Keterasingan
sunnah
Segala puji hanya
milik Allah ta’ala, kami memujinya, memohon pertolongan, dan ampunan kepadanya,
kami berlindung dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal-amal kami
barang siapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang sanggup untuk
menyesatkannya dan barang siapa yang di sesatkan-Nya maka tidak ada yang
sanggup untuk memberi hidayah kepadanya, aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang benar kecuali Allah ta’ala, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam. adalah hamba dan rasul-Nya.
Sesungguhnya
sebenar-benar perkataan adalah kitabillah dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Rasulullah Shalaullahu ‘Alaihi Wasallam dan seburuk-buruk perkara
adalah yang di ada-adakan di dalam agama, dan setiap yang di ada-adakan adalah
bid,ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan di neraka.
Sesuatu
hal yang sangat menyedihkan bahwa banyak sekali sunnah sunnah Nabi Shallalahu A’laihi sallam. di zaman
sekarang yang sudah tidak di kenali lagi oleh orang-orang islam sehingga berimbas
kepada orang yang hendak mengamalkannya di tuduh sebagai pembawa ajaran baru
dalam islam sementara orang-orang yang mengamalkan tradisi-tradisi nenek moyang
di anggap orang yang melestarikan sunnah Nabi
Shallalahu A’laihi sallam, yang jadi musibah besar adalah keterasingan
sunnah ini bukan hanya menyebar di kalangan orang-orang awam saja tapi juga
menyebar kepada sebagian para penuntut ilmu sehingga ketika ada seseorang yang
hendak menghidupkan sunnah di lihatnya seolah-olah dia sedang melakukan kemungkaran
besar yang harus di ingkari, dan kejadian seperti ini tidak hanya terjadi
sekarang saja tetapi sudah berlalu masa kemasa dari orang-orang sebelum kita
yang mengalami hal yang sama sebagai mana Al-imam As-Syatibii berkata dalam
kitabnya Al-I’tishom 1/35: “Dan saya melihat bahwa kehancuran di dalam
mengikuti sunnah adalah kesuksesan yang nyata”. tetapi bagi seorang muslim yang
mau kembali kemanhaj para sahabat tentu keterasingan sunnah ini tidak lah
menjadi heran karena Nabi Shallalahu A’laihi sallam sudah menghabarkan akan hal
itu dalam hadits-hadits nya yang banyak, bahkan kedatangan sunnah di awal
islampun demikian di anggap asing oleh penduduk makkah, perhatikan
riwayat-riwayat ini Nabi Shallalahu A’laihi sallam bersabda:
“Awal
kedatangan Islam adalah asing dan ia akan kembali (menjadi) asing sebagaimana
awalnya, maka kebahagialah bagi orang-orang yang di anggap asing” (HR. Muslim
dari Hadits Abu Hurairah, Ibnu Majah 2/1319 no: 3986 dan dishahihkan oleh
AI-Albani, lihat “Shahih Sunan Ibnu Majah 3/306 no : 3236 dan Tirmidzi dari
hadits Abdullah bin Mas’ud, lihat shahih sunan Tirmidzi 3/47 no : 2629).
Dalam riwayat yang lain: “Sesungguhnya
Islam itu berawal sebagai sesuatu yang asing dan ia akan kembali terasing
sebagaimana permulaannya. maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing.”
(para sahabat) bertanya : “Ya Rasulullah siapakah orang-orang yang asing itu ?”
beliau bersabda : “(Yaitu) orang-orang yang mengupayakan perbaikan dikala
kerusakan melanda manusia.” Dikeluarkan oleh Thabrani dalam “Mu’jam al-Kabir”
6/164 dan “Mu’jam as Shaghir” 1/104 dan yang lainnya dan hadits Sahal bin Sa’ad
as-Sa’idi, lihat “Mujma’ Az-Zawa’id” oleh al-Haitsami 7/546 hadits no, 12193
Tahqiq Abdullah Muhammad Darwisy, Darul Fikri -Beirut-. juga dikeluarkan oleh
Abu Amr ad-Daani dalam “As-Sunan al-waridah fil fitan dan yang lainnnya),
Dalam riwayat yang lain "Keuntungan besar bagi
orang-orang yang dianggap asing (karena bepegang teguh terhadap ajaran agama),
yaitu orang-orang yang sholih yang hidup ditengah masyarakat yang rusak
(agamanya). Orang-orang yang memusuhi mereka lebih banyak daripada orang-orang
yang menta'atinya". (HR. Ahmad: 2/ 177-222, shohih)
Dalam riwayat lain terdapat tambahan
yang redaksinya berbeda dengan tambahan di atas sebagai berikut :
“ Dikatakan (kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam ) dan siapakah orang-orang yang asing itu ?” beliau bersabda,
(yaitu) orang-orang yang keluar (meninggalkan kabilah-kabilah mereka).
(dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam sunannya, lihat shahih sunan Ibnu Majah 3/306
no , 3238, Al-Baghawi dalam “Syarhu sunnah” 1/118 hadits no , 64 dan yang
lainnya). Lihat Takhrij (keterangan sumber hadits dan riwayat-riwayat ini) pada
“Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah 3/267-270.” Al-I’tisham karya Asy-Syathibi
tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman 1/2-5, Al-I’tisham tahqiq Syaikh Salim bin
Id Al-Hilali 1/18-23. Wallahu Ta’ala a’lam.
As-Sindi berkata, “Makna orang-orang
yang keluar (meninggalkan) kabilah-kabilah mereka yaitu : orang-orang yang
keluar dari negeri-negeri mereka untuk menegakkan sunnah (syariat) Islam.
Sebagian salaf mengatakan bahwa mereka itu adalah ahli hadits.” (Lihat Sunan
Ibnu Majah beserta “Hasyiah al-Imam Sindi” 4/350, hadits no. 3988, penerbit :
“Daar al-Ma’rifah”). Adapun makna “al-Ghuraba’” (orang-orang asing) maksudnya :
“Orang-orang Muhajirin yang hijrah dari negeri-negeri mereka semata-mata karena
Allah Azza wajalla.” (Lihat Silsilah ash-Shahihah 3/269, wallahu a’lam).
Macam-macam Keterasingan
Ibnul
Qoyyim rahimahullah berkata:
“Keterasingan terbagi menjadi tiga macam:
1.
Keterasingan Ahlussunnah di antara semua manusia.
Inilah keterasingan yang dipuji oleh
Alloh subhanahu wa ta’la dan RosulNya sebab Rosululloh shallallahu’alaihi
wa sallam telah mengabarkan hal ini dalam hadits beliau.
2. Keterasingan yang tercela.
Yaitu asingnya kebatilan di antara
pengikut kebenaran, walaupun mereka mempunyai banyak pengikut namun mereka
asing, tidak dikenal oleh penduduk langit.
3. Keterasingan yang masuk
di dalamnya muslim dan kafir, tidak terpuji juga tak tercela.
Semisal
asingnya seseorang yang jauh dari kampungnya. Semua orang yang hidup di dunia
ini adalah asing. Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam sendiri pernah
mengatakan di dalam hadits yang shohi: ‘Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing (pengembara)’.”
H.R. AlBukhori: 6416 dari Sahabat Ibnu Umar
(Madarijus Salikin: 3/203209—dengan ringkas).
Sebab-sebab sunnah di asingkan
Mengetahui perkara yang bisa
menyebabkan seseorang meninggalkan sunnah merupakan perkara yang sangat
penting.
Hudzaifah Ibnul Yaman z berkata:
“Orang-orang (para shahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam) bertanya
kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang kebaikan, namun aku
bertanya kepada beliau tentang kejahatan (karena) khawatir (kejahatan tersebut)
menimpaku.” (HR. Al-Bukhari)
Melalui hadits ini dan hadits
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:
“Agama itu adalah
nasihat.” (HR. Muslim dari shahabat Tamim Ad-Dari )
Ada beberapa perkara yang
menyebabkan seseorang menyeleweng dan keluar dari sunnah, di antaranya:
1.Tersebarnya kejahilan di
tengah-tengah kaum muslimin
sebagaima Al-imam
As-Syatibii berkata dalam kitabnya Al-I’tishom 1/23: “Sebab keluarnya sunnah
dari diri seseorang adalah adanya kejahilan pada dirinya dan nafsu yang di
ikuti” berkata juga Imam Ibnu Al-Qoyyim dalam kitabnya Zadul ma’ad 3/507: “
sungguh kesyirikan telah banyak melanda manusia di sebabkan kejahilan dan
tersembunyinya ilmu, sehingga sesuatu yang ma’ruf dianggap mungkar, bid’ah
dianggap sunnah”
2.Tidak
di angungkannya sunnah Nabi Shallaullahu A’laihi
wasallam karena
takut akan akibatnya bila di amalkan seperti celaan manusia atau dia akan di
asingkan dan lain-lain.
3.Hilangnya dasar-dasar
keistiqamahan untuk tetap di atas sunnah sehingga lambat laun sunnah di
tinggalkan dan terbukanya pintu-pintu penyelewengan yang berakibat mendekatnya
penyeru-penyeru penyelewengan dari kalangan syaithan jin dan manusia.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad
dalam Musnad-nya, Ibnu Majah dalam Sunan-nya, Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya,
Ad-Darimi di dalam Sunan-nya dan selain mereka dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan Ibnu Majah, 1/7, hadits no. 11, dari
shahabat Abdullah bin Mas’ud Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam membuat
sebuah garis lurus dengan tangan beliau dan mengatakan: “Ini adalah jalan Allah
yang lurus.” Lalu beliau menggaris dari kanan dan kiri kemudian mengatakan:
“Ini adalah jalan-jalan yang tidak ada satupun dari jalan-jalan tersebut
melainkan syaithan menyeru di atasnya.” Kemudian Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam
membaca firman Allah Subhanahu wa ta’ala : “Ini adalah jalanku yang lurus maka
ikutilah dia, dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan yang menyebabkan kalian
terpisah dari jalan-Nya. Demikianlah wasiat Allah kepada kalian agar kalian
menjadi orang yang bertakwa.”
4. kurangnya dunia pendidikan Islam yang mengajarkan
sunnah-sunnah Nabi shallahu A’laihi wasallam sejak dini dan menganggap
perkara tersebut sebagai perkara kecil. Generasi penerus itu tidak
diarahkan kepada sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat mereka.
5.Memberikan kebebasan kepada
generasi muda untuk mencari kesenangan hidup tanpa ada aturan syariat dan
sunnah. Sehingga anak pun melakukan segala kerusakan selama dia bisa
mendapatkan kesenangan, seperti permainan yang melalaikan, menonton film-film
porno dan sinema yang penuh kedustaan, narkoba, ‘dugem’, pergaulan bebas,
merokok, musik, dan lain-lain sehingga anak ini tumbuh menjadi manusia yang
mencintai hawa nafsunya dan meninggalkan fitrahnya.
6.Menjauhi
ilmu dan majlis ilmu yang mengajarkan sunnah sunnah Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam dan lebih senang datang
kemajlis-majlis yang melalaikan mereka seperti konser music, tempat-tempat
maksiat dan lain-lain.
hari-hari
yang penuh kesabaran
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam telah mengisyaratkan dalam banyak riwayat yaitu akan datang zamannya di
mana para pemegang sunnah akan mendapat ujian berat dari Allah ta’ala. Saudaraku! Kita sekarang dizaman akhir. Masa kenabian telah
lama berlalu meninggalkan kita. Kurang lebih 14 abad yang laluRasulullah telah
dipanggil oleh Allah untuk menyusul kawan-kawannya yang mulia; dari kalangan para nabi,shiddiqin, syuhadaa' dan orang-orang
yang shaleh.Coba perhatikan air sungai yang mengalir menuju sebuah muara!
Seiring dengan semakin jauhnya ia dari sumber mata airnya maka semakin
keruh dan kotor pula keadaannya. Demikianlah kira-kira keadaan Islam yang
diamalkan oleh mayoritas kaum muslimin saat ini. Banyak sudah
sampah-sampah idiologi yang disusupkankepadanya dan bid'ah yang dianggap
sebagai bagian darinya… Hal inimembuat orang yang tidak memiliki pijakan
yang kokoh dalam beragama dengan mudah ikut hanyut dibawa aliran
air sampah tersebut.Namun, kendati demikian, seorang muslim tidak patut
bersedihhati. Disana masih ada kawasan air jernih yang masih terjaga dan
belum terjamah oleh kotoran apapun. Sebagai mana apa yang telah di sabdakan
Nabi shalaullahu A’alaihi wasallam: “ Akan senantiasa ada sekelompok
orang dari umatku yangmenang diatas kebenaran; tidak membahayakan mereka orang
yangmenghinakan mereka sampai datang keputusan Allah, sementaramereka dalam
keadaan demikian"
Para pengemban Sunnah Nabi yang suci
akan senantiasamemperoleh pertolongan dari Allah sehingga mereka akansenantiasa
dimenangkan atas musuh-musuh mereka sampai datangkeputusan dari Allah, yaitu
hari kiamat. Hari kiamat yang dimaksuddisini adalah hari kiamat yang khusus
bagi mereka, bukan hari kiamatsaat hancurnya alam semesta, karena itu
tidak akan terjadi melainkanpada seburuk-buruknya manusia. Baginda Rasul
bersabda:
"Tidak
akan tegak hari kiamat sampai tidak terdengar lagi orang yang menyebut:
"Allah…Allah…" diatas permukaan bumi". Diriwayatkan oleh Muslim
Ketahuilah bahwa Lingkungan sekitar
sangat berpengaruh pada keteguhan seseorang dalam menjalankan ajaran
agamanya. Seorang yang tinggal di lingkungan yang baik biasanya lebih mudah
untuk beramalShalih dibanding orang yang tinggal di lingkungan yang
rusak.Namun, bagi anda yang terpaksa harus tinggal pada lingkungan yang
buruk, selagi anda masih bisa beramal shalih, apalagi menjadi pintu kebaikan
bagi orang lain, maka tetap bersabar dan terus berda'wah adalah jalan yang
terbaik bagi anda, Karena sesungguhnya seorang mu'min yang berbaur dengan
masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka lebih baik daripada
seorangmu'min yang tidak berbaur dengan masyarakat dan tidak sabar
terhadap gangguan mereka. Ini adalah makna hadits
yang diriwayatkan oleh al Bukhariy dalam Adab al Mufrad (388), Ahmad dalam musnad nya (5022), Ibnu Majah
(4032), at Tirmidziy (2507), dan lain-lain.
Bila memang demikian keadaannya,
maka sering-seringla hengkau hadirkan dalam hatimu bahwa ganjaran pahala
yang besar disisi Allah telah menantimu!
Sesungguhnya besarnya pahala yang
akan diperoleh sesuai dengan jerih-payah yang didapatkan dalammengamalkan
kebaikan! Abu Umayyah asy Sya'baaniy bercerita: "Aku
pernah bertanyakepada Abu Tsa'labah al Khusyaniy. Aku berkata:
"Wahai Abu Tsa'labah, bagaimana pendapatmu mengenai ayat ini:"
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; tiadalah orang
yang sesat itu akanmemberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya,
maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telahkamu kerjakan". QS. Al
Maa-idah: 105
Abu Tsa'labah pun menjawab:
"Ketahuilah sesungguhnya aku telah
bertanya mengenai ayat ini kepada seorang yang benar-benar memahaminya;
aku telah bertanya kepada Rasulullah, lantas beliau bersabda:
"Justru sebaliknya! Hendaklah
kalian saling memerintahkan kepada kebaikan dan saling melarang dari
kemungkaran!! Sampai bilamana kalian telah melihat sifat kikir yang diikuti,
nafsu durjana yang diperturutkan, gelamor dunia yang diutamakan serta
masing-masing orang merasa bangga dengan pendapatnya, maka jagalahdirimu
sendiri dan tinggalkanlah mayoritas orang yang ada, karenasesungguhnya
dibelakang kalian nanti akan datang hari-harikesabaran; pada saat itu (orang
yang komitmen diatas Sunnah)bagaikan (orang yang) menggenggam bara api.
Orang yangmengamalkan (kebaikan) pada mereka (akan diberi ganjaran
pahala)sebagaimana ganjaran pahala lima puluh orang yang mengamalkan(kebaikan)
seperti amalannya".
Dalam riwayat yang lain terdapat tambahan:
"Seorang sahabat bertanya:
"Ya Rasulullah! Ganjaran pahala lima puluh orang darimereka?".
Rasulullah menjawab: "Ganjaran pahala lima puluhorang dari kalian". HR. Abu Dawud (4343).
Dalam riwayat: “Sesungguhnya di
belakang kalian ada "hari-hari sabar" bagi orang-orang yang berpegang
pada hari tersebut dengan apa yang kalian ada di atasnya, akan mendapatkan
pahala lima puluh kali pahala kalian." Mereka berkata: "Wahai
Rasulullah, tidakkah lima puluh kali mereka?" Beliau bersabda:
"Bahkan lima puluh kali (pahala) kalian." (HR. Tirmidzi dan yang
lainnya)
Dalam riwayat yang lain Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya di belakang
kalian ada hari-hari yang kesabaran padanya (pada hari itu) seperti memegang
bara api. Orang yang beramal padanya seperti pahala lima puluh orang yang
beramal seperti amalan kalian." (HR. Abu Dawud dalam 'Aunul Ma'bud 11/493,
Ibnu Majah 2/1330, Ibnu Hibban dalam Al-Ihsan 2/108, Al-Hakim dalam Mustadrak
4/322. Beliau berkata: 'Sanadnya shahih', tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan
Muslim dan disepakati oleh Imam Dzahabi. Demikian dikatakan oleh Abdus Salam
bin Barjas dalam Dlaruratul Ihtimam hal. 49)
Subhanallah lihatlah sodaraku betapa
besarnya paha para pemegang sunnah di zaman keterasingan ini olehkarenannya
jangan lah bersedih hati dan jangan pula putus asa dalam memperjuangkan sunnah
ini karena pahala besar telah menannti kita semua bergembiralah wahai ahlu
sunnah, lihatlah keteguhan teladan dalam memegang sunnah yaitu imam ahli sunnah
wal jama’ah “Imam Ahmad Ibnu Hambal”
Beliau menerima ujian yang sangat berat dan
panjang selama 3 masa kekhalifahan yaitu Al-Ma’mun, Al-Mu’tashim, dan
Al-Watsiq. Beliau dimasukkan ke dalam penjara kemudian dicambuk atau disiksa
dengan berbagai bentuk penyiksaan. Itu semua beliau lalui dengan kesabaran
dalam rangka menjaga kemurnian aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu Al-Qur’an
adalah kalamullah dan bukan makhluk. Di masa itu, aqidah sesat yang menyatakan
bahwa Al-Qur’an adalah makhluk (bukan kalamullah) diterima dan dijadikan
ketetapan resmi oleh pemerintah.
Sedangkan umat manusia menunggu untuk mencatat
pernyataan (fatwa) beliau. Seandainya beliau tidak sabar menjaga
kemurnian aqidah yang benar, dan menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk,
niscaya manusia akan mengiktui beliau. Namun beliau tetap tegar dan tabah
menerima semua ujian tersebut. Walaupun beliau harus mengalami penderitaan yang
sangat. Pernah beliau mengalami 80 kali cambukan yang kalau seandainya cambukan
tersebut diarahkan kepada seekor gajah niscaya ia akan mati. Namun beliau
menerima semua itu dengan penuh kesabaran demi mempertahankan aqidah Ahlus
Sunnah.
Sampai akhirnya, pada masa khalifah
Al-Mutawakkil, beliau dibebaskan dari segala bentuk penyiksaan tersebut. Adapun
Wafat beliau rahimahullah adalah pada hari rabu malam tanggal 3 Rabi’ul Awal
tahun 241 Hijriyah, beliau mengalami sakit yang cukup serius. Sakit beliau
semakin hari semakin bertambah parah. Manusia pun berduyun-duyun siang dan
malam datang untuk menjenguk dan menyalami beliau. Kemudian pada hari Jum’at
tanggal 12 Rabi’ul Awal, di hari yang ke sembilan dari sakitnya, mereka
berkumpul di rumah beliau sampai memenuhi jalan-jalan dan gang. Tak lama
kemudian pada siang harinya beliau menghembuskan nafas yang terakhir. Maka
meledaklah tangisan dan air mata mengalir membasahi bumi Baghdad. Beliau wafat
dalam usia 77 tahun. Sekitar 1,7 juta manusia ikut mengantarkan jenazah beliau.
Kaum muslimin dan bahkan orang-orang Yahudi, Nasrani serta Majusi turut
berkabung dan sebagian besar mereka berbondong-bondong masuk islam pada hari
tersebut.
Mudah-mudahan bisa di jadikan ibroh dan pelajaran
amin.
Ni’mat sunnah
Hidayah
sunnah adalah ni’mat terbesar yang Allah karuniakan kepada kita, karena
dengannya kita di selamatkan dari kesesatan yang mengakibatkan banyak
amalan-amalan kita sia-sia di hadapan Allah ta’ala sebagai mana hadits A’isyah
radiallahu a’nha: “Barang siapa yang mengamalkan sesuatu yang tidak ada
dasarnya dari kami maka amalan itu tertolak”. Namun di antara ni’mat yang
paling besar yang akan di rasakan bagi para pemegang sunnah adalah bahwa orang
yang terus istiqomah dan berpegang teguh
di atas sunnah akan di wafatkan dalam keadaan husnul khotimah atau baik akhir
kehidupannya dan itulah harapan seluruh manusia.
"Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan : "Tuhan kami ialah Allah kemudian mereka
istiqamah, maka malaikat akan turun berulang-ulang kepada mereka (dengan
mengatakan) : "janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu meresa sedih
dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah
kepada kamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di
akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh pula
di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan bagimu dari Tuhan Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fushshilat : 30-32)
Asy-Syaikh
Rabi' Al-Madkhali menjelaskan :"Ini merupakan pujian dari Allah Tabaraka
wata'ala terhadap orang-orang yang istiqamah di atas agamanya. Dan istiqamah
ialah teguh di atas apa yang dibawa oleh Muhammad, bahkan di atas apa yang
dibawa para nabi 'alaihish sholatu wassalam berupa aqidah dan manhaj. Maka
mereka memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah Tabaraka wata'ala
disebabkan oleh keteguhan mereka di atas agama yang haq ini. Dan mereka berhak
mendapatkan janji Allah ta’ala sebagaimana tersebut di dalam surat Fushshilat :
30-32 di atas.
Asy-Syaikh
Rabi' bin Hadi Al-Madkhali menjelaskan : "Sesungguhnya teguh di atas
Sunnah maknanya adalah teguh di atas al-Islam secara keseluruhan : pokok-pokok
ajarannya, cabang-cabangnya, aqidah-aqidahnya dan manhaj-manhajnya.
Perhatika ucapan para
salaf yang meluapkan kegembiraan mereka ketika mendapat hiyah sunnah.
berkata Ibnu Umar:
tidaklah aku gembira dengat sangat gembira
dari pada ketika di dalam hatiku tidak ada penyimpangan (yang
menyelisihi sunnah)(Allalika’I 1/130).
Telah berkata
Al-marwadzi kepada imam Ahmad:
sesungguhnya orang yang mati di atas islam mati di atas kebaikan. Maka berkata
imam Ahmad: diamlah sesungguhnya orang yang mati di atas islam dan sunnah dial
ah yang mati di atas kebaikan (Manaqib
Imam Ahmad libni jauzi 180).
Berkata Abu Aliyah:
saya tidak tahu ni’mat mana yang lebih besar dari pada Allah mengeluarkan saya
dari kesyirkan menuju islam, atau Allah menjaga saya dalam islam dari
penyimpangan ( dalam sunnah) (Allalika’I
1/131).
Oleh karenanya Imam
Ibnu Qoyyim berkata: “seluruh ni’mat yang di berikan Allah ta’ala di alam dunia
ini tidaklah sebesar ni’mat hidayah Allah ta’ala”. Waullahu A’lam.
Gigitlah sunnah dengan gerhammu
Seorang
muslim yang mengaku mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, semestinya dia selalu
berusaha untuk meneladani sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kehidupannya, terlebih lagi jika
dia mengaku sebagai ahlus sunnah.
Karena konsekwensi utama seorang yang mengaku mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah selalu berusaha mengikuti semua
petunjuk dan perbuatan beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Ta’ala berfirman,
{قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah
(sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu,
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran:31).
Imam
Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Ayat yang mulia ini
merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai
Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini,
sampai dia mau mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua ucapan, perbuatan dan
keadaannya” Tafsir Ibnu Katsir (1/477)
Imam
al-Qadhi ‘Iyadh al-Yahshubi berkata, “Ketahuilah bahwa barangsiapa yang
mencintai sesuatu, maka dia akan mengutamakannya dan berusaha meneladaninya.
Kalau tidak demikian, maka berarti dia tidak dianggap benar dalam kecintaanya
dan hanya mengaku-aku (tanpa bukti nyata). Maka orang yang benar dalam
(pengakuan) mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jika terlihat tanda (bukti)
kecintaan tersebut pada dirinya. Tanda (bukti) cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang utama adalah (dengan) meneladani
beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkan sunnahnya,
mengikuti semua ucapan dan perbuatannya, melaksanakan segala perintah dan
menjauhi larangannya, serta menghiasi diri dengan adab-adab (etika) yang beliau
(contohkan), dalam keadaan susah maupun senang dan lapang maupun sempit “asy-Syifa bita’riifi huquuqil mushthafa” (2/24).
Allah
juga berfirman: "Jika kalian mentaatinya (Nabi) pasti kalian mendapat
petunjuk." (An-Nur:54). "Dan ikutilah ia agar kalian mendapat
petunjuk." (Al-A'raf:158). Dan banyak lagi ayat-ayat yang menganjurkan
berpegang teguh kepada sunnah .
Sedangkan
dalam As-Sunnah adalah yang telah diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam
Shahihnya, dari Jabir bin 'Abdillah, ia berkata: "Adalah Rasulullah jika
sedang berkhuthbah, memerah kedua matanya, tinggi suaranya dan memuncak
kemarahannya seakan-akan ia seperti pemberi peringatan sebuah pasukan yang
mengatakan:
waspadalah
kalian di waktu pagi dan sore.Dan beliau mengatakan, 'Amma ba'du, sesungguhnya
sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, sejelek-jelek perkara adalah
yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat.'"
Dalam
hadits yang lain Rasulullah bersabda: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk
bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat, walaupun yang memimpin kalian
seorang budak Habasyi, sesungguhnya barangsiapa yang hidup di suatu jaman nanti
akan menjumpai perselisihan yang sangat banyak, maka wajib atas kalian
berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafa` ar-Rasyidin yang telah
mendapat petunjuk, gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham, serta
waspadalah kalian dari perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya
setiap perkara yang baru itu adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah
sesat."" (Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, berkata
At-Tirmidzi: Hadits hasan shahih).
Diriwayatkan
dari Abu Dzarr, ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. telah meninggalkan kita dan tidaklah
seekor burung menggerakkan sayap-sayapnya di langit, kecuali beliau telah
menyebutkan ilmunya untuk kita." (Diriwayakan oleh Al-Imam Ahmad dan
Ath-Thabrani dan ia menambahkan: Bersabda Rasulullah: "Tidak tersisa satupun
perkara yang bisa mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah
dijelaskan kepada kalian.").
Adapun
perkataan shahabat dan tabi'in serta 'ulama dalam memberi anjuran untuk
berpegang teguh dengan sunnah sangatlah banyak, di antaranya:
Berkata Abu Bakar ash Shiddiq
radhiyallahu ‘anhu: “Janganlah engkau meninggalkan satu amalan pun yang Rasulullah melakukan
amalan tersebut, kecuali engkau beramal dengannya. Sungguh aku sangat khawatir,
jika engkau meninggalkan amalan yang diperintahkan oleh Rasulullah, maka engkau
akan menyimpang”.
Berkata Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu: “Sungguh aku sangat khawatir
hujan batu akan menimpa kalian, aku
mengatakan: “Telah berkata Rasulullah”, sedangkan kalian mengatakan: “Telah
berkata Abu Bakar dan Umar”.
Berkata Umar bin Abdul Aziz : “Janganlah engkau berpaling kepada
seseorang, padahal bersamaan dengan itu telah ada sunnah (ajaran) dari
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam”.
Berkata imam Adz-Dzahabi: “Jika engkau melihat ahlul kalam berkata: “Tinggalkan kami dari al-Qur’an
dan hadits-hadits ahad, dan berikan kepada kami akal”, ketahuilah bahwasanya ia
adalah Abu Jahal. Dan jika engkau melihat seorang sufi berkata: “Tinggalkan
kami dari naql dan akal, dan berikan kepada kami perasaan dan kecintaan”,
ketahuilah bahwa Iblis telah menampakkan dalam bentuk manusia atau ia telah
menyatu dengannya. Jika engkau takut kepadanya, menghindarlah. Tapi jika engkau
tidak takut, bantinglah ia dan dekaplah dalam dadamu dan bacakanlah padanya
ayat Kursi dan cekiklah (lehernya)”.
Dari
Yunus bin Yazid dari Az-Zuhri, dia berkata: "Dahulu 'ulama kami
mengatakan:
Berpegang
teguh dengan sunnah adalah keselamatan." (Sunan Ad-Darimi I/44).
Dari Hisyam bin 'Urwah, dari bapaknya dia berkata: "Perhatikan sunnah, perhatikan sunnah, karena sesungguhnya sunnah itu adalah tonggak agama." (Al-Marwazi dalam As-Sunnah hal. 29). Wallaahu a'lamu bishshawaab.
Dari Hisyam bin 'Urwah, dari bapaknya dia berkata: "Perhatikan sunnah, perhatikan sunnah, karena sesungguhnya sunnah itu adalah tonggak agama." (Al-Marwazi dalam As-Sunnah hal. 29). Wallaahu a'lamu bishshawaab.
Imam
Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit rahimahullah melalui muridnya telah meriwayatkan berbagai macam
perkataan dan pernyataan beliau yang seluruhnya mengandung satu tujuan, yaitu
kewajiban berpegang pada Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
meninggalkan sikap membeo (taklid) pendapat-pendapat para imam bila
bertentangan dengan Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Diantara
ucapan
beliau adalah : “Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku".
Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan
kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya" Pada riwayat lain dikatakan bahwa beliau
mengatakan : "Orang yang tidak mengetahui dalilku, haram baginya
menggunakan pendapatku untuk
memberikan
fatwa". Pada riwayat lain ditambahkan :
"Kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian
tetapi besok kami mencabutnya". Pada riwayat lain lagi dikatakan :
"Wahai Ya'qub (Abu Yusuf), celakalah kamu ! Janganlah kamu tulis semua
yang kamu dengar dariku. Hari ini saya berpendapat demikian, tapi hari esok
saya meninggalkannya. Besok saya berpendapat demikian, tapi hari berikutnya
saya meninggalkannya".
Imam
Malik bin Anas rahimahullah mengatakan
" Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan
Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tinggalkanlah
pendapatku itu".
"Saya
hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu,
telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah ; dan
bila tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah".
"Siapa
pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam sendiri".
Imam
Syafi'i rahimahullah dalam masalah ini lebih banyak dan lebih bagus dalam
meriwayatkan tentang pentingnya mengikuti apa yang disampaikan Rasullulah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau berpesan antara lain :.
"Setiap
orang harus bermadzhab kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan
mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan
itu berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi ternyata
berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang
menjadi pendapatku"
"Seluruh kaum muslim telah sepakat bahwa
orang yang secara jelas telah mengetahui suatu hadits dari Rasulullah tidak
halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang"
"Bila
kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan Hadits Rasulullah,
peganglah Hadits Rasulullah itu dan tinggalkan pendapatku itu"
"Bila
suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menurut kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku
akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati"
"Bila
kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi Hadits
Nabi yang shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku tidak
berguna"
"Setiap
perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, Hadits Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid
kepadaku"
Sebagai tambahan perkataan Imam Syafi’i
:”Apabila kalian menemui sunnah Rasullulah Saw, maka ikutilah jangan hiraukan
pendapat siapa pun (kitab alhilyah)”
Imam
Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata tentang pentingnya mengikuti sunnah :
"Janganlah
engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafi'i, Auza'i dan Tsauri, tetapi
ambillah dari sumber mereka mengambil.
riwayat lain disebutkan :
Janganlah
kamu taqlid kepada siapapun mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang
kamu ambil. Adapun tentang tabi'in,
setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima)"
Dikesempatan
lain dia berkata : "Yang dinamakan ittiba' yaitu mengikuti apa yang datang
dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang
datang dari para tabi'in boleh dipilih".
"Barangsiapa
yang menolak Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berada di
jurang kehancuran"
Syaikh
Albani rahimahullah memberikan penjelasan diatas, pernyataan para imam dalam
menyuruh orang untuk berpegang teguh pada Hadits dan melarang mengikuti mereka
tanpa sikap kritis.
Pernyataan
mereka itu sudah jelas tidak bisa dibantah dan diputarbalikkan lagi. Mereka
mewajibkan berpegang pada semua hadits yang shahih sekalipun bertentangan
dengan sebagian pendapat mereka tersebut dan sikap semacam itu tidak dikatakan
menyalahi madzhab mereka dan keluar dari metode mereka, bahkan sikap itulah
yang disebut mengikuti mereka dan berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan
putus. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya bila seseorang meninggalkan
Hadits-hadits yang
shahih
karena dipandang menyalahi pendapat mereka.
Bahkan orang yang berbuat demikian telah durhaka kepada mereka dan
menyalahi pendapat-pendapat mereka yang telah dikemukakan di atas.
Pelajaran
besar bagi mereka yang meninggalkan sunnah
Sebuah
pelajaran besar bagi seluruh umat islam yang mengaku mencintai Rasulullah
Shallaullahu A’laihi wasallam namun tidak mengikuti sunnah-sunnah beliau
Shallaullahu A’laihi wasallam lihatlah riwayat-riwayat berikut bagai mana
hewan, pepohonan dan alam semesta ini bisa tunduk kepada Nabi kita Shallaullahu
A’laihi wasallam padahal mereka tidak di berikan akal pikiran sebagaimana
manusia, namun manusia yang di karuniakan oleh Allah akal dan pikiran yang
sehat masih saja ada yang tidak mau mengikuti sunnah beliau bahkan ada yang
sampai mencelannya oleh karena nya pantaslah Allah firmankan kadang di antara
manusia ada yang seperti binatang bahkan lebih rendah dari pada mereka
perhatikan riwayat riwayat berikut:
Ketundukan seekor unta kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
Di sebutkan dalam
musnad Imam Ahmad dan Abu dawud dalam sunannya dari sahabat Abdullah ibnu
Ja’far bin Abi Tholib adalah Nabi Shallaullahu A’laihi
wasallam membonceng aku di belakang kendaraannya
dn lalulah kami kesalah satu rumah dari rumah-rumah orang anshar maka tiba-tiba
kami di kejutkan dengan kemuncuan seekor unta, ketika unta itu melihat Nabi Shallaullahu
A’laihi wasallam ia mendekati beliau, lalu untu
tersebut berbicara, “Ya Rasulullah, sesungguhnya si fulan (pemilik unta
tersebut) telah memanfaatkan tenagaku dari semenjak muda hinga usiaku telah tua
tanpa memperhatikan kesejahtraan kepada ku. Aku berlindung kepadamu dari si
fulan bin fulan.” Mendengar pengaduan sang unta, Rasulullah Shallaullahu
A’laihi wasallam memanggil sang pemilik unta dan
mengatakan kepadanya: tidaklah engkau bertakwa kepada Allah yang telah
menguasakan unta ini untuk mu sungguh ia datang kepada ku mengadu akan
perlakuanmu padanya. Dalam riwayat yang lain sebagai mana yang di keluarkan
Al-Hakim dan Imam Baihaqi: maka Nabi Shallaullahu
A’laihi wasallam
hendak membeli unta tersebut dari pemiliknya. Tetapi Orang itu malah
memberikan unta tersebut kepada beliau..Unta itu pun dibebaskan oleh Nabi kami
Muhammad Shallaullahu A’laihi wasallam.
Ketundukan awan kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
Diriwayatkan
oleh Anas: Pernah lama Madinah tidak turun hujan, sehingga terjadilah
kekeringan yang bersangatan. Pada suatu hari Jumat ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. sedang berkotbah Jumat, lalu
berdirilah seorang Badui dan berkata: “Ya Rasulullah, telah rusak harta benda
dan lapar segenap keluarga, doakanlah kepada Allah agar diturunkan hujan atas
kita.
Berkata
Anas: Mendengar permintaan badui tersebut, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. mengangkat kedua tangannya kelangit
(berdo’a). Sedang langit ketika itu bersih, tidak ada awan sedikitpun.
Tiba-tiba berdatanganlah awan tebal sebesar-besar gunung. Sebelum Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. turun dari mimbarnya, hujan turun
dengan selebat-lebatnya, sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. sendiri kehujanan, air mengalir melalui jenggot
Beliau. Hujan tidak berhenti sampai Jumat yang berikutnya, sehingga kota
Madinah mengalami banjir besar, rumah-rumah sama terbenam.
Maka
datang Orang Badui berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam., Ya Rasulullah, sudah tenggelam rumah-rumah, karam segala
harta benda. Berdo’alah kepada Allah agar hujan diberhentikan diatas kota
Madinah ini, agar hujan dialihkan ketempat yang lain yang masih kering.
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. kemudian menengadahkan kedua
tangannya ke langit berdo’a: Allahuma Hawaaliinaa Wa laa Alainaa (Artinya: Ya
Allah turunkanlah hujan ditempat-tempat yang ada disekitar kami, jangan atas
kami).
Berkata
Anas: Diwaktu berdo’a itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam.menunjuk dengan telunjuk beliau
kepada awan-awan yang dilangit itu, seakan-akan Beliau mengisyaratkan
daerah-daerah mana yang harus didatangi. Baru saja Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. menunjuk begitu berhentilah hujan
diatas kota Madinah. (Sahih Bukhari, juz 8 no 115).
Ketundukan seekor kijang kepada Nabi
Shallaullahu A’laihi wasallam
Diriwayatkan
oleh Abu Na’im di dalam kitab ‘Al-Hilyah’ bahwa seorang lelaki lewat di sisi
Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam.. dengan membawa seekor kijang yang
ditangkapnya, lalu Allah Taala (Yang berkuasa menjadikan semua benda-benda
berkata-kata) telah menjadikan kijang itu berbicara kepada Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam. : “Wahai Pesuruh Allah,
sesungguhnya aku mempunyai beberapa ekor anak yang masih menyusu, dan sekarang
aku sudah ditangkap sedangkan mereka sedang kelaparan, oleh itu haraplah
perintahkan orang ini melepaskan aku supaya aku dapat menyusukan anak-anakku
itu dan sesudah itu aku akan kembali ke mari.” Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. . “Bagaimana kalau engkau tidak
kembali kesini lagi?” Jawab kijang itu: “Kalau aku tidak kembali ke mari, nanti
Allah Ta’ala akan melaknatku sebagaimana Ia melaknat orang yang tidak
mengucapkan shslawat bagi engkau apabila disebut nama engkau disisinya.
“Lalu
Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam.. pun bersabda kepada orang itu :
“Lepaskan kijang itu buat sementara waktu dan aku jadi penjaminnya. “Kijang itu
pun dilepaskan dan kemudian ia kembali ke situ lagi. Maka turunlah malaikat
Jibril dan berkata: “Wahai Muhammad, Allah Ta’ala mengucapkan salam kepada
engkau dan Ia (Allah Ta’ala) berfirman: “Demi KemuliaanKu dan KehormatanKu,
sesungguhnya Aku lebih kasihkan umat Muhammad dari kijang itu kasihkan
anak-anaknya dan Aku akan kembalikan mereka kepada engkau sebagaimana kijang
itu kembali kepada engkau.”
Ketundukan pohon kurma kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
Ratapan
batang pohon kurma kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.. dan tangisannya dengan suara keras yang bisa didengar
seluruh orang yang berada di masjid beliau. Itu terjadi setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam.. meninggalkannya. Sebelumnya
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam.. berkhutbah di atas batang tersebut
sebagai mimbar beliau. Ketika beliau telah dibuatkan mimbar, dan tidak naik
lagi ke atas batang kurma tersebut, batang tersebut meratap menangis dan rindu
kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Suara tangisnya seperti tangis
unta yang hamil sepuluh bulan. Batang pohon kurma tersebut tidak berhenti
menangis hingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.. datang padanya, dan meletakkan tangannya yang mulia di
atasnya. Ia pun berhenti menangis.
Dikisahkan
oleh Jabir bin Abdullah, “Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam sering berdiri dekat sebuah pohon palem kurma. Ketika
sebuah tempat duduk disediakan baginya, kami mendengar pohon itu menangis
bagaikan unta betina hamil sampai Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam jongkok dan memeluk pohon itu. Hadits shahih riwayat Imam
Bukhari vo.II no.41.
Dikisahkan
oleh Ibnu Umar, “Nabi Shallaullahu
A’laihi wasallam
sering berkutbah sambil berdiri dekat batang pohon kurma. Ketika dia
dibuatkan tempat duduk, dia lebih memilih duduk. Pohon kurma itu mulai menangis
dan Nabi Shallaullahu
A’laihi wasallam menghampirinya, mengelusnya dengan
tangannya (agar pohon itu berhenti menangis).Hadits shahih riwayat Imam Bukhari
vo.IV no.783.
Ketundukan pepohonan kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
Kisahnya,
orang Arab dusun mendekat kepada beliau, kemudian beliau bersabda kepada orang
Arab Dusun tersebut, “Hai orang Arab dusun, engkau akan pergi ke mana?” Orang
Arab dusun tersebut menjawab, “Pulang ke rumah.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam.. bersabda, “Apakah engkai ingin
kebaikan?” Orang Arab dusun tersebut berkata, “Kebaikan apa?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam.. bersabda, “Engkau bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah dan Rasul-Nya.” Orang Arab dusun tersebut berkata,
“Siapa yang menjadi saksi atas apa yang engkau katakan?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. bersabda, “Pohon ini.” Beliau
bersabda begitu sambil menunjuk ke arah salah satu pohon di tepi lembah.
Kemudian pohon tersebut berjalan hingga berdiri di depan beliau. Beliau meminta
pohon tersebut bersaksi hingga tiga kali, dan pohon tersebut pun bersaksi
seperti sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Ketundukan bulan kepada Nabi Shallaullahu A’laihi wasallam
“Telah hampir saat (qiamat) dan telah terbelah
bulan.” (Quran, 54:1). Berita tentang terbelahnya bulan pada jaman Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam. banyak diriwayatkan oleh para
Shahabat, sehingga hadis tentang terbelahnya bulan adalah hadis Muthawatir.
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Masud: “Pada masa hidup Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam i , bulan terbelah dua dan melihat
ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Saksikanlah!” (Sahih Bukhari, juz 4 no 830).
Diriwayatkan oleh Anas: “Ketika orang-orang Mekah meminta Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. untuk menunjukkan mukjizat, maka
Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. menunjukkan bulan yang terbelah.”
(Sahih Bukhari, juz 4 no 831). Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: “Bulan terbelah
menjadi dua pada masa hidup Nabi saw.” (Sahih Bukhari, juz 4 no 832).
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik: “Orang-orang Mekah meminta Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menunjukkan sebuah mukjizat. Maka Beliau menunjukkan
bulan yang terbelah menjadi dua bagian, sehingga gunung Hira’ itu dapat mereka
lihat diantara dua belahannya.” (Sahih Bukhari, juz 5 no 208).
Diriwayatkan
oleh ‘Abdullah: “Diwaktu kami bersama-sama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. di Mina, maka terbelah bulan, lalu sebelahnya berlindung
dibelakang gunung, maka sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.: “Saksikanlah! ” Saksikanlah! ” (Sahih Bukhari, juz 5 no
209). Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas: “Pada masa hidup Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam. bulan terbelah menjadi dua.” (Sahih
Bukhari, juz 5 no 210). Diriwayatkan oleh ‘Abdullah: “Bulan terbelah menjadi
dua.” (Sahih Bukhari, juz 5 no 211).
Keutamaan Menghidupkan Sunnah
1. Jaminan sorga bagi yang mengikuti
sunnahnya
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda
(dalam sebuah hadist qudsi): “ Allah berfirman: “Aku telah mempersiapkan bagi para hambaku yang
shalih, apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga,dan
tidak terlintas dalam hati manusia.” Apabila kalian kehendaki maka bacalah:
“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang dirahasiakan bagi mereka, yang
indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. Assajdah: 17), Di Surga terdapat pohon yang mana
seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun tidak
mampu menyeberanginya.
Apabila kalian menghendaki maka bacalah: “Dan naungan yang terbentang
luas” (QS. Alwaqi’ah: 30), Dan tempat cemeti di Surga lebih baik daripada dunia dan seisinya.
Apabila kalian menghendaki maka bacalah: “Barangsiapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan.” (QS.Ali’Imran: 185), Abu Isa berkata: hadits ini adalah hadits hasan shahih. (HR. Tirmidzi:
3214).
Dari
Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda: “Setiap umatku akan masuk surge kecuali bagi yang enggan,” Para sahabat
bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas siapakah yang enggan itu?” Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. menjawab: “Siapa yang taat
mengikuti sunnahku akan
masuk surga dan siapa yang membangkang (jauh dari sunnahku) berarti
itulah yang enggan masuk surga.” (Shahih Bukhari: 6737).
2. Dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Katakanlah, jika kalian benar-benar mencintai
Allah maka ikutilah aku. niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa
kalian dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang. (Ali Imran: 31)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya
untuk menyampaikan bahwa bukti kecintaan seorang hamba kepada Allah adalah
mengikuti sunnah nabawi, dan menyampaikan bahwa keutamaan mengikuti sunnah
nabawi adalah di cintai Allah dan di ampuni dosa-dosanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda dalam hadits qudsi:
Sesungguhnya Allah berfirman: Barangsiapa
memusuhi wali-Ku maka akan aku umumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah
hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan
sesuatu yang lebih Aku cintai dari
apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan tetap hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku
dengan yang sunat-sunat hingga Aku mencintainya. ……(HR. Bukhari)
Hadits ini merupakan dalil bahwa
perkara-perkara sunnat merupakan penyebab kecintaan Allah kepada hamba-Nya.
Kalau Allah sudah cinta, maka Dia akan memberikan taufiq kepadanya dalam
menggunakan anggota badannya sesuai dengan
apa yang Allah kehendaki serta pasti
Dia akan mengabulkan doanya dan melindunginya.
3. Memegang
sunnah merupakan keselamatan
Berkata Ibnu Abbas radliallahu 'anhu:
Tidaklah muncul pada manusia satu
tahun kecuali mereka mengada-adakan bid'ah dan mematikan padanya satu sunnah
hingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah. (Riwayat Ibnu Wadhah dalam Al-Bida'
wan Nahi 'Anha, lihat Dlaruratul Ihtimam, hal. 52).
Abu Muhammad Abdullah bin Munazzil rahimahullah:
Tidaklah seseorang melalaikan
kewajiban-kewajiban, kecuali pasti dia terfitnah dengan melalaikan
sunnah-sunnah. Dan tidaklah dia melalaikan sunnah-sunnah kecuali mesti sebentar
lagi dia akan terfitnah dengan bid'ah-bid'ah.
Dan lain-lain dari ucapan para ulama yang
menjelaskan bahwa jika kita meninggalkan sunnah, maka akan terancam dengan
bahaya bid'ah. Sebaliknya berpengang dengan sunnah merupakan keselamatan.
Oleh karena itu berkata para salafus
shalih sebagaimana dinukil oleh Imam Asy-Syathibi dalam Al-I'tisham: Berpegang
dengan sunnah adalah keselamatan.
Ucapan mereka ini sesuai dengan hadits
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menjelaskan ketika terjadi fitnah
perpecahan:
Sesungguhnya barangsiapa yang hidup di antara
kalian nanti, akan melihat perselisihan yang banyak. Maka atas kalian untuk
berpengang dengan sunnahku..."
(HR. Ashabus Sunan kecuali Nasa`i,
berkata Tirmidzi: Hadits ini hasan shahih, dan berkata Imam Hakim: hadits ini
shahih dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Demikian dalam Dlaruratul Ihtimam, hal.
37)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa keselamatan di kala perpecahan adalah
dengan berpegang kepada sunnah.
4. Mendapatkan pahala sunnah dan pahala orang yang
mengikutinya.
Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam:
Barangsiapa menjalankan satu sunnah
yang baik dalam Islam, maka baginya pahala dan pahala orang yang beramal
dengannya setelahnya (mengikutinya) tanpa mengurangi dosa mereka
sedikitpun..." (HR. Muslim 2/704).
5. Mendapat pahala di atas para mujahidin
Imam Yahya bin Yahya An-Naisaburi guru
Al-Buhkari dan Muslim rahimahumullahberkata:
‘ Membela As-Sunnah lebih baik dari pada jihad (di medan perang).
Dan Abu Ubaid Al-Qosim bin Sullam
Rahimahullah berkata : ‘ Orang yang mengikuti Sunnah laksana orang yang
menggenggam bara api. Saat ini menurutku, ia lebih baik daripada mengayunkan
pedang di jalan Allah.
6.
Akan mendapat hidayah dari Allah ta’ala
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberitakan di dalam Alquran,
bahwa barang siapa menaati Rasul-Nya akan memperoleh hidayah-Nya. Sebagaimana
dalam firman-Nya,
وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika
kalian menaatinya, niscaya kalian akan mendapat hidayah/ petunjuk.”
(An-Nur: 54).
7. Begitupula Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan, bahwa taat kepada Rasul
adalah sebab yang akan mengantarkan kita untuk mendapatkan rahmat-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya,
وَأَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan taatilah
Allah dan Rasul, supaya kalian diberi rahmat.” (Ali ‘Imran: 132).
Akibat
Menyelisihi Sunnah
Allah
mengancam dengan keras orang-orang yang berani membantah ajaran Nabi-Nya. Tidak
saja diancam dengan adzab akhirat, namun banyak yang disegerakan hukumannya di
dunia.
Salah
seorang murid Imam Ahmad bernama Abu Thalib mengatakan: “Saya mendengar Imam
Ahmad ditanya tentang sebuah kaum yang meninggalkan hadits dan cenderung kepada
pendapat Sufyan (salah seorang ulama kala itu).” Maka Imam Ahmad berkata: “Saya
meresa heran terhadap sebuah kaum yang tahu hadits dan tahu sanad hadits serta
keshahihannya lalu meninggalkannya, lantas pergi kepada pendapat Sufyan dan
yang lainnya padahal Allah berfirman: “Maka hendaklah berhati-hati orang yang
menyelisihi perintah Rasul-Nya untuk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yang
pedih.” (An-Nur: 63). Tahukah kalian apa arti fitnah? Fitnah adalah kufur.
Allah berfirman . “Dan fitnah itu lebih besar daripada pembunuhan.” (Fathul
Majid: 466)
Ayat
yang dibacakan oleh Imam Ahmad tersebut benar-benar merupakan ancaman keras
bagi orang-orang yang menyelisihi Sunnah Nabi. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini
katanya: “Hendaklah takut siapa saja yang menyelisihi syariat Rasul Shallallahu 'alaihi
wa sallam. secara lahir maupun bathin untuk
tertimpa fitnah dalam hatinya baik berupa kekafiran, kemunafikan atau bid’ah
atau tertimpa adzab yang pedih di dunia dengan dihukum mati atau dihukum had
atau dipenjara atau sejenisnya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/319)
Allah
juga berfirman:
“Wahai
orang-orang yang beriman janganlah kalian keraskan suara kalian di atas suara
Nabi dan jangan kalian bersuara keras terhadap Nabi sebagaimana kerasnya suara
sebagian kalian kepada sebagian yang lain supaya tidak gugur amal kalian
sedangkan kalian tidak menyadarinya.” (Al Hujurat: 2)
Ibnul
Qayyim menjelaskan ayat ini katanya: “Allah memperingatkan kaum mukminin dari
gugurnya amal-amal mereka dengan sebab mereka mengeraskan suara kepada Rasul
sebagaimana kerasnya suara mereka kepada sebagian yang lain. Padahal amalan ini
bukan merupakan kemurtadan bahkan sekedar maksiat, akan tetapi ia dapat
menggugurkan amalan dan pelakunya tidak menyadari. Lalu bagaimana dengan yang
mendahulukan ucapan, petunjuk, dan jalan seseorang di atas ucapan, petunjuk dan
jalan Nabi?! Bukankah yang demikian telah menggugurkan amalannya sedang dia
tidak merasa?” (Kitabush Shalah, 65, Al Wabilush Shayyib, 24 dan Ta’dhimus
Sunnah, 22-23).
Dalam
hadits yang lalu Nabi menyebutkan:
“Barangsiapa
yang membenci Sunnahku,dia bukan dari golonganku.” (Shahih, HR Muslim).
Maksud bukan dari golonganku artinya dia termasuk orang kafir jika ia berpaling dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam., tidak meyakini Sunnah itu sesuai dengan nyatanya. Tapi jika ia meninggalkannya karena menggampangkannya maka ia tidak di atas tuntunan Nabi. (Lihat Syarh Shahih Muslim, Al Imam An Nawawi: 9/179 dan Nashihati Linnisa’ hal. 37)
Maksud bukan dari golonganku artinya dia termasuk orang kafir jika ia berpaling dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam., tidak meyakini Sunnah itu sesuai dengan nyatanya. Tapi jika ia meninggalkannya karena menggampangkannya maka ia tidak di atas tuntunan Nabi. (Lihat Syarh Shahih Muslim, Al Imam An Nawawi: 9/179 dan Nashihati Linnisa’ hal. 37)
Ancaman-ancaman
tersebut cukup menakutkan tapi ada yang tak kalah menakutkan yaitu bahwa orang
yang menentang Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. terkadang Allah percepat hukumannya semasa mereka di dunia
sebagaimana diriwayatkan dalam beberapa riwayat, di antaranya:
“Dari
Abdulah bin Abbas, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.bahwa beliau bersabda: ‘Jangan kalian datang kepada istri kalian (dari
safar) di malam hari.’ Kemudian di suatu saat Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam. datang dari safar maka tiba-tiba
dua orang pergi mendatangi istri mereka (di malam hari) maka keduanya mendapati
istri mereka sudah bersama laki-laki lain. (Sunan Ad Darimi, 1/118).
Didapatinya
istri mereka bersama laki-laki lain adalah hukuman bagi mereka dimana mereka
melanggar larangan Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam. untuk mendatangi istri mereka di
malam hari sepulangnya dari safar, kecuali jika sebelumnya mereka sudah
terlebih dahulu memberi tahu bahwa mereka akan datang di malam itu maka yang
demikian diperbolehkan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
(9/240, 242)
Salamah
bin Al Akwa’ berkata: “Bahwa seseorang makan dengan tangan kiri di hadapan
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. maka Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. menegurnya: ‘Makanlah
dengan tangan kananmu.’ Ia menjawab: ‘Saya tidak bisa.’ Maka Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. katakan: ‘Semoga kamu tidak
bisa. Tidaklah menghalangi dia kecuali sombong.’ Akhirnya ia tidak dapat
mengangkat tangannya ke mulutnya.” (Shahih, HR Muslim).
Abdurrahman
bin Harmalah mengisahkan, seseorang datang kepada Said bin Al Musayyib
megucapkan salam perpisahan untuk haji atau umrah, lalu Said mengatakan
kepadanya: “Jangan kamu pergi hingga kamu shalat dulu karena Rasulullah
bersabda: ‘Tidaklah ada yang keluar dari masjid setelah adzan kecuali seorang
munafik, kecuali seorang yang terdorong keluar karena kebutuhannya dan ingin
kembali ke masjid.’ Kemudian orang itu menjawab: “Sesungguhnya teman-temanku
berada di Harrah,” lalu keluarlah dia dari masjid, maka Said terus
terbayang-bayang mengingatnya sampai beliau dikhabari bahwa orang tersebut
jatuh dari kendaraannya dan patah pahanya. (Sunan Ad Darimi 1/119, Ta’dhimus
Sunnah hal. 31, Miftahul Jannah hal.134)
Abu
Abdillah Muhammad bin Ismail At Taimi mengatakan, dirinya membaca pada sebagian
kisah-kisah bahwa sebagian ahlul bid’ah ketika mendengar sabda Nabi:
“Jika
salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka janganlah ia celupkan
tangannya ke bejana sebelum mencucinya terlebih dahulu karena sesungguhnya ia
tidak tahu di mana tangannya barmalam.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim)
Maka ahlul bid’ah tersebut mengatakan dengan nada mengejek: “Saya tahu di mana tanganku bermalam, tanganku bermalam di kasur.” Lalu paginya dia bangun dari tidurnya dalam keadaan tangannya sudah masuk ke dalam duburnya sampai ke lengannya.
At Taimy lalu berkata: “Maka berhati-hatilah seseorang untuk menganggap remeh Sunnah dan sesuatu yang bersifat mengikut perintah agama. Lihatlah bagaimana akibat jeleknya menyampaikan kepadanya.”
Maka ahlul bid’ah tersebut mengatakan dengan nada mengejek: “Saya tahu di mana tanganku bermalam, tanganku bermalam di kasur.” Lalu paginya dia bangun dari tidurnya dalam keadaan tangannya sudah masuk ke dalam duburnya sampai ke lengannya.
At Taimy lalu berkata: “Maka berhati-hatilah seseorang untuk menganggap remeh Sunnah dan sesuatu yang bersifat mengikut perintah agama. Lihatlah bagaimana akibat jeleknya menyampaikan kepadanya.”
Al
Qadhi Abu Tayyib menceritakan kejadian yang ia alami, katanya: “Kami berada di
sebuah majlis kajian di masjid Al Manshur. Datanglah seorang pemuda dari daerah
Khurasan, ia bertanya tentang masalah musharat lalu dia minta dalilnya sehingga
disebutkan dalilnya dari hadits Abu Hurairah yang menjelaskan masalah itu. Dia
-orang itu bermadzhab Hanafi – mengatakan: ‘Abu Hurairah tidak bisa diterima
haditsnya…’ Maka belum sampai ia tuntaskan ucapannya tiba-tiba jatuh seekor
ular besar dari atap masjid sehingga orang-orang loncat karenanya dan pemuda
itu lari darinya. Ular itupun terus mengikutinya. Ada orang mengatakan:
‘Taubatlah engkau! Taubatlah engkau!’ Kemudian dia mengatakan ‘Saya bertaubat.’
Maka pergilah ular itu dan tidak terlihat lagi bekasnya.” Adz Dzahabi berkata
bahwa sanad kisah ini adalah para imam.
Itulah
beberapa kejadian nyata -insya Allah- dan bukan cerita fiktif yang
diada-adakan, tetapi cerita-cerita yang diriwayatkan dengan sanad. Tentu yang
demikian menjadi pelajaran buat kita karena bukan hal yang mustahil kejadian di
atas terjadi di masa kita sebagaimana terjadi di masa dulu manakala ada
seseorang yang menghina Sunnah Nabi. Ancaman ini telah ditetapkan di dalam Al
Qur’an sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya
orang yang mencelamu, dialah yang terputus.” (Al Kautsar: 3)
Yakni terputus dari segala kebaikan (Taisir Al Karimirrahman: 935)
Yakni terputus dari segala kebaikan (Taisir Al Karimirrahman: 935)
Ibnu
Katsir menjelaskan: “yang mencelamu artinya yang membencimu wahai Muhammad, dan
yang membenci apa yang engkau bawa dari petunjuk dan kebenaran serta bukti yang
nyata. Dan yang terang dialah yang akan terputus, yang hina, dan tidak akan
dikenang namanya (dengan baik).
Ibnu
Abbas mengatakan bahwa makna yang mencelamu adalah musuh-musuhmu. Dan ini
mencakup siapa saja yang memiliki sifat itu baik yang disebut atau yang lain.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 4/598)
Jadi
apa yang telah Allah ancamkan sangat mungkin terjadi pada individu atau
kelompok pada masyarakat kita jika Allah tidak memberi rahmat-Nya. Bahkan bagi
seseorang yang mengagungkan Sunnah-Sunnah Nabi lalu ia perhatikan perilaku
manusia dalam mensikapinya dengan sikap negatif, dia akan mendapatkan kebenaran
firman Allah ? di atas di mana ia akan melihat tidak sedikit dari orang-orang
yang tertimpa musibah lantaran menghina Sunnah Nabi.
Daftar isi:
1. keterasingan sunnah ……………………………………………………………………………………………………….
1
2. macam-macam keterasingan ………………………………………..…………………………………………………………….. 2
3. sebab sebab sunnah di asingkan …………………………………….…………………………………………………………………
3
4. hari-hari yang penuh kesabaran
………………………………………………………………………………………………………. 4
5. ni’mat sunnah ………………………………………………………………………………………………………..
7
6. gigitlah sunnah dengan gerhammu
……………………………………………………………………………………………………….. 8
7. pelajaran besar
……………………………………………………….……………………………………………… 11
8. keutamaan menghidupkan sunnah …………………………………..……………………….………………………………………….
14
9. akibat menyelisihi sunnah
…………….………………………………………………..………………………………………..
16
selesai di susun
batam tanggal 23-12-2011
Abu Humairoh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar