Senin, 22 April 2013

Terpesona dengan akhlak Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam bagian ke.2



Terpesona dengan akhlak Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
bagian ke.2

MUQODDIMAH
إنّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله
{يا أيّها الذين آمنوا اتقوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إلاَّ وأَنتُم مُسْلِمُونَ}
{يا أيّها الناسُ اتّقُوا ربَّكمُ الَّذي خَلَقَكُم مِن نَفْسٍ واحِدَةٍ وخَلَقَ مِنْها زَوْجَها وبَثَّ مِنْهُما رِجالاً كَثِيراً وَنِساءً واتَّقُوا اللهََ الَّذِي تَسَائَلُونَ بِهِ والأَرْحامَ إِنَّ اللهَ كان عَلَيْكُمْ رَقِيباً }
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمالَكمْ ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً}
أما بعد،فإن أصدق الحديث كلام الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكلّ محدثة بدعة ، وكل بدعة ضلالة ، وكل ضلالة في النار .

Sejarah telah mencatat banyak sekali para pejuang sunnah yang di catat oleh tinta emas, bagaimana mereka memperjuangkan dan mengorbankan hidupnya untuk meraih kecintaan kepada kekasihnya Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam, di antara kisah kisah mereka yang tercatat dalam sejarah adalah.
ü  Kerinduan dan kecinta'an Umar bin Khoththob radhiyallahu'anhu, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sosok Umar bin Khoththob radhiyallahu'anhu adalah manusia yang paling mencintai  Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam, perhatikan riwayat berikut, Umar bin Al Khaththab radhiyallahu'anhu pernah berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآنَ يَا عُمَر ُ رواه البخاري
"Kami bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau dalam keadaan memegang tangan Umar bin Al Khaththab, lalu Umar berkata kepada beliau: "Wahai, Rasululah! Sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku," lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwaku di tanganNya, sampai aku lebih kamu cintai dari dirimu sendiri". Lalu Umarpun berkata: "Sekarang, demi Allah, sungguh engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri," lalu Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      bersabda: "Sekarang, wahai Umar!" (HR al Bukhari, kitab al Aimaan an an Nudzur, Bab Kaifa Kaanat Yamiin an Nabi, no. 6632.)
Kisah menangisnya Umar bin khotoob radhiyallahu'anhu,
Suatu ketika Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam  bersumpah akan berpisah dengan isteri-isterinya selama satu bulan, sebagai peringatan bagi mereka kerana kurang biasa mengikuti kehidupan beliau yang zuhud. Selama sebulan beliau tinggal seorang diri dalam sebuah kamar sederhana yang letaknya agak tinggi.
Terdengar kabar di kalangan para sahabat bahwa Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam telah menceraikan semua isterinya.
Ketika Umar bin Khaththab mendengar kabar ini, segera ia berlari ke masjid. Setiba di sana, ia melihat para sahabat sedang duduk termenung, mereka bersedih dan menangis. Juga kaum wanita, mereka menangis di rumah-rumah mereka.
Kemudian Umar pergi menemui putrinya, Hafshah, yang telah dinikahi oleh Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam  Umar pun mendapati Hafshah sedang menangis di kamarnya. Dia kemudian bertanya kepada Hafshah, “Mengapa engkau menangis? Bukankah selama ini aku telah melarangmu agar tidak melakukan sesuatu yang dapat menyinggung perasaan Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam ?” Hafshah tak menjawab apa-apa, dia terus menangis.
Umar lalu kembali ke masjid, terlihat olehnya beberapa orang sahabat sedang menangis di mimbar. Kemudian dia duduk bersama para sahabat, lalu berjalan ke arah kamar Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam , yang terletak di tingkat atas masjid. Umar mendapati Rabah, sahabat yang selalu mengikuti Rasulullah, dan dia meminta kepada Rabah agar memohonkan izin kepada Rasulullah untuk menemuinya.
Rabah menghadap Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam , kemudian kembali dan memberitahukan bahwa dia telah menyampaikan permohonan izin Umar, namun Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam  hanya diam. Permintaan untuk menjumpai Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam  diulang beberapa kali, hingga ketiga kalinya barulah Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam  mengizinkan Umar untuk naik menghadapnya.
Ketika masuk, Umar melihat Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam  tengah berbaring di atas sehelai tikar yang terbuat dari pelepah daun kurma, sehingga pada badan Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam yang putih bersih itu terlihat jelas bekas-bekas guratan daun kurma. Di tempat kepala beliau ada sebuah bantal yang terbuat dari kulit binatang yang dipenuhi daun dan kulit pohon kurma.
Selepas mengucapkan salam kepada beliau, Umar kemudian bertanya,” Apakah anda telah menceraikan isteri-isteri anda, ya Rasulullah?” Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam  menjawab, ‘Tidak.”
Umar sedikit lega, lalu dia mengatakan,”Ya Rasulullah, kita adalah kaum Quraisy yang selamanya telah menguasai wanita-wanita kita. Tetapi setelah kita hijrah ke Madinah, keadaannya sungguh berbeza dengan orang-orang Ansar. Mereka telah dikuasai wanita-wanita mereka sehingga wanita-wanita kita terpengaruh dengan kebiasaan kaum Ansar.” Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam  tersenyum mendengar perkataan Umar.
Umar pun Menangis, lalu memperhatikan keadaan kamar Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam . Terlihat tiga lembar kulit binatang yang telah disamak dan sedikit gandum di sudut kamar itu, selain itu tidak terdapat apa pun. Umar menangis sesenggukan melihat keadaan Nabi yang seperti itu.
Tiba-tiba Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam  bertanya kepada Umar, “Mengapa engkau menangis, wahai Umar?”
“Bagaimana saya tidak menangis, ya Rasulullah. Saya sedih melihat bekas tanda tikar di badan Tuan yang mulia dan saya prihatin melihat keadaan kamar ini. Semoga Allah ta'ala mengkaruniakan kepada tuan bekal yang lebih banyak.
Orang-orang Parsi dan Romawi yang tidak beragama dan tidak menyembah Allah, tetapi raja mereka hidup mewah. Mereka hidup dikelilingi taman yang di tengahnya mengalir sungai, sedangkan engkau adalah Rasul Allah, tetapi engkau hidup dalam keadaan sangat miskin,” kata Umar bin Khaththab.
Mendengar jawaban Umar, Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam  bangun dan berkata, “Wahai Umar, sepertinya engkau masih ragu mengenai hal ini. Dengarlah, kenikmatan di alam akhirat tentu akan lebih baik daripada kesenangan hidup dan kemewahan di dunia ini. Jika orang-orang kafir itu dapat hidup mewah di dunia ini, kita pun akan memperoleh segala kenikmatan tersebut di akhirat nanti. Di sana kita akan mendapatkan segala-galanya.”
Kata-kata Nabi “Jika orang-orang kafir itu dapat hidup mewah di dunia ini, kita pun akan memperoleh segala kenikmatan tersebut di akhirat nanti” tentu tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahawa keadaan di akhirat, dalam hal ini di syurga, sama dengan “kenikmatan tersebut”. Kerana, dalam sebuah hadis dikatakan, kenikmatan di syurga itu sungguh luar biasa, belum pernah kita lihat dan kita dengar sebelumnya, bahkan kita bayangkan saja belum.
Mendengar sabda Nabi, Umar merasa menyesal. Lalu dia berkata, “Ya Rasulullah, mohonlah kepada Allah ta'ala untuk saya. Saya telah bersalah dalam hal ini.”Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam  membesarkan hati sahabatnya itu. Umar pun merasa lega. (HR. Al Hakim 4/104, Ahmad 1/33)
Kisah marahnya Umar bin khotoob radhiyallahu'anhu,
Pada suatu ketika Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam melakukan musyawarah dengan para sahabatnya terkait tawanan perang badar. Umar yang berapi-api mengusulkan agar mereka dibunuh saja. Sedang menurut Abu Bakar, karena mereka masih kerabat kaum muslimin, ia mengusulkan agar mereka membayar tebusan untuk mendapat kebebasannya. Rasul pun lebih condong kepada pendapat Abu Bakar, hingga turun wahyu Al-Anfal:67-68 yang intinya membenarkan pendapat Umar.
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana.( al Anfal: 67)
Imam Ahmad, Imam Tirmizi dan Imam Hakim telah meriwayatkan sebuah hadis melalui Abdullah bin Masud r.a. yang telah menceritakan, bahwa ketika perang Badar baru saja usai kemudian para tawanan dihadapkan kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. bersabda, "Bagaimana menurut pendapat kalian tentang para tawanan ini?" dan seterusnya. Di dalam peristiwa ini turunlah firman-Nya membenarkan pendapat Umar r.a., yaitu firman-Nya, "Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan...." (Al-Anfaal 67).
ü  Kecinta'an Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami radhiyallahu'anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Dari Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami radhiyallahu'anhu, beliau berkata:
كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ قُلْتُ هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ 
Aku pernah bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di suatu malam, lalu aku menyiapkan air wudhu’ dan semua keperluan beliau. Seketika beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Mintalah sesuatu!”.
Aku menjawab, “Aku meminta kepadamu agar kelak bisa menemanimu di Jannah (surga)”. Beliau menjawab, “Ada lagi selain itu ?”. “Itu saja cukup Ya Rasulullah”, jawabku. Maka Rasulullah bersabda, “Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud.“  (HR. Muslim).
ü  Kecinta'an seorang arab badui terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
عن أنس رضي الله عنه أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعة فقال متى الساعة  قال وماذا أعددت لها قال لا شيء إلا أني أحب الله ورسوله صلى الله عليه وسلم فقال أنت مع من أحببْتَ
 قال أنس فما فرحنا بشيء فرحنا بقول النبي صلى الله عليه وسلم أنت مع من أحببت قال أنس فأنا أحب النبي صلى الله عليه وسلم وأبا بكر وعمر وأرجو أن أكون معهم بِحُبِّيْ إياهم وإن لم أعمل بمثل أعمالهم
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari kiamat. Ia berkata, “Kapan hari kiamat terjadi?” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?” Ia menjawab, “Tidak ada sama sekali. Hanya saja, sesungguhnya saya mencintai Allah dan Rosul-Nya.” Maka beliau bersabda, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.
Berkata Anas: “Tidaklah kami berbahagia dengan sesuatu seperti halnya kebahagiaan kami dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Anas berkata, “Karena saya mencintai Nabi, Abu Bakar dan Umar. Dan saya berharap saya bersama mereka karena kecintaan saya kepada mereka, meskipun saya tidak beramal seperti amal mereka.” (HR.al-Bukhari kitab al-Jumu’ah bab man intazhara hatta tudfan 5/12 no.3688, Muslim 8/42 kitab Al-Birr wash shilah wal aadaab, bab al-Mar’u ma’a man ahabba 8/42 no.6881)
ü  Kecintaan orang orang anshar terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu'anhu, beliau berkata:
لَمَّا أَعْطَى رَسُولُ اللهِ  مَا أَعْطَى مِنْ تِلْكَ الْعَطَايَا فِي قُرَيْشٍ وَقَبَائِلِ الْعَرَبِ وَلَمْ يَكُنْ فِي الْأَنْصَارِ مِنْهَا شَيْءٌ وَجَدَ هَذَا الْحَيُّ مِنَ الْأَنْصَارِ فِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى كَثُرَتْ فِيهِمُ الْقَالَةُ حَتَّى قَالَ قَائِلُهُمْ: لَقِيَ رَسُولُ اللهِ  قَوْمَهُ. فَدَخَلَ عَلَيْهِ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ هَذَا الْحَيَّ قَدْ وَجَدُوا عَلَيْكَ فِي أَنْفُسِهِمْ لِمَا صَنَعْتَ فِي هَذَا الْفَيْءِ الَّذِي أَصَبْتَ قَسَمْتَ فِي قَوْمِكَ وَأَعْطَيْتَ عَطَايَا عِظَامًا فِي قَبَائِلِ الْعَرَبِ وَلَمْ يَكُنْ فِي هَذَا الْحَيِّ مِنَ الْأَنْصَارِ شَيْءٌ. قَالَ: فَأَيْنَ أَنْتَ مِنْ ذَلِكَ، يَا سَعْدُ؟ قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا أَنَا إِلاَّ امْرُؤٌ مِنْ قَوْمِي وَمَا أَنَا؟ قَالَ: فَاجْمَعْ لِي قَوْمَكَ فِي هَذِهِ الْحَظِيرَةِ. قَالَ: فَخَرَجَ سَعْدٌ فَجَمَعَ النَّاسَ فِي تِلْكَ الْحَظِيرَةِ، قَالَ: فَجَاءَ رِجَالٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ فَتَرَكَهُمْ فَدَخَلُوا وَجَاءَ آخَرُونَ فَرَدَّهُمْ فَلَمَّا اجْتَمَعُوا أَتَاهُ سَعْدٌ فَقَالَ: قَدِ اجْتَمَعَ لَكَ هَذَا الْحَيُّ مِنَ الْأَنْصَارِ. قَالَ: فَأَتَاهُمْ رَسُولُ اللهِ  فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِالَّذِي هُوَ لَهُ أَهْلٌ ثُمَّ قَالَ:
 يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، مَا قَالَةٌ بَلَغَتْنِي عَنْكُمْ وَجِدَةٌ وَجَدْتُمُوهَا فِي أَنْفُسِكُمْ، أَلَمْ آتِكُمْ ضُلاَّلاً فَهَدَاكُمُ اللهُ، وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ اللهُ وَأَعْدَاءً فَأَلَّفَ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ؟ قَالُوا: بَلِ اللهُ وَرَسُولُهُ أَمَنُّ وَأَفْضَلُ. قَالَ: أَلاَ تُجِيبُونَنِي يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ؟ قَالُوا: وَبِمَاذَا نُجِيبُكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ وَلِلهِ وَلِرَسُولِهِ الْمَنُّ وَالْفَضْلُ.
 قَالَ: أَمَا وَاللهِ لَوْ شِئْتُمْ لَقُلْتُمْ فَلَصَدَقْتُمْ وَصُدِّقْتُمْ، أَتَيْتَنَا مُكَذَّبًا فَصَدَّقْنَاكَ وَمَخْذُولاً فَنَصَرْنَاكَ وَطَرِيدًا فَآوَيْنَاكَ وَعَائِلاً فَأَغْنَيْنَاكَ، أَوَجَدْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، فِي لُعَاعَةٍ مِنَ الدُّنْيَا تَأَلَّفْتُ بِهَا قَوْمًا لِيُسْلِمُوا وَوَكَلْتُكُمْ إِلَى إِسْلاَمِكُمْ، أَفَلاَ تَرْضَوْنَ يَا مَعْشَرَ اْلأَنْصَارِ أَنْ يَذْهَبَ النَّاسُ بِالشَّاةِ وَالْبَعِيرِ وَتَرْجِعُونَ بِرَسُولِ اللهِ  فِي رِحَالِكُمْ؟
 فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْلاَ الْهِجْرَةُ لَكُنْتُ امْرَأً مِنَ الْأَنْصَارِ، وَلَوْ سَلَكَ النَّاسُ شِعْبًا وَسَلَكَتِ الْأَنْصَارُ شِعْبًا لَسَلَكْتُ شِعْبَ الْأَنْصَارِ، اللهُمَّ ارْحَمِ الْأَنْصَارَ وَأَبْنَاءَ الْأَنْصَارِ وَأَبْنَاءَ أَبْنَاءِ الْأَنْصَارِ. قَالَ: فَبَكَى الْقَوْمُ حَتَّى أَخْضَلُوا لِحَاهُمْ وَقَالُوا: رَضِينَا بِرَسُولِ اللهِ قِسْمًا وَحَظًّا. ثُمَّ انْصَرَفَ رَسُولُ اللهِ  وَتَفَرَّقْنَا
Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mulai membagi-bagikan ghanimah kepada beberapa tokoh Quraisy dan kabilah ‘Arab; sama sekali tidak ada dari mereka satu pun yang dari Anshar. Hal ini menimbulkan kejengkelan dalam hati orang-orang Anshar hingga berkembanglah pembicaraan di antara mereka, sampai ada yang mengatakan: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah bertemu dengan kaumnya kembali.” Kemudian masuklah Sa’d bin ‘Ubadah radhiyallahu'anhu menemui Rasulullah, dan berkata: “Wahai Rasul Orang-orang Anshar ini merasa tidak enak terhadap anda melihat apa yang anda lakukan dengan harta rampasan yang anda peroleh dan anda bagikan kepada kaummu. Engkau bagikan kepada kabilah ‘Arab dan tidak ada satu pun Anshar yang menerima bagian.” Rasulullah  bertanya: “Engkau sendiri di barisan mana, wahai Sa’d?” Katanya: “Saya hanyalah bagian dari mereka.”Kata Rasulullah : “Kumpulkan kaummu di tembok ini.” Lalu datang beberapa orang Muhajirin tapi beliau biarkan mereka, dan mereka pun masuk. Datang pula yang lain, tapi beliau menolak mereka. Setelah mereka berkumpul, Sa’d pun datang, katanya: “Orang-orang Anshar sudah berkumpul untuk anda.”Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun menemui mereka, lalu beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya dengan pujian yang layak bagi-Nya. Kemudian beliau bersabda:
“Wahai sekalian orang Anshar, apa pembicaraanmu yang sampai kepadaku? Apa perasaan tidak enak yang kalian rasakan dalam hati kalian? Bukankah aku datang kepada kalian dalam keadaan sesat lalu Allah memberi hidayah kepada kamu melalui aku? Bukankah kamu miskin lalu Allah kayakan kamu denganku? Bukankah kamu dahulu bermusuhan lalu Allah satukan hati kamu?” Kata mereka: “Bahkan Allah dan Rasul-Nya lebih banyak memberi kebaikan dan keutamaan.” Rasulullah n menukas: “Mengapa kamu tidak membantahku, wahai kaum Anshar?” “Dengan apa kami membantahmu, wahai Rasulullah? Padahal kepunyaan Allah dan Rasul-Nya semua kebaikan serta keutamaan,” jawab orang-orang Anshar.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Demi Allah, kalau kamu mau, kamu dapat mengatakan dan pasti kamu benar dan dibenarkan: ‘Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami yang membenarkanmu. Engkau datang dalam keadaan terhina, kamilah yang membelamu. Engkau datang dalam keadaan terusir, kamilah yang memberimu tempat. Engkau datang dalam keadaan miskin, kamilah yang mencukupimu. Apakah kalian dapati dalam hati kamu, hai kaum Anshar keinginan terhadap sampah dunia, yang dengan itu aku melunakkan hati suatu kaum agar mereka menerima Islam, dan aku serahkan kamu kepada keislaman kamu. Tidakkah kamu ridha, hai orang-orang Anshar, manusia pergi dengan kambing dan unta mereka, sedangkan kamu pulang ke kampung halamanmu membawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam?
Demi yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari Anshar. Seandainya manusia menempuh satu lembah, dan orang-orang Anshar melewati lembah lain, pastilah aku ikut melewati lembah yang dilalui orang-orang Anshar. Ya Allah, rahmatilah orang-orang Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum Anshar.” Mendengar ini, menangislah orang-orang Anshar hingga membasahi janggut-janggut mereka, sambil berkata: “Kami ridha bagian kami adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ” Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pergi, dan kami pun bubar. (HR. Ahmad) (Fathul Bari 8/49).
ü  Kecintaan Umair bin al Hamam al Anshary radhiyallahu'anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَتَّى سَبَقُوا الْمُشْرِكِينَ إِلَى بَدْرٍ وَجَاءَ الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُقَدِّمَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلَى شَيْءٍ حَتَّى أَكُونَ أَنَا دُونَهُ فَدَنَا الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ يَقُولُ عُمَيْرُ بْنُ الْحُمَامِ الْأَنْصَارِيُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ جَنَّةٌ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ نَعَمْ قَالَ بَخٍ بَخٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَحْمِلُكَ عَلَى قَوْلِكَ بَخٍ بَخٍ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا رَجَاءَةَ أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِهَا قَالَ فَإِنَّكَ مِنْ أَهْلِهَا فَأَخْرَجَ تَمَرَاتٍ مِنْ قَرَنِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ مِنْهُنَّ ثُمَّ قَالَ لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ قَالَ فَرَمَى بِمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ التَّمْرِ ثُمَّ قَاتَلَهُمْ حَتَّى قُتِلَ»
Kemudian nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . berangkat bersama para shahabatnya hingga mendahului kaum musyrikin sampai ke sumur badar. Dan setelah itu kaum musyrikin pun datang. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda: Berdirilah kalian menuju syurga yang luasnya seluas langit dan bumi. Anas bin Malik berkata: Maka berkatalah Umair bin al Hamam al Anshary: Wahai Rasulullah! Benarkah yang kau maksud itu syurga yang luasnya seluas langit dan bumi? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. menjawab: Benar. Umair berkata: Bakh- bakh (ehm-ehm..). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. bertanya kepada Umair: Wahai Umair, apa yang mendorongmu untuk berkata bakh- bakh (ehm-ehm)? Umair berkata tidak ada apa-apa Ya Rasulullah, kecuali aku ingin menjadi penghuninya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda: Sesunguhnya engkau termasuk penghuninya, Wahai Umair! Anas bin Malik berkata: Kemudian Umair bin Al Hamam mengeluarkan beberapa korma dari wadahnya dan ia pun memakannya. Kemudian berkata: Jika aku hidup hingga aku memakan kurma-kurma ini sesungguhnya itu adalah kehidupan yang lama sekali. Anas berkata: Maka Umair pun melemparkan kurma yang dibawanya, kemudian maju untuk memerangi kaum musyrikin hinga terbunuh. (HR. Imam Muslim dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu'anhu)
ü  Kecintaan zaid bin Datsinah radhiyallahu'anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Suatu ketika zaid bin Datsinah radhiyallahu'anhu, bersama lima sahabat lainya diutus Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam menemani sekelompok kecil kabilah untuk mengajarkan Islam ke kabilah yang bertetangga dengan Bani Hudzail tersebut. Waktu itu, negara Islam sudah berdiri. Kejadiannya pasca Perang Uhud. Sayangnya, enam utusan Rasulullah saw. itu dikhianati. Tiga di antaranya syahid. Tiga lagi menjadi tawanan dan dijadikan budak untuk dijual (termasuk Zaid bin Datsinah). Waktu itu, Zaid hendak dibeli oleh Shafwan bin Umayyah, untuk kemudian dibunuh sebagai balasan atas kematian ayahnya, Umayyah bin Khalaf yang tewas di tangan kaum Muslimin saat Perang Badar.
  Zaid ditanya oleh Abu Sufyan: “Hai Zaid, aku telah mengadukanmu kepada Allah. Sekarang, apakah engkau senang Muhammad berada ditangan kami menggantikan tempatmu, lalu engkau memenggal lehernya dan engkau kembali kepada keluargamu?”
 “Demi Allah!” jawab Zaid lantang, “Aku tidak rela Muhammad menempati suatu tempat yang akan dihantam jerat yang menyiksanya, sementara aku duduk-duduk dengan keluargaku.” Abu Sufyan sangat terkesan dengan kata-kata Zaid. Bibirnya menyungingkan senyuman sinis sambil berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang mencintai sahabatnya seperti kecintaan sahabat-sahabat Muhammad.” kata Abu Sufyan geram ditengah kekagumannya. Kemudian, Zaid pun dibunuh. (HR. Bukhori no.3045)

ü  Kecintaan Sofwan bin Qudamah radhiyallahu'anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Sofwan bin Qudamah mengisahkan, “Ketika aku berhijrah ke Madinah dan menemui Nabi, aku katakan kepadanya: “Wahai Rasulullah, ulurkan tanganmu dan baiatlah aku. Kemudian aku katakan lagi padanya: “Ya Rasulullah, aku mencintai­mu. Lalu ia pun bersabda: “Manusia akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya.” (Mazma Azzawa'id 9/364-365)
ü  Kecintaan Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu'anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu'anhu, ia berkata, “Di waktu perang Uhud, ketika umat Islam sudah lari meninggalkan medan pertempuran. Maka pasukan yang bertahan tinggal dua belas orang ditambah dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam termasuk di dalamnya Thalhah bin Ubaidillah. Pasukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini pun kemudian diketahui juga oleh kaum Quraisy dan mereka pun diserang. Menghadapi masalah ini, maka beliau menoleh kepada mereka (kedua belas Shohabat beliau) seraya berkata, ‘Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Tholhah menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya lagi, ‘Siapa lagi selain Tholhah?’ Salah seorang Anshar berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Ya kamu!’ Lalu orang itu maju ke medan laga dan ia pun gugur sebagai syahid. Kemudian beliau menoleh lagi, tiba-tiba kaum musyrik ini hendak melancarkan serangan. Maka Rasulullah bertanya, ‘Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Tholhah menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah!’
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, ‘Siapa lagi selain Tholhah?’ Seorang Anshar menyahut, ‘Saya, ya Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, ‘Ya kamu!’ Maka orang Anshar itu pun berjuang ke medan pertempuran sehingga ia pun gugur sebagai syahid. Dan begitulah seterusnya, sampai akhirnya yang tersisa dari dua belas orang pasukan Muslimin di samping Rasul adalah Tholhah bin Ubaidillah . Maka kala itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya, Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Thalhah menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah!’ Maka Tholhah pun maju ke arena peperangan menggantikan kesebelas syuhada pasukan. Ketika tangannya terkena pukulan dan hantaman musuh, serta jari-jarinya tertebas pedang mereka, Tholhah hanya berkomentar, ‘Ini sekadar gigitan belaka…’ Maka Rasulullah bersabda, ‘Jika kamu mengatakan bismillah, maka malaikat pun akan mengangkatmu dan manusia akan menyaksikan. ‘Kemudian Allah pun mencerai beraikan pasukan musyrikin itu.” (HR. an-Nasa’i)
ü  Kecintaan para sahabat radhiyallahu'anhum aj'main terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
- Dari Anas bin Malik , dia berkata: “Suatu ketika aku memberi minum khamer di rumah Abu Thalhah , dan khamer mereka waktu itu adalah yang paling rendah mutunya. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan seseorang penyeru untuk memberitahukan kepada khalayak, ‘Keluarkanlah kendi itu dan tuangkanlah seluruh isinya!’ Maka kendi itu pun aku keluarkan dan isinya kutuangkan hingga habis di sepanjang  jalan di Madinah.” (HR. al-Bukhori).
- Dari Abdullah bin Amr berkata, “Suatu ketika seorang wanita datang menemui Rasulullah bersama putrinya yang mengenakan sepasang gelang emas di tangannya. Maka Rasulullah bertanya, ‘Apakah kau mengeluarkan zakat atas perhiasan gelang emas itu?’ Wanita itu menjawab, ‘Tidak!’ Nabi pun bersabda, ‘Apakah kamu mau jika kelak pada hari Kiamat kamu mendapatkan gelang dari api lantaran sepasang gelang yang engkau pakai itu?’ Lalu wanita tersebut melepas gelangnya dan menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, seraya berkata, ‘Sepasang gelang ini adalah milik Alloh dan Rasul-Nya’.” (HR. Abu Dawud).
- Diriwayatkan oleh Anas bin Malik , bahwasanya suatu ketika telah datang Nabi seorang Shahabat, lalu ia berkata, “Nabi tidak berkomentar sedikit pun. Lalu orang itu datang untuk kedua kalinya kepada beliau dan ia pun berkata, “Daging himar telah dimakan.” Nabi pun diam, tidak menjawab. Pada kali ketiga, orang itu datang lagi dan berkata, “Himar telah habis (dimasak).” Maka Nabi menyuruh seorang munadi (juru penyeru) agar mengumumkan kepada segenap umat Islam, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah melarang kalian makan daging keledai.” Maka seketika itu pula periuk-periuk yang berisi masakan daging keledai yang sudah matang dituangkan ke tanah. (HR. al-Bukhari).
ü  Kecintaan seorang ibu dan anak  Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Nusaibah binti Ka'ab adalah istri dari Zaid bin Ahsim, ibu dari Hubaib bin Zaid bin Ahsim dan Abdullah bin Zaid bin Ahzim. Ia merupakan salah seorang yang berjanji kepada Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam pada baiat Aqabah dan Baitur Ridwan. Saat itu, ia dan peserta baiat bertekad akan gugur sebagai syahid. Rasulullah kemudian menasihati mereka, “Jangan mengalirkan darah dengan sia-sia.”
Kecintaan Nusaibah kepada Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam tak perlu diragukan lagi. Ini terbukti dalam beberapa perang yang diikutinya seperti perang Uhud, Hudaibiyah, Hunain dan Yamamah.
Ketika perang Uhud meletus dan para prajurit tak lagi mengindahkan ketetapan Rasul Shollallahu’ alaihi wasallam hingga mereka terbirit-birit lari dari pertempuran, Nusaibah malah terjun langsung ke arena peperangan.
Mulanya ia datang membawa air untuk tentara. Namun ia melihat Rasululah Shollallahu’ alaihi wasallam tengah melawan musuh tanpa perisai. Kepada tentara yang lari menjauh karena silau dengan harta rampasan perang Nabi berseru, “Berikanlah perisaimu pada yang ingin berperang!”
Si tentara kemudian melempar perisainya. Tanpa pikir panjang, Nusaibah langsung memungut perisai itu. Dalam sekejap ia sudah berdiri untuk melindungi Rasulullah. Hingga Rasulullah pun bersabda, “Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri pada pertempuran Uhud kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku.” Ya, bak prajurit sungguhan, perempuan rupawan itu berperang dengan pedang dan panah hingga tubuhnya dipenuhi luka.
Bukan hanya dirinya, buah hati Nusaibah, Hubaib bin Zaid bin Ahsim juga menjadi korban kekejaman saat membela Rasulullah. Ia diutus Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam  untuk menyampaikan surat kepada Musailamah Al-Kazab. Namun, pendusta yang mengaku nabi itu malah menyiksa Hubaib.
Alasannya, saat dipaksa untuk mengakui Musailamah sebagai nabi, Hubaib tetap teguh mengatakan bahwa Muhammad Shollallahu’ alaihi wasallam adalah rasul sebenarnya. Musailamah geram dan menyiksanya lebih kejam sampai memotong tubuh Hubaib hingga ia mati syahid.
Mendengar nama Rasulullah tercemar dan anaknya terbunuh, darah Nusaibah mendidih. Ia bernadzar tidak akan mandi sebelum ia bisa membunuh Musailamah.
Maka ketika pecah perang Yamamah, Nusaibah langsung mendaftarkan diri dan berdiri di barisan terdepan bersama Khalid bin Walid dan Abdullah bin Zaid bin Ahsim, putranya yang lain.
Bagai singa kelaparan yang siap menerkam mangsanya, Nusaibah melancarkan serangan bertubi-tubi ke arah lawan sehingga tangannya tertebas pedang lawan.
Saat itu Nusaibah berkata “Tanganku terpotong pada hari peperangan Yamamah, padahal aku sangat ingin membunuh Musailamah. Tidak ada yang dapat melarangku sehingga aku melihat anakku, Abdullah bin Zaid, mengusap pedangnya dengan pakaiannya, lalu aku berkata kepadanya, “Engkaukah yang membunuhnya (Musailamah)?” Ia menjawab “Ya”. Kemudian, Nusaibah pun bersujud syukur kepada Allah ta'ala.
ü  Kecintaan tiga  sahabat radhiyallahu'anhum aj'main terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Salah satu peristiwa heroik yang dicatat sejarah islam bahkan mengubah dunia adalah perang Mu’tah. Peperangan ini terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun ke-8 Hijriah di sebuah daerah bernama Mu‘tah yang terletak di perbatasan Syam. Dalam perang ini, kaum muslimin yang berjumlah 3000 pasukan mampu memukul mundur pasukan romawi yang berjumlah sebanyak 200.000 orang. Juga, perang ini menyisakan keteladanan para pemimpin-pemimpinnya yang gugur dalam tugas. Mereka adalah Zaid bin Haritsa, Ja‘far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah.
Saat perang berkecamuk, ketiga sahabat ini bahu-membahu memukul mundur lawan dan mempertahankan semangat pasukannya untuk tetap membela islam walau jumlahnya sangat tidak berimbang. Saat Zaid bin Haritsa gugur di ujung tombak, bendera perang diambil alih langsung oleh Ja’far bin Abu Thalib sampai menemui Rab-nya dalam keadaan syahid, kemudian Abdullah bin Rowahah mengambil alih panji peperangan hingga mengalami nasib yang sama dengan kedua sahabat sebelumnya. Akhirnya Kholid bin Walid mengambil alih kepemimpinan hingga menghasilkan kemenangan di pihak umat Islam. Tentunya kemenangan yang diraih pasukan islam lewat tangan panglima Kholid bin Walid bukan berarti bahwa Kholid lebih cakap dalam memimpin pasukan, melainkan bahwa kemenangan yang diraih Kholid dan pasukannya merupakan akumulasi dari usaha-usaha perlawanan yang dilakukan oleh ketiga sahabat yang telah menjemput syahid. Tak terkecuali usaha sahabat Abdullah bin Rowahah yang piawai dalam merangkai kata-kata sehingga mampu memantik keberanian prajurit muslim, menggelorakan semangat Jihad disaat pasukan muslim ciut nyalinya menghadapi besarnya jumlah lawan yang tak sebanding dengan jumlah mereka.
Ada satu kisah yang menarik datang dari Abdullah bin Rowahah radhiyallahu anhu , di mana ia pernah menangis tatkala hendak keluar berjihad menuju Mu’tah (melawan pasukan kaum musyrikin). Maka keluarganya pun ikut menangis ketika mereka melihatnya menangis.
Abdullah bin Rowahah radhiyallahu anhu berkata kepada keluarganya: “Demi Allah, aku tidaklah menangis karena takut mati, atau belas kasihan kepada kalian, akan tetapi aku menangis karena teringat firman Allah ta’ala:
(Wa in Minkum illaa Waariduhaa Kaana ‘Alaa Robbika Hatman Maqdhiyyan)
Artinya: “Dan tidak ada seorangpun dari kalian melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (QS. Maryam: 71).
Maka, aku merasa yakin bahwa aku pasti mendatanginya, namun aku tidak tahu, apakah aku akan selamat dari (siksa)nya ataukah tidak?” (Lihat Hilyatu Al-Uliyaa’, karya Abu Nu’aim Al-Ashbahani I/118).
ü  Kecintaan sebatang pohon terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Adalah Rukanah bin ‘Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Muththalib bin “Abdi Manaf adalah orang yang paling kuat tenaganya di kalanagan kaum Quraisy. Pada suatu hari di suatu tempat di Makkah ia berada sendirian dengan dengan Rasullullah saw.
Beliau Shollallahu’ alaihi wasallam  berkata kepadanya, “Hai Rukanah, alangkah baiknya jika engkau takut kepada Allah dan mau menerima ajakanku (memeluk Islam).”
Ia menjawab, “Kalau aku tahu bahwa yang kau katakana benar tentu engkau sudah kuikuti!”
Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam Berkata lagi, “Bagaimana sikapmu jika engkau aku jatuhkan, apakah engkau mau tahu bahwa apa yang kukatakan benar?”
Rukanah menjawab, “Baiklah!”
Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam . Berkata, “Ayo mendekat, engkau akan kurobohkan!”  Rukanah mendekat kemudian Rasulullah saw. Mengunci tubuh Rukanah dan menjatuhkannya di atas tanah dalam keadaan tidak berdaya.
Tetapi Rukanah tidak puas dan mau mencoba sekali lagi. Dia berkata, “Mari kita ulang!” Setelah Rukanah bangun, segera Rasulullah saw. Memitingnya dan merobohkannya lagi.
Dengan heran Rukanah berkata kepada Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam., “Hai Muhammad, sungguh aneh sekali. Bagaimana engkau dapat merobohkannku!”
Beliau menjawab, “Ada yang lebih aneh dari itu. Jika engkau mau menundukkan diri dan takut kepada Allah serta menuruti perintahku, akan kuperlihatkan kepadamu yang jauh lebih aneh daripada itu.
“ Rukanah bertanya, “apakah itu?”
Beliau menjawab, “Pohon yang kau lihat itu akan kupanggil datang mendekatiku.”
“Coba panggil dia!” Kata Rukanah. Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam. Kemudian memanggil pohon itu  yang kemudian bergerak sampai berada di hadapan beliau. Beberapa saat kemudian Rasulullah saw. Memerintahkan pohon itu untuk kembali ke tempat semula. Dan benar, pohon itu segera kembali ke tempat semula.
Rukanah pulang ke tengah kaumnya (kaum Musyrik Quraisy)  lalu berseru, “Hai Bani ‘Abdi Manaf, teman kalian itu (yakni Muhammad Rasulullah saw). Sanggup menyihir semua penghuni bumi ini. Demi Allah, saya tidak pernah melihat ada tukang sihir sehebat dia!” Kemudian Rukanah menceritakan apa yang baru saja dia saksikan dan dia alami. Beberapa lama kemudian dia memeluk agama Islam dan menjadi sahabat Nabi.
ü  Kecintaan seorang badui terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Dari Anas bin Malik r.a, beliau berkata, "Seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lantas dia kencing di salah satu sisi masjid. Lalu para sahabat ketika itu meneriakinya dan berkeinginan untuk mencegahnya, namun Rasulullah saw dengan penuh bijaksana bersabda, ”Jangan kalian putuskan kencingnya!”. Maka tatkala orang tersebut selesai dari kencingnya, Nabi menyuruh agar tempat yang terkena air kencing tersebut disiram dengan seember air, lalu memanggil orang Badui tadi dan bersabda kepadanya, “Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk membuang kotoran di dalamnya, namun ia dipersiapkan untuk shalat, membaca al Qur’an dan dzikrullah.” (Hadits Riwayat al Bukhari-Muslim).
Dalam riwayat Imam Ahmad bin Hambal, orang Badui itu berkata: "Ya Allah sayangilah saya dan Muhammad, dan janganlah engkau sayangi seorangpun".
ü  Kecintaan Tsabit bin Qois radhiyallahu'anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Sahabat Tsabit bin Qois adalah jubir dan  pahlawan perang, juga memiliki jiwa yang selalu ingin kembali menghadap Allah Maha Pencipta, hatinya khusyu' dan tenang tenteram. Ia adalah salah seorang Muslimin yang paling takut dan pemalu kepada Allah ta'ala, Sewaktu turun ayat mulia: "Sesungguhnya Allah tidak suka pada setiap orang yang congkak dan sombong'" (QS. 31 Luqman:18)
Tsabit menutup pintu rumahnya dan duduk menangis.... Lama dia terperanjak begitu saja, sehingga sampai beritanya kepada Rasulullah yang segera memanggilnya dan menanyainya. Maka kata Tsabit: -- "Ya Rasulallah, aku senang kepada pakaian yang indah, dan kasur yang bagus, dan sungguh aku takut dengan ini akan menjadi orang yang congkak dan sombong ... !Nabi bersabda : "Engkau tidaklah termasuk dalam golongan mereka, bahkan engkau hidup dengan kebaikan ....dan mati dengan kebaikan ....dan engkau akan masuk surga !" Dan sewaktu turun firman Allah Ta'ala: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian angkat suara melebihi suara Nabi ... dan jangan kalian berkata kepada Nabi dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebahagian kalian terhadap sebahagian yang lainnya, karena dengan demikian amalan kalian akan gugur, sedang kalian tidak menyadarinya!" (Q.S. Al-Hujurat: 2)
Tsabit menutup pintu rumahnya lagi, lalu menangis. Rasul mencarinya dan menanyakan tentang dirinya, kemudian mengirimkan seseorang untuk memanggilnya. Dan Tsabit pun datang....

Rasulullah menanyainya mengapa tidak kelihatan muncul,  ia pun menjawab: "Sesungguhnya aku ini seorang manusia yang keras suara ... dan sesungguhnya aku pernah meninggikan suaraku dari suaramu wahai Rasulullah . ! Karena itu tentulah amalanku menjadi gugur dan aku termasuk penduduk neraka ... !" Rasulullah pun menjawabnya: "Engkau tidaklah termasuk salah seorang di antara mereka bahkan engkau hidup terpuji . dan nanti akan berperang sampai syahid, dan Allah akan memasukkanmu ke dalam surga. !" (sifatu as sofwah 3/15)
ü  Kerinduan dan kecinta'an pohon korma dan batu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Jabir bin Abdillah-radhiyallahu ‘anhu-berkata:” Adalah dahulu Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam berdiri (berkhutbah) di atas sebatang kurma, maka tatkala diletakkan mimbar baginya, kami mendengar sebuah suara seperti suara unta dari pohon kurma tersebut hingga Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam turun kemudian beliau meletakkan tangannya di atas batang pohon kurma tersebut “. [HR.Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (876)]
Ibnu Umar-radhiyallahu ‘anhu-berkata: “Dulu Nabi-Shallallahu ‘alaihi wa sallam-berkhuthbah pada batang kurma. Tatkala beliau telah membuat mimbar, maka beliau berpindah ke mimbar itu. Batang kurma itu pun merintih. Maka Nabi-Shollallahu ‘alaihi wasallam-mendatanginya sambil mengeluskan tangannya pada batang kurma itu (untuk menenangkannya) “. (HR. Al-Bukhari dalam Shohih-nya 3390, dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya).
Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu'anhu, dia berkata, Rasulullah-Shollallahu ‘alaihi wasallam-bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus, sesungguhnya aku mengetahuinya sekarang”. (HR.Muslim dalam Shohih-nya 1782).
ü  Kecintaan Zainab bintu Jahsy  radhiyallahu'anha terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Zainab bintu Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mur bin Shabirah bin Murrah bin Katsir bin Ghanm bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah al-Asadiyah x. Semula ia bernama Barrah. Ibunya adalah bibi Rasulullah n, Umaimah bintu ‘Abdil Muththalib bin Hasyim. Wanita bangsawan yang dipinang oleh Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam untuk bekas budaknya yang pernah diangkat beliau sebagai anak, Zaid bin Haritsah . Entah bagaimana perasaan Zainab saat itu, seorang wanita bangsawan hendak menikah dengan seorang bekas budak. Serta-merta ia menolak tawaran Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam  kepadanya. Namun Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   tetap bersikukuh. Di tengah perbincangan itu, Allah ta'ala menegur sikap Zainab, “Tidak layak bagi orang-orang yang beriman, laki-laki ataupun perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu perkara, akan ada pilihan lain dari urusan mereka.” Tak ada pilihan lain bagi Zainab selain menerima apa yang diputuskan oleh Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   atas dirinya. Tak boleh tersirat dalam dirinya selain kerelaan dan ketundukan, hingga terucap dari lisannya, “Aku ridha untuk menikah dengannya, wahai Rasulullah.” Dijalaninya hari-hari dalam mahligai rumah tangganya bersama Zaid bin Haritsah . Namun ketidaksesuaian di antara mereka tak dapat tersembunyi. Hingga akhirnya Zaid pun mengadukan segala yang ada antara dia dan Zainab kepada Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam . Sementara itu, telah sampai kepada Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   berita dari langit, suatu ketika nanti Zaid akan menceraikan Zainab dan Zainab akan bersisian dengan beliau sebagai istri. Allah ta'ala menetapkan demikian untuk membatalkan adat pengangkatan anak (maksudnya ala jahiliah, yaitu mengadopsi anak dengan nasab kepada ayah angkat). Namun tatapan adat jahiliah pada masa itu memandang dengan penuh aib pada seseorang yang menikah dengan bekas istri anak angkatnya, hingga Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   pun menyembunyikan semua itu karena khawatir dengan pandangan manusia terhadap diri beliau. Tatkala Zaid datang mengungkapkan apa yang terjadi, Muhammad Shollallahu’ alaihi wasallam   mengatakan, “Bertakwalah kepada Allah dan tahanlah istrimu agar tetap di sisimu!” Namun, siapa yang dapat menghalangi bila Allah ta'ala telah menghendaki sesuatu? Bahkan Allah ta'ala akan melaksanakan apa yang Dia kehendaki. Allah ta'ala turunkan kalam-Nya yang memberikan teguran kepada Rasulullah: “Dan ingatlah ketika engkau berkata kepada orang yang telah Allah limpahkan nikmat kepadanya dan engkau pun telah memberikan nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah’, sementara engkau menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah hendak menyatakannya, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah-lah yang lebih berhak untuk engkau takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya, Kami nikahkan engkau dengannya, agar tidak ada keberatan bagi orang-orang yang beriman untuk menikahi istri-istri anak angkat mereka, apabila anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya terhadap istrinya. Sesungguhnya ketetapan Allah pasti terjadi.” (al-Ahzab: 37) Usai masa ‘iddah Zainab dari Zaid, Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   memerintahkan Zaid bin Haritsah z untuk menyampaikan pinangannya kepada Zainab bintu Jahsy. Bergegaslah Zaid memenuhi perintah Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam  . Tatkala bertemu dengan Zainab, Zaid bin Haritsah mengabarkan berita gembira itu, “Bergembiralah wahai Zainab, sesungguhnya Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   meminang dirimu.” Tak ada yang dilakukan Zainab saat itu kecuali mengagungkan Rabb-nya. Ia pun segera menegakkan shalat di tempat shalatnya. Siapa yang tak berbangga dengan keutamaan seagung itu? Zainab bintu Jahsy x menjalin ikatan pernikahan dengan Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   bukan melalui tangan walinya, namun dengan kalam Rabb alam semesta yang senantiasa akan dibaca oleh segenap manusia. Allah ta'ala menikahkan dirinya dari atas ‘Arsy-Nya tanpa saksi. Tergurat peristiwa besar ini pada bulan Dzulqa’dah tahun kelima setelah hijrah, tatkala Zainab memasuki usia 25 tahun. Zainab bintu Jahsy senantiasa berbangga dengan keutamaan ini di hadapan para istri Rasulullah n yang lainnya. Dia katakan, “Kalian dinikahkan oleh wali-wali kalian, sementara aku dinikahkan oleh Allah  dari atas ‘Arsy-Nya.” Tak henti-henti keutamaan mengalir pada Zainab bintu Jahsy . Di awal langkahnya meniti kehidupan di sisi Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   turun ayat yang memerintahkan tentang hijab. Kala itu, Rasulullah n mengundang para sahabat untuk menghadiri walimah pernikahannya dengan Zainab. Mereka pun hadir menikmati apa yang terhidang, kemudian beranjak pulang. Tinggallah beberapa orang terus duduk di sisi Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   dalam waktu lama, hingga beliau pun berdiri, kemudian keluar. Ketika itu, Anas bin Malik , pembantu Rasulullah n, turut bangkit bersama beliau agar orang-orang yang masih tinggal itu ikut keluar. Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   terus berjalan diiringi Anas bin Malik  hingga berhenti di ambang pintu kamar ‘Aisyah . Saat itu Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   mengira, mereka semua telah keluar, sehingga beliau pun kembali bersama Anas . Namun ketika beliau hendak masuk menemui Zainab, ternyata mereka masih terus duduk-duduk. Beliau pun keluar kembali hingga tiba di depan ambang pintu kamar ‘Aisyah. Ketika beliau mengira bahwa mereka telah bubar, beliau kembali lagi, disertai Anas bin Malik . Ternyata orang-orang itu telah keluar. Peristiwa ini diiringi dengan turunnya teguran dari Allah ta'ala: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi, kecuali bila kalian telah diizinkan untuk makan, tanpa menunggu-nunggu waktu masak makanannya. Akan tetapi, apabila kalian diundang, maka masuklah, dan apabila kalian telah selesai makan, segera keluarlah tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu mengganggu Nabi, dan Nabi merasa malu kepada kalian, sementara Allah tidak malu menerangkan yang benar. Apabila kalian meminta suatu keperluan kepada istri-istri Nabi, maka mintalah dari balik tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kalian menyakiti Rasulullah dan tidak boleh pula menikahi istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu teramat besar dosanya di sisi Allah.” (al-Ahzab: 53) Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   pun masuk menemui Zainab dan membentangkan tabir yang menutupi beliau dari Anas bin Malik. Saat Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   bertemu dengannya itulah beliau mengganti namanya yang semula Barrah menjadi Zainab. Wanita bangsawan yang bertabur dengan kemuliaan. Salah satu wanita yang paling baik agamanya, paling takwa kepada Rabb-nya, paling benar ucapannya, paling gemar menyambung tali kasih sayang, dan paling banyak sedekahnya. Wanita yang selamat lisannya saat tersebar berita dusta tentang ‘Aisyah . Wanita yang biasa berbuat sesuatu dengan kedua tangannya, kemudian bersedekah dengan hasil buah tangannya untuk mendekatkan dirinya kepada Rabb-nya. Wanita yang sangat berhati-hati terhadap gemerlapnya dunia. Wanita yang senantiasa menundukkan diri kepada Rabb-nya. Wanita yang banyak puasa dan shalat malam. Wanita yang digelari dengan Ummul Masakin, ibu orang-orang miskin. Suatu saat di antara istri-istrinya, Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam   menyampaikan kabar bahwasanya yang paling dahulu menyusul beliau ke hadapan Allah ta'ala adalah yang paling panjang tangannya. Sepeninggal Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam  , para istri beliau saling memanjangkan tangannya, siapa di antara mereka yang paling panjang tangannya. Demikian yang senantiasa mereka lakukan, hingga Zainab bintu Jahsy  wafat. Sementara Zainab bukanlah wanita yang tinggi dan bukan pula yang paling panjang tangannya di antara mereka. Mengertilah para istri Rasulullah , yang diinginkan oleh beliau adalah yang paling banyak sedekahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar