Muqoddimah
Segala
Puji hanya milik Alloh, kita memuji-Nya,meminta pertolongan dan mohon ampunankepada-Nya. Dan kita berlindung kepada Allohdari
kejelekan-kejelekan jiwa kita, dan keburukan-keburukan
amalan kita. Barang siapa yang diberipetunjuk oleh Alloh maka tidak ada
yang mampumenyesatkannya. Dan barang siapa
yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.Dan aku
bersaksi bahwa tidak ada yang berhakuntuk disembah kecuali Alloh dan aku
bersaksi bahwaMuhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya.
“
Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kalian kepadaAlloh dengan sebenar-benar takwa dan janganlahsekali-kali
kalian mati melainkan dalam keadaanIslam” (QS. Ali Imron:102)“
Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan dari padanya Alloh menciptakan istrinya;
dan dari keduanya Alloh memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Dan bertakwalah kepada Alloh yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu dengan yang lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim.
Sesungguhnya Alloh selalu menjaga dan mengawasi kamu ”. (QS.
An-Nisa: 1).
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Alloh memperbaiki bagimu
amalan- amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa
mentaati Alloh dan Rosul-Nya, maka sesungguhnya
ia telah mendapat kemenangan yang besar ”. (QS: Al-Ahzab: 70-71)
Ketika Allah ta'ala bahagia
Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:
وعن أبي حمزة أنس بن مالك الأنصاري خادم رسول الله صلى الله عليه وسلم
رضي الله عنه قال
: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لله أفرح بتوبة
عبده من أحدكم سقط على بعيره وقد أضله في أرض فلاة متفق عليه .
وفي رواية لمسلم لله أشد فرحاً بتوبة عبده حين يتوب إليه من أحدكم كان على راحلته بأرض فلاة ، فانفلتت منه وعليها طعامه وشرابه فأيس منها ، فأتى شجرة فاضطجع في ظلها ، وقد أيس من راحلته ، فبينما هو كذلك إذ هو بها قائمة عنده ، فأخذ بخطامها ثم قال من شدة الفرح : اللهم أنت عبدي وأنا ربك ، أخطأ من شدة الفرح
وفي رواية لمسلم لله أشد فرحاً بتوبة عبده حين يتوب إليه من أحدكم كان على راحلته بأرض فلاة ، فانفلتت منه وعليها طعامه وشرابه فأيس منها ، فأتى شجرة فاضطجع في ظلها ، وقد أيس من راحلته ، فبينما هو كذلك إذ هو بها قائمة عنده ، فأخذ بخطامها ثم قال من شدة الفرح : اللهم أنت عبدي وأنا ربك ، أخطأ من شدة الفرح
Artinya: “Dari Abu Hamzah Anas bin Malik al-Anshari Ra, pelayan Rasulullah Saw ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh Allah lebih bahagia dengan taubat hambaNya daripada bahagianya
seseorang dari kamu yang jatuh dari atas untanya dan Allah telah menyesatkan untanya di tanah yang luas." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Muslim disebutkan
Dalam riwayat imam Muslim "Sungguh Allah sangat bahagia dengan taubat hambaNya ketika dia bertaubat kepadaNya.daripada kebehagian seseorang diantara kamu, yang sedang berada diatas kendaraaannya (untanya) di tengah padang pasir, kemudian unta tersebut hilang dari hadapannya sedangkan di atas unta itu terdapat perbekalan makanan dan minuman sehingga ia merasa putus asa. Lalu dia mendatangi sebuah pohon dan berbaring dibawah naungannya. Dia merasa putus asa terhadap untanya. Ketika dia dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba untanya telah berdiri di dekatnya dan segeralah ia meraih tali kekangnya. Kemudian berkata dengan kegirangannya; “Ya Allah,Engkau adalah hambaKu dan aku adalah Tuhanmu!’ dia salah ucap karena kegirangannya“
Mengapa manusia harus bertaubat?
1. Karena manusia pasti berbuat
dosa.
Manusia adalah
hamba yang tidak terlepas dari dosa dan
maksiat. Tidak ada manusia didunia ini yang
terlepas dari dosa dan maksiat, apakah itu dosa kecil mahupun dosa besar, apakah ia orang
kaya ataupun miskin orang biasa ataupun ahli ibadah, oleh karena itu Janganlah sekali
kali kita merasa bersih dari dosa dan yakin bila mati terus masuk syurga kerana
selangkah saja kita bergerak kita telah terlibat dengan dosa iyadzan billah
Rosulullah
shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Setiap anak cucu Adam pasti pernah
berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah ialah yang banyak
bertaubat." (HR. Tirmidzi)
2. Karena pengaruh dosa sangat
buruk
Al-Imam Al-’Allamah Ibnul Qayyim
Al-Jauziyyah menyebutkan secara panjang
lebar dampak negatif dari dosa. Beberapa di antaranya:
ü
Terhalang dari ilmu yang haq. Karena ilmu
merupakan cahaya yang dilemparkan ke dalam hati, sementara maksiat akan
memadamkan cahaya.
Tatkala Al-Imam Asy-Syafi’i belajar kepada Al-Imam Malik, Al-Imam Malik
terkagum-kagum dengan kecerdasan dan kesempurnaan pemahaman Asy-Syafi’i.
Al-Imam Malik pun berpesan pada muridnya ini, “Aku memandang Allah telah
memasukkan cahaya ilmu di hatimu. Maka janganlah engkau padamkan cahaya
tersebut dengan kegelapan maksiat.”
ü
Terhalang dari rizki dan urusannya dipersulit.
Rasulullah
bersabda: Sesungguhnya hamba ditahan rezekinya karena dosa yang dilakukan (HR.
An Nasai dan Ibnu Majah)
Rasulullah
bersabda: Malaikat Jibril membisikkan di dalam hatiku, bahwa suatu jiwa tidak
akan mati hingga telah sempurna rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah
dan carilah rezeki dengan cara yang baik dan hendaklah tertundanya rezeki
tidak mendorong kalian untuk mencarinya
dengan kemaksiatan kepada Allah, karena sesungguhnya keridhaan di sisi Allah
tidak akan bisa diraih kecuali dengan ketaatan kepada-Nya (HR
Abu Nu’aim, al-Baihaqi dan al-Bazar dari Ibn Mas’ud).
sebaliknya
orang yang bertakwa akan di mudahkan rizkinya
وَمَنْ
يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)
ü
Hati terasa jauh dari Allah ta'ala dan merasa
asing dengan-Nya.
ü
Maksiat akan ‘memperpendek‘ umur dan
menghilangkan keberkahannya, sementara perbuatan baik akan menambah umur dan
keberkahannya. Mengapa demikian? Karena kehidupan yang hakiki dari seorang
hamba diperoleh bila hatinya hidup. Sementara, orang yang hatinya mati walaupun
masih berjalan di muka bumi, hakikatnya ia telah mati. Oleh karenanya Allah
ta'ala menyatakan orang kafir adalah mayat dalam keadaan mereka masih berkeliaran
di muka bumi:
أَمْوَاتٌ
غَيْرُ أَحْيَاءٍ
“Mereka itu adalah orang-orang mati yang tidak
hidup.” (An-Nahl: 21)
ü
Satu maksiat akan mengundang maksiat lainnya,
sehingga terasa berat bagi si hamba untuk meninggalkan kemaksiatan.
ü
Orang yang sering berbuat dosa dan maksiat,
hatinya tidak lagi merasakan jeleknya perbuatan dosa. Malah berbuat dosa telah
menjadi kebiasaan. Dia tidak lagi peduli dengan pandangan manusia dan acuh
dengan ucapan mereka. Bahkan ia bangga dengan maksiat yang dilakukannya.
Bila sudah seperti ini model seorang hamba, ia
tidak akan dimaafkan, sebagaimana berita dari Rasulullah :
كُلُّ
أُمَّتِي مُعَافًى إِلاَّ الْـمُجَاهِرِيْنَ، وَإِنَّ مِنَ الْـمُجَاهَرَةِ أَنْ
يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ
عَلَيْهِ فيَقُوْلُ: يَا فُلاَنُ، عَمِلْتُ الْبَارِحَة كَذَا وَكَذَا. وَقَدْ
بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ
“Setiap umatku akan dimaafkan kesalahan/dosanya
kecuali orang-orang yang berbuat dosa dengan terang-terangan. Dan termasuk
berbuat dosa dengan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu dosa di
waktu malam dan Allah menutup perbuatan jelek yang dilakukannya tersebut2 namun
di pagi harinya ia berkata pada orang lain, “Wahai Fulan, tadi malam aku telah
melakukan perbuatan ini dan itu.” Padahal ia telah bermalam dalam keadaan
Tuhannya menutupi kejelekan yang diperbuatnya. Namun ia berpagi hari menyingkap
sendiri tutupan (tabir) Allah yang menutupi dirinya.” (HR. Al-Bukhari no. 6069
dan Muslim no. 7410)
ü
Setiap maksiat yang dilakukan di muka bumi ini
merupakan warisan dari umat terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah ta'ala.
ü
Maksiat merupakan sebab dihinakannya seorang
hamba oleh Rabbnya.
وَمَنْ
يُهِنِ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ
“Siapa yang dihinakan Allah niscaya tak ada
seorang pun yang akan memuliakannya.” (Al-Hajj: 18)
Walaupun mungkin secara zhahir manusia
menghormatinya karena kebutuhan mereka terhadapnya atau mereka takut dari
kejelekannya.
Ø
Bila seorang hamba terus menerus berbuat dosa,
pada akhirnya ia akan meremehkan dosa tersebut dan menganggapnya kecil. Ini
merupakan tanda kebinasaan seorang hamba. Karena bila suatu dosa dianggap kecil
maka akan semakin besar di sisi Allah ta'ala.
Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya (no. 6308)
menyebutkan ucapan sahabat yang mulia Ibnu Mas’ud:
إِنَّ
الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوْبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ
يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوْبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى
أَنْفِهِ فَقَالَ بِهِ هَكَذَا
“Seorang mukmin memandang dosa-dosanya seakan-akan
ia duduk di bawah sebuah gunung yang ditakutkan akan jatuh menimpanya.
Sementara seorang fajir/pendosa memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat
yang lewat di atas hidungnya, ia cukup mengibaskan tangan untuk mengusir lalat
tersebut.”
Ø
Bila dosa telah menumpuk, hatipun akan tertutup
dan mati, hingga ia termasuk orang-orang yang lalai. Allah ta'ala berfirman:
كَلاَّ
بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa
yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)
Al-Hasan Al-Bashri berkata menafsirkan ayat di atas: “Itu adalah
dosa di atas dosa (bertumpuk-tumpuk) hingga mati hatinya.”
Ø
Bila si pelaku dosa enggan untuk bertaubat dari
dosanya, ia akan terhalang dari mendapatkan doa para malaikat. Karena malaikat
hanya mendoakan orang-orang yang beriman, yang suka bertaubat, yang selalu
mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Allah ta'ala berfirman:
الَّذِينَ
يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ
وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ
شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ
وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ. رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي
وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ
إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ وَمَنْ تَقِ
السَّيِّئَاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Malaikat-malaikat yang memikul Arsy dan malaikat
yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Rabb mereka dan mereka beriman
kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman, seraya
berucap, ‘Wahai Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka
berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu dan
peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Wahai Rabb kami,
masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka
dan orang-orang yang shalih di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka,
dan keturunan mereka semuanya. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi
Maha memiliki hikmah. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan.
Orang-orang yang Engkau pelihara dari pembalasan kejahatan pada hari itu maka sungguh
telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar’.”
(Ghafir: 7-9) ( Ad-Da`u wad Dawa`, karya Al-Imam Ibnul Qayyim hal. 85-99.)
3. Karena dosa
pembawa kehancuran cepat ataupun lambat.
lihatlah kisah kisah ummat sebelum kita
mereka di adzab lantaran dosa dosa mereka, Allah ta'ala berfirman:
فَكُلّاً
أَخَذْنَا بِذَنبِهِ فَمِنْهُم مَّنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِباًوَمِنْهُم
مَّنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُم مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَوَمِنْهُم
مَّنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِن كَانُواأَنفُسَهُمْ
يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa
disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya
hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang
mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di
antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak
menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(Al-Ankabuut [29] : 40).
Di antara
contoh dari ummat terdahulu yang di binasakan Allah ta'ala yang tersebut dalam
Al Qur'an:
- Kaum Nabi Nuh, Allah tenggelamkan dengan banjir yang sangat dahsyat, yang tinggi gelombangnya sebesar gunung (Hud: 42). Hingga, tak ada makhluk pun yang tersisa melainkan yang berada di atas kapal bersama Nabi Nuh (Asyu’ara’: 118).
- Kaum nabi Syu’aib, Allah hancurkan dengan gempa bumi yang dahsyat. Sampai-sampai Alquran menggambarkan seolah-olah mereka belum pernah mendiami kota tempat yang mereka tinggali. Lantaran begitu hancurnya kota mereka pasca gempa (Al-A’raf: 92).
- Kaum Nabi Luth, Allah hancurkan dengan hujan batu. Alquran menggambarkan, bangunan-bangunan tinggi hasil peradaban kaum Nabi Luth menjadi rata dengan tanah (Hud: 82).
- Kaum Tsamud (kaumnya Nabi Shaleh), juga Allah hancurkan dengan gempa. Mereka mati bergelimpangan di dalam rumah mereka sendiri (Hud: 67).
- Fir’aun dan pengikutnya dihancurkan oleh Allah dengan ditenggelamkan ke dalam lautan hingga tidak satu pun yang tersisa (Al-A’raf: 136).
- Karun beserta pengikutnya, Allah benamkan mereka ke dalam bumi sehingga kekayaannya sedikitpun tidak tersisa. Ini lantaran ia sombong kepada Allah swt. (Al-Qashash:81).
4. Karena Allah ta'ala memerintahkan
manusia untuk bertaubat.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan
menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan
orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di
hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: " Ya Tuhan
kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu ". “ ( at-Tahrim 8)
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nur 31 )
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada
Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian),
niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai
kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap
orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari yang besar (Kiamat)”
(Hud 3 )
5. Karena Allah
mencintai orang-orang yang bertaubat.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah 222)
6. Karena Allah
akan menimbang amalan hamba hambanya pada hari kiamat
Setiap manusia akan di adili di hadapanAllah
ta'ala di antaranya dengan cara di timbang setiap kebaikan kebaikan dan
keburukan keburukan hamba dalam dua buah neraca timbangan, maka sesiapa yang
berat timbangan kebaikannya maka ia akan di selamatkan, dan sesiapa yang berat
timbangan keburukannya maka dia akan di binasakan, maka perkara yang bisa memberatkan
timbangan kebaikan seorang hamba adalah dengan cara memperbanyak taubat kepada
allah karena taubat bisa menghapus perbuatan buruk .
7. Karena
setan tidak akan berhenti menyesatkan
bani adam selama nyawa bani adam dalam jasadnya.
Permusuhan
setan dengan bapak manusia adam 'Alahi salam dan anak keturunannya akan
senantiasa ada sampai kiamat di
bangkitkan, maka sebagian manusia yang lemah imannya akan ada yang mudah
memenuhi ajakan ajakan sesat setan,
namun Allah ta'ala maha pengampun dan penyayang masih memberikan
kesempatan kepada hamba hambanya yang tergelincir untuk kembali kepada Allah
ta'ala dan berataubat kepadanya.
Dari Abi Sa'id al Khudri r.a. bahwa Nabi Saw
bersabda: "Pada jaman sebelum kalian ada seseorang yang telah membunuh
sembilan puluh sembilan manusia, kemudian ia mencari manusia yang paling alim
di muka bumi, dan ia pun ditunjukkan kepada seorang rahib. Ia mendatangi rahib
itu dan bertanya: bahwa ia telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, maka
apakah ia masih dapat bertaubat?. Sang rahib menjawab: "tidak". Dan
orang itupun membunuh sang rahib, hingga ia melengkapi bilangan seratus orang
yang telah ia bunuh. Kemudian ia kembali menanyakan tentang orang yang paling
alim di muka bumi, dan ia pun ditunjukkan kepada seorang alim, dan ia bertanya:
bahwa ia telah membunuh seratus manusia, maka apakah ia dapat bertaubat? Orang
alim itu menjawab: "ya bisa, siapa yang menghalangi antaranya dengan
taubat? Pergilah engkau ke daerah ini dan ini, karena di sana ada manusia yang
menyembah Allah, maka beribadahlah bersama mereka, dan jangan kembali ke
negerimu lagi; karena ia adalah negeri yang buruk". Orang itu kemudian
berangkat menuju negeri yang ditunjukan itu hingga sampai di tengah perjalanan,
di sana malaikat maut mendatanginya dan mencabut nyawanya. Kemudian malaikat
rahmat dan malaikat azab bertengkar; malaikat rahmah berkata: Orang ini telah
berangkat untuk bertaubat kepada Allah talaa (oleh karena itu ia berhak
mendapatkan rahmah). Sedangkan malikat azab berkata: orang ini tidak pernah
melakukan kebaikan sedikitpun (oleh karena itu ia seharusnya diazab.
Selanjutnya, datang malaikat dalam bentuk seorang manusia, dan berkata kepada
keduanya: Ukurlah antara dua negeri itu (antara tempat asalnya dan tempat
tujuannya), tempat mana yang lebih dekat orang itu, maka orang itu dimasukkan
dalam kelompok itu. Malaikat pun mengukurnya dan mendapati orang itu lebih
dekat ke tempat yang ditujunya (tempat orang saleh), maka orag itupun dicabut
oleh malaikat rahmah".
Dalam satu riwayat:
"Maka
diketahui orang itu lebih dekat ke negeri yang saleh sekadar satu jengkal,
sehingga iapun dimasukkan dalam golongan orang saleh itu".
Dalam riwayat lain:
"Allah
ta'ala memerintahkan kepada negeri yang buruk itu untuk menjauh dan kepada
negeri yang saleh untuk mendekat. Kemudian memerintahkan kepada malaikat:
Ukurlah antara keduanya, dan para malaikut mendapati orang itu lebih dekat ke
negeri yang saleh sekadar satu hasta, maka Allah ta'ala mengampuni orang
itu".
Dalam riwayat lainnya: Qatadah berkata: Hasan
berkata: Diceritakan kepada kami bahwa ketika beliau didatangi malaikat
pencabut nyawa ia menyodorkan dadanya kepadanya". ( HR. Bukhari, Muslim
dan yang lainnya )
Syarat-syarat diterimanya taubat kepada Allah
ta'ala
Ø Ikhlas.
Artinya, taubat pelaku dosa harus ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena
lainnya.
Ø Menyesali dosa
yang telah diperbuatnya.
Ø Meninggalkan
sama sekali maksiat yang telah dilakukannya.
Ø Tidak
mengulangi. Artinya, seorang muslim harus bertekad tidak mengulangi perbuatan
dosa tersebut.
Ø Istighfar.
Yaitu memohon ampun kepada Allah atas dosa yang dilakukan terhadap hakNya.
Ø Waktu
diterimanya taubat itu dilakukan di saat hidupnya, sebelum tiba ajalnya. Sabda
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam : “Sesungguhnya Allah akan menerima taubat
seorang hambaNya selama belum tercabut nyawanya.” (HR. At-Tirmidzi, hasan).
Syarat
syarat taubat dengn manusia
Ø Menyesal sungguh-sungguh atas segala kesalahan yang dibuat terhadap
orang lain, denganb benar-benar terasa di hati perasaan sedih, dukacita dan
rasa tidak patut berbuat begitu.
Ø Meninggalkan terus perkara-perkara yang mendatangkan dosa dengan
manusia.
Ø Berazam bersungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perkara-perkara
yang mendatangkan dosa yang ada hubungan dengan manusia itu
Ø Meminta maaf atau meminta redha (halal) kepada orang yang kita
telah berbuat dosa terhadapnya atau bayar semula ganti rugi atau pulangkan
barang yang telah diambil. Dosadosa sesama manusia ini kalau hendak disebutkan
terlalu banyak.
Hal
hal yang bisa membantu untuk segera bertaubat
Ø Tidak memanjangkan angan angan dan mengikuti hawa nafsu
Inilah
salah satu yang bisa membinasakan manusia yaitu memanjangkan angan angan dan
mengikuti hawa nafsu lihatlah satu kisah dalam sejarah bagaimana
iblis menjanjikan angan angan yang akhirnya membinasakan
Pada waktu perang Badr, Iblis datang bersama
para setan pasukannya dengan membawa bendera. Ia menjelma seperti seorang
lelaki dari Bani Mudlaj dalam bentuk seseorang yang bernama Suraqah bin Malik
bin Ju’syum. Ia berkata kepada kaum musyrikin: “Tidak ada seorang manusia pun
yang bisa menang atas kalian pada hari ini. Dan aku ini sesungguhnya pelindung
kalian.” Tatkala dua pasukan siap bertempur, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengambil segenggam debu lalu menaburkannya pada wajah pasukan musyrikin
sehingga mereka lari ke belakang. Kemudian malaikat Jibril mendatangi Iblis.
Ketika Iblis melihat Jibril dan waktu itu tangannya ada pada genggaman seorang
lelaki, ia berusaha melepaskannya kemudian lari terbirit-birit beserta
pasukannya. Lelaki tadi berkata: “Wahai Suraqah, bukankah kamu telah menyatakan
pembelaan terhadap kami?” Iblis berkata: “Aku melihat apa yang tidak kamu lihat.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 2/330 dan Ar-Rahiq Al-Makhtum hal. 304)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ زَيَّنَ
لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لاَ غَالِبَ لَكُمُ الْيَوْمَ مِنَ
النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى
عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيْءٌ مِنْكُمْ إِنِّي أَرَى مَا لاَ تَرَوْنَ
إِنِّي أَخَافُ اللهَ وَاللهُ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“Dan ketika setan menjadikan mereka memandang
baik pekerjaan mereka dan mengatakan: ‘Tidak ada seorang manusia pun yang bisa
menang atas kalian pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah
pelindungmu.’ Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat
(berhadapan), setan itu berbalik ke belakang seraya berkata: ‘Sesungguhnya aku
berlepas diri dari kalian; sesungguhnya aku melihat apa yang kalian tidak
melihatnya; sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ Dan Allah sangat keras
siksa-Nya.” (Al-Anfal: 48)
Ø Berkawan dengan orang orang
yang bertaubat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang itu akan mengikuti agama temannya,
karenanya hendaklah salah seorang diantara kalian mencermati kepada siapa ia berteman.”
(Hadits hasan, riwayat Tirmidzi (no. 2387),
Ahmad (no. 8212), dan Abu Dawud (no. 4833), Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan
gharib)
Maka dalam pergaulan kita harus pandai-pandai
dalam memilih
teman yang baik, shalih/shalihah, yang benar-benar memberikan
kecintaan yang tulus, selalu memberi nasihat, dan menunjukan kebaikan. Karena
bergaul dengan orang-orang shalih/shalihah akan menjadikannya sebagai teman
yang selalu mendatangkan manfaat dan pahala yang besar, juga akan membuka hati
untuk menerima kebenaran dan selalu bertaubat kepada Allah ta'ala. Maka
kebanyakan teman akan jadi teladan bagi temannya yang lain dalam akhlak dan
tingkah laku. Seperti ungkapan:
“Janganlah kau tanyakan seseorang pada
orangnya, tapi tanyakan pada temannya. karena setiap orang mengikuti temannya ‘
Rasulullah bersabda :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik
(shalih/shalihah) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan
peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak
wanginya itu atau engkau menibeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma
harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan membakar bajumu
atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap”.
(Riwayat Bukhari, kitab Buyuu’, Fathul Bari 4/323 dan Muslim kitab Albir 4/2026)
(Riwayat Bukhari, kitab Buyuu’, Fathul Bari 4/323 dan Muslim kitab Albir 4/2026)
Ø Banyak mensyukuri ni'mat Allah ta'ala yang telah Allah ta'ala
berikan kepada hamba hambanya.
Ø Mengenal dan mengetahui betapa luasnya rahmat dan ampunan Allah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tatkala Allah
menciptakan para makhluk, Dia menulis dalam kitab-Nya, yang kitab itu terletak
di sisi-Nya di atas ‘Arsy, “Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan
kemurkaan-Ku.” (HR. Bukhari
no. 6855 dan Muslim no. 2751)
salah satu bentuk luasnya rahmat Allah adalah
luasnya ampunan Allah bagi para hamba-Nya yang pernah melakukan kemaksiatan
kepada Allah, selama hamba tersebut mau bertaubat. Allah ta’ala
berfirman, “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53)
Ibnu Katsir rahimahullah
menafsirkan ayat di atas, “Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap
orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat
kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa
bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut
amat banyak, bagaikan buih di lautan.”
Kemudian beliau menambahkan, “Berbagai hadits
menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa (termasuk pula kesyirikan) jika
seseorang mau bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat Allah,
walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan karena pintu taubat dan rahmat
Allah begitu luas.”
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Saya
mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah ta’ala
berfirman, “…Hai anak Adam, sungguh seandainya kamu datang menghadapKu dengan
membawa dosa sepenuh bumi, dan kau datang tanpa menyekutukan-Ku dengan
sesuatupun. Sungguh Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR.
Tirmidzi, hasan)
Adakah perbedaan antara istighfar dan taubat?
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –rahimahullah-
menjelaskan,
التوبة الندم على
الماضي والإقلاع منه والعزيمة أن لا يعود فيه، هذه يقال له التوبة، أما الاستغفار
فقد يكون توبة وقد يكون مجرد كلام، يقول: اللهم اغفر لي، أستغفر الله، لا يكون
توبة إلا إذا كان معه ندم وإقلاع يعني من المعصية وعزم أن لا يعود فيها، فهذا يسمى
توبة ويسمى استغفار، فالاستغفار النافع المثمر هو الذي يكون معه الندم والإقلاع من
المعصية والعزم الصادق أن لا يعود فيه، هذا يسمى استغفار ويسمى توبة، وهو المراد
في قوله جل وعلا: وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ
ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن
يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ
يَعْلَمُونَ* أُوْلَئِكَ جَزَآؤُهُم مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ
تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ
الْعَامِلِينَ [سورة آل عمران(135) (136)].
فالمقصود أنه
نادم غير مصر، يعني يتكلم يقول: اللهم اغفر لي أستغفر الله وهو مع هذا نادم على
السيئة يعلم الله من قلبه ذلك، غير مصر عليها بل عازم على تركها، فهذا إذا قال
أستغفر، أو اللهم اغفر لي، وقصده التوبة والندم والإقلاع والحذر من العودة إليها
فهذا توبته صحيحة.
Artinya: Taubat adalah penyesalan atas
kesalahan yang telah lalu, meninggalkan kesalahan itu dan tekad untuk tidak
mengulanginya. Inilah yang disebut taubat. Adapun istighfar, maka terkadang dia
berupa taubat dan terkadang hanya semata-mata ucapan. Seseorang yang berucap,
“Ya Allah ampuni aku” atau “astaghfirulloh”, tidak akan menjadi taubat kecuali
jika dibarengi dengan penyesalan, meninggalkan maksiat dan bertekad untuk tidak
mengulanginya. Maka yang semacam ini disebut taubat sekaligus istighfar. Maka istighfar
yang akan membuahkan manfaat adalah yang disertai penyesalan, peninggalan
maksiat dan tekad yang sungguh-sungguh dan jujur untuk tidak mengulanginya.
Inilah yang dinamakan istighfar dan juga taubat. Dan inilah yang dimaksud dalam
firman Allah Jalla wa ‘Alaa
وَالَّذِينَ
إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ
فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ
يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ* أُوْلَئِكَ جَزَآؤُهُم
مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari
Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka
kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (Ali
‘Imran: 135-136)
Maksudnya, dia menyesal dan tidak terus menerus
melakukan kemaksiatannya. Yakni, dia mengucapkan “Allohummaghfirli (ya Alloh
ampunilah aku)” atau “astaghfirulloh” bersamaan dengan itu dia menyesali
kesalahannya, sedangkan Allah mengetahui hal tersebut dalam hatinya, dan dia
tidak terus menerus melakukan kesalahan tersebut, bahkan dia bertekad untuk
meninggalkannya. Demikian ini, jika dia mengucapkan “astaghfirulloh” atau “Ya
Alloh ampuni aku”, sedangkan tujuannya adalah bertaubat, menyesal, meninggalkan
maksiat, dan berwaspada agar tidak kembali lagi kepada kesalahan itu, maka ini
adalah taubat yang benar.
Kisah Orang orang yang Bertaubat
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا
عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ
اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ
الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Wahai hamba-hambaKu yang
malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Az-Zumar: 53)
1. Kisah taubatnya wanita pezinah
Dari Buraidah dia berkata,
أَنَّ
مَاعِزَ بْنَ مَالِكٍ الْأَسْلَمِيَّ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِي
وَزَنَيْتُ وَإِنِّي أُرِيدُ أَنْ تُطَهِّرَنِي, فَرَدَّهُ. فَلَمَّا كَانَ مِنْ الْغَدِ أَتَاهُ
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَرَدَّهُ الثَّانِيَةَ.
فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى قَوْمِهِ
فَقَالَ: أَتَعْلَمُونَ
بِعَقْلِهِ بَأْسًا تُنْكِرُونَ مِنْهُ شَيْئًا, فَقَالُوا: مَا نَعْلَمُهُ إِلَّا وَفِيَّ الْعَقْلِ مِنْ
صَالِحِينَا فِيمَا نُرَى. فَأَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمْ
أَيْضًا فَسَأَلَ عَنْهُ فَأَخْبَرُوهُ أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ وَلَا بِعَقْلِهِ.
فَلَمَّا كَانَ الرَّابِعَةَ حَفَرَ لَهُ حُفْرَةً ثُمَّ أَمَرَ بِهِ فَرُجِمَ. قَالَ
فَجَاءَتْ الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ
فَطَهِّرْنِي, وَإِنَّهُ رَدَّهَا. فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ لِمَ تَرُدُّنِي لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا
فَوَاللَّهِ إِنِّي لَحُبْلَى. قَالَ: إِمَّا لَا, فَاذْهَبِي حَتَّى تَلِدِي. فَلَمَّا وَلَدَتْ
أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي خِرْقَةٍ قَالَتْ: هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ. قَالَ:
اذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ حَتَّى تَفْطِمِيهِ, فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ
بِالصَّبِيِّ فِي يَدِهِ كِسْرَةُ خُبْزٍ فَقَالَتْ: هَذَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ
قَدْ فَطَمْتُهُ وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ. فَدَفَعَ الصَّبِيَّ إِلَى رَجُلٍ مِنْ
الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَى صَدْرِهَا وَأَمَرَ
النَّاسَ فَرَجَمُوهَا. فَيُقْبِلُ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ بِحَجَرٍ فَرَمَى
رَأْسَهَا فَتَنَضَّحَ الدَّمُ عَلَى وَجْهِ خَالِدٍ فَسَبَّهَا, فَسَمِعَ نَبِيُّ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبَّهُ إِيَّاهَا فَقَالَ: مَهْلًا
يَا خَالِدُ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا
صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ. ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا وَدُفِنَتْ
“Ma’iz bin Malik Al Aslami pergi menemui
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku, karena aku telah berzina, oleh karena
itu aku ingin agar anda berkenan membersihkan diriku.” Namun beliau menolak
pengakuannya. Keesokan harinya, dia datang lagi kepada beliau sambil berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.” Namun beliau tetap menolak
pengakuannya yang kedua kalinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengutus seseorang untuk menemui kaumnya dengan mengatakan: “Apakah kalian tahu
bahwa pada akalnya Ma’iz ada sesuatu yang tidak beres yang kalian ingkari?”
mereka menjawab, “Kami tidak yakin jika Ma’iz terganggu pikirannya, setahu kami
dia adalah orang yang baik dan masih sehat akalnya.”
Untuk ketiga kalinya, Ma’iz bin Malik datang
menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membersihkan dirinya dari
dosa zina yang telah diperbuatnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pun mengirimkan seseorang menemui kaumnya untuk menanyakan kondisi akal Ma’iz,
namun mereka membetahukan kepada beliau bahwa akalnya sehat dan termasuk orang
yang baik. Ketika Ma’iz bin Malik datang keempat kalinya kepada beliau, maka
beliau memerintahkan untuk membuat lubang ekskusi bagi Ma’iz. Akhirnya beliau
memerintahkan untuk merajamnya, dan hukuman rajam pun dilaksanakan.”
Buraidah melanjutkan, “Suatu ketika ada
seorang wanita Ghamidiyah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, diriku telah berzina, oleh karena
itu sucikanlah diriku.” Tetapi untuk pertama kalinya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam tidak menghiraukan bahkan menolak pengakuan wanita tersebut.
Keesokan harinya wanita tersebut datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sambil berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa anda menolak pengakuanku?
Sepertinya engkau menolak pengakuanku sebagaimana engkau telah menolak
pengakuan Ma’iz. Demi Allah, sekarang ini aku sedang mengandung bayi dari hasil
hubungan gelap itu.” Mendengar pengakuan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sekiranya kamu ingin tetap bertaubat, maka pulanglah sampai
kamu melahirkan.”
Setelah melahirkan, wanita itu datang lagi
kepada beliau sambil menggendong bayinya yang dibungkus dengan kain, dia
berkata, “Inilah bayi yang telah aku lahirkan.” Beliau lalu bersabda: “Kembali
dan susuilah bayimu sampai kamu menyapihnya.” Setelah mamasuki masa sapihannya,
wanita itu datang lagi dengan membawa bayinya, sementara di tangan bayi
tersebut ada sekerat roti, lalu wanita itu berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi
kecil ini telah aku sapih, dan dia sudah dapat menikmati makanannya sendiri.”
Kemudian beliau memberikan bayi tersebut kepada seseorang di antara kaum
muslimin, dan memerintahkan untuk melaksanakan hukuman rajam. Akhirnya wanita
itu ditanam dalam tanah hingga sebatas dada.
Setelah itu beliau memerintahkan orang-orang
supaya melemparinya dengan batu. Sementara itu,Khalid bin Walid ikut serta
melempari kepala wanita tersebut dengan batu, tiba-tiba percikan darahnya
mengenai wajah Khalid, seketika itu dia mencaci maki wanita tersebut. Ketika
mendengar makian Khalid, Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tenangkanlah dirimu wahai Khalid, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat
(seperti) itu dilakukan oleh seorang pemilik al-maks niscaya dosanya akan
diampuni.” Setelah itu beliau memerintahkan untuk menyalati jenazahnya dan
menguburkannya.” (HR. Muslim no. 1695)
2. Kisah taubatnya pembunuh 100 nyawa
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
كَانَ
فِيْمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ نَفْسًا, فَسَأَلَ
عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ اْلأَرْضِ, فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ , فَأَتَاهُ فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً
وَتِسْعِيْنَ نَفْسًا فَهَلْ لَهْ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فَقَالَ: لاَ, فَقَتَلَهُ
فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً, ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ اْلأَرْضِ,
فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ, فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ , فَهَلْ
لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فَقَالَ: نَعَمْ, وَمَنْ يَحُوْلُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ
التَّوْبَةِ ؟ اِنْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا , فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا
يَعْبُدُوْنَ اللهَ, فَاعْبُدِ اللهَ مَعَهُمْ وَلاَ تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ,
فَإِنَّهَا أَرْضُ سُوْءٍ, فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيْقَ أَتَاهُ
الْمَوْتُ, فَاخْتَصَمَتْ فِيْهِ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلاَئِكَةُ
الْعَذَابِ, فَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ : جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلاً بِقَلْبِهِ إِلَى
اللهِ, وَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ: إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ,
فَأَتَاهُ مَلَكٌ فِيْ صُوْرَةِ آدَمِيٍّ, فَجَعَلُوْهُ حَكَمًا بَيْنَهُمْ,
فَقَالَ: قِيْسُوْا مَا بَيْنَ اْلأَرْضَيْنِ , فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ
أَدْنَى فَهُوَ لَهُ, فَقَاسُوْهُ فَوَجَدُوْهُ أَدْنَى إِلَى اْلأَرْضِ الَّتِيْ
أَرَادَ, فَقَبَضَتْهُ
مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ
“Dahulu ada seorang laki-laki sebelum kalian
yang telah membunuh 99 nyawa. Dia bertanya tentang orang yang paling berilmu di
atas permukaan bumi. Lalu ditunjukkanlah seorang rahib (ahli ibadah). Kemudian
ia pun datang kepada sang rahib seraya mengatakan bahwa dirinya telah membunuh
99 nyawa. Apakah masih ada taubat baginya? “tidak ada!!”, tukas si rahib. Maka
orang itu membunuh si rahib dan menyempurnakan (bilangan 99) dengan membunuh si
rahib menjadi 100 nyawa. Kemudian ia bertanya lagi tentang orang yang paling
berilmu di atas pemukaan bumi. Lalu ditunjukkan seorang yang berilmu (ulama’)
seraya menyatakan bahwa dirinya telah membunuh 100 nyawa, apakah masih ada
taubat baginya. Orang yang berilmu itu menyatakan bahwa siapakah yang
menghalangi antara dirinya dengan taubat? “Berangkatlah engkau ke negeri
demikian dan demikian, karena disana ada sekelompok manusia yang menyembah
Allah -Ta’ala- . Maka sembahlah Allah bersama mereka, dan janganlah engkau
kembali kembali ke kampungmu, karena ia adalah kampung yang jelek”, kata orang
yang beilmu itu. Orang itu pun berangkat sampai di tengah perjalanan, ia di
datangi oleh kematian. Maka para malaikat rahmat, dan malaikat adzab (siksa)
pun bertengkar tentang orang itu. Malaikat rahmat berkata, “Dia (bekas
pembunuh) ini telah datang dalam keadaan bertaubat lagi menghadapkan hatinya
kepada Allah -Ta’ala-”. Malaikat adzab berkata, “Orang ini sama sekali belum mengamalkan
suatu kebaikan”. Lalu mereka (para malaikat itu) pun didatangi oleh seorang
malaikat dalam bentuk seorang manusia. Mereka (para malaikat) pun menjadikannya
sebagai hakim. Malaikat (yang menjadi hakim) berkata, “Ukurlah antara dua
tempat itu; kemana saja laki-laki lebih itu dekat, maka berarti ia kesitu”.
Mereka mengukurnya; ternyata laki-laki itu lebih dekat ke negeri yang ia
inginkan. Akhirnya malaikat rahmat menggenggam (ruh)nya”. [HR. Al-Bukhoriy
dalam Kitab Al-Anbiyaa’, bab: Am Hasibta anna Ashhaba Kahfi war Roqim (3283),
Muslim dalam Kitab At-Taubah, bab: Qobul Taubah Al-Qotil Wa in Katsuro qotluh
(2766), Ibnu Majah dalam Kitab Ad-Diyat, bab: Hal li Qotil Al-Mu’min Taubah
(2622)]
3. Kisah taubatnya seorang begal (perampok)
Ali bin Khasyram berkata:
“Seorang tetangga al-Fudhail bin Iyadh
rahimahullah menceritakan, dulu al-Fudhail bin Iyadh membegal (merampok)
sendirian. Suatu malam ia keluar untuk membegal, ternyata ia mendapati suatu
kafilah (rombongan dagang) yang kemalaman. Seorang di antara mereka berkata
kepada yang lainnya:‘Mari kita kembali ke kampung itu, karena di hadapan kita
ada seorang pembegal yang bernama al-Fudhail.’ Ketika al-Fudhail mendengarnya,
ia menjadi gemetar lalu berkata:‘Wahai sekalian manusia, aku al-Fudhail.
Silahkan kalian lanjutkan perjalanan. Demi Allah, aku akan berusaha untuk tidak
bermaksiat kepada Allah selamanya.’ Lalu ia kembali (bertaubat) dari jalan yang
pernah ia tempuh (membegal)”.
Diriwayatkan dari jalur lainnya bahwa ia
(al-Fudhail) menjamu mereka (mengajak mereka bertamu ke rumahnya) pada malam
itu, dan berkata:“Kalian aman dari al-Fudhail.” Lalu ia
(al-Fudhail) keluar untuk mencari rumput untuk tunggangan mereka. Lalu ia
kembali mendengarkan seseorang yang sedang membaca:
”Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang
beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.”(QS. Al-Hadiid: 16)
Ia menjawab:”Benar, demi Allah, sudah tiba waktunya.”Ia pun
mulai menangis dan beristighfar. Inilah awal taubatnya.
Oleh: ust. Ajat sudrajat (Abu humairoh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar