yang menta'atinya". (HR. Ahmad: 2/ 177-222, shohih)
Dalam riwayat lain terdapat tambahan yang redaksinya berbeda dengan tambahan di atas sebagai berikut :
 “ Dikatakan (kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ) dan siapakah orang-orang yang asing itu ?” beliau bersabda, (yaitu) orang-orang yang keluar (meninggalkan kabilah-kabilah mereka). (dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam sunannya, lihat shahih sunan Ibnu Majah 3/306 no , 3238, Al-Baghawi dalam “Syarhu sunnah” 1/118 hadits no , 64 dan yang lainnya). Lihat Takhrij (keterangan sumber hadits dan riwayat-riwayat ini) pada “Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah 3/267-270.” Al-I’tisham karya Asy-Syathibi tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman 1/2-5, Al-I’tisham tahqiq Syaikh Salim bin Id Al-Hilali 1/18-23. Wallahu Ta’ala a’lam.
As-Sindi berkata, “Makna orang-orang yang keluar (meninggalkan) kabilah-kabilah mereka yaitu : orang-orang yang keluar dari negeri-negeri mereka untuk menegakkan sunnah (syariat) Islam. Sebagian salaf mengatakan bahwa mereka itu adalah ahli hadits.” (Lihat Sunan Ibnu Majah beserta “Hasyiah al-Imam Sindi” 4/350, hadits no. 3988, penerbit : “Daar al-Ma’rifah”). Adapun makna “al-Ghuraba’” (orang-orang asing) maksudnya : “Orang-orang Muhajirin yang hijrah dari negeri-negeri mereka semata-mata karena Allah Azza wajalla.” (Lihat Silsilah ash-Shahihah 3/269, wallahu a’lam).

Macam-macam Keterasingan

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Keterasingan terbagi menjadi tiga macam:
1. Keterasingan Ahlussunnah di antara semua manusia.
Inilah keterasingan yang dipuji oleh Alloh subhanahu wa ta’la dan RosulNya sebab Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam telah mengabarkan hal ini dalam hadits beliau.
2. Keterasingan yang tercela.
Yaitu asingnya kebatilan di antara pengikut kebenaran, walaupun mereka mempunyai banyak pengikut namun mereka asing, tidak dikenal oleh penduduk langit.
3.  Keterasingan yang masuk di dalamnya muslim dan kafir, tidak terpuji juga tak tercela.
Semisal asingnya seseorang yang jauh dari kampungnya. Semua orang yang hidup di dunia ini adalah asing. Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam sendiri pernah mengatakan di dalam hadits yang shohi: ‘Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing (pengembara)’.H.R. AlBukhori: 6416 dari Sahabat Ibnu Umar (Madarijus Salikin: 3/203209—dengan ringkas).
Sebab-sebab sunnah di asingkan
Mengetahui perkara yang bisa menyebabkan seseorang meninggalkan sunnah merupakan perkara yang sangat penting.
Hudzaifah Ibnul Yaman z berkata: “Orang-orang (para shahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam) bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang kebaikan, namun aku bertanya kepada beliau tentang kejahatan (karena) khawatir (kejahatan tersebut) menimpaku.” (HR. Al-Bukhari)
Melalui hadits ini dan hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:
“Agama itu adalah nasihat.” (HR. Muslim dari shahabat Tamim Ad-Dari )
Ada beberapa perkara yang menyebabkan seseorang menyeleweng dan keluar dari sunnah, di antaranya:
1.Tersebarnya kejahilan di tengah-tengah kaum muslimin  sebagaima Al-imam As-Syatibii berkata dalam kitabnya Al-I’tishom 1/23: “Sebab keluarnya sunnah dari diri seseorang adalah adanya kejahilan pada dirinya dan nafsu yang di ikuti” berkata juga Imam Ibnu Al-Qoyyim dalam kitabnya Zadul ma’ad 3/507: “ sungguh kesyirikan telah banyak melanda manusia di sebabkan kejahilan dan tersembunyinya ilmu, sehingga sesuatu yang ma’ruf dianggap mungkar, bid’ah dianggap sunnah”
2.Tidak di angungkannya sunnah Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam karena takut akan akibatnya bila di amalkan seperti celaan manusia atau dia akan di asingkan dan lain-lain.
3.Hilangnya dasar-dasar keistiqamahan untuk tetap di atas sunnah sehingga lambat laun sunnah di tinggalkan dan terbukanya pintu-pintu penyelewengan yang berakibat mendekatnya penyeru-penyeru penyelewengan dari kalangan syaithan jin dan manusia.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Ibnu Majah dalam Sunan-nya, Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya, Ad-Darimi di dalam Sunan-nya dan selain mereka dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan Ibnu Majah, 1/7, hadits no. 11, dari shahabat Abdullah bin Mas’ud Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam membuat sebuah garis lurus dengan tangan beliau dan mengatakan: “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Lalu beliau menggaris dari kanan dan kiri kemudian mengatakan: “Ini adalah jalan-jalan yang tidak ada satupun dari jalan-jalan tersebut melainkan syaithan menyeru di atasnya.” Kemudian Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam membaca firman Allah Subhanahu wa ta’ala : “Ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah dia, dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan yang menyebabkan kalian terpisah dari jalan-Nya. Demikianlah wasiat Allah kepada kalian agar kalian menjadi orang yang bertakwa.”
4. kurangnya dunia  pendidikan Islam yang mengajarkan sunnah-sunnah Nabi shallahu A’laihi wasallam sejak dini dan menganggap perkara tersebut sebagai perkara kecil. Generasi penerus itu tidak diarahkan kepada sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat mereka.
5.Memberikan kebebasan kepada generasi muda untuk mencari kesenangan hidup tanpa ada aturan syariat dan sunnah. Sehingga anak pun melakukan segala kerusakan selama dia bisa mendapatkan kesenangan, seperti permainan yang melalaikan, menonton film-film porno dan sinema yang penuh kedustaan, narkoba, ‘dugem’, pergaulan bebas, merokok, musik, dan lain-lain sehingga anak ini tumbuh menjadi manusia yang mencintai hawa nafsunya dan meninggalkan fitrahnya.
6.Menjauhi ilmu dan majlis ilmu yang mengajarkan sunnah sunnah Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam dan lebih senang datang kemajlis-majlis yang melalaikan mereka seperti konser music, tempat-tempat maksiat dan lain-lain.

hari-hari yang penuh kesabaran

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengisyaratkan dalam banyak riwayat yaitu akan datang zamannya di mana para pemegang sunnah akan mendapat ujian berat dari Allah ta’ala. Saudaraku! Kita sekarang dizaman akhir. Masa kenabian telah lama berlalu meninggalkan kita. Kurang lebih 14 abad yang laluRasulullah telah dipanggil oleh Allah untuk menyusul kawan-kawannya yang mulia; dari kalangan para nabi,shiddiqin, syuhadaa' dan orang-orang yang shaleh.Coba perhatikan air sungai yang mengalir menuju sebuah muara! Seiring dengan semakin jauhnya ia dari sumber mata airnya maka semakin keruh dan kotor pula keadaannya. Demikianlah kira-kira keadaan Islam yang diamalkan oleh mayoritas kaum muslimin saat ini. Banyak sudah sampah-sampah idiologi yang disusupkankepadanya dan bid'ah yang dianggap sebagai bagian darinya… Hal inimembuat orang yang tidak memiliki pijakan yang kokoh dalam beragama dengan mudah ikut hanyut dibawa aliran air sampah tersebut.Namun, kendati demikian, seorang muslim tidak patut bersedihhati. Disana masih ada kawasan air jernih yang masih terjaga dan belum terjamah oleh kotoran apapun. Sebagai mana apa yang telah di sabdakan Nabi shalaullahu A’alaihi wasallam: “ Akan senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yangmenang diatas kebenaran; tidak membahayakan mereka orang yangmenghinakan mereka sampai datang keputusan Allah, sementaramereka dalam keadaan demikian"
Para pengemban Sunnah Nabi yang suci akan senantiasamemperoleh pertolongan dari Allah sehingga mereka akansenantiasa dimenangkan atas musuh-musuh mereka sampai datangkeputusan dari Allah, yaitu hari kiamat. Hari kiamat yang dimaksuddisini adalah hari kiamat yang khusus bagi mereka, bukan hari kiamatsaat hancurnya alam semesta, karena itu tidak akan terjadi melainkanpada seburuk-buruknya manusia. Baginda Rasul bersabda:
"Tidak akan tegak hari kiamat sampai tidak terdengar lagi orang yang menyebut: "Allah…Allah…" diatas permukaan bumi". Diriwayatkan oleh Muslim

Ketahuilah bahwa Lingkungan sekitar sangat berpengaruh pada keteguhan seseorang dalam menjalankan ajaran agamanya. Seorang yang tinggal di lingkungan yang baik biasanya lebih mudah untuk beramalShalih dibanding orang yang tinggal di lingkungan yang rusak.Namun, bagi anda yang terpaksa harus tinggal pada lingkungan yang buruk, selagi anda masih bisa beramal shalih, apalagi menjadi pintu kebaikan bagi orang lain, maka tetap bersabar dan terus berda'wah adalah jalan yang terbaik bagi anda, Karena sesungguhnya seorang mu'min yang berbaur dengan masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka lebih baik daripada seorangmu'min yang tidak berbaur dengan masyarakat dan tidak sabar terhadap gangguan mereka. Ini adalah makna hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhariy dalam Adab al Mufrad (388), Ahmad dalam musnad nya (5022), Ibnu Majah (4032), at Tirmidziy (2507), dan lain-lain.
Bila memang demikian keadaannya, maka sering-seringla hengkau hadirkan dalam hatimu bahwa ganjaran pahala yang besar disisi Allah telah menantimu!
Sesungguhnya besarnya pahala yang akan diperoleh sesuai dengan jerih-payah yang didapatkan dalammengamalkan kebaikan! Abu Umayyah asy Sya'baaniy bercerita: "Aku pernah bertanyakepada Abu Tsa'labah al Khusyaniy. Aku berkata: "Wahai Abu Tsa'labah, bagaimana pendapatmu mengenai ayat ini:"
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; tiadalah orang yang sesat itu akanmemberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telahkamu kerjakan". QS. Al Maa-idah: 105

Abu Tsa'labah pun menjawab:
"Ketahuilah sesungguhnya aku telah bertanya mengenai ayat ini kepada seorang yang benar-benar memahaminya; aku telah bertanya kepada Rasulullah, lantas beliau bersabda:
"Justru sebaliknya! Hendaklah kalian saling memerintahkan kepada kebaikan dan saling melarang dari kemungkaran!! Sampai bilamana kalian telah melihat sifat kikir yang diikuti, nafsu durjana yang diperturutkan, gelamor dunia yang diutamakan serta masing-masing orang merasa bangga dengan pendapatnya, maka jagalahdirimu sendiri dan tinggalkanlah mayoritas orang yang ada, karenasesungguhnya dibelakang kalian nanti akan datang hari-harikesabaran; pada saat itu (orang yang komitmen diatas Sunnah)bagaikan (orang yang) menggenggam bara api. Orang yangmengamalkan (kebaikan) pada mereka (akan diberi ganjaran pahala)sebagaimana ganjaran pahala lima puluh orang yang mengamalkan(kebaikan) seperti amalannya".
Dalam riwayat yang lain terdapat tambahan:
"Seorang sahabat bertanya: "Ya Rasulullah! Ganjaran pahala lima puluh orang darimereka?". Rasulullah menjawab: "Ganjaran pahala lima puluhorang dari kalian". HR. Abu Dawud (4343).

Dalam riwayat: “Sesungguhnya di belakang kalian ada "hari-hari sabar" bagi orang-orang yang berpegang pada hari tersebut dengan apa yang kalian ada di atasnya, akan mendapatkan pahala lima puluh kali pahala kalian." Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, tidakkah lima puluh kali mereka?" Beliau bersabda: "Bahkan lima puluh kali (pahala) kalian." (HR. Tirmidzi dan yang lainnya)
 Dalam riwayat yang lain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang kesabaran padanya (pada hari itu) seperti memegang bara api. Orang yang beramal padanya seperti pahala lima puluh orang yang beramal seperti amalan kalian." (HR. Abu Dawud dalam 'Aunul Ma'bud 11/493, Ibnu Majah 2/1330, Ibnu Hibban dalam Al-Ihsan 2/108, Al-Hakim dalam Mustadrak 4/322. Beliau berkata: 'Sanadnya shahih', tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dan disepakati oleh Imam Dzahabi. Demikian dikatakan oleh Abdus Salam bin Barjas dalam Dlaruratul Ihtimam hal. 49)
Subhanallah lihatlah sodaraku betapa besarnya paha para pemegang sunnah di zaman keterasingan ini olehkarenannya jangan lah bersedih hati dan jangan pula putus asa dalam memperjuangkan sunnah ini karena pahala besar telah menannti kita semua bergembiralah wahai ahlu sunnah, lihatlah keteguhan teladan dalam memegang sunnah yaitu imam ahli sunnah wal jama’ah “Imam Ahmad Ibnu Hambal”
Beliau menerima ujian yang sangat berat dan panjang selama 3 masa kekhalifahan yaitu Al-Ma’mun, Al-Mu’tashim, dan Al-Watsiq. Beliau dimasukkan ke dalam penjara kemudian dicambuk atau disiksa dengan berbagai bentuk penyiksaan. Itu semua beliau lalui dengan kesabaran dalam rangka menjaga kemurnian aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu Al-Qur’an adalah kalamullah dan bukan makhluk. Di masa itu, aqidah sesat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk (bukan kalamullah) diterima dan dijadikan ketetapan resmi oleh pemerintah.
Sedangkan umat manusia menunggu untuk mencatat pernyataan  (fatwa) beliau. Seandainya beliau tidak sabar menjaga kemurnian aqidah yang benar, dan menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, niscaya manusia akan mengiktui beliau. Namun beliau tetap tegar dan tabah menerima semua ujian tersebut. Walaupun beliau harus mengalami penderitaan yang sangat. Pernah beliau mengalami 80 kali cambukan yang kalau seandainya cambukan tersebut diarahkan kepada seekor gajah niscaya ia akan mati. Namun beliau menerima semua itu dengan penuh kesabaran demi mempertahankan aqidah Ahlus Sunnah.
Sampai akhirnya, pada masa khalifah Al-Mutawakkil, beliau dibebaskan dari segala bentuk penyiksaan tersebut. Adapun Wafat beliau rahimahullah adalah pada hari rabu malam tanggal 3 Rabi’ul Awal tahun 241 Hijriyah, beliau mengalami sakit yang cukup serius. Sakit beliau semakin hari semakin bertambah parah. Manusia pun berduyun-duyun siang dan malam datang untuk menjenguk dan menyalami beliau. Kemudian pada hari Jum’at tanggal 12 Rabi’ul Awal, di hari yang ke sembilan dari sakitnya, mereka berkumpul di rumah beliau sampai memenuhi jalan-jalan dan gang. Tak lama kemudian pada siang harinya beliau menghembuskan nafas yang terakhir. Maka meledaklah tangisan dan air mata mengalir membasahi bumi Baghdad. Beliau wafat dalam usia 77 tahun. Sekitar 1,7 juta manusia ikut mengantarkan jenazah beliau. Kaum muslimin dan bahkan orang-orang Yahudi, Nasrani serta Majusi turut berkabung dan sebagian besar mereka berbondong-bondong masuk islam pada hari tersebut.
Mudah-mudahan bisa di jadikan ibroh dan pelajaran amin.

Ni’mat sunnah
Hidayah sunnah adalah ni’mat terbesar yang Allah karuniakan kepada kita, karena dengannya kita di selamatkan dari kesesatan yang mengakibatkan banyak amalan-amalan kita sia-sia di hadapan Allah ta’ala sebagai mana hadits A’isyah radiallahu a’nha: “Barang siapa yang mengamalkan sesuatu yang tidak ada dasarnya dari kami maka amalan itu tertolak”. Namun di antara ni’mat yang paling besar yang akan di rasakan bagi para pemegang sunnah adalah bahwa orang yang terus istiqomah dan  berpegang teguh di atas sunnah akan di wafatkan dalam keadaan husnul khotimah atau baik akhir kehidupannya dan itulah harapan seluruh manusia.
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : "Tuhan kami ialah Allah kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun berulang-ulang kepada mereka (dengan mengatakan) : "janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu meresa sedih dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepada kamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh pula di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan bagimu dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fushshilat : 30-32)
Asy-Syaikh Rabi' Al-Madkhali menjelaskan :"Ini merupakan pujian dari Allah Tabaraka wata'ala terhadap orang-orang yang istiqamah di atas agamanya. Dan istiqamah ialah teguh di atas apa yang dibawa oleh Muhammad, bahkan di atas apa yang dibawa para nabi 'alaihish sholatu wassalam berupa aqidah dan manhaj. Maka mereka memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah Tabaraka wata'ala disebabkan oleh keteguhan mereka di atas agama yang haq ini. Dan mereka berhak mendapatkan janji Allah ta’ala sebagaimana tersebut di dalam surat Fushshilat : 30-32 di atas.
Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali menjelaskan : "Sesungguhnya teguh di atas Sunnah maknanya adalah teguh di atas al-Islam secara keseluruhan : pokok-pokok ajarannya, cabang-cabangnya, aqidah-aqidahnya dan manhaj-manhajnya.
Perhatika ucapan para salaf yang meluapkan kegembiraan mereka ketika mendapat hiyah sunnah.
berkata Ibnu Umar: tidaklah aku gembira dengat sangat gembira  dari pada ketika di dalam hatiku tidak ada penyimpangan (yang menyelisihi sunnah)(Allalika’I 1/130).
Telah berkata Al-marwadzi  kepada imam Ahmad: sesungguhnya orang yang mati di atas islam mati di atas kebaikan. Maka berkata imam Ahmad: diamlah sesungguhnya orang yang mati di atas islam dan sunnah dial ah yang mati di atas kebaikan  (Manaqib Imam Ahmad libni jauzi 180).
Berkata Abu Aliyah: saya tidak tahu ni’mat mana yang lebih besar dari pada Allah mengeluarkan saya dari kesyirkan menuju islam, atau Allah menjaga saya dalam islam dari penyimpangan  ( dalam sunnah) (Allalika’I 1/131).
Oleh karenanya Imam Ibnu Qoyyim berkata: “seluruh ni’mat yang di berikan Allah ta’ala di alam dunia ini tidaklah sebesar ni’mat hidayah Allah ta’ala”. Waullahu A’lam.
Gigitlah sunnah dengan gerhammu
Seorang muslim yang mengaku mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, semestinya dia selalu berusaha untuk meneladani sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kehidupannya, terlebih lagi jika dia mengaku sebagai ahlus sunnah. Karena konsekwensi utama seorang yang mengaku mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah selalu berusaha mengikuti semua petunjuk dan perbuatan beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,

{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}
Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31).
Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya” Tafsir Ibnu Katsir (1/477)
Imam al-Qadhi ‘Iyadh al-Yahshubi berkata, “Ketahuilah bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan mengutamakannya dan berusaha meneladaninya. Kalau tidak demikian, maka berarti dia tidak dianggap benar dalam kecintaanya dan hanya mengaku-aku (tanpa bukti nyata). Maka orang yang benar dalam (pengakuan) mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jika terlihat tanda (bukti) kecintaan tersebut pada dirinya. Tanda (bukti) cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang utama adalah (dengan) meneladani beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkan sunnahnya, mengikuti semua ucapan dan perbuatannya, melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangannya, serta menghiasi diri dengan adab-adab (etika) yang beliau (contohkan), dalam keadaan susah maupun senang dan lapang maupun sempit “asy-Syifa bita’riifi huquuqil mushthafa” (2/24).

Allah juga berfirman: "Jika kalian mentaatinya (Nabi) pasti kalian mendapat petunjuk." (An-Nur:54). "Dan ikutilah ia agar kalian mendapat petunjuk." (Al-A'raf:158). Dan banyak lagi ayat-ayat yang menganjurkan berpegang teguh kepada sunnah .
Sedangkan dalam As-Sunnah adalah yang telah diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahihnya, dari Jabir bin 'Abdillah, ia berkata: "Adalah Rasulullah jika sedang berkhuthbah, memerah kedua matanya, tinggi suaranya dan memuncak kemarahannya seakan-akan ia seperti pemberi peringatan sebuah pasukan yang mengatakan:
waspadalah kalian di waktu pagi dan sore.Dan beliau mengatakan, 'Amma ba'du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat.'"
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat, walaupun yang memimpin kalian seorang budak Habasyi, sesungguhnya barangsiapa yang hidup di suatu jaman nanti akan menjumpai perselisihan yang sangat banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafa` ar-Rasyidin yang telah mendapat petunjuk, gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham, serta waspadalah kalian dari perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat."" (Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, berkata At-Tirmidzi: Hadits hasan shahih).
Diriwayatkan dari Abu Dzarr, ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. telah meninggalkan kita dan tidaklah seekor burung menggerakkan sayap-sayapnya di langit, kecuali beliau telah menyebutkan ilmunya untuk kita." (Diriwayakan oleh Al-Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dan ia menambahkan: Bersabda Rasulullah: "Tidak tersisa satupun perkara yang bisa mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah dijelaskan kepada kalian."). 
Adapun perkataan shahabat dan tabi'in serta 'ulama dalam memberi anjuran untuk berpegang teguh dengan sunnah sangatlah banyak, di antaranya: 
Berkata Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu: “Janganlah engkau meninggalkan satu amalan pun yang Rasulullah melakukan amalan tersebut, kecuali engkau beramal dengannya. Sungguh aku sangat khawatir, jika engkau meninggalkan amalan yang diperintahkan oleh Rasulullah, maka engkau akan menyimpang”.
Berkata Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu: “Sungguh aku sangat khawatir hujan batu akan menimpa kalian,  aku mengatakan: “Telah berkata Rasulullah”, sedangkan kalian mengatakan: “Telah berkata Abu Bakar dan Umar”.
Berkata Umar bin Abdul Aziz : “Janganlah engkau berpaling kepada seseorang, padahal bersamaan dengan itu telah ada sunnah (ajaran) dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam”.
Berkata imam Adz-Dzahabi: Jika engkau melihat ahlul kalam berkata: “Tinggalkan kami dari al-Qur’an dan hadits-hadits ahad, dan berikan kepada kami akal”, ketahuilah bahwasanya ia adalah Abu Jahal. Dan jika engkau melihat seorang sufi berkata: “Tinggalkan kami dari naql dan akal, dan berikan kepada kami perasaan dan kecintaan”, ketahuilah bahwa Iblis telah menampakkan dalam bentuk manusia atau ia telah menyatu dengannya. Jika engkau takut kepadanya, menghindarlah. Tapi jika engkau tidak takut, bantinglah ia dan dekaplah dalam dadamu dan bacakanlah padanya ayat Kursi dan cekiklah (lehernya)”.
Dari Yunus bin Yazid dari Az-Zuhri, dia berkata: "Dahulu 'ulama kami mengatakan:
Berpegang teguh dengan sunnah adalah keselamatan." (Sunan Ad-Darimi I/44). 
Dari Hisyam bin 'Urwah, dari bapaknya dia berkata: "Perhatikan sunnah, perhatikan sunnah, karena sesungguhnya sunnah itu adalah tonggak agama." (Al-Marwazi dalam As-Sunnah hal. 29). Wallaahu a'lamu bishshawaab. 
Imam Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit rahimahullah melalui  muridnya telah meriwayatkan berbagai macam perkataan dan pernyataan beliau yang seluruhnya mengandung satu tujuan, yaitu kewajiban berpegang pada Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan meninggalkan sikap membeo (taklid) pendapat-pendapat para imam bila bertentangan dengan Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Diantara
ucapan beliau adalah : “Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku".
 Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya"  Pada riwayat lain dikatakan bahwa beliau mengatakan : "Orang yang tidak mengetahui dalilku, haram baginya menggunakan pendapatku untuk
memberikan fatwa". Pada riwayat lain ditambahkan :  "Kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian tetapi besok kami mencabutnya". Pada riwayat lain lagi dikatakan : "Wahai Ya'qub (Abu Yusuf), celakalah kamu ! Janganlah kamu tulis semua yang kamu dengar dariku. Hari ini saya berpendapat demikian, tapi hari esok saya meninggalkannya. Besok saya berpendapat demikian, tapi hari berikutnya saya meninggalkannya".

Imam Malik bin Anas rahimahullah mengatakan  " Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu".
"Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah ; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah".
"Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri".

Imam Syafi'i rahimahullah dalam masalah ini lebih banyak dan lebih bagus dalam meriwayatkan tentang pentingnya mengikuti apa yang disampaikan Rasullulah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau berpesan antara lain :.
"Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku"
 "Seluruh kaum muslim telah sepakat bahwa orang yang secara jelas telah mengetahui suatu hadits dari Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang"
"Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan Hadits Rasulullah, peganglah Hadits Rasulullah itu dan tinggalkan pendapatku itu"
"Bila suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menurut kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati"
"Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi Hadits Nabi yang shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku tidak berguna"
"Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Hadits Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid kepadaku" 
  Sebagai tambahan perkataan Imam Syafi’i :”Apabila kalian menemui sunnah Rasullulah Saw, maka ikutilah jangan hiraukan pendapat siapa pun (kitab alhilyah)”

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata tentang pentingnya mengikuti sunnah :
"Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafi'i, Auza'i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil.
 riwayat lain disebutkan :
Janganlah kamu taqlid kepada siapapun mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil.  Adapun tentang tabi'in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima)"
Dikesempatan lain dia berkata : "Yang dinamakan ittiba' yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang dari para tabi'in boleh dipilih".
"Barangsiapa yang menolak Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berada di jurang kehancuran"

Syaikh Albani rahimahullah memberikan penjelasan diatas, pernyataan para imam dalam menyuruh orang untuk berpegang teguh pada Hadits dan melarang mengikuti mereka tanpa sikap kritis.
Pernyataan mereka itu sudah jelas tidak bisa dibantah dan diputarbalikkan lagi. Mereka mewajibkan berpegang pada semua hadits yang shahih sekalipun bertentangan dengan sebagian pendapat mereka tersebut dan sikap semacam itu tidak dikatakan menyalahi madzhab mereka dan keluar dari metode mereka, bahkan sikap itulah yang disebut mengikuti mereka dan berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan putus. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya bila seseorang meninggalkan Hadits-hadits yang
shahih karena dipandang menyalahi pendapat mereka.  Bahkan orang yang berbuat demikian telah durhaka kepada mereka dan menyalahi pendapat-pendapat mereka yang telah dikemukakan di atas.


Pelajaran besar bagi mereka yang meninggalkan sunnah

Sebuah pelajaran besar bagi seluruh umat islam yang mengaku mencintai Rasulullah Shallaullahu A’laihi wasallam namun tidak mengikuti sunnah-sunnah beliau Shallaullahu A’laihi wasallam lihatlah riwayat-riwayat berikut bagai mana hewan, pepohonan dan alam semesta ini bisa tunduk kepada Nabi kita Shallaullahu A’laihi wasallam padahal mereka tidak di berikan akal pikiran sebagaimana manusia, namun manusia yang di karuniakan oleh Allah akal dan pikiran yang sehat masih saja ada yang tidak mau mengikuti sunnah beliau bahkan ada yang sampai mencelannya oleh karena nya pantaslah Allah firmankan kadang di antara manusia ada yang seperti binatang bahkan lebih rendah dari pada mereka perhatikan riwayat riwayat berikut:

Ketundukan seekor unta kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
Di sebutkan dalam musnad Imam Ahmad dan Abu dawud dalam sunannya dari sahabat Abdullah ibnu Ja’far bin Abi Tholib adalah Nabi  Shallaullahu A’laihi wasallam membonceng aku di belakang kendaraannya dn lalulah kami kesalah satu rumah dari rumah-rumah orang anshar maka tiba-tiba kami di kejutkan dengan kemuncuan seekor unta, ketika unta itu melihat Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam ia mendekati beliau, lalu untu tersebut berbicara, “Ya Rasulullah, sesungguhnya si fulan (pemilik unta tersebut) telah memanfaatkan tenagaku dari semenjak muda hinga usiaku telah tua tanpa memperhatikan kesejahtraan kepada ku. Aku berlindung kepadamu dari si fulan bin fulan.” Mendengar pengaduan sang unta, Rasulullah Shallaullahu A’laihi wasallam memanggil sang pemilik unta dan mengatakan kepadanya: tidaklah engkau bertakwa kepada Allah yang telah menguasakan unta ini untuk mu sungguh ia datang kepada ku mengadu akan perlakuanmu padanya. Dalam riwayat yang lain sebagai mana yang di keluarkan Al-Hakim dan Imam Baihaqi: maka Nabi  Shallaullahu A’laihi wasallam  hendak membeli unta tersebut dari pemiliknya. Tetapi Orang itu malah memberikan unta tersebut kepada beliau..Unta itu pun dibebaskan oleh Nabi kami Muhammad Shallaullahu A’laihi wasallam.

Ketundukan awan kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
Diriwayatkan oleh Anas: Pernah lama Madinah tidak turun hujan, sehingga terjadilah kekeringan yang bersangatan. Pada suatu hari Jumat ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. sedang berkotbah Jumat, lalu berdirilah seorang Badui dan berkata: “Ya Rasulullah, telah rusak harta benda dan lapar segenap keluarga, doakanlah kepada Allah agar diturunkan hujan atas kita.
Berkata Anas: Mendengar permintaan badui tersebut, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. mengangkat kedua tangannya kelangit (berdo’a). Sedang langit ketika itu bersih, tidak ada awan sedikitpun. Tiba-tiba berdatanganlah awan tebal sebesar-besar gunung. Sebelum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. turun dari mimbarnya, hujan turun dengan selebat-lebatnya, sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. sendiri kehujanan, air mengalir melalui jenggot Beliau. Hujan tidak berhenti sampai Jumat yang berikutnya, sehingga kota Madinah mengalami banjir besar, rumah-rumah sama terbenam.
Maka datang Orang Badui berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam., Ya Rasulullah, sudah tenggelam rumah-rumah, karam segala harta benda. Berdo’alah kepada Allah agar hujan diberhentikan diatas kota Madinah ini, agar hujan dialihkan ketempat yang lain yang masih kering. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. kemudian menengadahkan kedua tangannya ke langit berdo’a: Allahuma Hawaaliinaa Wa laa Alainaa (Artinya: Ya Allah turunkanlah hujan ditempat-tempat yang ada disekitar kami, jangan atas kami).
Berkata Anas: Diwaktu berdo’a itu Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam.menunjuk dengan telunjuk beliau kepada awan-awan yang dilangit itu, seakan-akan Beliau mengisyaratkan daerah-daerah mana yang harus didatangi. Baru saja Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. menunjuk begitu berhentilah hujan diatas kota Madinah. (Sahih Bukhari, juz 8 no 115).

Ketundukan seekor kijang kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
Diriwayatkan oleh Abu Na’im di dalam kitab ‘Al-Hilyah’ bahwa seorang lelaki lewat di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.. dengan membawa seekor kijang yang ditangkapnya, lalu Allah Taala (Yang berkuasa menjadikan semua benda-benda berkata-kata) telah menjadikan kijang itu berbicara kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. : “Wahai Pesuruh Allah, sesungguhnya aku mempunyai beberapa ekor anak yang masih menyusu, dan sekarang aku sudah ditangkap sedangkan mereka sedang kelaparan, oleh itu haraplah perintahkan orang ini melepaskan aku supaya aku dapat menyusukan anak-anakku itu dan sesudah itu aku akan kembali ke mari.” Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. . “Bagaimana kalau engkau tidak kembali kesini lagi?” Jawab kijang itu: “Kalau aku tidak kembali ke mari, nanti Allah Ta’ala akan melaknatku sebagaimana Ia melaknat orang yang tidak mengucapkan shslawat bagi engkau apabila disebut nama engkau disisinya.
“Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.. pun bersabda kepada orang itu : “Lepaskan kijang itu buat sementara waktu dan aku jadi penjaminnya. “Kijang itu pun dilepaskan dan kemudian ia kembali ke situ lagi. Maka turunlah malaikat Jibril dan berkata: “Wahai Muhammad, Allah Ta’ala mengucapkan salam kepada engkau dan Ia (Allah Ta’ala) berfirman: “Demi KemuliaanKu dan KehormatanKu, sesungguhnya Aku lebih kasihkan umat Muhammad dari kijang itu kasihkan anak-anaknya dan Aku akan kembalikan mereka kepada engkau sebagaimana kijang itu kembali kepada engkau.”

Ketundukan pohon kurma kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
Ratapan batang pohon kurma kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.. dan tangisannya dengan suara keras yang bisa didengar seluruh orang yang berada di masjid beliau. Itu terjadi setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.. meninggalkannya. Sebelumnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.. berkhutbah di atas batang tersebut sebagai mimbar beliau. Ketika beliau telah dibuatkan mimbar, dan tidak naik lagi ke atas batang kurma tersebut, batang tersebut meratap menangis dan rindu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Suara tangisnya seperti tangis unta yang hamil sepuluh bulan. Batang pohon kurma tersebut tidak berhenti menangis hingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.. datang padanya, dan meletakkan tangannya yang mulia di atasnya. Ia pun berhenti menangis.
Dikisahkan oleh Jabir bin Abdullah, “Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam sering berdiri dekat sebuah pohon palem kurma. Ketika sebuah tempat duduk disediakan baginya, kami mendengar pohon itu menangis bagaikan unta betina hamil sampai Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam jongkok dan memeluk pohon itu. Hadits shahih riwayat Imam Bukhari vo.II no.41.
Dikisahkan oleh Ibnu Umar, “Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam  sering berkutbah sambil berdiri dekat batang pohon kurma. Ketika dia dibuatkan tempat duduk, dia lebih memilih duduk. Pohon kurma itu mulai menangis dan Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam menghampirinya, mengelusnya dengan tangannya (agar pohon itu berhenti menangis).Hadits shahih riwayat Imam Bukhari vo.IV no.783.

Ketundukan pepohonan kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
Kisahnya, orang Arab dusun mendekat kepada beliau, kemudian beliau bersabda kepada orang Arab Dusun tersebut, “Hai orang Arab dusun, engkau akan pergi ke mana?” Orang Arab dusun tersebut menjawab, “Pulang ke rumah.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.. bersabda, “Apakah engkai ingin kebaikan?” Orang Arab dusun tersebut berkata, “Kebaikan apa?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.. bersabda, “Engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Rasul-Nya.” Orang Arab dusun tersebut berkata, “Siapa yang menjadi saksi atas apa yang engkau katakan?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda, “Pohon ini.” Beliau bersabda begitu sambil menunjuk ke arah salah satu pohon di tepi lembah. Kemudian pohon tersebut berjalan hingga berdiri di depan beliau. Beliau meminta pohon tersebut bersaksi hingga tiga kali, dan pohon tersebut pun bersaksi seperti sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .

Ketundukan bulan kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
 “Telah hampir saat (qiamat) dan telah terbelah bulan.” (Quran, 54:1). Berita tentang terbelahnya bulan pada jaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. banyak diriwayatkan oleh para Shahabat, sehingga hadis tentang terbelahnya bulan adalah hadis Muthawatir. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Masud: “Pada masa hidup Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam i , bulan terbelah dua dan melihat ini Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Saksikanlah!” (Sahih Bukhari, juz 4 no 830). Diriwayatkan oleh Anas: “Ketika orang-orang Mekah meminta Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. untuk menunjukkan mukjizat, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. menunjukkan bulan yang terbelah.” (Sahih Bukhari, juz 4 no 831). Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: “Bulan terbelah menjadi dua pada masa hidup Nabi saw.” (Sahih Bukhari, juz 4 no 832). Diriwayatkan oleh Anas bin Malik: “Orang-orang Mekah meminta Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menunjukkan sebuah mukjizat. Maka Beliau menunjukkan bulan yang terbelah menjadi dua bagian, sehingga gunung Hira’ itu dapat mereka lihat diantara dua belahannya.” (Sahih Bukhari, juz 5 no 208).
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah: “Diwaktu kami bersama-sama Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam. di Mina, maka terbelah bulan, lalu sebelahnya berlindung dibelakang gunung, maka sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.: “Saksikanlah! ” Saksikanlah! ” (Sahih Bukhari, juz 5 no 209). Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas: “Pada masa hidup Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. bulan terbelah menjadi dua.” (Sahih Bukhari, juz 5 no 210). Diriwayatkan oleh ‘Abdullah: “Bulan terbelah menjadi dua.” (Sahih Bukhari, juz 5 no 211).


Keutamaan Menghidupkan Sunnah

1. Jaminan sorga bagi yang mengikuti sunnahnya
  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.  bersabda (dalam sebuah hadist qudsi): “ Allah berfirman: “Aku telah mempersiapkan bagi para hambaku yang shalih, apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga,dan tidak terlintas dalam hati manusia.” Apabila kalian kehendaki maka bacalah: “Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang dirahasiakan bagi mereka, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. Assajdah: 17), Di Surga terdapat pohon yang mana seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun tidak mampu menyeberanginya.
Apabila kalian menghendaki maka bacalah: “Dan naungan yang terbentang luas” (QS. Alwaqi’ah: 30), Dan tempat cemeti di Surga lebih baik daripada dunia dan seisinya.
Apabila kalian menghendaki maka bacalah: “Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS.Ali’Imran: 185), Abu Isa berkata: hadits ini adalah hadits hasan shahih. (HR. Tirmidzi: 3214).
 Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda: “Setiap umatku akan masuk surge  kecuali bagi yang enggan,” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas siapakah yang enggan itu?” Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. menjawab: “Siapa yang taat mengikuti sunnahku akan
masuk surga dan siapa yang membangkang (jauh dari sunnahku) berarti itulah yang enggan masuk surga.” (Shahih Bukhari: 6737).

2. Dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala.
 Katakanlah, jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku. niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang. (Ali Imran: 31)
 Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk menyampaikan bahwa bukti kecintaan seorang hamba kepada Allah adalah mengikuti sunnah nabawi, dan menyampaikan bahwa keutamaan mengikuti sunnah nabawi adalah di cintai Allah dan di ampuni dosa-dosanya.
 Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits qudsi:
 Sesungguhnya Allah berfirman: Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka akan aku umumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan
sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan tetap hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan yang sunat-sunat hingga Aku mencintainya. ……(HR. Bukhari)
 Hadits ini merupakan dalil bahwa perkara-perkara sunnat merupakan penyebab kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Kalau Allah sudah cinta, maka Dia akan memberikan taufiq kepadanya dalam menggunakan anggota badannya sesuai dengan
apa yang Allah kehendaki serta pasti Dia akan mengabulkan doanya dan melindunginya.

 3. Memegang sunnah merupakan keselamatan
 Berkata Ibnu Abbas radliallahu 'anhu:
Tidaklah muncul pada manusia satu tahun kecuali mereka mengada-adakan bid'ah dan mematikan padanya satu sunnah hingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah. (Riwayat Ibnu Wadhah dalam Al-Bida' wan Nahi 'Anha, lihat Dlaruratul Ihtimam, hal. 52).
 Abu Muhammad Abdullah bin Munazzil rahimahullah:
Tidaklah seseorang melalaikan kewajiban-kewajiban, kecuali pasti dia terfitnah dengan melalaikan sunnah-sunnah. Dan tidaklah dia melalaikan sunnah-sunnah kecuali mesti sebentar lagi dia akan terfitnah dengan bid'ah-bid'ah.
 Dan lain-lain dari ucapan para ulama yang menjelaskan bahwa jika kita meninggalkan sunnah, maka akan terancam dengan bahaya bid'ah. Sebaliknya berpengang dengan sunnah merupakan keselamatan.
Oleh karena itu berkata para salafus shalih sebagaimana dinukil oleh Imam Asy-Syathibi dalam Al-I'tisham: Berpegang dengan sunnah adalah keselamatan.
 Ucapan mereka ini sesuai dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menjelaskan ketika terjadi fitnah perpecahan:
 Sesungguhnya barangsiapa yang hidup di antara kalian nanti, akan melihat perselisihan yang banyak. Maka atas kalian untuk berpengang dengan sunnahku..."
(HR. Ashabus Sunan kecuali Nasa`i, berkata Tirmidzi: Hadits ini hasan shahih, dan berkata Imam Hakim: hadits ini shahih dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Demikian dalam Dlaruratul Ihtimam, hal. 37)
 Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa keselamatan di kala perpecahan adalah dengan berpegang kepada sunnah.

4. Mendapatkan pahala sunnah dan pahala orang yang mengikutinya.
 Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
Barangsiapa menjalankan satu sunnah yang baik dalam Islam, maka baginya pahala dan pahala orang yang beramal dengannya setelahnya (mengikutinya) tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun..." (HR. Muslim 2/704).

5. Mendapat pahala di atas para mujahidin
Imam Yahya bin Yahya An-Naisaburi guru Al-Buhkari dan  Muslim  rahimahumullahberkata: ‘ Membela As-Sunnah lebih baik dari pada jihad (di medan perang).
Dan Abu Ubaid Al-Qosim bin Sullam Rahimahullah berkata : ‘ Orang yang mengikuti Sunnah laksana orang yang menggenggam bara api. Saat ini menurutku, ia lebih baik daripada mengayunkan pedang di jalan Allah.

6. Akan mendapat hidayah dari Allah ta’ala
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberitakan di dalam Alquran, bahwa barang siapa menaati Rasul-Nya akan memperoleh hidayah-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya,
وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
Dan jika kalian menaatinya, niscaya kalian akan mendapat hidayah/ petunjuk.” (An-Nur: 54).

7. Begitupula Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan, bahwa taat kepada Rasul adalah sebab yang akan mengantarkan kita untuk mendapatkan rahmat-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya,
وَأَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kalian diberi rahmat.” (Ali ‘Imran: 132).


Akibat Menyelisihi Sunnah

Allah mengancam dengan keras orang-orang yang berani membantah ajaran Nabi-Nya. Tidak saja diancam dengan adzab akhirat, namun banyak yang disegerakan hukumannya di dunia.
Salah seorang murid Imam Ahmad bernama Abu Thalib mengatakan: “Saya mendengar Imam Ahmad ditanya tentang sebuah kaum yang meninggalkan hadits dan cenderung kepada pendapat Sufyan (salah seorang ulama kala itu).” Maka Imam Ahmad berkata: “Saya meresa heran terhadap sebuah kaum yang tahu hadits dan tahu sanad hadits serta keshahihannya lalu meninggalkannya, lantas pergi kepada pendapat Sufyan dan yang lainnya padahal Allah berfirman: “Maka hendaklah berhati-hati orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya untuk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yang pedih.” (An-Nur: 63). Tahukah kalian apa arti fitnah? Fitnah adalah kufur. Allah berfirman . “Dan fitnah itu lebih besar daripada pembunuhan.” (Fathul Majid: 466)
Ayat yang dibacakan oleh Imam Ahmad tersebut benar-benar merupakan ancaman keras bagi orang-orang yang menyelisihi Sunnah Nabi. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini katanya: “Hendaklah takut siapa saja yang menyelisihi syariat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. secara lahir maupun bathin untuk tertimpa fitnah dalam hatinya baik berupa kekafiran, kemunafikan atau bid’ah atau tertimpa adzab yang pedih di dunia dengan dihukum mati atau dihukum had atau dipenjara atau sejenisnya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/319)
Allah juga berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian keraskan suara kalian di atas suara Nabi dan jangan kalian bersuara keras terhadap Nabi sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian kepada sebagian yang lain supaya tidak gugur amal kalian sedangkan kalian tidak menyadarinya.” (Al Hujurat: 2)
Ibnul Qayyim menjelaskan ayat ini katanya: “Allah memperingatkan kaum mukminin dari gugurnya amal-amal mereka dengan sebab mereka mengeraskan suara kepada Rasul sebagaimana kerasnya suara mereka kepada sebagian yang lain. Padahal amalan ini bukan merupakan kemurtadan bahkan sekedar maksiat, akan tetapi ia dapat menggugurkan amalan dan pelakunya tidak menyadari. Lalu bagaimana dengan yang mendahulukan ucapan, petunjuk, dan jalan seseorang di atas ucapan, petunjuk dan jalan Nabi?! Bukankah yang demikian telah menggugurkan amalannya sedang dia tidak merasa?” (Kitabush Shalah, 65, Al Wabilush Shayyib, 24 dan Ta’dhimus Sunnah, 22-23).
Dalam hadits yang lalu Nabi menyebutkan:
“Barangsiapa yang membenci Sunnahku,dia bukan dari golonganku.” (Shahih, HR Muslim).
Maksud bukan dari golonganku artinya dia termasuk orang kafir jika ia berpaling dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam., tidak meyakini Sunnah itu sesuai dengan nyatanya. Tapi jika ia meninggalkannya karena menggampangkannya maka ia tidak di atas tuntunan Nabi. (Lihat Syarh Shahih Muslim, Al Imam An Nawawi: 9/179 dan Nashihati Linnisa’ hal. 37)
Ancaman-ancaman tersebut cukup menakutkan tapi ada yang tak kalah menakutkan yaitu bahwa orang yang menentang Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. terkadang Allah percepat hukumannya semasa mereka di dunia sebagaimana diriwayatkan dalam beberapa riwayat, di antaranya:
“Dari Abdulah bin Abbas, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.bahwa beliau bersabda: ‘Jangan kalian datang kepada istri kalian (dari safar) di malam hari.’ Kemudian di suatu saat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. datang dari safar maka tiba-tiba dua orang pergi mendatangi istri mereka (di malam hari) maka keduanya mendapati istri mereka sudah bersama laki-laki lain. (Sunan Ad Darimi, 1/118).
Didapatinya istri mereka bersama laki-laki lain adalah hukuman bagi mereka dimana mereka melanggar larangan Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam. untuk mendatangi istri mereka di malam hari sepulangnya dari safar, kecuali jika sebelumnya mereka sudah terlebih dahulu memberi tahu bahwa mereka akan datang di malam itu maka yang demikian diperbolehkan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/240, 242)
Salamah bin Al Akwa’ berkata: “Bahwa seseorang makan dengan tangan kiri di hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. menegurnya: ‘Makanlah dengan tangan kananmu.’ Ia menjawab: ‘Saya tidak bisa.’ Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. katakan: ‘Semoga kamu tidak bisa. Tidaklah menghalangi dia kecuali sombong.’ Akhirnya ia tidak dapat mengangkat tangannya ke mulutnya.” (Shahih, HR Muslim).
Abdurrahman bin Harmalah mengisahkan, seseorang datang kepada Said bin Al Musayyib megucapkan salam perpisahan untuk haji atau umrah, lalu Said mengatakan kepadanya: “Jangan kamu pergi hingga kamu shalat dulu karena Rasulullah bersabda: ‘Tidaklah ada yang keluar dari masjid setelah adzan kecuali seorang munafik, kecuali seorang yang terdorong keluar karena kebutuhannya dan ingin kembali ke masjid.’ Kemudian orang itu menjawab: “Sesungguhnya teman-temanku berada di Harrah,” lalu keluarlah dia dari masjid, maka Said terus terbayang-bayang mengingatnya sampai beliau dikhabari bahwa orang tersebut jatuh dari kendaraannya dan patah pahanya. (Sunan Ad Darimi 1/119, Ta’dhimus Sunnah hal. 31, Miftahul Jannah hal.134)
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail At Taimi mengatakan, dirinya membaca pada sebagian kisah-kisah bahwa sebagian ahlul bid’ah ketika mendengar sabda Nabi:
“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka janganlah ia celupkan tangannya ke bejana sebelum mencucinya terlebih dahulu karena sesungguhnya ia tidak tahu di mana tangannya barmalam.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim)

Maka ahlul bid’ah tersebut mengatakan dengan nada mengejek: “Saya tahu di mana tanganku bermalam, tanganku bermalam di kasur.” Lalu paginya dia bangun dari tidurnya dalam keadaan tangannya sudah masuk ke dalam duburnya sampai ke lengannya.

At Taimy lalu berkata: “Maka berhati-hatilah seseorang untuk menganggap remeh Sunnah dan sesuatu yang bersifat mengikut perintah agama. Lihatlah bagaimana akibat jeleknya menyampaikan kepadanya.”
Al Qadhi Abu Tayyib menceritakan kejadian yang ia alami, katanya: “Kami berada di sebuah majlis kajian di masjid Al Manshur. Datanglah seorang pemuda dari daerah Khurasan, ia bertanya tentang masalah musharat lalu dia minta dalilnya sehingga disebutkan dalilnya dari hadits Abu Hurairah yang menjelaskan masalah itu. Dia -orang itu bermadzhab Hanafi – mengatakan: ‘Abu Hurairah tidak bisa diterima haditsnya…’ Maka belum sampai ia tuntaskan ucapannya tiba-tiba jatuh seekor ular besar dari atap masjid sehingga orang-orang loncat karenanya dan pemuda itu lari darinya. Ular itupun terus mengikutinya. Ada orang mengatakan: ‘Taubatlah engkau! Taubatlah engkau!’ Kemudian dia mengatakan ‘Saya bertaubat.’ Maka pergilah ular itu dan tidak terlihat lagi bekasnya.” Adz Dzahabi berkata bahwa sanad kisah ini adalah para imam.
Itulah beberapa kejadian nyata -insya Allah- dan bukan cerita fiktif yang diada-adakan, tetapi cerita-cerita yang diriwayatkan dengan sanad. Tentu yang demikian menjadi pelajaran buat kita karena bukan hal yang mustahil kejadian di atas terjadi di masa kita sebagaimana terjadi di masa dulu manakala ada seseorang yang menghina Sunnah Nabi. Ancaman ini telah ditetapkan di dalam Al Qur’an sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya orang yang mencelamu, dialah yang terputus.” (Al Kautsar: 3)

Yakni terputus dari segala kebaikan (Taisir Al Karimirrahman: 935)
Ibnu Katsir menjelaskan: “yang mencelamu artinya yang membencimu wahai Muhammad, dan yang membenci apa yang engkau bawa dari petunjuk dan kebenaran serta bukti yang nyata. Dan yang terang dialah yang akan terputus, yang hina, dan tidak akan dikenang namanya (dengan baik).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang mencelamu adalah musuh-musuhmu. Dan ini mencakup siapa saja yang memiliki sifat itu baik yang disebut atau yang lain.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/598)
Jadi apa yang telah Allah ancamkan sangat mungkin terjadi pada individu atau kelompok pada masyarakat kita jika Allah tidak memberi rahmat-Nya. Bahkan bagi seseorang yang mengagungkan Sunnah-Sunnah Nabi lalu ia perhatikan perilaku manusia dalam mensikapinya dengan sikap negatif, dia akan mendapatkan kebenaran firman Allah ? di atas di mana ia akan melihat tidak sedikit dari orang-orang yang tertimpa musibah lantaran menghina Sunnah Nabi.











Daftar isi:
1. keterasingan sunnah ………………………………………………………………………………………………………. 1
2. macam-macam keterasingan  ………………………………………..…………………………………………………………….. 2
3. sebab sebab sunnah di asingkan …………………………………….………………………………………………………………… 3
4. hari-hari yang penuh kesabaran ………………………………………………………………………………………………………. 4
5. ni’mat sunnah ……………………………………………………………………………………………………….. 7
6. gigitlah sunnah dengan gerhammu ……………………………………………………………………………………………………….. 8
7. pelajaran besar ……………………………………………………….……………………………………………… 11
8. keutamaan menghidupkan sunnah …………………………………..……………………….…………………………………………. 14
9. akibat menyelisihi sunnah
…………….………………………………………………..……………………………………….. 16







selesai di susun
batam tanggal 23-12-2011
Abu Humairoh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar