Terpesona dengan akhlak
Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
bagian
ke.2
MUQODDIMAH
إنّ
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات
أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له، وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله
{يا أيّها الذين آمنوا
اتقوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إلاَّ وأَنتُم مُسْلِمُونَ}
{يا
أيّها الناسُ اتّقُوا ربَّكمُ الَّذي خَلَقَكُم مِن نَفْسٍ واحِدَةٍ وخَلَقَ
مِنْها زَوْجَها وبَثَّ مِنْهُما رِجالاً كَثِيراً وَنِساءً واتَّقُوا اللهََ
الَّذِي تَسَائَلُونَ بِهِ والأَرْحامَ إِنَّ اللهَ كان عَلَيْكُمْ
رَقِيباً }
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمالَكمْ ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزاً}
أما
بعد،فإن أصدق الحديث كلام الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكلّ
محدثة بدعة ، وكل بدعة ضلالة ، وكل ضلالة في النار .
Sejarah
telah mencatat banyak sekali para pejuang sunnah yang di catat oleh tinta emas,
bagaimana mereka memperjuangkan dan mengorbankan hidupnya untuk meraih
kecintaan kepada kekasihnya Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam, di antara
kisah kisah mereka yang tercatat dalam sejarah adalah.
ü
Kerinduan dan kecinta'an Umar
bin Khoththob radhiyallahu'anhu, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam
Sebagaimana
kita ketahui bersama bahwa sosok Umar bin Khoththob radhiyallahu'anhu
adalah manusia yang paling mencintai
Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam, perhatikan riwayat berikut, Umar
bin Al Khaththab radhiyallahu'anhu pernah berkata:
كُنَّا
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ
إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ
إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ
أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْآنَ يَا عُمَر ُ رواه البخاري
"Kami bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, dan beliau dalam keadaan memegang tangan Umar bin Al Khaththab, lalu
Umar berkata kepada beliau: "Wahai, Rasululah! Sungguh engkau lebih aku
cintai dari segala sesuatu kecuali diriku," lalu Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwaku di tanganNya, sampai aku
lebih kamu cintai dari dirimu sendiri". Lalu Umarpun berkata: "Sekarang,
demi Allah, sungguh engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri," lalu
Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam bersabda: "Sekarang, wahai Umar!"
(HR al Bukhari, kitab al Aimaan an an Nudzur, Bab Kaifa Kaanat Yamiin an Nabi,
no. 6632.)
Kisah menangisnya Umar bin khotoob
radhiyallahu'anhu,
Suatu ketika Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam bersumpah akan berpisah dengan
isteri-isterinya selama satu bulan, sebagai peringatan bagi mereka kerana
kurang biasa mengikuti kehidupan beliau yang zuhud. Selama sebulan beliau
tinggal seorang diri dalam sebuah kamar sederhana yang letaknya agak tinggi.
Terdengar kabar di kalangan para sahabat bahwa
Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam telah menceraikan semua isterinya.
Ketika Umar bin Khaththab mendengar kabar ini,
segera ia berlari ke masjid. Setiba di sana, ia melihat para sahabat
sedang duduk termenung, mereka bersedih dan menangis. Juga kaum wanita, mereka
menangis di rumah-rumah mereka.
Kemudian Umar pergi menemui putrinya, Hafshah,
yang telah dinikahi oleh Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam Umar pun
mendapati Hafshah sedang menangis di kamarnya. Dia kemudian bertanya kepada
Hafshah, “Mengapa engkau menangis? Bukankah selama ini aku telah melarangmu
agar tidak melakukan sesuatu yang dapat menyinggung perasaan Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam ?” Hafshah tak menjawab apa-apa, dia terus menangis.
Umar lalu kembali ke masjid, terlihat olehnya
beberapa orang sahabat sedang menangis di mimbar. Kemudian dia duduk bersama
para sahabat, lalu berjalan ke arah kamar Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam ,
yang terletak di tingkat atas masjid. Umar mendapati Rabah, sahabat yang
selalu mengikuti Rasulullah, dan dia meminta kepada Rabah agar memohonkan izin
kepada Rasulullah untuk menemuinya.
Rabah menghadap Nabi Shollallahu’ alaihi
wasallam , kemudian kembali dan memberitahukan bahwa dia telah menyampaikan permohonan
izin Umar, namun Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam hanya diam. Permintaan untuk menjumpai
Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam diulang beberapa kali, hingga ketiga kalinya
barulah Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam mengizinkan Umar untuk naik menghadapnya.
Ketika masuk, Umar melihat Nabi Shollallahu’
alaihi wasallam tengah berbaring di atas
sehelai tikar yang terbuat dari pelepah daun kurma, sehingga pada badan Nabi Shollallahu’
alaihi wasallam yang putih bersih itu terlihat jelas bekas-bekas guratan daun
kurma. Di tempat kepala beliau ada sebuah bantal yang terbuat dari kulit
binatang yang dipenuhi daun dan kulit pohon kurma.
Selepas mengucapkan salam kepada beliau, Umar
kemudian bertanya,” Apakah anda telah menceraikan isteri-isteri anda, ya Rasulullah?” Nabi
Shollallahu’ alaihi wasallam menjawab,
‘Tidak.”
Umar sedikit lega, lalu dia mengatakan,”Ya
Rasulullah, kita adalah kaum Quraisy yang selamanya telah menguasai
wanita-wanita kita. Tetapi setelah kita hijrah ke Madinah, keadaannya sungguh
berbeza dengan orang-orang Ansar. Mereka telah dikuasai wanita-wanita mereka
sehingga wanita-wanita kita terpengaruh dengan kebiasaan kaum Ansar.” Nabi
Shollallahu’ alaihi wasallam tersenyum
mendengar perkataan Umar.
Umar pun Menangis, lalu memperhatikan keadaan
kamar Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam . Terlihat tiga lembar kulit binatang
yang telah disamak dan sedikit gandum di sudut kamar itu, selain itu tidak
terdapat apa pun. Umar menangis sesenggukan melihat keadaan Nabi yang seperti
itu.
Tiba-tiba Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam bertanya kepada Umar, “Mengapa
engkau menangis, wahai Umar?”
“Bagaimana saya tidak menangis, ya Rasulullah.
Saya sedih melihat bekas tanda tikar di badan Tuan yang mulia dan saya prihatin
melihat keadaan kamar ini. Semoga Allah ta'ala mengkaruniakan kepada tuan bekal
yang lebih banyak.
Orang-orang Parsi dan Romawi yang tidak
beragama dan tidak menyembah Allah, tetapi raja mereka hidup mewah. Mereka
hidup dikelilingi taman yang di tengahnya mengalir sungai, sedangkan engkau adalah
Rasul Allah, tetapi engkau hidup dalam keadaan sangat miskin,” kata Umar bin
Khaththab.
Mendengar jawaban Umar, Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam bangun dan berkata,
“Wahai Umar, sepertinya engkau masih ragu mengenai hal ini. Dengarlah, kenikmatan
di alam akhirat tentu akan lebih baik daripada kesenangan hidup dan kemewahan
di dunia ini. Jika orang-orang kafir itu dapat hidup mewah di dunia ini, kita
pun akan memperoleh segala kenikmatan tersebut di akhirat nanti. Di sana kita
akan mendapatkan segala-galanya.”
Kata-kata Nabi “Jika orang-orang kafir itu
dapat hidup mewah di dunia ini, kita pun akan memperoleh segala kenikmatan
tersebut di akhirat nanti” tentu tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahawa
keadaan di akhirat, dalam hal ini di syurga, sama dengan “kenikmatan tersebut”.
Kerana, dalam sebuah hadis dikatakan, kenikmatan di syurga itu sungguh luar
biasa, belum pernah kita lihat dan kita dengar sebelumnya, bahkan kita
bayangkan saja belum.
Mendengar sabda Nabi, Umar merasa menyesal.
Lalu dia berkata, “Ya Rasulullah, mohonlah kepada Allah ta'ala untuk saya. Saya
telah bersalah dalam hal ini.”Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam membesarkan hati sahabatnya itu. Umar pun
merasa lega. (HR. Al Hakim 4/104, Ahmad 1/33)
Kisah marahnya Umar bin khotoob
radhiyallahu'anhu,
Pada suatu ketika Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam melakukan musyawarah dengan para sahabatnya
terkait tawanan perang badar. Umar yang berapi-api mengusulkan agar mereka
dibunuh saja. Sedang menurut Abu Bakar, karena mereka masih kerabat kaum
muslimin, ia mengusulkan agar mereka membayar tebusan untuk mendapat
kebebasannya. Rasul pun lebih condong kepada pendapat Abu Bakar, hingga turun
wahyu Al-Anfal:67-68 yang intinya membenarkan pendapat Umar.
مَا
كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ
تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ وَاللَّهُ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai
tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki
harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu).
Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana.( al Anfal: 67)
Imam Ahmad, Imam Tirmizi dan Imam Hakim telah
meriwayatkan sebuah hadis melalui Abdullah bin Masud r.a. yang telah menceritakan,
bahwa ketika perang Badar baru saja usai kemudian para tawanan dihadapkan
kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. bersabda, "Bagaimana menurut
pendapat kalian tentang para tawanan ini?" dan seterusnya. Di dalam
peristiwa ini turunlah firman-Nya membenarkan pendapat Umar r.a., yaitu
firman-Nya, "Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan...."
(Al-Anfaal 67).
ü Kecinta'an Rabi'ah
bin Ka'ab al-Aslami radhiyallahu'anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam
Dari Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami
radhiyallahu'anhu, beliau berkata:
كُنْتُ
أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ
بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي
الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ قُلْتُ هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى
نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
Aku pernah bersama Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam di suatu malam, lalu aku menyiapkan
air wudhu’ dan semua keperluan beliau. Seketika beliau Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda, “Mintalah sesuatu!”.
Aku menjawab, “Aku meminta kepadamu agar kelak bisa
menemanimu di Jannah (surga)”. Beliau menjawab, “Ada
lagi selain itu ?”. “Itu saja cukup Ya Rasulullah”, jawabku. Maka
Rasulullah bersabda, “Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk
mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud.“ (HR.
Muslim).
ü Kecinta'an seorang arab badui
terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
عن أنس رضي الله
عنه أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعة
فقال متى
الساعة قال وماذا أعددت لها قال لا شيء
إلا أني أحب الله ورسوله صلى الله عليه
وسلم فقال أنت
مع من أحببْتَ
قال أنس فما فرحنا بشيء
فرحنا بقول
النبي صلى الله عليه وسلم أنت مع من أحببت قال أنس فأنا أحب النبي صلى الله عليه
وسلم وأبا بكر وعمر وأرجو أن أكون معهم بِحُبِّيْ إياهم وإن لم أعمل بمثل
أعمالهم
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada
seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari
kiamat. Ia berkata, “Kapan hari kiamat terjadi?” Maka beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?”
Ia menjawab, “Tidak ada sama sekali. Hanya saja, sesungguhnya saya mencintai
Allah dan Rosul-Nya.” Maka beliau bersabda, “Engkau bersama orang yang engkau
cintai.
Berkata Anas: “Tidaklah kami berbahagia dengan
sesuatu seperti halnya kebahagiaan kami dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Anas berkata, “Karena
saya mencintai Nabi, Abu Bakar dan Umar. Dan saya berharap saya bersama mereka
karena kecintaan saya kepada mereka, meskipun saya tidak beramal seperti amal
mereka.” (HR.al-Bukhari kitab al-Jumu’ah bab man intazhara hatta tudfan 5/12
no.3688, Muslim 8/42 kitab Al-Birr wash shilah wal aadaab, bab al-Mar’u
ma’a man ahabba 8/42 no.6881)
ü
Kecintaan orang orang anshar terhadap Rasulullah
Shollallahu’ alaihi wasallam
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu'anhu,
beliau berkata:
لَمَّا
أَعْطَى رَسُولُ اللهِ مَا أَعْطَى مِنْ تِلْكَ الْعَطَايَا فِي
قُرَيْشٍ وَقَبَائِلِ الْعَرَبِ وَلَمْ يَكُنْ فِي الْأَنْصَارِ مِنْهَا شَيْءٌ
وَجَدَ هَذَا الْحَيُّ مِنَ الْأَنْصَارِ فِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى كَثُرَتْ
فِيهِمُ الْقَالَةُ حَتَّى قَالَ قَائِلُهُمْ: لَقِيَ رَسُولُ اللهِ قَوْمَهُ.
فَدَخَلَ عَلَيْهِ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ هَذَا
الْحَيَّ قَدْ وَجَدُوا عَلَيْكَ فِي أَنْفُسِهِمْ لِمَا صَنَعْتَ فِي هَذَا
الْفَيْءِ الَّذِي أَصَبْتَ قَسَمْتَ فِي قَوْمِكَ وَأَعْطَيْتَ عَطَايَا عِظَامًا
فِي قَبَائِلِ الْعَرَبِ وَلَمْ يَكُنْ فِي هَذَا الْحَيِّ مِنَ الْأَنْصَارِ
شَيْءٌ. قَالَ: فَأَيْنَ أَنْتَ مِنْ ذَلِكَ، يَا سَعْدُ؟ قَالَ: يَا رَسُولَ
اللهِ، مَا أَنَا إِلاَّ امْرُؤٌ مِنْ قَوْمِي وَمَا أَنَا؟ قَالَ: فَاجْمَعْ لِي قَوْمَكَ فِي هَذِهِ الْحَظِيرَةِ.
قَالَ: فَخَرَجَ سَعْدٌ فَجَمَعَ النَّاسَ فِي تِلْكَ الْحَظِيرَةِ، قَالَ:
فَجَاءَ رِجَالٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ فَتَرَكَهُمْ فَدَخَلُوا وَجَاءَ آخَرُونَ
فَرَدَّهُمْ فَلَمَّا اجْتَمَعُوا أَتَاهُ سَعْدٌ فَقَالَ: قَدِ اجْتَمَعَ لَكَ
هَذَا الْحَيُّ مِنَ الْأَنْصَارِ. قَالَ: فَأَتَاهُمْ رَسُولُ اللهِ فَحَمِدَ
اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِالَّذِي هُوَ لَهُ أَهْلٌ ثُمَّ قَالَ:
يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، مَا قَالَةٌ
بَلَغَتْنِي عَنْكُمْ وَجِدَةٌ وَجَدْتُمُوهَا فِي أَنْفُسِكُمْ، أَلَمْ آتِكُمْ
ضُلاَّلاً فَهَدَاكُمُ اللهُ، وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ اللهُ وَأَعْدَاءً
فَأَلَّفَ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ؟ قَالُوا: بَلِ اللهُ وَرَسُولُهُ أَمَنُّ
وَأَفْضَلُ. قَالَ: أَلاَ
تُجِيبُونَنِي يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ؟ قَالُوا: وَبِمَاذَا نُجِيبُكَ يَا
رَسُولَ اللهِ؟ وَلِلهِ وَلِرَسُولِهِ الْمَنُّ وَالْفَضْلُ.
قَالَ: أَمَا وَاللهِ لَوْ شِئْتُمْ لَقُلْتُمْ
فَلَصَدَقْتُمْ وَصُدِّقْتُمْ، أَتَيْتَنَا مُكَذَّبًا فَصَدَّقْنَاكَ
وَمَخْذُولاً فَنَصَرْنَاكَ وَطَرِيدًا فَآوَيْنَاكَ وَعَائِلاً فَأَغْنَيْنَاكَ،
أَوَجَدْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، فِي لُعَاعَةٍ مِنَ
الدُّنْيَا تَأَلَّفْتُ بِهَا قَوْمًا لِيُسْلِمُوا وَوَكَلْتُكُمْ إِلَى
إِسْلاَمِكُمْ، أَفَلاَ تَرْضَوْنَ يَا مَعْشَرَ اْلأَنْصَارِ أَنْ يَذْهَبَ
النَّاسُ بِالشَّاةِ وَالْبَعِيرِ وَتَرْجِعُونَ بِرَسُولِ اللهِ فِي
رِحَالِكُمْ؟
فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْلاَ
الْهِجْرَةُ لَكُنْتُ امْرَأً مِنَ الْأَنْصَارِ، وَلَوْ سَلَكَ النَّاسُ شِعْبًا
وَسَلَكَتِ الْأَنْصَارُ شِعْبًا لَسَلَكْتُ شِعْبَ الْأَنْصَارِ، اللهُمَّ
ارْحَمِ الْأَنْصَارَ وَأَبْنَاءَ الْأَنْصَارِ وَأَبْنَاءَ أَبْنَاءِ
الْأَنْصَارِ. قَالَ: فَبَكَى الْقَوْمُ حَتَّى أَخْضَلُوا لِحَاهُمْ وَقَالُوا:
رَضِينَا بِرَسُولِ اللهِ قِسْمًا وَحَظًّا. ثُمَّ انْصَرَفَ رَسُولُ اللهِ وَتَفَرَّقْنَا
Ketika Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam mulai membagi-bagikan ghanimah kepada
beberapa tokoh Quraisy dan kabilah ‘Arab; sama sekali tidak ada dari mereka
satu pun yang dari Anshar. Hal ini menimbulkan kejengkelan dalam hati
orang-orang Anshar hingga berkembanglah pembicaraan di antara mereka, sampai
ada yang mengatakan: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah
bertemu dengan kaumnya kembali.” Kemudian masuklah Sa’d bin ‘Ubadah
radhiyallahu'anhu menemui Rasulullah, dan berkata: “Wahai Rasul
Orang-orang Anshar ini merasa tidak enak terhadap anda melihat apa yang anda
lakukan dengan harta rampasan yang anda peroleh dan anda bagikan kepada kaummu.
Engkau bagikan kepada kabilah ‘Arab dan tidak ada satu pun Anshar yang menerima
bagian.” Rasulullah bertanya: “Engkau sendiri di barisan mana, wahai
Sa’d?” Katanya: “Saya hanyalah bagian dari mereka.”Kata Rasulullah :
“Kumpulkan kaummu di tembok ini.” Lalu datang beberapa orang Muhajirin tapi
beliau biarkan mereka, dan mereka pun masuk. Datang pula yang lain, tapi beliau
menolak mereka. Setelah mereka berkumpul, Sa’d pun datang, katanya:
“Orang-orang Anshar sudah berkumpul untuk anda.”Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam pun menemui mereka, lalu beliau memuji Allah
dan menyanjung-Nya dengan pujian yang layak bagi-Nya. Kemudian beliau bersabda:
“Wahai sekalian orang Anshar, apa pembicaraanmu
yang sampai kepadaku? Apa perasaan tidak enak yang kalian rasakan dalam hati
kalian? Bukankah aku datang kepada kalian dalam keadaan sesat lalu Allah
memberi hidayah kepada kamu melalui aku? Bukankah kamu miskin lalu Allah
kayakan kamu denganku? Bukankah kamu dahulu bermusuhan lalu Allah satukan hati
kamu?” Kata mereka: “Bahkan Allah dan Rasul-Nya lebih banyak memberi kebaikan
dan keutamaan.” Rasulullah n menukas: “Mengapa kamu tidak
membantahku, wahai kaum Anshar?” “Dengan apa kami membantahmu, wahai
Rasulullah? Padahal kepunyaan Allah dan Rasul-Nya semua kebaikan serta
keutamaan,” jawab orang-orang Anshar.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Demi Allah, kalau kamu mau, kamu dapat mengatakan dan pasti kamu benar dan
dibenarkan: ‘Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami yang
membenarkanmu. Engkau datang dalam keadaan terhina, kamilah yang membelamu.
Engkau datang dalam keadaan terusir, kamilah yang memberimu tempat. Engkau
datang dalam keadaan miskin, kamilah yang mencukupimu. Apakah kalian dapati
dalam hati kamu, hai kaum Anshar keinginan terhadap sampah dunia, yang dengan
itu aku melunakkan hati suatu kaum agar mereka menerima Islam, dan aku serahkan
kamu kepada keislaman kamu. Tidakkah kamu ridha, hai orang-orang Anshar,
manusia pergi dengan kambing dan unta mereka, sedangkan kamu pulang ke kampung
halamanmu membawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam?
Demi yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, kalau
bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari Anshar.
Seandainya manusia menempuh satu lembah, dan orang-orang Anshar melewati lembah
lain, pastilah aku ikut melewati lembah yang dilalui orang-orang Anshar. Ya
Allah, rahmatilah orang-orang Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum
Anshar.” Mendengar ini, menangislah orang-orang Anshar hingga membasahi
janggut-janggut mereka, sambil berkata: “Kami ridha bagian kami adalah
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam ” Kemudian Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam pergi, dan kami pun bubar. (HR. Ahmad)
(Fathul Bari 8/49).
ü
Kecintaan Umair bin al Hamam al Anshary radhiyallahu'anhu
terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
فَانْطَلَقَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَتَّى سَبَقُوا
الْمُشْرِكِينَ إِلَى بَدْرٍ وَجَاءَ الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُقَدِّمَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلَى شَيْءٍ
حَتَّى أَكُونَ أَنَا دُونَهُ فَدَنَا الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ
وَالْأَرْضُ قَالَ يَقُولُ عُمَيْرُ بْنُ الْحُمَامِ الْأَنْصَارِيُّ يَا رَسُولَ
اللَّهِ جَنَّةٌ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ نَعَمْ قَالَ بَخٍ بَخٍ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَحْمِلُكَ عَلَى
قَوْلِكَ بَخٍ بَخٍ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا رَجَاءَةَ
أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِهَا قَالَ فَإِنَّكَ مِنْ أَهْلِهَا فَأَخْرَجَ تَمَرَاتٍ
مِنْ قَرَنِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ مِنْهُنَّ ثُمَّ قَالَ لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ
حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ قَالَ فَرَمَى بِمَا
كَانَ مَعَهُ مِنْ التَّمْرِ ثُمَّ قَاتَلَهُمْ حَتَّى قُتِلَ»
Kemudian nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam . berangkat bersama para shahabatnya hingga
mendahului kaum musyrikin sampai ke sumur badar. Dan setelah itu kaum musyrikin
pun datang. Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. bersabda:
Berdirilah kalian menuju syurga yang luasnya seluas langit dan bumi. Anas bin
Malik berkata: Maka berkatalah Umair bin al Hamam al Anshary: Wahai Rasulullah!
Benarkah yang kau maksud itu syurga yang luasnya seluas langit dan bumi?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. menjawab: Benar. Umair berkata: Bakh- bakh
(ehm-ehm..). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. bertanya kepada Umair: Wahai Umair, apa yang
mendorongmu untuk berkata bakh- bakh (ehm-ehm)? Umair berkata tidak ada apa-apa
Ya Rasulullah, kecuali aku ingin menjadi penghuninya. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. bersabda:
Sesunguhnya engkau termasuk penghuninya, Wahai Umair! Anas bin Malik berkata:
Kemudian Umair bin Al Hamam mengeluarkan beberapa korma dari wadahnya dan ia
pun memakannya. Kemudian berkata: Jika aku hidup hingga aku memakan kurma-kurma
ini sesungguhnya itu adalah kehidupan yang lama sekali. Anas berkata: Maka Umair
pun melemparkan kurma yang dibawanya, kemudian maju untuk memerangi kaum
musyrikin hinga terbunuh. (HR. Imam Muslim dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu'anhu)
ü
Kecintaan zaid bin Datsinah radhiyallahu'anhu
terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Suatu ketika zaid bin
Datsinah radhiyallahu'anhu, bersama
lima sahabat lainya diutus Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam menemani
sekelompok kecil kabilah untuk mengajarkan Islam ke kabilah yang bertetangga
dengan Bani Hudzail tersebut. Waktu itu, negara Islam sudah berdiri.
Kejadiannya pasca Perang Uhud. Sayangnya, enam utusan Rasulullah saw. itu
dikhianati. Tiga di antaranya syahid. Tiga lagi menjadi tawanan dan dijadikan
budak untuk dijual (termasuk Zaid bin Datsinah). Waktu itu, Zaid hendak dibeli
oleh Shafwan bin Umayyah, untuk kemudian dibunuh sebagai balasan atas kematian
ayahnya, Umayyah bin Khalaf yang tewas di tangan kaum Muslimin saat Perang
Badar.
Zaid
ditanya oleh Abu Sufyan: “Hai Zaid, aku telah mengadukanmu kepada Allah.
Sekarang, apakah engkau senang Muhammad berada ditangan kami menggantikan
tempatmu, lalu engkau memenggal lehernya dan engkau kembali kepada keluargamu?”
“Demi
Allah!” jawab Zaid lantang, “Aku tidak rela Muhammad menempati suatu tempat
yang akan dihantam jerat yang menyiksanya, sementara aku duduk-duduk dengan
keluargaku.” Abu Sufyan sangat terkesan dengan kata-kata Zaid. Bibirnya
menyungingkan senyuman sinis sambil berkata, “Aku tidak pernah melihat
seseorang yang mencintai sahabatnya seperti kecintaan sahabat-sahabat
Muhammad.” kata Abu Sufyan geram ditengah kekagumannya. Kemudian, Zaid pun
dibunuh. (HR. Bukhori no.3045)
ü
Kecintaan Sofwan bin Qudamah radhiyallahu'anhu
terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Sofwan bin Qudamah mengisahkan, “Ketika aku berhijrah
ke Madinah dan menemui Nabi, aku katakan kepadanya: “Wahai Rasulullah, ulurkan
tanganmu dan baiatlah aku. Kemudian aku katakan lagi padanya: “Ya Rasulullah,
aku mencintaimu. Lalu ia pun bersabda: “Manusia akan dikumpulkan bersama orang
yang dicintainya.” (Mazma Azzawa'id 9/364-365)
ü
Kecintaan Thalhah bin Ubaidillah
radhiyallahu'anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu'anhu, ia
berkata, “Di waktu perang Uhud, ketika umat Islam sudah lari meninggalkan medan
pertempuran. Maka pasukan yang bertahan tinggal dua belas orang ditambah dengan
Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam termasuk di dalamnya Thalhah bin Ubaidillah.
Pasukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini
pun kemudian diketahui juga oleh kaum Quraisy dan mereka pun diserang.
Menghadapi masalah ini, maka beliau menoleh kepada mereka (kedua belas Shohabat
beliau) seraya berkata, ‘Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Tholhah menjawab,
‘Saya wahai Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bertanya lagi, ‘Siapa lagi selain Tholhah?’ Salah seorang Anshar berkata,
‘Saya, wahai Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
menjawab, ‘Ya kamu!’ Lalu orang itu maju ke medan laga dan ia pun gugur sebagai
syahid. Kemudian beliau menoleh lagi, tiba-tiba kaum musyrik ini hendak
melancarkan serangan. Maka Rasulullah bertanya, ‘Siapa yang akan menghadapi
musuh?’ Tholhah menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah!’
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
berkata, ‘Siapa lagi selain Tholhah?’ Seorang Anshar menyahut, ‘Saya, ya
Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
berkata, ‘Ya kamu!’ Maka orang Anshar itu pun berjuang ke medan pertempuran
sehingga ia pun gugur sebagai syahid. Dan begitulah seterusnya, sampai akhirnya
yang tersisa dari dua belas orang pasukan Muslimin di samping Rasul adalah
Tholhah bin Ubaidillah . Maka kala itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bertanya, Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Thalhah menjawab, ‘Saya wahai
Rasulullah!’ Maka Tholhah pun maju ke arena peperangan menggantikan kesebelas
syuhada pasukan. Ketika tangannya terkena pukulan dan hantaman musuh, serta
jari-jarinya tertebas pedang mereka, Tholhah hanya berkomentar, ‘Ini sekadar
gigitan belaka…’ Maka Rasulullah bersabda, ‘Jika kamu mengatakan bismillah, maka malaikat
pun akan mengangkatmu dan manusia akan menyaksikan. ‘Kemudian Allah pun
mencerai beraikan pasukan musyrikin itu.” (HR.
an-Nasa’i)
ü
Kecintaan para sahabat radhiyallahu'anhum
aj'main terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
- Dari Anas bin Malik , dia berkata: “Suatu
ketika aku memberi minum khamer di rumah Abu Thalhah , dan khamer mereka waktu
itu adalah yang paling rendah mutunya. Lalu Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam memerintahkan seseorang penyeru untuk
memberitahukan kepada khalayak, ‘Keluarkanlah kendi itu dan tuangkanlah seluruh
isinya!’ Maka kendi itu pun aku keluarkan dan isinya kutuangkan
hingga habis di sepanjang jalan di Madinah.” (HR.
al-Bukhori).
- Dari Abdullah bin Amr berkata, “Suatu ketika
seorang wanita datang menemui Rasulullah bersama putrinya yang mengenakan
sepasang gelang emas di tangannya. Maka Rasulullah bertanya, ‘Apakah kau
mengeluarkan zakat atas perhiasan gelang emas itu?’ Wanita itu menjawab,
‘Tidak!’ Nabi pun bersabda, ‘Apakah kamu mau jika kelak pada hari Kiamat kamu
mendapatkan gelang dari api lantaran sepasang gelang yang engkau pakai itu?’
Lalu wanita tersebut melepas gelangnya dan menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam, seraya berkata, ‘Sepasang gelang ini adalah milik
Alloh dan Rasul-Nya’.” (HR. Abu Dawud).
- Diriwayatkan oleh Anas bin Malik , bahwasanya
suatu ketika telah datang Nabi seorang Shahabat, lalu ia berkata, “Nabi tidak
berkomentar sedikit pun. Lalu orang itu datang untuk kedua kalinya kepada
beliau dan ia pun berkata, “Daging himar telah dimakan.” Nabi pun diam, tidak
menjawab. Pada kali ketiga, orang itu datang lagi dan berkata, “Himar telah
habis (dimasak).” Maka Nabi menyuruh seorang munadi (juru penyeru) agar
mengumumkan kepada segenap umat Islam, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah melarang
kalian makan daging keledai.” Maka seketika itu pula periuk-periuk
yang berisi masakan daging keledai yang sudah matang dituangkan ke tanah. (HR.
al-Bukhari).
ü
Kecintaan seorang ibu dan anak Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Nusaibah binti Ka'ab adalah istri dari Zaid bin
Ahsim, ibu dari Hubaib bin Zaid bin Ahsim dan Abdullah bin Zaid bin Ahzim. Ia
merupakan salah seorang yang berjanji kepada Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam pada baiat Aqabah dan Baitur Ridwan. Saat itu, ia dan peserta baiat
bertekad akan gugur sebagai syahid. Rasulullah kemudian menasihati mereka,
“Jangan mengalirkan darah dengan sia-sia.”
Kecintaan Nusaibah kepada Nabi Shollallahu’
alaihi wasallam tak perlu diragukan lagi. Ini terbukti dalam beberapa perang
yang diikutinya seperti perang Uhud, Hudaibiyah, Hunain dan Yamamah.
Ketika perang Uhud meletus dan para prajurit
tak lagi mengindahkan ketetapan Rasul Shollallahu’ alaihi wasallam hingga
mereka terbirit-birit lari dari pertempuran, Nusaibah malah terjun langsung ke
arena peperangan.
Mulanya ia datang membawa air untuk tentara.
Namun ia melihat Rasululah Shollallahu’ alaihi wasallam tengah melawan musuh
tanpa perisai. Kepada tentara yang lari menjauh karena silau dengan harta rampasan
perang Nabi berseru, “Berikanlah perisaimu pada yang ingin berperang!”
Si tentara kemudian melempar perisainya. Tanpa
pikir panjang, Nusaibah langsung memungut perisai itu. Dalam sekejap ia sudah
berdiri untuk melindungi Rasulullah. Hingga Rasulullah pun bersabda, “Tidaklah
aku melihat ke kanan dan ke kiri pada pertempuran Uhud kecuali aku melihat
Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku.” Ya, bak prajurit sungguhan,
perempuan rupawan itu berperang dengan pedang dan panah hingga tubuhnya
dipenuhi luka.
Bukan hanya dirinya, buah hati Nusaibah, Hubaib
bin Zaid bin Ahsim juga menjadi korban kekejaman saat membela Rasulullah. Ia
diutus Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam untuk menyampaikan surat kepada Musailamah
Al-Kazab. Namun, pendusta yang mengaku nabi itu malah menyiksa Hubaib.
Alasannya, saat dipaksa untuk mengakui
Musailamah sebagai nabi, Hubaib tetap teguh mengatakan bahwa Muhammad Shollallahu’
alaihi wasallam adalah rasul sebenarnya. Musailamah geram dan menyiksanya lebih
kejam sampai memotong tubuh Hubaib hingga ia mati syahid.
Mendengar nama Rasulullah tercemar dan anaknya
terbunuh, darah Nusaibah mendidih. Ia bernadzar tidak akan mandi sebelum ia
bisa membunuh Musailamah.
Maka ketika pecah perang Yamamah, Nusaibah
langsung mendaftarkan diri dan berdiri di barisan terdepan bersama Khalid bin
Walid dan Abdullah bin Zaid bin Ahsim, putranya yang lain.
Bagai singa kelaparan yang siap menerkam
mangsanya, Nusaibah melancarkan serangan bertubi-tubi ke arah lawan sehingga
tangannya tertebas pedang lawan.
Saat itu Nusaibah berkata “Tanganku terpotong
pada hari peperangan Yamamah, padahal aku sangat ingin membunuh Musailamah.
Tidak ada yang dapat melarangku sehingga aku melihat anakku, Abdullah bin Zaid,
mengusap pedangnya dengan pakaiannya, lalu aku berkata kepadanya, “Engkaukah
yang membunuhnya (Musailamah)?” Ia menjawab “Ya”. Kemudian, Nusaibah pun bersujud
syukur kepada Allah ta'ala.
ü
Kecintaan tiga
sahabat radhiyallahu'anhum aj'main terhadap Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam
Salah satu peristiwa heroik yang dicatat
sejarah islam bahkan mengubah dunia adalah perang Mu’tah. Peperangan ini
terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun ke-8 Hijriah di sebuah daerah bernama
Mu‘tah yang terletak di perbatasan Syam. Dalam perang ini, kaum muslimin yang
berjumlah 3000 pasukan mampu memukul mundur pasukan romawi yang berjumlah
sebanyak 200.000 orang. Juga, perang ini menyisakan keteladanan para
pemimpin-pemimpinnya yang gugur dalam tugas. Mereka adalah Zaid bin Haritsa,
Ja‘far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah.
Saat perang berkecamuk, ketiga sahabat ini
bahu-membahu memukul mundur lawan dan mempertahankan semangat pasukannya untuk
tetap membela islam walau jumlahnya sangat tidak berimbang. Saat Zaid bin
Haritsa gugur di ujung tombak, bendera perang diambil alih langsung oleh Ja’far
bin Abu Thalib sampai menemui Rab-nya dalam keadaan syahid, kemudian Abdullah
bin Rowahah mengambil alih panji peperangan hingga mengalami nasib yang sama
dengan kedua sahabat sebelumnya. Akhirnya Kholid bin Walid mengambil alih kepemimpinan
hingga menghasilkan kemenangan di pihak umat Islam. Tentunya kemenangan yang
diraih pasukan islam lewat tangan panglima Kholid bin Walid bukan berarti bahwa
Kholid lebih cakap dalam memimpin pasukan, melainkan bahwa kemenangan yang
diraih Kholid dan pasukannya merupakan akumulasi dari usaha-usaha perlawanan
yang dilakukan oleh ketiga sahabat yang telah menjemput syahid. Tak terkecuali
usaha sahabat Abdullah bin Rowahah yang piawai dalam merangkai kata-kata
sehingga mampu memantik keberanian prajurit muslim, menggelorakan semangat
Jihad disaat pasukan muslim ciut nyalinya menghadapi besarnya jumlah lawan yang
tak sebanding dengan jumlah mereka.
Ada satu kisah yang menarik datang dari
Abdullah bin Rowahah radhiyallahu anhu , di mana ia pernah menangis tatkala
hendak keluar berjihad menuju Mu’tah (melawan pasukan kaum musyrikin). Maka
keluarganya pun ikut menangis ketika mereka melihatnya menangis.
Abdullah bin Rowahah radhiyallahu anhu berkata
kepada keluarganya: “Demi Allah, aku tidaklah menangis karena takut mati, atau
belas kasihan kepada kalian, akan tetapi aku menangis karena teringat firman
Allah ta’ala:
(Wa in Minkum illaa Waariduhaa Kaana ‘Alaa
Robbika Hatman Maqdhiyyan)
Artinya: “Dan tidak ada seorangpun dari kalian
melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian
yang sudah ditetapkan.” (QS. Maryam: 71).
Maka, aku merasa yakin bahwa aku pasti
mendatanginya, namun aku tidak tahu, apakah aku akan selamat dari (siksa)nya
ataukah tidak?” (Lihat Hilyatu Al-Uliyaa’, karya Abu Nu’aim Al-Ashbahani
I/118).
ü
Kecintaan sebatang pohon terhadap Rasulullah
Shollallahu’ alaihi wasallam
Adalah Rukanah bin ‘Abdi Yazid bin Hasyim bin
al-Muththalib bin “Abdi Manaf adalah orang yang paling kuat tenaganya di
kalanagan kaum Quraisy. Pada suatu hari di suatu tempat di Makkah ia berada
sendirian dengan dengan Rasullullah saw.
Beliau Shollallahu’ alaihi wasallam berkata kepadanya, “Hai
Rukanah, alangkah baiknya jika engkau takut kepada Allah dan mau menerima
ajakanku (memeluk Islam).”
Ia menjawab, “Kalau aku tahu bahwa yang kau
katakana benar tentu engkau sudah kuikuti!”
Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam Berkata
lagi, “Bagaimana
sikapmu jika engkau aku jatuhkan, apakah engkau mau tahu bahwa apa yang
kukatakan benar?”
Rukanah menjawab, “Baiklah!”
Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam .
Berkata, “Ayo mendekat, engkau akan kurobohkan!”
Rukanah mendekat kemudian Rasulullah saw. Mengunci tubuh Rukanah dan
menjatuhkannya di atas tanah dalam keadaan tidak berdaya.
Tetapi Rukanah tidak puas dan mau mencoba
sekali lagi. Dia berkata, “Mari kita ulang!” Setelah Rukanah bangun, segera
Rasulullah saw. Memitingnya dan merobohkannya lagi.
Dengan heran Rukanah berkata kepada Rasulullah
Shollallahu’ alaihi wasallam., “Hai Muhammad, sungguh aneh sekali. Bagaimana
engkau dapat merobohkannku!”
Beliau menjawab, “Ada
yang lebih aneh dari itu. Jika engkau mau menundukkan diri dan takut kepada
Allah serta menuruti perintahku, akan kuperlihatkan kepadamu yang jauh lebih
aneh daripada itu.
“ Rukanah bertanya, “apakah itu?”
Beliau menjawab, “Pohon yang kau lihat itu akan kupanggil
datang mendekatiku.”
“Coba panggil dia!” Kata Rukanah. Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam. Kemudian memanggil pohon itu yang kemudian bergerak
sampai berada di hadapan beliau. Beberapa saat kemudian Rasulullah saw.
Memerintahkan pohon itu untuk kembali ke tempat semula. Dan benar, pohon itu
segera kembali ke tempat semula.
Rukanah pulang ke tengah kaumnya (kaum Musyrik
Quraisy) lalu berseru, “Hai Bani ‘Abdi Manaf, teman kalian itu (yakni
Muhammad Rasulullah saw). Sanggup menyihir semua penghuni bumi ini. Demi Allah,
saya tidak pernah melihat ada tukang sihir sehebat dia!” Kemudian Rukanah
menceritakan apa yang baru saja dia saksikan dan dia alami. Beberapa lama
kemudian dia memeluk agama Islam dan menjadi sahabat Nabi.
ü
Kecintaan seorang badui terhadap Rasulullah
Shollallahu’ alaihi wasallam
Dari Anas bin Malik r.a, beliau berkata,
"Seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lantas dia kencing di salah
satu sisi masjid. Lalu para sahabat ketika itu meneriakinya dan berkeinginan
untuk mencegahnya, namun Rasulullah saw dengan penuh bijaksana bersabda,
”Jangan kalian putuskan kencingnya!”. Maka tatkala orang tersebut selesai dari
kencingnya, Nabi menyuruh agar tempat yang terkena air kencing tersebut disiram
dengan seember air, lalu memanggil orang Badui tadi dan bersabda kepadanya,
“Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk membuang kotoran di dalamnya, namun
ia dipersiapkan untuk shalat, membaca al Qur’an dan dzikrullah.” (Hadits Riwayat
al Bukhari-Muslim).
Dalam riwayat Imam Ahmad bin Hambal, orang
Badui itu berkata: "Ya Allah sayangilah saya dan Muhammad, dan janganlah
engkau sayangi seorangpun".
ü
Kecintaan Tsabit bin Qois radhiyallahu'anhu
terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Sahabat Tsabit bin Qois adalah jubir dan pahlawan perang, juga memiliki jiwa yang
selalu ingin kembali menghadap Allah Maha Pencipta, hatinya khusyu' dan tenang
tenteram. Ia adalah salah seorang Muslimin yang paling takut dan pemalu kepada
Allah ta'ala, Sewaktu turun ayat mulia: "Sesungguhnya Allah tidak suka
pada setiap orang yang congkak dan sombong'" (QS. 31 Luqman:18)
Tsabit menutup pintu rumahnya dan duduk
menangis.... Lama dia terperanjak begitu saja, sehingga sampai beritanya kepada
Rasulullah yang segera memanggilnya dan menanyainya. Maka kata Tsabit: --
"Ya Rasulallah, aku senang kepada pakaian yang indah, dan kasur yang
bagus, dan sungguh aku takut dengan ini akan menjadi orang yang congkak dan
sombong ... !Nabi bersabda : "Engkau tidaklah termasuk dalam golongan
mereka, bahkan engkau hidup dengan kebaikan ....dan mati dengan kebaikan ....dan
engkau akan masuk surga !" Dan sewaktu turun firman Allah Ta'ala:
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian angkat suara melebihi
suara Nabi ... dan jangan kalian berkata kepada Nabi dengan suara keras
sebagaimana kerasnya suara sebahagian kalian terhadap sebahagian yang lainnya,
karena dengan demikian amalan kalian akan gugur, sedang kalian tidak
menyadarinya!" (Q.S. Al-Hujurat: 2)
Tsabit menutup pintu rumahnya lagi, lalu
menangis. Rasul mencarinya dan menanyakan tentang dirinya, kemudian mengirimkan
seseorang untuk memanggilnya. Dan Tsabit pun datang....
Rasulullah menanyainya mengapa tidak kelihatan muncul, ia pun menjawab: "Sesungguhnya aku ini seorang manusia yang keras suara ... dan sesungguhnya aku pernah meninggikan suaraku dari suaramu wahai Rasulullah . ! Karena itu tentulah amalanku menjadi gugur dan aku termasuk penduduk neraka ... !" Rasulullah pun menjawabnya: "Engkau tidaklah termasuk salah seorang di antara mereka bahkan engkau hidup terpuji . dan nanti akan berperang sampai syahid, dan Allah akan memasukkanmu ke dalam surga. !" (sifatu as sofwah 3/15)
Rasulullah menanyainya mengapa tidak kelihatan muncul, ia pun menjawab: "Sesungguhnya aku ini seorang manusia yang keras suara ... dan sesungguhnya aku pernah meninggikan suaraku dari suaramu wahai Rasulullah . ! Karena itu tentulah amalanku menjadi gugur dan aku termasuk penduduk neraka ... !" Rasulullah pun menjawabnya: "Engkau tidaklah termasuk salah seorang di antara mereka bahkan engkau hidup terpuji . dan nanti akan berperang sampai syahid, dan Allah akan memasukkanmu ke dalam surga. !" (sifatu as sofwah 3/15)
ü
Kerinduan dan kecinta'an pohon korma dan batu
terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Jabir bin Abdillah-radhiyallahu ‘anhu-berkata:”
Adalah dahulu Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam berdiri (berkhutbah) di
atas sebatang kurma, maka tatkala diletakkan mimbar baginya, kami mendengar
sebuah suara seperti suara unta dari pohon kurma tersebut hingga Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wasallam turun kemudian beliau meletakkan tangannya di atas
batang pohon kurma tersebut “. [HR.Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (876)]
Ibnu Umar-radhiyallahu ‘anhu-berkata: “Dulu
Nabi-Shallallahu ‘alaihi wa sallam-berkhuthbah pada batang kurma. Tatkala
beliau telah membuat mimbar, maka beliau berpindah ke mimbar itu. Batang kurma
itu pun merintih. Maka Nabi-Shollallahu ‘alaihi wasallam-mendatanginya sambil
mengeluskan tangannya pada batang kurma itu (untuk menenangkannya) “. (HR.
Al-Bukhari dalam Shohih-nya 3390, dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya).
Dari
Jabir bin Samurah radhiyallahu'anhu, dia berkata, Rasulullah-Shollallahu
‘alaihi wasallam-bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah yang
mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus, sesungguhnya aku mengetahuinya
sekarang”. (HR.Muslim dalam Shohih-nya 1782).
ü
Kecintaan Zainab bintu Jahsy radhiyallahu'anha terhadap Rasulullah
Shollallahu’ alaihi wasallam
Zainab bintu Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mur bin
Shabirah bin Murrah bin Katsir bin Ghanm bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah
al-Asadiyah x. Semula ia bernama Barrah. Ibunya adalah bibi Rasulullah n,
Umaimah bintu ‘Abdil Muththalib bin Hasyim. Wanita bangsawan yang dipinang oleh
Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam untuk bekas budaknya yang pernah
diangkat beliau sebagai anak, Zaid bin Haritsah . Entah bagaimana perasaan
Zainab saat itu, seorang wanita bangsawan hendak menikah dengan seorang bekas
budak. Serta-merta ia menolak tawaran Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam kepadanya. Namun Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam tetap bersikukuh. Di tengah perbincangan itu,
Allah ta'ala menegur sikap Zainab, “Tidak layak bagi orang-orang yang beriman,
laki-laki ataupun perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu
perkara, akan ada pilihan lain dari urusan mereka.” Tak ada pilihan lain bagi
Zainab selain menerima apa yang diputuskan oleh Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam atas dirinya. Tak boleh tersirat dalam dirinya
selain kerelaan dan ketundukan, hingga terucap dari lisannya, “Aku ridha untuk
menikah dengannya, wahai Rasulullah.” Dijalaninya hari-hari dalam mahligai
rumah tangganya bersama Zaid bin Haritsah . Namun ketidaksesuaian di antara
mereka tak dapat tersembunyi. Hingga akhirnya Zaid pun mengadukan segala yang
ada antara dia dan Zainab kepada Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam . Sementara
itu, telah sampai kepada Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam berita
dari langit, suatu ketika nanti Zaid akan menceraikan Zainab dan Zainab akan
bersisian dengan beliau sebagai istri. Allah ta'ala menetapkan demikian untuk
membatalkan adat pengangkatan anak (maksudnya ala jahiliah, yaitu mengadopsi
anak dengan nasab kepada ayah angkat). Namun tatapan adat jahiliah pada masa
itu memandang dengan penuh aib pada seseorang yang menikah dengan bekas istri
anak angkatnya, hingga Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam pun
menyembunyikan semua itu karena khawatir dengan pandangan manusia terhadap diri
beliau. Tatkala Zaid datang mengungkapkan apa yang terjadi, Muhammad Shollallahu’
alaihi wasallam mengatakan, “Bertakwalah kepada Allah dan
tahanlah istrimu agar tetap di sisimu!” Namun, siapa yang dapat menghalangi
bila Allah ta'ala telah menghendaki sesuatu? Bahkan Allah ta'ala akan
melaksanakan apa yang Dia kehendaki. Allah ta'ala turunkan kalam-Nya yang
memberikan teguran kepada Rasulullah: “Dan ingatlah ketika engkau berkata
kepada orang yang telah Allah limpahkan nikmat kepadanya dan engkau pun telah
memberikan nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada
Allah’, sementara engkau menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah hendak
menyatakannya, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah-lah yang lebih
berhak untuk engkau takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya
terhadap istrinya, Kami nikahkan engkau dengannya, agar tidak ada keberatan
bagi orang-orang yang beriman untuk menikahi istri-istri anak angkat mereka,
apabila anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya terhadap istrinya. Sesungguhnya
ketetapan Allah pasti terjadi.” (al-Ahzab: 37) Usai masa ‘iddah Zainab dari
Zaid, Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
memerintahkan Zaid bin Haritsah z
untuk menyampaikan pinangannya kepada Zainab bintu Jahsy. Bergegaslah Zaid
memenuhi perintah Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam . Tatkala bertemu dengan Zainab, Zaid bin
Haritsah mengabarkan berita gembira itu, “Bergembiralah wahai Zainab,
sesungguhnya Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam meminang dirimu.” Tak ada yang dilakukan Zainab
saat itu kecuali mengagungkan Rabb-nya. Ia pun segera menegakkan shalat di
tempat shalatnya. Siapa yang tak berbangga dengan keutamaan seagung itu? Zainab
bintu Jahsy x menjalin ikatan pernikahan dengan Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam bukan melalui tangan walinya, namun dengan
kalam Rabb alam semesta yang senantiasa akan dibaca oleh segenap manusia. Allah
ta'ala menikahkan dirinya dari atas ‘Arsy-Nya tanpa saksi. Tergurat peristiwa
besar ini pada bulan Dzulqa’dah tahun kelima setelah hijrah, tatkala Zainab
memasuki usia 25 tahun. Zainab bintu Jahsy senantiasa berbangga dengan
keutamaan ini di hadapan para istri Rasulullah n yang lainnya. Dia katakan,
“Kalian dinikahkan oleh wali-wali kalian, sementara aku dinikahkan oleh
Allah dari atas ‘Arsy-Nya.” Tak
henti-henti keutamaan mengalir pada Zainab bintu Jahsy . Di awal langkahnya
meniti kehidupan di sisi Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam turun
ayat yang memerintahkan tentang hijab. Kala itu, Rasulullah n mengundang para
sahabat untuk menghadiri walimah pernikahannya dengan Zainab. Mereka pun hadir
menikmati apa yang terhidang, kemudian beranjak pulang. Tinggallah beberapa
orang terus duduk di sisi Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam dalam
waktu lama, hingga beliau pun berdiri, kemudian keluar. Ketika itu, Anas bin
Malik , pembantu Rasulullah n, turut bangkit bersama beliau agar orang-orang
yang masih tinggal itu ikut keluar. Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam terus berjalan diiringi Anas bin Malik hingga berhenti di ambang pintu kamar ‘Aisyah
. Saat itu Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam mengira, mereka semua telah keluar, sehingga
beliau pun kembali bersama Anas . Namun ketika beliau hendak masuk menemui
Zainab, ternyata mereka masih terus duduk-duduk. Beliau pun keluar kembali
hingga tiba di depan ambang pintu kamar ‘Aisyah. Ketika beliau mengira bahwa
mereka telah bubar, beliau kembali lagi, disertai Anas bin Malik . Ternyata
orang-orang itu telah keluar. Peristiwa ini diiringi dengan turunnya teguran
dari Allah ta'ala: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki
rumah-rumah Nabi, kecuali bila kalian telah diizinkan untuk makan, tanpa
menunggu-nunggu waktu masak makanannya. Akan tetapi, apabila kalian diundang,
maka masuklah, dan apabila kalian telah selesai makan, segera keluarlah tanpa
memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu mengganggu Nabi, dan
Nabi merasa malu kepada kalian, sementara Allah tidak malu menerangkan yang
benar. Apabila kalian meminta suatu keperluan kepada istri-istri Nabi, maka
mintalah dari balik tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan
hati mereka. Dan tidak boleh kalian menyakiti Rasulullah dan tidak boleh pula
menikahi istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan
itu teramat besar dosanya di sisi Allah.” (al-Ahzab: 53) Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam pun masuk menemui Zainab dan membentangkan
tabir yang menutupi beliau dari Anas bin Malik. Saat Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam bertemu dengannya itulah beliau mengganti
namanya yang semula Barrah menjadi Zainab. Wanita bangsawan yang bertabur
dengan kemuliaan. Salah satu wanita yang paling baik agamanya, paling takwa
kepada Rabb-nya, paling benar ucapannya, paling gemar menyambung tali kasih
sayang, dan paling banyak sedekahnya. Wanita yang selamat lisannya saat tersebar
berita dusta tentang ‘Aisyah . Wanita yang biasa berbuat sesuatu dengan kedua
tangannya, kemudian bersedekah dengan hasil buah tangannya untuk mendekatkan
dirinya kepada Rabb-nya. Wanita yang sangat berhati-hati terhadap gemerlapnya
dunia. Wanita yang senantiasa menundukkan diri kepada Rabb-nya. Wanita yang
banyak puasa dan shalat malam. Wanita yang digelari dengan Ummul Masakin, ibu
orang-orang miskin. Suatu saat di antara istri-istrinya, Rasulullah
Shollallahu’ alaihi wasallam menyampaikan kabar bahwasanya yang paling
dahulu menyusul beliau ke hadapan Allah ta'ala adalah yang paling panjang
tangannya. Sepeninggal Rasulullah
Shollallahu’ alaihi wasallam , para
istri beliau saling memanjangkan tangannya, siapa di antara mereka yang paling
panjang tangannya. Demikian yang senantiasa mereka lakukan, hingga Zainab bintu
Jahsy wafat. Sementara Zainab bukanlah
wanita yang tinggi dan bukan pula yang paling panjang tangannya di antara
mereka. Mengertilah para istri Rasulullah , yang diinginkan oleh beliau adalah
yang paling banyak sedekahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar