Rabu, 10 April 2013

Muatiara di balik bulan Dzulhijjah



Muatiara di balik bulan Dzulhijjah

          Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan nikmat iman dan Islam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi dan utusan-Nya untuk seluruh umat manusia dengan membawa cahaya Islam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus..” (QS. At-Taubah: 36)
Yang dimaksud empat bulan haram adalah bulan Dzul Qa’dah, Dzulhijjah, Muharram (tiga bulan ini berurutan), dan Rajab, sebagai mana di sebutkan dalam riwayat  Abu Bakrah radhiallahu‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dan di namai bulan haram (bulan suci), karena bulan ini dimuliakan masyarakat Arab, sejak zaman jahiliyah sampai zaman Islam, dan pada bulan-bulan haram tidak boleh ada peperangan, bahkan di sebutkan dalam tafsir Ibnu Jarir ath Thabari rahimahullah meriwayatkan melalui sanadnya, dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu sehubungan dengan pengagungan Allah terhadap kesucian bulan-bulan ini, beliau berkata, “Allah Ta’ala telah menjadikan bulan-bulan ini sebagai bulan bulan suci, mengagungkan kehormatannya dan menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan-bulan ini menjadi lebih besar di bandingkan di lakukan di bulan yang lainnya begitu juga pahala amal shalih serta kebaikan kebaikan pada bulan ini juga lebih besar dari pada di lakukan pada bulan ynag lainnya.” (Tafsir ath Thabari)

Imam Az-Zuhri mengatakan: "Dulu para sahabat menghormati syahrul hurum” (HR. Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf, no.17301).
Di antara bulan haram (bulan suci) itu adalah bulan dzulhijjah di dalamnya banyak keutamaan keutamaan yang nanti akan kita sebutkan dan terkhusus lagi didalam bulan dzulhujjah ini ada 10 hari pertama yang merupakan hari-hari pilihan karena di dalamnya terdapat kemulian dan keberkahan lebih. di antara bukti kemuliaan ini, sampai sampai Allah Ta’ala bersumpah dengannya dan Allah tidak bersumpah dengan makhluknya melainkan untuk menunjukan keagungan perkara tersebut, dalam Al-Qur’an al-Karim.
وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ
Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)
Imam al-Thabari berkata dan perkataan ini di kuatkan oleh imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan “Wa layaalin ‘asr” (Dan malam yang sepuluh), “Dia adalah malam-malam sepuluh Dzulhijjah berdasarkan kesepakatan ahli tafsir (Jaami’ al Bayan fi Ta’wil al-Qur’an: 7/514, Ibnu Katsir: 4/535)
Kemuliaan sepuluh hari ini juga disebutkan dalam Surat Al-Hajj dengan perintah agar memperbanyak menyebut nama Allah pada hari-hari tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj: 27-28)
Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menukil riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma,  “al-Ayyam al-Ma’lumat (hari-hari yang ditentukan) adalah hari-hari yang sepuluh.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/239)
Maka dapat disimpulkan bahwa keutamaan dan kemuliaan hari-hari yang sepuluh dari Dzulhijjah telah datang secara jelas dalam Al-Qur’an al-Karim yang dinamakan dengan Ayyam Ma’lumat karena keutamaannya dan kedudukannya yang mulia.
Sedangan dari hadits, terdapat keterangan yang menunjukkan keutamaan dan kemuliaan sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah ini, di antaranya sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
"Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Dawud dan  Ibnu Majah).


Keutamaan-keutamaan bulan Dzulhijjah
1. Bulan dzulhijjah termasuk bulan hurum (bulan suci)                                                             
Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram). Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali dalam keadaan membela diri dan terdesak, tidak boleh melakukan kemaksiatan, kedholiman dan lain dari dosa dosa besar atau kecil.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah (95): 2)
Ayat yang mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab, dan Muharam.

2. Anjuran memperbanyak Ibadah Pada Sepuluh Hari Pertama ( Tgl 1-10 Dzulhijjah)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ

“Tidak ada amal yang lebih afdhal dibanding amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya: “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun.” (HR. Bukhari No. 969)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
"Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Dawud dan  Ibnu Majah).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيهَا مِنْ عَشْرِ ذِى الْحِجَّةِ يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
"Tidak ada hari-hari yang lebih disukai Allah untuk digunakan beribadah sebagaimana halnya hari-hari sepuluh Dzulhijjah. Berpuasa pada siang harinya sama dengan berpuasa selama satu tahun dan shalat pada malam harinya sama nilainya dengan mengerjakan shalat pada malam lailatul qadar. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Baihaqi)
Imam Ibnu Katsir mengatakan maksud dari “pada hari-hari ini” adalah sepuluh hari Dzulhijjah. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390.)

Catatan:
Maka, amal-amal shalih apa pun bisa kita lakukan antara tanggal satu hingga sepuluh Dzulhijjah; sedekah, shalat sunnah, shaum –kecuali pada sepuluh Dzulhijjah- , silaturrahim, dakwah, jihad, dan lainnya. Amal-amal ini pada hari-hari itu dinilai lebih afdhal dibanding jihad, apalagi berjihad pada hari-hari itu, tentu memiliki keutamaan lebih dibanding jihad pada selain hari-hari itu.

3. Memperbanyak tasbih, tahmid, dan takbir pada sepuluh hari tersebut
Dari Ibnu Umar radhiyallaahu 'anhuma, dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah), karenanya perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya.” (HR. Ahmad 7/224, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan isnadnya).
4. Anjuran puasa ‘Arafah (Pada 9 Dzulhijjah)
Dari Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, berkata:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Nabi ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Menghapuskan dosa tahun lalu dan tahun kemudian.” (HR. Muslim No. 1162, At Tirmidzi No. 749, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 2805, Ath Thabari dalam Tahdzibul Atsar No. 763, Ahmad No. 22535, 22650. Ibnu Khuzaimah No. 2117, dan ini adalah lafaz Imam Muslim)

5. Shalat Idul Adha

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman;
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)
Ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat Idul Adha dan juga Idhul Fitri.
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah bahwa hukumnya adalah sunnah muakkadah:
شرعت صلاة العيدين في السنة الاولى من الهجرة، وهي سنة مؤكدة واظب النبي صلى الله عليه وسلم عليها وأمر الرجال والنساء أن يخرجوا لها.
Disyariatkannya shalat ‘Idain (dua hari raya) pada tahun pertama dari hijrah, dia adalah sunah muakadah yang selalu dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau memerintahkan kaum laki-laki dan wanita untuk keluar meramaikannya. (Fiqhus Sunnah, 1/317) tetapi pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah Wajib ‘ain (atas setiap orang) seperti halnya Shalat Jum’at. Ini pendapat Abu Hanifah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
Al-Imam Asy-Syafi’I mengatakan dalam Mukhtashar Al-Muzani: “Barangsiapa memiliki kewajiban untuk mengerjakan Shalat Jum’at, wajib baginya untuk menghadiri shalat 2 hari raya. Dan ini tegas bahwa hal itu wajib ‘ain.” (Diringkas dari Fathul Bari Ibnu Rajab, 6/75-76)
Yang terkuat dari pendapat yang ada –wallahu a’lam– adalah pendapat ketiga dengan dalil berikut:

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَاْلأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُوْرِ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِيْنَ. قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِحْدَانَا لاَ يَكُوْنُ لَهَا جِلْبَابٌ؟ قَالَ: لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
Dari Ummu ‘Athiyyah ia mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengajak keluar (kaum wanita) pada (hari raya) Idul Fitri dan Idul Adha yaitu gadis-gadis, wanita yang haid, dan wanita-wanita yang dipingit. Adapun yang haid maka dia menjauhi tempat shalat dan ikut menyaksikan kebaikan dan dakwah muslimin. Aku berkata: “Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab?” Nabi menjawab: “Hendaknya saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim, ini lafadz Muslim Kitabul ‘Idain Bab Dzikru Ibahati Khurujinnisa)
Perhatikanlah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi menuju tempat shalat, sampai-sampai yang tidak punya jilbabpun tidak mendapatkan udzur. Bahkan tetap harus keluar dengan dipinjami jilbab oleh yang lain.
Shiddiq Hasan Khan berkata: “Perintah untuk keluar berarti perintah untuk shalat bagi yang tidak punya udzur… Karena keluarnya (ke tempat shalat) merupakan sarana untuk shalat dan wajibnya sarana tersebut berkonsekuensi wajibnya yang diberi sarana (yakni shalat).
Diantara dalil yang menunjukkan wajibnya Shalat Id adalah bahwa Shalat Id menggugurkan Shalat Jum’at bila keduanya bertepatan dalam satu hari. Dan sesuatu yang tidak wajib tidak mungkin menggugurkan suatu kewajiban.” (Ar-Raudhatun Nadiyyah, 1/380 dengan At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah. Lihat pula lebih rinci dalam Majmu’ Fatawa, 24/179-186, As-Sailul Jarrar, 1/315, Tamamul Minnah, hal. 344)

6. Menyembelih Hewan  Qurban

dari Abu Hurairah Radhiallhu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan dia tidak berkurban, maka jangan dekati tempat shalat kami.”  (HR. Ibnu Majah No.  3123, Al Hakim No. 7565, Ahmad No. 8273, Ad Daruquthni No. 53, Al Baihaqi dalam  Syu’abul Iman  No. 7334)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim dalam Al Mustadraknya No. 7565, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” Imam Adz Dzahabi menyepakati hal ini.
Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 6490, namun hanya menghasankan dalam kitab lainnya seperti At Ta’liq Ar Raghib, 2/103, dan Takhrij Musykilat Al Faqr, No. 102.
Mengomentari hadits ini, berkata Imam Amir Ash Shan’ani Rahimahullah:
“Hadits ini dijadikan dalil wajibnya berkurban bagi yang memiliki kelapangan rezeki, hal ini jelas ketika Rasulullah melarang mendekati tempat shalat, larangan itu menunjukkan bahwa hal itu merupakan meninggalkan  kewajiban, seakan Beliau mengatakan shalatnya tidak bermanfaat jika meninggalkan kewajiban ini. Juga karena firmanNya: “maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” Dalam hadits Mikhnaf bin Sulaim secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah) berbunyi: “ (wajib) atas penduduk setiap rumah pada tiap tahunnya untuk berkurban.” Lafaz hadits ini menunjukkan wajibnya. Pendapat yang menyatakan wajib adalah dari Imam Abu Hanifah. (Subulus Salam, 4/91)
Akan datang penjelasannya........

7.  Berdzikir Kepada Allah Ta’ala pada hari-hari Tasyriq

Dalam riwayat Imam Muslim, dari Nubaisyah Al Hudzalli, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum. (HR. Muslim No.  1141), dan dalam riwayat Abu Al Malih ada tambahan: “dan hari berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim No. 1141)
Pada hari-hari tasyriq kita dianjurkan banyak berdzikir, karena Nabi juga mengatakan hari tasyriq adalah hari berdzikir kepada Allah Ta’ala. Agar kebahagian dan pesta kaum muslimin tetap dalam bingkai kebaikan, dan tidak berlebihan.
Imam Ibnu Habib menjelaskan tentang berdzikir pada hari-hari tasyriq: "Hendaknya bagi penduduk Mina dan selain mereka untuk bertakbir pada awal siang ketika matahari meninggi, lalu ketika matahari tergelincir, kemudian pada saat malam, demikian juga yang dilakukan. Ada pun penduduk seluruh ufuk dan selain mereka, pada setiap keluarnya mereka ke tempat shalat dan setelah shalat hendaknya mereka bertakbir pada saat itu,  dan tidak dikeraskan. (Imam Abul Walid Al Baji, Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’, 2/463)
8. Ibadah haji ke baitullah bagi yang mampu
Allah Ta’ala berfirman;
pic10.jpg
(Musim) Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi…” (QS.Al Baqarah:197)
Asyhurun ma’luumaat (bulan-bulan yang dikenal) merupakan bulan yang tidak sah ihram Haji kecuali pada bulan-bulan ini (asyhurun ma’luumaat) menurut pendapat yang shahih. (lihat Tafsir Ibnu Katsir). Dan yang dimaksud dengan bulan-bulan Haji (asyhurul hajji) adalah bulan Syawal, Dzulqa’dah dan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah
Bagi yang Alloh karuniai kecukupan rizki maka hendaklah dia menunaikan ibadah haji, karena haji merupakan kewajiban dan rukun islam. Barangsiapa yang menunaikan ibadah haji menurut cara dan tuntunan yang disyariatkan, maka insya Alloh dia termasuk dalam kandungan sabda nabi yang berbunyi:
العُمْرَةُ إِلىَ العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ
Umrah ke umrah adalah penghapus dosa diantara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.  (HR.Bukhari: 1683, Muslim: 1349)
Haji mabrur adalah haji yang sesuai dengan tuntunan syar’I, menyempurnakan hukum-hukumnya, mengerjakan dengan penuh kesempurnaan dan lepas dari dosa serta terhiasi dengan amalan solih dan kebaikan ( Fathul Bari 3/382, Syarhus Sunnah 7/6)
Kreteria haji mabrur:
- Ikhlas, seorang hanya mengharap pahala Allah, bukan untuk pamer, kebanggan, atau agar dipanggil oleh masyarakatnya “pak haji” atau “bu haji”
- Ittiba’ kepada Nabi, dia berhaji sesuai tata cara haji yang diperaktekkan oleh Nabi dan menjauhi perkara-perkara bid’ah haji.
- Harta untuk berangkat haji adalah harta yang halal.
- Menjauhi segala kemaksiatan, kebid’ahan dan penyimpangan lainnya.
- Berakhlak baik antar sesama, tawadhu dalam bergaul, dan suka membantu kebutuhan saudara lainnya. Alangkah bagusnya ucapan Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid 22/39: “Adapun haji mabrur, yaitu haji yang tiada riya’ dan sum’ah di dalamnya, tiada kefasikan, dan dari harta yang halal” ( Lathaif Ma’arif Ibnu Rajab hal. 410-419, Masail Yaktsuru Sual Anha Abdullah bin Shalih al-Fauzan 12-13)







Berqur'ban bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
Dasar Qur'ban dalam Al Qur'an dan sunnah
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
 فصلِّ لربك وانحر
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah" (QS Al Kautsar : 2)
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ  وَبَشِّرِ ٱلْمُحْسِنِينَ
Kementrian AgamaDaging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demi-kianlah Dia menundukkannya untuk-mu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al hajj 37)
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah) (Al-Hajj: 34)
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

"Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, penyembelihanku (qur'banku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)" Al An'am 162)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rizki) dan tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.(HR. Ibnu Majah no. 3123. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dari Zaid bin Arqam Radhiyallahu 'Anhu, berkata:
قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا هَذِهِ اْلأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا مَا لَنَا مِنْهَا قَالَ بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ.
Mereka bertanya: Hai Rasulullah, apakah kurban itu? Nabi saw menjawab: Itulah suatu sunnah ayahmu Ibrahim. Mereka bertanya (lagi): Apakah yang kita peroleh dari kurban itu? Rasulullah saw menjawab: Di tiap-tiap bulu kita mendapat suatu kebajikan.” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah)
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'Anha, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
"Apabila telah masuk sepuluh hari (pertama Dzulhijjah) dan salah seorang kalian hendak berkurban maka Janganlah dia memotong sedikitpun dari rambut dan kulit luarnya. (HR. Muslim, al-Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Sejarah Qur'ban sepanjang zaman
kisah berqur'bannya anak anak Adam A'laihi salam
Adam memerintahkan kepada anak-anaknya untuk menikah secara bersilang. Misalnya, Habil menikah dengan Iklima dan Qabil menikahi Labuda, perintah Adam ini ditolak oleh Qabil dengan alasan ia lebih mencintai Iklima, yang lebih cantik dibandingkan saudara Habil, Labuda, Untuk itulah, Allah memerintahkan Nabi Adam AS untuk menguji kedua anaknya itu dalam memberikan persembahan terbaik dari hasil usaha mereka kepada Allah, Tuhan Mahapencipta, Qabil memberikan persembahan berupa hasil perkebunannya, sedangkan Habil mempersembah kan hewan ternak. Qabil memberikan hasil kebun yang kurang baik, sedangkan Habil memberikan hewan ternak yang gemuk. Qabil mewakili kelompok petani, dan Habil mewakili peternak, dalam beberapa riwayat disebutkan, pada zaman Nabi Adam sudah diperintahkan untuk mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki untuk dikurbankan. Sebagai petani, Qabil mengeluarkan kurbannya dari hasil pertaniannya, yakni berupa sayur-mayur dan buah-buahan.
Sebagai peternak, Habil mengeluarkan hewan-hewan peliharaannya untuk kurban. Karena ketulusan dan keikhlasan yang diberikan Habil, persembahannya diterima oleh Allah, sedangkan persembahan Qabil ditolak, harta yang dikurbankan itu disimpan di suatu tempat di Padang Arafah, yang sekarang menjadi napak tilas bagi para jamaah haji. Sebagai tanda diterimanya kurban itu ialah dengan datangnya api dari langit lalu membakarnya, dan ternyata api menyambar hewan kurbannya Habil. Melihat hal demikian, Qabil menaruh dendam kepada Habil. Ia pun marah dan membunuh saudaranya itu, peristiwa kurban yang dilakukan oleh kedua anak Nabi Adam ini telah dijelaskan Allah taala dalam Alquran Surah Al-Maidah [5] ayat 27,
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آَدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآَخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Ceritakanlah kepada mereka kisah tentang dua anak Adam (Habil dan Qabil) dengan benar tatkala mereka (masing-masing) berkurban satu kurban, lalu diterima dari seorang di antara mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lainnya (Qabil). Ia berkata (Qabil), ‘Aku pasti membunuhmu!’ Berkata Habil, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.”
Qurban di masa Nabi Ibrohim A'laihi salam.
Dan kisah pengorbanan Nabiyullah Ibrohim A'laihi salam,  Allah Taala kisahkan dalam  surat Ash-Shaffaat: 102-107 :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ. فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ. وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاَءُ الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ.

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
Qur'ban Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
Diriwayatkan dalam Shahihain, “Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berkurban dua ekor domba yang putih dan bertanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan kedua tangannya sambil menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kakinya di samping lehernya.
Dan dalam riwayat lain dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma, “Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam selama sepuluh tahun tinggal di Madinah, beliau selalu menyembelih kurban. (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, sanadnya hasan)


Hikmah dan keutamaan berqur'ban
1. Qur'ban merupakan sarana untuk berbuat baik kepada diri dan keluarga, serta memuliakan tetangga dan kerabat dan teman- teman dan sunah telah berjalan dan mengajarkan semenjak zaman Nabi shallawahu alaihi wasallam sampai hari kiamat dalam hal berbuat baik kepada keluarga, kerabat dan memuliakan tetangga karena ini adalah salah satu bentuk menyambung tali silaturahmi.
2. Menebarkan kebahagiaan pada kaum fakir miskin dengan memberikan sedekah pada mereka.
3. Qur'ban adalah salah satu bentuk taqarrub kita kepada Allah Taalaa dan wujud tauhid hamba kepadanya dengan cara mengucurkan darah kurban karena Allah taalaa demi melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wa Taalaa, dimana Allah Azza Wa Jalla berfirman:
 فصلِّ لربك وانحر
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah"(QS Al Kautsar : 2)
4. Qur'ban merupakan bentuk ibadah yang sangat agung dan memiliki pahala yang sangat besar,tentunya ketika di lakukan dengan contoh yang di lakukan oleh Rasulullah shallawahu alaihi wasallam dan penuh keikhlasan dengan mengharapkan ridho Allah taalaa.
عن عائشة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ( ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم إنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها وأن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا
ويروى عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: في الأضحية لصاحبها بكل شعرة حسنة ويروى بقرونها
Dari Aisyah radhiallahu anha bahwa Rasulullah shallawahu alaihi wasallam bersabda : "Tidak ada amalan manusia yang dilakukan pada hari raya kurban yang lebih dicintai Allah dari pada mengucurkan darah, sesungguhnya sembelihan akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, bulunya, dan kuku- kukunya, dan sungguh darahnya akan terjatuh dengan ridho Allah ditempat yang diterima Allah sebelum dia terjatuh kebumi maka hendaklah jiwa lapang dengan kurban (jangan benci atau terpaksa dalam berkurban)
Di dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari shahabat Zaid bin Arqam disebutkan:
قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا هَذِهِ اْلأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا مَا لَنَا مِنْهَا قَالَ بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ.
Mereka bertanya: Hai Rasulullah, apakah kurban itu? Nabi saw menjawab: Itulah suatu sunnah ayahmu Ibrahim. Mereka bertanya (lagi): Apakah yang kita peroleh dari kurban itu? Rasulullah saw menjawab: Di tiap-tiap bulu kita mendapat suatu kebajikan.”
5. Qur'ban adalah bentuk syukur pada Allah Ta'ala atas karunia-Nya dimana Allah taala telah menundukkan hewan-hewan ternak pada kita. Allah berfirman : "Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkanya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik".    (Q.S Al-Hajj 36-37)
6. Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim alaihisalam ketika beliau bermimpi menyembelih anaknya yang semata wayang Ismail alaisalam, sedangkan mimpi para Nabi adalah benar adanya.
قال الله تعالى: " وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهدِينِ رَبِّ هَب لِي مِنَ الصَّالِحِينَ  فَبَشَّرنَاه بِغلَامٍ حَلِيمٍ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَه السَّعيَ قَالَ يَابنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي المَنَامِ أَنِّي أَذبَحكَ فَانظر مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افعَل مَا تؤمَر سَتَجِدنِي إِن شَاءَ اللَّه مِنَ الصَّابِرِينَ فَلَمَّا أَسلَمَا وَتَلَّه لِلجَبِينِ  وَنَادَينَاه أَن يَاإِبرَاهِيم  قَد صَدَّقتَ الرّؤيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجزِي المحسِنِينَ  إِنَّ هَذَا لَهوَ البَلَاء المبِين  "
"Dan Ibrahim berkata:"Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku, Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh. maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar, maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. ( Al Hajj : 99-110 ).
7. Berqur'ban lebih utama dari pada sedekah sebagaimana para ulama menyatakan bahwa berkurban itu lebih utama daripada sedekah yang nilainya sepadan. Bahkan lebih utama daripada membeli daging yang seharga atau bahkan yang lebih mahal dari harga binatang kurban tersebut kemudian daging tersebut disedekahkan. Sebab, tujuan yang terpenting dari berkurban itu adalah taqarrub kepada Allah melalui penyembelihan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/521 dan Tuhfatul Maulud hal. 65)
Hukum berqur'ban
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban, ada yang berpendapat wajib dan ada pula yang berpendapat sunnah mu’akkadah. Namun mereka sepakat bahwa amalan mulia ini memang disyariatkan, sehingga tak sepantasnya bagi seorang muslim yang mampu untuk meninggalkannya, karena amalan ini banyak mengandung unsur penghambaan diri kepada Allah, taqarrub, syiar kemuliaan Islam dan manfaat besar lainnya (Hasyiyah Asy Syarhul Mumti’ 7/519).
ADAB-ADAB BERQUR'BAN
1. Niat Shalihah
Niat yang baik sangat diperlukan pada setiap ibadah. Karena “Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya, dan bagi tiap-tiap seseorang ia akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud niat yang baik di sini adalah berkurban dengan ikhlas lillahi ta’ala, mengharap pahala dari Allah semata, dan menjauhkan dari segala niat kotor yang dapat merusak keikhlasan tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

"Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, penyembelihanku (qur'banku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)" (Al An'am 162).
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
 فصلِّ لربك وانحر
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah" (QS Al Kautsar : 2)
2. Orang yang hendak berkurban tidak memotong kuku dan rambutnya
Berkaitan dengan hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila 10 hari (pertama dzulhijjah) telah tiba, sementara seorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah ia mengambil sedikitpun dari rambut dan kukunya.” (HR. Muslim)
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan bahwa barang siapa yang sengaja atau tidak melanggar larangan tersebut, maka hendaklah ia beristighfar kepada Allah, dan tidak ada kaffaroh baginya menurut kesepakatan para ulama. (al-Mughni 9/346)
3. Berkurban dengan hewan yang diperbolehkan
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah) (Al-Hajj: 34)
Yang dimaksud dengan binatang ternak pada ayat di atas adalah: unta, sapi, dan kambing. (Shahih Fiqh as-Sunnah 2/369)
Imam an-Nawawi di dalam kitabnya al-Majmu’ mengatakan bahwa para ulama bersepakat bahwa tidak diperbolehkan berkurban kecuali dengan ketiga hewan tesebut di atas. Pengarang kitab Fiqh al-Udhhiyyah (hal. 29) menjelaskan bahwa kerbau masuk ke dalam jenis sapi, jadi boleh berkurban dengan kerbau. Allahu a’lam.
4. Memilih hewan kurban yang tidak cacat
Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berkurban dengan hewan buta yang jelas butanya, hewan sakit yang jelas sakitnya, hewan pincang yang jelas kelihatan pincangnya, dan hewan yang sangat kurus hingga tidak bersumsum. (HR. an-Nasa’i. Hadits ini shahih)
Dan yang terbaik ialah memilih hewan qur'ban yang sempurna, gemuk, dan berjenis kelamin jantan. (Shahih Fiqh as-Sunnah, 2/375, Ahkam al-Idain, hal. 77)
5. Mengasah pisau yang akan digunakan untuk menyembelih
Semakin tajam pisau yang digunakan, semakin dapat meringankan rasa sakit hewan kurban. Selain itu, hal ini termasuk kasih sayang dan ihsan (perbuatan baik) kepada makhluk Allah ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan (kebaikan) pada segala sesuatu. Maka itu apabila kalian membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik, dan apabila kalian menyembelih hendaklah lakukan dengan baik pula. Hendaklah seorang dari kalian mengasah/menajamkan pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim)
Hal ini hendaknya dilakukan sebelum mengambil hewan kurban dan membaringkannya untuk disembelih. Tidak dilakukan di hadapan hewan sembelihan, sebab yang demikian menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Tidak memperlihatkan pisau potong kepada hewan yang akan disembelih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sesunguhnya apabila engkau kasih sayang kepada kambing sembelihan, niscaya Rabb-mu juga akan sayang kepadamu. (ash-Shahihah no. 26. Hadits ini shahih)
Demikian pula, tidak menyembelihnya di hadapan hewan sembelihan lain yang sedang menunggu gilirang untuk dipotong, sebab hal ini bukan termasuk sikap kasih sayang kepada hewan.
7. Dianjurkan menyembelih hewan kurban sendiri
Sebagaimana yang akan disebutkan pada adab kesepuluh. Namun, apabila ia menyerahkan proses penyembelihan kepada orang lain maka diperbolehkan. (Ahkam al-Idain hal. 79)
8. Menyembelih hewan kurban setelah pelaksanaan shalat Ied
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya pertama-tama yang akan kita kerjakan pada hari ini adalah melaksanakan shalat, lalu kita pulang dan menyembelih kurban. Siapa yang melakukannya maka ia benar-benar sesuai dengan sunnah kami. Sedangkan yang menyembelihnya sebelum pelaksanaan shalat Ied maka itu adalah daging biasa yang ia suguhkan kepada keluarganya, tidak temasuk kurban sama-sekali". (HR. Bukhari dan Muslim)
9. Membaringkan hewan yang akan disembelih
Hal ini sebagaimana telah diriwayatkan bahwa suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang yang mengasah pisaunya di depan hewan sembelihan lalu beliau berkata: “Apakah engkau ingin membunuhnya berkali-kali?!Hendaklah engkau mengasah pisaumu sebelum hewan itu dibaringkan.” (Shahih al-Jami’ no. 93)
10. Menyebut nama Allah dan bertakbir
Hendaklah seorang membaca doa “bismillah wallahu akbar” ketika menyembelih. Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu ketika menyembelih dua ekor kambing untuk kurban beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri, beliau menyebut nama Allah dan bertakbir. (HR. Bukhari  & Muslim)
11. Meletakkan telapak kaki di sisi badan hewan yang akan disembelih
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba berwarna putih bercampur sedikit warna hitam dan bertanduk, beliau memotongnya dengan tangan beliau sendiri, beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan telapak kakinya di sisi badan hewan kurban itu.” (HR. Bukhari & Muslim)
12. Membagikan daging kurban kepara fakir miskin
Daging kurban yang disembelih boleh dimanfaatkan oleh orang yang berkurban dengan beberapa cara berikut: dimakan sendiri dan disimpan, disedekahkan kepada fakir miskin, dan dihadiahkan kepada tetangga dan teman. (Ahkam al-Idain hal. 78)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda berkaitan dengan pemanfaatan daging kurban:
كُلُوْاوَادَّخِرُوْاوَتَصَدَّقُوْا.
Makanlah, simpanlah, dan sedekahkanlah. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll)
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu apabila menyembelih kambing beliau berkata: “Bagikanlah sebagiannya kepada teman-teman Khadijah.” (HR. Muslim no. 2435)
13. tidak boleh membayar tukang jagal dengan daging qur'ban
Perlu diketahui bahwasanya tukang jagal hewan kurban tidak boleh dibayar dengan daging kurban, namun hendaknya diambilkan dari harta khusus orang yang berkurban, sebagaimana yang dilakukan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ta’ala ‘anhu. (HR. Muslim, Abu Dawud, dll.)
14. Larangan menjual daging kurban
Dalam hal ini ada sebuah hadits yang dengan jelas melarang menjual daging kurban, akan tetapi haditsnya berderajat lemah. Hanya saja, secara umum kaidah agama menyatakan bahwa harta yang digunakan untuk ibadah tidak boleh diperjualbelikan, seperti harta zakat, kaffaroh, dll. Ini adalah madzhab Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad. (Shahih Fiqh as-Sunnah, 2/379)
15. Berqur'ban di tempat ia tinggal

Hal ini karena ada beberapa hal sebagimana yang di jelaskan oleh syaikh Ibnu Utsamin:
1. Tujuan qur'ban adalah bertaqorub (mendekatkan diri) pada Allah dengan menyembelih qurban tersebut. Karena menyembelih merupakan ibadah yang sangat agung. Bahkan Allah juga menggandengkan ibadah yang satu ini dengan shalat, sebagaimana firman Allah taala:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk-ku [1], hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al An’am: 162). Ini jika yang memilih nusuk bermakna sembelihan.

Penyembelihan itu sendiri adalah ibadah. Bagaimana mungkin engkau dapat mengerjakan ibadah (dengan benar) jika engkau mengirimkan beberapa uang dirham ke negeri lain yang sama dengan harga hewan sembelihan, kemudian hewan ini disembelih atas namamu?

Sungguh Allah Ta’ala berfirman pula:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)

kedua, jika seseorang mengirimkan uang untuk menyembelih kurban di negeri lain, maka dia telah kehilangan kesempatan berdzikir kepada Allah Ta’ala. Padahal Allah Ta’ala berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah.” (QS. Al Hajj: 34)

Allah Ta’ala menjadikan penyebutan nama Allah (dzikrullah) sebagai illah (alasan) adanya manasik yang Dia menyariatkannya. Dzikir semacam ini bisa gugur jika seseorang melakukan penyembelihan di luar daerahnya. Bahkan terkadang pula ada yang melakukan penyembelihan qurban tanpa menyebut nama Allah sama sekali.

ketiga, kalau qurban tersebut dilakukan di luar daerah, luputlah sunnah memakan daging qurban. Padahal Allah Ta’ala berfirman:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”(QS. Al Hajj: 28)

Memakan sebagian dari daging qurban ini adalah wajib menurut kebanyakan ulama. Apabila hewan qurban ini disembelih di luar daerah, maka akan luput perintah ini, baik kita anggap hukum memakan daging oleh shohibul qurban adalah wajib atau mustahab.

keempat, apabila daging qurban tersebut disembelih di luar daerah, maka akan samarlah syiar Islam yang mulia ini (yaitu al udhiyah) yang Allah menjadikan syiar ini di tengah-tengah negeri kaum muslimin sebagai pengganti dari syiar (al hadyu) yang Allah menjadikan syiar ini di Mekkah. Syiar qurban yang ada di Mekah disebut al hadyu. Sedangkan syiar qurban yang ada di negeri kaum muslimin lainnya dinamakan al udhiyah. Allah Ta’ala telah menjadikan syiar ini yaitu al hadyu yang berada di Mekkah dan al udhiyyah yang berada di luar Mekkah (negeri kaum muslimin lainnya), tujuannya adalah untuk menjadikan ibadah ini sebagai syiar di seluruh negeri Islam. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan untuk orang yang hendak berqurban sama dengan ketentuan yang disyariatkan pada orang yang berihrom. Contoh hal ini adalah larangan memotong sebagian rambut.

kelima, jika qurban ini dilakukan di luar daerah maka syiar ini lama kelamaan akan mati. Anak cucu kita mungkin tidak mengenal syiar yang mulia ini lagi. Jika syiar al udhiyah itu dilakukan di tempat kita (bukan di luar daerah), tentu seluruh anggota keluarga akan merasakan ibadah yang mulia ini, mereka akan merasakan melakukan ketaatan pada Allah. Apabila kita mentransfer beberapa dirham ke negeri lain untuk qurban di sana, apakah tujuan seperti ini bisa kita peroleh? Tentu syiar yang mulia ini akan luput (hilang).

Kami katakan bahwa di antara kesalahan yang begitu jelas adalah engkau mentransfer sejumlah uang untuk berqurban di negeri lain. Karena sebagian maslahat yang kami sebutkan ini bisa luput disebabkan engkau berqurban dengan mentransfer uang ke luar daerah.

keenam, sebagian orang menganggap bahwa tujuan qurban itu hanya untuk memberi makan orang miskin yang kelaparan. Kita tahu bahwa tujuan seperti ini penting.
Namun, Allah Ta’ala berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)

Jika memang engkau ingin bersedekah dengan beribadah qurban, engkau ingin saudaramu yang muslim di tempat lain juga mendapatkan manfaat dari qurbanmu, maka sembelihlah qurban tersebut di negerimu. Lalu kalau mau memberi manfaat pada mereka, kirimlah beberapa dirham, makanan, pakaian ke tempat lain (bukan mentansfer untuk qurban). Adakah yang menghalangimu melakukan semacam ini?

Oleh karena itu, aku mengharapkan di antara kalian –semoga Allah senantiasa memberkahi kalian- untuk menjelaskan kesalahan ini pada kaum muslimin lainnya. Janganlah mereka mengganti qurban ini dengan mentransfer uang ke negeri lainnya. Akan tetapi hendaklah mereka tetap menyembelih di negeri mereka masing-masing.

16. boleh berserikat dalam Qur'ban
Jumhur ulama berpendapat bahwa tujuh orang boleh berserikat untuk berkur'ban dengan sapi atau unta. (HR. Muslim no. 350 dari perkataan Jabir radhiyallahu ‘anhu)
Demikianlah beberapa adab berkurban yang bisa dijadikan sebagai bekal dan pegangan dalam berkurban. Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah ta’ala untuk melaksanakan ibadah qur'ban setiap tahunnya, dan semoga amal ibadah kita diterima di sisi-Nya. Amin. Wallahu ta’ala 'alam
                                                                                                                                                                           
    Oleh: Ust. Abu Humairoh




Tidak ada komentar:

Posting Komentar