Rembulan di langit zaman
Membela Para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam
Kata sahabat (الصحابة) diambil dari kata صحب artinya menemani
dan menolong, (Lisanul Arab 1/519)
Adapun makna sahabat secara istilah yang
paling kuat adalah apa yang di definisikan Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani:
الصَّحَابِيْ
مَنْ لَقِيَ النَّبِيَّ مُؤْمِنًا بِهِ، وَمَاتَ عَلَى اْلإِسْلاَمِ،
وَلَوْ تَخَلَّلَتْ رِدَّةٌ فِيْ اْلأَصَحِّ
“Sahabat ialah orang yang menjumpai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dia itu mu’min dan
meninggal dunia dalam keadaan Islam, sekalipun pernah murtad, menurut pendapat
yang paling kuat. (Nuhbatul Fikar 1/21)
Keutamaan para sahabat di dalam Al-Qur`an dan
as-sunnah yang shahih
v
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
Allah menyediakan bagi mereka jannah-jannah yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.
(at-Taubah/9 ayat 100).
v كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ
أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110)
v فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا
آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي
شِقَاقٍ
“Maka jika mereka beriman
kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat
petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam
permusuhan (dengan kamu).” (Al-Baqarah: 137)
v قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ
مَنْ أَشَاءُ ۖ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ ۚ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ
يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ.
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ
مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ
”Allah berfirman: “Siksa-Ku
akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala
sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang
menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”. (Yaitu)
orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka.”
(Al-A’raf: 156-157)
v
لَّقَدْ رَضِىَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ
يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَافِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ
السَّكِينَة عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Sungguh Allah telah meridhoi kaum mukminin
ketika mereka memba’iatmu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di
dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan
kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).(Al Fath:18)
v مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ
وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ
تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ
سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي
التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ
فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ
بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad itu adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia
dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar.” (Al-Fath: 29)
Imam Malik
mengomentari ayat ini: “Barang siapa yang bangun pagi harinya sedangkan di
dalam hatinya ada kebencian terhadap salah seorang sahabat
Nabi shallallahu alaihi wasallam , berarti berlaku baginya ayat Al Qur’an,
yakni firman Allah Ta’ala:
لِيَغِيظَ
بِهِمُ الْكُفَّارَ
Karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min.(Al Fath:29)”
v
وَمَن
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ
سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَاتَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ
مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan
jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115).
v
وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا
لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami
dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang
yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyanyang (al-Hasyr/59 ayat 10)
Ummul mu'minin
Aisyah Radhiyallahu anha menafsirkan
ayat ini dalam pernyataan beliau kepada keponakannya yang bernama Urwah bin Al
Zubeir Radhiyallahu anhu:
يَا ابْنَ
أُخْتِي أُمِرُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِأَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَبُّوهُمْ
Wahai keponakanku mereka diperintahkan untuk
memohon ampunan bagi para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tetapi
malahan mereka mencacinya. (HR. Muslim dalam Shahih-nya, Kitab Tafsir,
no.5344.)
v
لِلْفُقَرَاءِ
الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ
يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ وَ الَّذينَ تَبَوَّؤُا الدَّارَ وَ الْإيمانَ
مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هاجَرَ إِلَيْهِمْ وَ لا يَجِدُونَ في
صُدُورِهِمْ حاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَ يُؤْثِرُونَ عَلى أَنْفُسِهِمْ وَ لَوْ
كانَ بِهِمْ خَصاصَةٌ وَ مَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang
diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka karena mencari karunia
dari Alloh dan mereka yang menolong Alloh dan rosulNya. Mereka itulah
orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang menempati kota madinah dan telah beriman
(Anshor) sebelum kedatangan mereka (muhajirin), mereka mencintai orang-orang
yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka yang tiada menaruh keinginan dalam
hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (muhajirin); dan
mereka yang mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri.
Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu, dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(al hasyr 8-9)
v
لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ
قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ
أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ ۚ
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Tidak sama diantara kamu orang yang menafkahkan hartanya dan
berperang sebelum penaklukan Makkah. Mereka lebih tinggi derajatnya daripada
orang-orang yang menafkahkan hartanya dan berperang sesudah itu. Alloh
menjanjikan kepada masing-masing mereka balasan yang lebih baik…” (Al-Hadid :
10)
v
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ
عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah,"
Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik". (Yusuf :108)
Generasi yang paling
ittiba’ (mengikuti) dan inqiyad (ketaatan) kepada Rasulullah adalah generasi
shahabat. Maka generasi shahabat merupakan generasi yang paling berhak masuk dalam
golongan “aku dan orang-orang yang mengikutiku”. Generasi yang seperti itu
sudah pasti paling berhak untuk diikuti oleh generasi sesudah mereka.
Tentang firman Allah “aku
dan orang-orang yang mengikutiku”, shahabat Abdullah bin Abbas berkata :
يعني أصحاب محمد
كانوا على أحسن طريقة وأقصد هداية، معدن العلم وكنز الإيمان، وجند الرحمن.
"Yaitu para shahabat Muhammad. Mereka berada di atas jalan yang paling baik
dan petunjuk yang paling lurus. Mereka adalah gudangnya ilmu dan iman, dan
mereka adalah tentara Ar Rahman.”
v
لقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ
وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ
مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ
إِنَّهُ بِهِمْ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ
"Sesungguhnya Allah telah menerima
taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi
dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling,
kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
kepada mereka,” (At Taubah :117)
v
كَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan
demikian pula Kami telah menjadikan kalian sebagai umat wasath (umat yang adil
dan pilihan) agar kalian menjadi saksi atas perbuatan seluruh umat
manusia…”
Ayat ini turun kepada Rasulullah dan generasi yang
pertama kali termasuk dalam ayat ini adalah generasi shahabat.
v
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ
“Dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali
kepada-Ku.” (Luqman: 15)
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam I’lam
Al-Muwaqqi’in, terkait ayat di atas disebutkan bahwa setiap sahabat adalah
orang yang kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, wajib mengikuti
jalannya, perkataan-perkataannya, dan keyakinan-keyakinan (i’tiqad) mereka.
Adapun dari as-sunnah:
v
Dari Abdullah bin Busr radhiallahu anhu , Nabi
shallallahu alaihi wasallam bersabda:
طُوْبَى لِمَنْ رَآنِي وَطُوْبَى لِمَنْ رَأَى مَنْ رَآنِي
وَلِمَنْ رَأَى مَنْ رَأَى مَنْ رَآنِي وَآمَنَ بِي
“Keberuntungan bagi orang
yang melihatku (para sahabat), keberuntungan bagi orang yang melihat orang yang
melihatku (tabi’in), keberuntungan bagi orang yang melihat orang yang melihat
orang yang melihatku (atba’ut tabi’in) dan beriman kepadaku”. (HR.
Al-Hakim no. 7095 dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1254)
v
Dari Jabir bin ’Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma ia berkata:
قَالَ
لَنَا رَسُوْلُ اللهِ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَّةِ أَنْتُمْ خَيْرَ أَهْلِ
الأَرْضِ وَكُنَّا أَلْفًا وَأَرْبَعُمِائَةٍ وَلَوْ كُنْتُ أَبْصَرُ اليَوْمَ
َلأَرَيْتُكُمْ مَكَانَ الشَّجَرَةِ
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
berkata kepada kami pada hari Hudaibiyah :“Kalian adalah sebaik-baik
penghuni bumi” Jabir berkata : “Dan jumlah kami ketika itu
adalah seribu empat ratus orang, seandainya hari ini mataku masih bisa melihat
niscaya akan aku tunjukkan tempat pohon itu.” (HR. al-Bukhori).
v
Dari Abdullah bin Mas’ud radliallahu ‘anhu bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ
الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah
orang-orang yang hidup pada zamanku (generasiku) kemudian orang-orang yang
datang setelah mereka kemudian orang-orang yang datang setelah mereka.” (HR.
Al-Bukhari no. 3378 dan Muslim no. 4601)
v Dari Abu Musâ al-Asy’ari Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلَيْنَا المَغْرِبَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ثُمَّ
قُلْنَا: لَوْ جَلَسْنَا حَتَّى نُصَلِّى مَعَهُ اْلعَشَاءَ قَالَ: فَجَلَسْنَا
فَخَرَجَ عَلَيْنَا فَقَالَ: "مَا زِلْتُمْ هَهُنَا؟" قُلْنَا: يَا
رَسُولَ اللهِ صَلَيْنَا مَعَكَ الْمَغْرَبَ ثُمَّ قُلْنَا: نَجْلِسُ حَتَّى
نُصَلَّى مَعَكَ اْلعِشَاءَ. قَال:"أحْسَنْتُمْ أَوْ أَصَبْتُمْ" قَالَ:
فَرَفَعَ رَأسَهُ إلىَ السَّماِء وَكانَ كَثِيرْاً مِمَّا يَرْفَعُ رَأسَهُ إلىَ
السَّماِء فَقَالَ: "النُّجُومُ أَمَنَـةٌ للسَّمَاِء فَإذا ذَهَبَتِ
النُّجُومُ أَتى السَّمَاءَ مَا تُوْعَدُ، وَأناَ أَمَنَـةٌ لأَصْحَابِى فَإذا
ذَهَبْتُ أَتى أَصْحَابِى مَا يُوْعَدُونَ وَأَصْحَابِى أَمَنَـةٌ لأمَّتِى فَإذَا
ذَهَبَ أصْحَابِى أَتى أُمَّتِى مَا يُوْعَدُون".
“Kami telah
menunaikan solat Maghrib bersama dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam. Kemudian kami berkata: “Kalaulah kita tunggu sehingga kita dapat
shalat Isya' bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” Maka kami tunggu
sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
keluar kepada kami lalu bersabda, “Kamu semua masih di sini?” Jawab
kami: “Wahai Rasulullah! Kami telah menunaikan shalat Maghrib bersama engkau
kemudian kami berkata, mari kita duduk sehingga kita dapat shalat Isya'
bersamamu.” Sabda baginda: “Kamu semua telah melakukan sesuatu yang baik lagi
benar.” Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kepalanya (melihat) ke langit dan
ramailah yang mengangkat kepala (melihat) ke langit lalu baginda bersabda:
“Bintang-bintang tersebut adalah penyelamat langit. Apabila bintang-bintang
tersebut hilang maka akan datanglah langit apa yang telah dijanjikan untuknya. Aku adalah penyelamat sahabat-sahabatku.
Apabila aku telah pergi maka akan datanglah apa yang telah dijanjikan untuk
mereka. Sahabat-sahabatku adalah penyelamat umatku. Apabila sahabat-sahabatku
telah tiada maka akan datanglah umatku apa yang dijanjikan untuk mereka.” HR
Muslim no. 2531).
v Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا
إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ
وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ
وَسَبْعِينَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ،
وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari
kalangan ahli kitab telah berpecah-belah menjadi 72 golongan, dan umatku akan
berpecah-belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di Neraka dan satu golongan di
jannah (Syurga), dan ia adalah al-Jama’ah.” (HR. Abu Daud, no. 4597)
Ibnu Mas’ud menjelaskan tentang maksud
al-Jama’ah dengan perkataannya:
وأن
الجماعة ما وافق الحق وأن كنت وحدك
“Sesungguhnya al-Jama’ah itu adalah apa yang
bersesuaian dengan kebenaran walaupun engkau berseorangan.” (al-Ba’its ‘ala
Inkaril Bida’ wal Hawadits, no. 22)
Dalam riwayat yang lain Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga menjelaskan makna Al Jama'ah:
أَلَا إِنَّ
مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ
مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ
ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ مَا أَنَا
عَلَيْهِ اليَوْمَ وَ أَصْحَابِي
Ketahuilah,
sesungguhnya Ahli Kitab sebelum kalian telah terpecah-belah menjadi 72
golongan. Dan sesungguhnya umat ini juga akan terpecah menjadi 73 golongan.
Tujuh 72 di antaranya masuk neraka, dan satu golongan di dalam surga, yakni
golongan yang mengikuti pedoman yang aku dan para sahabatku berada di atasnya.
(HR Abu Dawud, dan dishahîhkan oleh al-Albâni)
v Dari Abu Sa’îd al-Khudri Radhiyallahu anhu Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
يَأْتِي عَلَى
النَّاسِ زَمَانٌ يُبْعَثُ مِنْهُمُ الْبَعْثُ فَيَقُولُونَ انْظُرُوا هَلْ
تَجِدُونَ فِيكُمْ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَيُوجَدُ الرَّجُلُ فَيُفْتَحُ لَهُمْ بِهِ ثُمَّ يُبْعَثُ الْبَعْثُ
الثَّانِي فَيَقُولُونَ هَلْ فِيهِمْ مَنْ رَأَى أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُفْتَحُ لَهُمْ بِهِ ثُمَّ يُبْعَثُ الْبَعْثُ
الثَّالِثُ فَيُقَالُ انْظُرُوا هَلْ تَرَوْنَ فِيهِمْ مَنْ رَأَى مَنْ رَأَى
أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَكُونُ الْبَعْثُ
الرَّابِعُ فَيُقَالُ انْظُرُوا هَلْ تَرَوْنَ فِيهِمْ أَحَدًا رَأَى مَنْ رَأَى
أَحَدًا رَأَى أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُوجَدُ
الرَّجُلُ فَيُفْتَحُ لَهُمْ بِهِ
"Akan
datang suatu masa, yang saat itu ada satu pasukan dikirim (untuk berperang).
Mereka berkata: 'Coba lihat, adakah di antara kalian seorang sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam?' Ternyata ada satu orang sahabat Nabi, maka
karenanya Allah memenangkan mereka. Kemudian dikirim pasukan kedua. Dikatakan
kepada mereka: 'Adakah di antara mereka yang pernah melihat sahabat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam?' maka karenanya Allah memenangkan mereka. Lalu dikirim
pasukan ketiga. Dikatakan: 'Coba lihat, apakah ada di antara mereka yang pernah
melihat seorang yang pernah melihat sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam?' maka didapatkan satu orang, sehingga Allah memenangkan mereka.
Kemudian dikirim pasukan keempat. Dikatakan: 'Coba lihat, apakah ada di antara
mereka yang pernah melihat seorang yang pernah seseorang yang melihat sahabat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam?" maka didapatkan satu orang. Akhirnya
Allah memenangkan mereka". ( HR Muslim)
v Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
لَا تَسُبُّوا
أَصْحَابِي لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ
أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا
نَصِيفَهُ
Janganlah
mecela sahabatku! Janganlah mencela sahabatku! Demi Allah yang jiwaku berada di
tangan-Nya, meskipun kalian menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya
tidak akan dapat menyamai satu mud sedekah mereka; tidak juga separuhnya. (HR
Muslim no. 2540)
Berkat Abu
Sa’id Radhiyallahu anhu sebab
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini adalah:
كَانَ بَيْنَ
خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ وَبَيْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ شَيْءٌ فَسَبَّهُ
خَالِدٌ
Antara Khalid bin Al Walid dan Abdurrahman bin
‘Auf terjadi perseteruan, lalu Khalid mencelanya (HR. Muslim)
Dalam riwayat yang lain:
مَنْ سَبَّ
أَصْحَابِي فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَ المَلاَئِكَةِ وَ النَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
Barang
siapa yang mencela sahabatku, maka atasnya laknat Allah, laknat malaikat dan
laknat seluruh umat manusia. ( HR. ath-Thabrani dan dihasankan oleh al-Albâni
dalam ash-Shahîhah (2340).
v Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
آيَةُ
الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ، وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَار
Tanda
keimanan ialah mencintai kaum Anshar, dan tanda kemunafikan ialah membenci kaum
Anshar. (HR al-Bukhâri)
Dalam
riwayat yang lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda tentang kaum Anshor:
لاَ يُحِبُهُمْ إلاَّ
مُؤْمِنٌ وَلاَ يُبْغِضُهُمْ إِلاَّ مُنَافِقٌ
“Tidaklah ada yang mencintai
mereka kecuali orang mukmin dan tidaklah ada yang membenci mereka kecuali orang
munafik.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
v Dari Irbad bin sariyah Radhiyallahu anhu. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ الْعِرْبَاضُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا
فَوَعَظَناَ مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ وَوَجِلَتْ
مِنْهَا الْقُلُوْبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّ هَذِهِ
مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْناَ فَقَالَ: أُوْصِيْكُمْ
بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كَثِيْراً، فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا
بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
Berkata
al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu : “Suatu hari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami kemudian beliau menghadap kepada
kami dan memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang menjadikan air mata
berlinang dan membuat hati bergetar, maka seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah
nasihat ini seakan-akan nasihat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah
kami wasiat.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Aku
wasiatkan kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah, tetaplah mendengar
dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah.
Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku akan melihat perselisihan
yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan
Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan
gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara
yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu
adalah bid‘ah. Dan setiap bid‘ah itu adalah sesat (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan al-Tirmizi,
berkata al-Tirmizi: “Hadis ini hasan sahih”. Juga diriwayatkan oleh Ibn Majah
dan al-Darimi dalam kitab Sunan mereka. Demikian juga oleh Ibn Hibban dalam
Shahihnya dan al-Hakim dalam al-Mustadrak dengan menyatakan: “Hadith ini
sahih”. Ini dipersetujui oleh al-Imam al-Zahabi (Tahqiq al-Mustadrak, 1/288).
v
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu
‘anhu, berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَزَالُ
طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِـي ظَاهِرِيْنَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ
ظَاهِرُونَ
“Akan selalu ada sekelompok orang dari umatku
yang unggul/menang hingga tiba pada mereka keputusan Allah, sedang mereka
adalah orang-orang yang unggul/menang.” (Shahih Al-Bukhari, no. 7311)
Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin rahimahullahu, bahwa yang dimaksud hadits tersebut adalah adanya
sekelompok orang yang berpegang teguh dengan apa yang Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para sahabat berada di atasnya. Mereka adalah orang-orang yang
unggul/menang, tak akan termudaratkan oleh orang-orang yang menelantarkannya
dan orang-orang yang menyelisihinya. (Syarhu Ash-Shahih Al-Bukhari, 10/104)
v
Dari Irbadh bin Sariyah ia berkata,” Saya
mendengar Rasulullah telah bersabda
قد تركتكم على البيضاء ليلها كنهارها، لا يزيغ
عنها بعدي إلا هالك، ومن يعش منكم فسيرى اختلافاً كثيراً فعليكم ما عرفتم في سنتي
وسنة الخلفاء الراشدين المهديين، عضوا عليها بالنواجذ.
” Aku telah
meninggalkan kalian di atas jalan yang lurus dan terang (sunah Rasul dan sunah
shahabat—pent), malamnya bagaikan siangnya. Tak ada seorangpun yang menyeleweng dari jalanku kecuali
ia akan binasa (tersesat). Sesungguhnya siapa di antara kalian yang masih hidup
(dalam waktu yang lama) akan melihat perselisihan yang banyak. Maka ikutilah
apa yang kalian ketahui dari sunahku dan sunah para khalifahku yang mendapat petunjuk dan terbimbing, gigitlah
(sunahku dan sunah mereka) dengan gigi geraham kalian.” ( HR.
Ibnu Majah dan Ibnu Abi ‘Ashim. Dishahihkan syaikh Al Albani dalam Shahih Ibni
Majah no. 41 dan Shahih At Targhib wa Tarhib no. 58)
v
Wasiat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوا
“Jika disebut-sebut tentang (perselisihan) sahabatku, tahanlah diri kalian (dari mencela mereka).” (HR. ath-Thabarani 2/78/2, Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam al-Hilyah 4/108, dan dinyatakan sahih oleh al-Albani t dalam ash-Shahihah [1/75 no. 34])
v
Dari Abdurrahman bin Abdi Rabbil Ka’bah
Radhiyallahu anhu berkata,
دَخَلْتُ
الْمَسْجِدَ فَإِذَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ جَالِسٌ فِى ظِلِّ
الْكَعْبَةِ وَالنَّاسُ مُجْتَمِعُونَ عَلَيْهِ فَأَتَيْتُهُمْ فَجَلَسْتُ
إِلَيْهِ فَقَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ
فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً فَمِنَّا مَنْ يُصْلِحُ خِبَاءَهُ وَمِنَّا مَنْ يَنْتَضِلُ
وَمِنَّا مَنْ هُوَ فِى جَشَرِهِ إِذْ نَادَى مُنَادِى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- الصَّلاَةَ جَامِعَةً. فَاجْتَمَعْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- فَقَالَ « إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا
عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ
وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَإِنَّ أُمَّتَكُمْ هَذِهِ جُعِلَ
عَافِيَتُهَا فِى أَوَّلِهَا وَسَيُصِيبُ آخِرَهَا بَلاَءٌ وَأُمُورٌ
تُنْكِرُونَهَا
“Sewaktu aku masuk ke masjidil haram, kudapati
Abdullah bin Amru bin Ash sedang duduk berteduh di bawah Ka’bah, sedangkan di
sekelilingnya ada orang-orang yang berkumpul mendengarkan ceritanya. Lalu aku
ikut duduk di majelis itu dan kudengar ia mengatakan, “Suatu ketika kami
bersama Rasulullah dalam suatu safar. Ketika kami singgah di sebuah tempat, di
antara kami ada yang sibuk membenahi kemahnya, ada pula yang bermain panah, dan
ada yang sibuk mengurus hewan gembalaannya. Tiba-tiba penyeru Rasulullah
berseru lantang, “Marilah shalat berjamaah!!!”, maka segeralah kami berkumpul
di tempat Rasulullah lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya tak ada seorang Nabi
pun sebelumku, melainkan wajib baginya untuk menunjukkan umatnya akan setiap
kebaikan yang ia ketahui; dan memperingatkan mereka dari setiap kejahatan yang
ia ketahui. Sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang keselamatannya ada
pada generasi awalnya; sedangkan generasi akhirnya akan mengalami bala ‘dan
berbagai hal yang kalian ingkari ” (HR. Muslim, no. 4882).
Imam Malik berkata memberikan penjelasan
terhadap hadits ini.
لَنْ
يَصْلُحَ آخرُ هَذهِ الأمةِ إِلاَّ بما صَلُحَ بهِ أَوَّلها فَمَا لَمْ يَكُنْ
يوْمئذ دينا لاَ يَكُونُ اليَوم دِينا
“Generasi terakhir umat ini tak akan menjadi
baik (shalih), kecuali dengan apa-apa yang menjadikan generasi pertamanya baik.
Karenanya, apa pun yang pada hari itu (zaman sahabat Nabi) tidak dianggap
sebagai agama, maka hari ini pun juga bukan bagian dari agama” (lihat Asy Syifa
bita’rifi Huquqil Musthafa, 2/88)
v
Dari ‘Abdurrohman bin ‘Auf Radhiyallahu
anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَبُو
بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ
وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي
الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدُ بْنُ أَبِي
وَقَّاصٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعِيدُ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ فِي
الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ
Artinya: “Abu Bakar didalam surga, ‘Umar
didalam surga, ‘Ali didalam surga, ‘Utsmaan didalam surga, Tholhah didalam
surga, Az Zubair didalam surga, ‘Abdurrohman bin ‘Auf didalam surga, Sa’ad bin
Abi Waqqosh didalam surga, Sa’iid bin Zaiid bin ‘Amr bin Nufaiil didalam surga,
dan Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrooh didalam surga.” (HR. Imaam Ahmad no: 1675, menurut Syaikh Syuaib Al Arna’uuth
sanadnya kuat sesuai dengan syarat Imaam Muslim)
v
Dari Abdullooh bin Abbas Radhiyallahu anhu Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
أفضل
نساء أهل الجنة خديجة بنت خويلد و فاطمة بنت محمد و مريم بنت عمران و آسية بنت
مزاحم امرأة فرعون
Artinya: “Sebaik-baik wanita penghuni surga
adalah Khaadijah bintu Khuwailid, Faathimah bintu Muhammad, Maryam bintu
‘Imran, dan ‘Aasiyah bintu Muzaahim istri Fir’aun.”(HR. Ibnu Hibban no: 7010,
menurut Syaikh Syuaib Al Arna’uuth sanadnya sahih)
v
Dari Abu Hurairoh Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda
يَدْخُلُ
مِنْ أُمَّتِى الْجَنَّةَ سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ». فَقَالَ رَجُلٌ
يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِى مِنْهُمْ. قَالَ « اللَّهُمَّ
اجْعَلْهُ مِنْهُمْ ». ثُمَّ قَامَ آخَرُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ
اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِى مِنْهُمْ. قَالَ « سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ
Artinya: “Akan masuk kedalam surga dari ummatku
70.000 orang tanpa hisab”. Lalu seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah ,
berdoalah pada Allah agar Allah menjadikan aku bagian dari mereka.”Jawab Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Allah, jadikanlah dia bagian dari
mereka.”Lalu yang lain berkata pula, “Ya Rasulullah , bermohonlah agar Allah
menjadikan aku bagian dari mereka.”Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Kamu sudah didahului ‘Ukkaasyah.” ( HR. Al Bukhari no: 6542 dan
Muslim no: 542)
v
Dari Ummu Mubasyiir Radhiyallahu anha
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari berada di rumah Hafshoh
lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا
يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَةَ قَالَتْ حَفْصَةُ
أَلَيْسَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ { وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا
} قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَهْ { ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا }
‘Orang
yang ikut perang Badar dan Bayatul Ridwaan tidak seorangpun akan masuk neraka’
Lalu Hafshoh Radhiyallahu anha berkata, “Bukankah Allah ta'ala berfirman,
‘Tidaklah diantara kalian kecuali akan memasukinya’. (QS. Maryam ayat 71)
Kemudian Hafshoh Radhiyallahu anha berkata, “Rasul Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‘Allah berfirman, “Kemudian kami selamatkan orang-orang yang bertaqwa.” (QS
Maryam ayat 72).”(HR. Imaam Ahmad no: 27042 dan disahihkan oleh Syaikh Syuaib
Al Arna’uuth)
Atsar
salaf tentang keutamaan para sahabat
v
Dari Hudzaifah bin al-Yaman berkata:
كل عبادة
لم يتعبد بها أصحاب رسول الله فلا تتعبدوا بها، فإن الاول لم يدع للآخر مقالا،
فاتقوا الله يا معشرالقراء خذوا طريق من كان قبلكم .
"Setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan
oleh sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, janganlah kamu
melakukannya. Sebab, sesungguhnya generasi pertama itu tidak memberikan
kesempatan kepada generasi berikutnya untuk berpendapat (dalam masalah agama).
Bertaqwalah kepada Allah wahai para qurra’ dan ambillah jalan orang-orang
sebelum kamu.( Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam kitabnya, al-Ibanah).
v
Dari Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata:
قف حيث
وقف القوم فإنهم عن علم وقفوا، وببصر نافذ كفوا، و هم على كشفها كانوا أقوى،
وبالفضل لو كان فيها أحرى .
Maksudnya: Berhentilah kamu seperti berhentinya
para sahabat (dalam memahami nas). Sebab mereka berhenti berdasarkan ilmu dan
dengan penglihatan yang tajam mereka menahan (diri). Mereka lebih mampu untuk
menyingkapnya dan lebih patut dengan keutamaan seandainya hal tersebut ada di
dalamnya. (Disebutkan oleh Ibnu Qadamah dalam Lum’atul I’tiqad Hadi Ila Sabilir
Rasyad)
v
Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu berkata :
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ سَتُحْدِثُوْنَ
وَيُحْدَثُ لَكُمْ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ مُحْدَثَةً؛ فَعَلَيْكُمْ بِالْأَمْرِ
الْأَوَّلِ وفي
رواية : بِالْهَدْيِ الْأَوَّلِ
"Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan
berbuat perkara-perkara baru, dan akan diadakan perkara-perkara baru bagi
kalian. Jika kalian melihat perkara muhdats/baru (bid'ah) maka berpegang
teguhlah kepada perkara yang pertama (dalam riwayat yang lain : petunjuk yang
pertama)" (Atsar riwayat Ad-Darimi dalam Sunnahnya no 174, Al-Laaikai
dalam Syarh Ushul I'tiqood Ahlis Sunnah no 85, Ibnu Battoh dalam Al-Ibaanah
al-Kubro no 181, Al-Marwazi dalam As-Sunnah no 80, dan dinyatakan oleh Ibnu
Hajar dalam Fathul Baari 13/253 sebagai atsar yang valid dari Ibnu Mas'ud)
v Dari Urwah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, tatkala
dulu masih kafir, dia berkata kepada kaumnya dan menceritakan bagaimana para
sahabat radhiyallahu ‘anhum begitu memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam
فَرَجَعَ عُرْوَةُ إِلَى أَصْحَابِهِ، فَقَالَ: أَيْ قَوْمِ،
وَاللَّهِ لَقَدْ وَفَدْتُ عَلَى المُلُوكِ، وَوَفَدْتُ عَلَى قَيْصَرَ،
وَكِسْرَى، وَالنَّجَاشِيِّ، وَاللَّهِ إِنْ رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ يُعَظِّمُهُ
أَصْحَابُهُ مَا يُعَظِّمُ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مُحَمَّدًا، وَاللَّهِ إِنْ تَنَخَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ
مِنْهُمْ، فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ، وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا
أَمْرَهُ، وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ، وَإِذَا
تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ، وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ
تَعْظِيمًا لَه
Maka 'Urwah pun kembali kepada
sahabat-sahabatnya lalu berkata: "Wahai kaum, demi Allah, sungguh aku
pernah menjadi utusan yang diutus mengahap raja-raja, juga Qaisar (raja Romawi)
dan Kisra (raja Parsia) juga kepada raja an-Najasiy. Demi Allah, tidak pernah
aku melihat seorang rajapun yang begitu diagungkan seperti para sahabat Muhamad
shallallahu 'alaihi wasallam mengagungkan Muhammad. Sungguh tidaklah dia
berdahak lalu mengenai telapak seorang dari mereka kecuali dia akan membasuhkan
dahak itu ke wajah dan kulitnya dan jika dia memerintahkan mereka maka mereka
segera berebut melaksnakannya dan apabila dia berwudhu' hampir-hampir mereka
berkelahi karena memperebutkan sisa air wudhu'nya itu dan jika dia berbicara
maka mereka merendahkan suara mereka (mendengarkan dengan seksama) dan tidaklah
mereka mengarahkan pandangan kepadanya karena sangat menghormatinya (HR.
al-Bukhari di kitab asy-Syurut, bab asy-Syurut fi al-Jihad wa al-Musholahah
ma'a Ahli al-Harbi wa Kitabati asy-Syurut, no. 2731).
Bandingkanlah kemuliaan para sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan para sahabat Nabi Nabi sebelum Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, contoh saja para sahabat Nabi Musa ‘alaihis salam. Tatkala Nabi Musa mengajak
mereka untuk beriman, mereka mengatakan,
يَا
مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللهَ جَهْرَةً
“Hai Musa, kami tidak akan
beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas.”
(Al-Baqarah: 55) dalam ayat yang lain:
يَا
مُوْسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوْا فِيْهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ
وَرَبُّكَ فَقَاتِلاَ إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُوْنَ
"Pergilah
kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti disini saja.” (Al-Maidah: 24)
Padahal orang-orang yang Allah Ta’ala ceritakan dalam ayat ini adalah 70 orang
terbaik dari kaumnya Nabi Musa. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
وَاخْتَارَ
مُوْسَى قَوْمَهُ سَبْعِيْنَ رَجُلاً لِمِيْقَاتِنَا
“Dan Musa memilih tujuh puluh
orang dari kaumnya..” (Al-A’raaf: 155).
Cukuplah hal ini sebagai keutamaan teragung
yang di miliki para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
v
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu
berkata:
إِنَّ اللَّهَ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ
فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ
الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ فَوَجَدَ قُلُوبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوبِ
الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُونَ عَلَى دِينِهِ فَمَا
رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ وَمَا رَأَوْا
سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ
“Sesungguhnya Allah melihat
hati hati para hamba dan Dia mendapati hati Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik di antara
hati-hati para hamba, maka Dia pun memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya
dengan risalah-Nya. Kemudian Allah melihat lagi ke hati para hamba setelah hati
Muhammad dan Dia mendapati hati para sahabat adalah sebaik-baik hati para
hamba, maka Dia pun menjadikan mereka sebagai pembantu-pembantu Nabi-Nya yang
mereka itu berperang dalam agama-Nya. Maka apa-apa yang dianggap baik oleh kaum
muslimin maka hal itu baik di sisi Allah dan apa-apa yang jelek menurut kaum
muslimin maka hal itu jelek di sisi Allah”. (HR. Ahmad: 7/453)
v
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiallahu anhu
berkata:
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُتَأَسِّياً فَلْيَتَأَسَّ بِأَصْحَابِ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَإِنَّهُمْ كَانُوْا أَبَرَّ هَذِهِ
اْلأُمَّةِ قُلُوْباً، وَأَعْمَقَهَا عِلْمًا، وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفًا،
وَأَقْوَمَهَا هَدْيًا، وَأَحْسَنَهَا حَالاً، قَوْمٌ اِخْتَارَهُمُ اللهُ
لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ وَِلإِقَامَةِ دِيْنِهِ، فَاعْرِفُوْا لَهُمْ فَضْلَهُمْ،
وَاتَّبِعُوْهُمْ فِي آثَارِهِمْ، فَإِنَّهُمْ كَانُوْا عَلَى الْهُدَى
الْمُسْتَقِيْمِ.
“Barangsiapa di
antara kalian yang ingin meneladani, hendaklah meneladani para Sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya mereka adalah
ummat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit bebannya,
dan paling lurus petunjuknya, serta paling baik keadaannya. Suatu kaum yang
Allah telah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya, untuk menegakkan agama-Nya,
maka kenalilah keutamaan mereka serta ikutilah atsar-atsarnya, karena mereka
berada di jalan yang lurus.
(I’lamul Muwaqqi’in Ibnul Qoyyim IV/139, HR. Imam Ahmad).
v
Imam Asy-Sya'bi Rahimahullah berkata:
عَلَيْكَ بِآثَارِ مَنْ سَلَفَ وَإِنْ رَفَضَكَ النَّاسُ، وَإِيَّاكَ
وَآرَاءَ الرِّجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهُ لَكَ بِالْقَوْلِ.
“Hendaklah
engkau berpegang kepada atsar Salafush Shalih meskipun orang-orang menolaknya
dan jauhkanlah dirimu dari pendapat orang meskipun ia hiasi pendapatnya dengan
perkataannya yang indah (I’lamul
Muwaqqi’in. Ibnul Qoyyim. IV/152).
v
Muhammad bin
Sirin (wafat tahun 110 H)rahimahullah berkata:
كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ: إِذَا كَانَ الرَّجُلُ عَلَى اْلأَثَرِ فَهُوَ عَلَى الطَّرِيْقِ
“Mereka mengatakan: ‘Jika ada seseorang berada di atas atsar (Sunnah), maka sesungguhnya ia berada di atas jalan yang lurus.’ (HR. Ad-Darimi (I/54), Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah ‘an Syarii’atil Firqatin Naajiyah)
v
Imam Auza'i Rahimahullah berkata:
اِصْبِرْ
نَفْسَكَ عَلَى السُّنَّةِ، وَقِفْ حَيْثُ وَقَفَ الْقَوْمُ، وَقُلْ بِمَا
قَالُواْ، وَكُفَّ عَمَّا كُفُّوْا عَنْهُ، وَاسْلُكْ سَبِيْلَ سَلَفِكَ
الصَّالِحِ، فَإِنَّهُ يَسَعُكَ مَا وَسِعَهُمْ.
“Bersabarlah dirimu di atas Sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para Sahabat tegak di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan Salafush Shalih karena ia akan mencukupimu apa saja yang mencukupi mereka (Syarh I’tiqod Ahlus-Sunnah al-Lalka’i I/154)
“Bersabarlah dirimu di atas Sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para Sahabat tegak di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan Salafush Shalih karena ia akan mencukupimu apa saja yang mencukupi mereka (Syarh I’tiqod Ahlus-Sunnah al-Lalka’i I/154)
v
Imam Ahmad Rahimahullah berkata:
أُصُوْلُ
السُّنَّةِ عِنْدَنَا: التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلإِقْتِدَاءُ بِهِمْ وَتَرْكُ
الْبِدَعِ وَكُلُّ بِدْعَةٍ فَهِيَ ضَلاَلَةٌ.
“Prinsip Ahlus Sunnah adalah berpegang dengan apa yang dilaksanakan oleh para Sahabat Radhiyallahu anhum dan mengikuti jejak mereka, meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat (Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa‘ah oleh al-Lalika-i (I/176, no. 317)
“Prinsip Ahlus Sunnah adalah berpegang dengan apa yang dilaksanakan oleh para Sahabat Radhiyallahu anhum dan mengikuti jejak mereka, meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat (Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa‘ah oleh al-Lalika-i (I/176, no. 317)
v
Imam Ibrohim An Nakho'i Rahimahullah berkata:
وكفى علي قوم
وزرا أن تخالف أعمالهم أعمال أصحاب نبيّهم
Ibrahim an-Nakho’y berkata : Cukuplah menjadi
kejahatan suatu kaum, jika mereka menyelisihi perbuatan para Sahabat
radliallahu ‘anhum ( I’lamul Muwaqqi’in IV/151)
v
Ibnu Al Qoyyim Rahimahullah berkata:
إنّ الفتوى
بالأثار السّلفية والفتاوى الصحابيّة أولي بالأخذ بها من أراء المتأخّرين وفتويهم،
وإن قربها إلي الصّواب بحسب قرب أهلها من عصر الرسول صلوات الله وسلامه عليه وعلي
أله، وإنّ فتاوى الصّحابة أولي أن يؤخذبها من فتاوى التابعين، وفتاوى التابعين
أولي من فتاوى تابعى التابعين...
Ibnul Qoyyim berkata: Sesungguhnya
fatwa dari atsar as-Salafus Salih dan fatwa-fatwa sahabat lebih utama
untuk di ambil dari pada
pendapat-pendapat dan fatwa-fatwa
mutaakhirin ( orang belakang ).
Karena dekatnya fatwa terhadap kebenaran sangat terkait
dengan kedekatan pelakunya dengan masa Rasulullah Saw. maka fatwa-fatwa sahabat
lebih didahulukan untuk di
ambil dari fatwa-fatwa tabi'in dan fatwa-fatwa tabi'in lebih di dahulukan dari fatwa-fatwa
tabiut-tabiin. (I'lamul
Muwaqi'in IV/118).
v
Imam Ibnu Rojab Rahimahullah berkata:
فأفضل العلوم في
تفسير القرآن ومعاني الحديث والكلام في الحلال والحرام ما كان مأثورا عن الصحابة
والتابعين وتابعيهم وأن ينتهي إلي أئمة الإسلام المشهورين المقتدى بهم.
Ibnu Rajab berkata : Seutama-utama ilmu adalah
dalam penafsiran al-Qur’an dan makna-makna hadits serta dalam pembahasan halal
dan haram yang ma'tsur dari para sahabat,
tabi'in dan tabiut-tabi'in yang
berakhir pada Aimmah terkenal dan diikuti . (Fadlu
ilmi salaf . Ibnu Rajab al-Hanbali. 58)
v Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
اَنَّ اَهْلَ السُّـنَّةِ هُمُ الَّذِيْنَ الْمُتَمَسِّـكُوْنَ
بِكِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلِيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا
اتَّفَقَ عَلَيْهِ السَّابِقُوْنَ اْلاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ
وَاْلاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍ.
"Ahli
Sunnah ialah mereka yang berpegang dengan kitab Allah (al-Quran) dan Sunnah
Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam (Hadis sahih) dan apa yang disepakati
oleh orang-orang pendahulu yang awal (salaf) yang terdiri dari kalangan
Muhajirin dan Ansar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik"..”(Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah 3 / 375)
Seterusnya
beliau berkata:
فَمَنْ قَالَ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَاْلاِجْمَاعِ كَانَ مِنْ
اَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ.
"Maka
sesiapa yang berkata-kata berdasarkan al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah serta
ijmak maka ia adalah tergolong dalam golongan Ahli Sunnah wal-Jamaah".(Ibid.
Hlm. 346)
oleh karenanya
beliau Rahimahullah sangat menekankan agar kita menampakan kepada manusia untuk
kembali kepada manhaj para sahabat beliau berkata:
لاَ عَيْبَ عَلَى مَنْ اَظْهَرَمَذْهَبَ السَّلَفِ وَانْتَسَبَ
اِلَيْهِ وَاعْتَزَى اِلَيْهِ بَلْ يَجِبُ قُبُوْل ذَلِكَ مِنْهُ بِاْلاِتِّفَاقِ
فَاِنَّ مَذْهَبَ السَّلَفِ لاَ يَكُوْنُ اِلاَّ حَقًّا.
"Tidak
akan menjadi 'aib (kesalahan) bagi seseorang mengakui sebagai bermazhab
(bermanhaj) salaf, menasabkan dirinya kepada salaf dan berbangga dengan
salaf. Malah wajib menerima mazhab
(manhaj) salaf sebagaimana yang telah disepakati. Sesungguhnya mahzab salaf tidak lain hanyalah
mazhab yang sebenarnya (hak)". (Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islaam Ibni
Taimiyyah 4/149)
Beberapa pelajaran dari ayat ayat, hadits
hadits dan atsar para salaf di atas
Dari ayat ayat dan hadits
hadits serta perkataan salaf di atas maka dapat kita simpulkan bahwa sejatinya
kaum muslimin mengetahui keutamaan besar yang terdapat pada para sahabat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, terutama dalam pengamalan mereka terhadap islam dan sunnah
oleh karenanya sesiapa saja yang ingin selamat di dalam cara beragama, baik
dalam aqidah, ibadah atau pun akhlak maka hendaklah ia kembali kepada apa yang
telah di pahami, di amalkan dan di yakini para sahabat, Sebagian ulama berkata
dalam sebuah syairnya:
فَكُلُّ
خَيْرٍ فِيْ تِّبَاعِ مَنْ سَلَفَ وَكُلُّ شَرٍّ فِيْ ابْتِدَاعِ مَنْ خَلَفَ
“Sesungguhnya setiap kebaikan
adalah mengikuti jalannya kaum salaf (tiga generasi terbaik), dan setiap
keburukan adalah mengikuti kebid’ahan kaum kholaf (siapa saja yang menyelisihi
meto-dologi Nabi dan para Sohabat dalam beraqidah, seperti Khowarij,
Mu’tazilah, Syi’ah dan lain-lain)”
Hal itu di sebabkan karena beberapa perkara:
1. Karena mereka para sahabat adalah
kaum yang telah diridhoi oleh Allah –Subhanahu wa Ta’ala-.
2. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah menjamin surga bagi mereka para sahabat. dan
orang-orang yang mengikuti manhaj sahabat dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat
ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan
kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.
3. Mereka para sahabat telah
dipuji oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dalam kitab – kitab sebelumnya.
4. Mereka para sahabat
adalah sebaik-baik umat.
5. Para Sahabat adalah kaum
pilihan yang dipilih langsung oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- untuk menemani Rasulullah -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam-.
6. Para Sahabat adalah
pembawa keamanan bagi umat ini dari segala macam kesesatan dan penyimpangan.
7. Allah Ta’ala menjadikan keimanan para
Sahabat sebagai standar keimanan yang benar bagi generasi setelahnya.
8. Mereka para sahabat
adalah orang yang paling dalam ilmunya, paling paham terhadap tafsir al-Qur’an
dan paling pandai dalam bahasa Arab.
9. Manhaj sahabat adalah manhaj yang harus
dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan
pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
10.
Mengikuti selain manhaj para sahabat berarti menentang Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di
dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.
11.
Orang-orang yang mengikuti manhaj para sahabat, mereka adalah sekelompok dari
umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan
pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
12.
Orang-orang yang berupaya mengikuti manhaj sahabat, mereka adalah golongan yang
selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah
dan para sahabatnya
oleh: ust. Abu Humairoh al batami al atsari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar