Muqoddimah
إنّ
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات
أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له، وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله
{يا أيّها الذين آمنوا
اتقوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إلاَّ وأَنتُم مُسْلِمُونَ}
{يا
أيّها الناسُ اتّقُوا ربَّكمُ الَّذي خَلَقَكُم مِن نَفْسٍ واحِدَةٍ وخَلَقَ
مِنْها زَوْجَها وبَثَّ مِنْهُما رِجالاً كَثِيراً وَنِساءً واتَّقُوا اللهََ
الَّذِي تَسَائَلُونَ بِهِ والأَرْحامَ إِنَّ اللهَ كان عَلَيْكُمْ
رَقِيباً }
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمالَكمْ ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزاً}
أما
بعد،فإن أصدق الحديث كلام الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكلّ
محدثة بدعة ، وكل بدعة ضلالة ، وكل ضلالة في النار
Meraih
sorga bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Tidak ada kenikmatan yang paling besar bagi
seorang hamba melainkan bisa masuk bersama idolanya di sorga, dan tidak ada idola yang paling
pantas untuk di jadikan sauri tauladan kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang merupakan panutannya para panutan di dunia, inilah cita cita
kita semua, bersama bersua dan berjumpa dengan pemimpin para nabi dan rasul
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sorga, dan hal ini sudah di
contohkan oleh generasi terbaik umat ini
para sahabat ridwanullah a'alihim ajma'in.
Dari Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami radhiyallahu'anhu, beliau
berkata:
كُنْتُ
أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ
بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي
الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ قُلْتُ هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى
نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
Aku pernah bersama Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam di suatu malam, lalu aku menyiapkan
air wudhu’ dan semua keperluan beliau. Seketika beliau Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda, “Mintalah sesuatu!”.
Aku menjawab, “Aku meminta kepadamu agar kelak bisa
menemanimu di Jannah (surga)”. Beliau menjawab, “Ada
lagi selain itu ?”. “Itu saja cukup Ya Rasulullah”, jawabku. Maka
Rasulullah bersabda, “Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk
mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud.“ (HR.
Muslim)
lihatlah bagaimana sahabat yang mulia Rabi'ah
bin Ka'ab al-Aslami radhiyallahu'anhu ketika ia di tawari oleh Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam meminta sesuatu kepadanya, dia hanya meminta
bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di sorga, sungguh
indah permintaan ini karena tidak ada kenikmatan yang paling tinggi kecuali
bisa bersama sama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di sorga, padahal
kalaulah sahabat yang mulia
Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami meminta kenikmatan dunia pastilah Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam akan mendo'aknnya dan do'a siapa lagi yang lebih
di kabulkan keuali do'a Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, inilah
bentuk kecerdasan dan kedalaman
pemahaman para sahabat bahwa kenikmatan dunia adalah kenikmatan sesa'at akan
tetap kenikmatan akhirat adalah kenikmatan yang abadi dan tiada berhenti, oleh
karena itu pantaslah mereka para sahabat menjadi orang orang yang paling
mencintai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dibandingkan yang lainnya.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu'anhu, beliau
berkata:
لَمَّا
أَعْطَى رَسُولُ اللهِ مَا أَعْطَى مِنْ تِلْكَ الْعَطَايَا فِي
قُرَيْشٍ وَقَبَائِلِ الْعَرَبِ وَلَمْ يَكُنْ فِي الْأَنْصَارِ مِنْهَا شَيْءٌ
وَجَدَ هَذَا الْحَيُّ مِنَ الْأَنْصَارِ فِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى كَثُرَتْ
فِيهِمُ الْقَالَةُ حَتَّى قَالَ قَائِلُهُمْ: لَقِيَ رَسُولُ اللهِ قَوْمَهُ.
فَدَخَلَ عَلَيْهِ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ هَذَا
الْحَيَّ قَدْ وَجَدُوا عَلَيْكَ فِي أَنْفُسِهِمْ لِمَا صَنَعْتَ فِي هَذَا
الْفَيْءِ الَّذِي أَصَبْتَ قَسَمْتَ فِي قَوْمِكَ وَأَعْطَيْتَ عَطَايَا عِظَامًا
فِي قَبَائِلِ الْعَرَبِ وَلَمْ يَكُنْ فِي هَذَا الْحَيِّ مِنَ الْأَنْصَارِ
شَيْءٌ. قَالَ: فَأَيْنَ أَنْتَ مِنْ ذَلِكَ، يَا سَعْدُ؟ قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ،
مَا أَنَا إِلاَّ امْرُؤٌ مِنْ قَوْمِي وَمَا أَنَا؟ قَالَ: فَاجْمَعْ لِي قَوْمَكَ فِي هَذِهِ الْحَظِيرَةِ.
قَالَ: فَخَرَجَ سَعْدٌ فَجَمَعَ النَّاسَ فِي تِلْكَ الْحَظِيرَةِ، قَالَ:
فَجَاءَ رِجَالٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ فَتَرَكَهُمْ فَدَخَلُوا وَجَاءَ آخَرُونَ
فَرَدَّهُمْ فَلَمَّا اجْتَمَعُوا أَتَاهُ سَعْدٌ فَقَالَ: قَدِ اجْتَمَعَ لَكَ
هَذَا الْحَيُّ مِنَ الْأَنْصَارِ. قَالَ: فَأَتَاهُمْ رَسُولُ اللهِ فَحَمِدَ
اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِالَّذِي هُوَ لَهُ أَهْلٌ ثُمَّ قَالَ:
يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، مَا قَالَةٌ
بَلَغَتْنِي عَنْكُمْ وَجِدَةٌ وَجَدْتُمُوهَا فِي أَنْفُسِكُمْ، أَلَمْ آتِكُمْ
ضُلاَّلاً فَهَدَاكُمُ اللهُ، وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ اللهُ وَأَعْدَاءً
فَأَلَّفَ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ؟ قَالُوا: بَلِ اللهُ وَرَسُولُهُ أَمَنُّ
وَأَفْضَلُ. قَالَ: أَلاَ
تُجِيبُونَنِي يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ؟ قَالُوا: وَبِمَاذَا نُجِيبُكَ يَا
رَسُولَ اللهِ؟ وَلِلهِ وَلِرَسُولِهِ الْمَنُّ وَالْفَضْلُ.
قَالَ: أَمَا وَاللهِ لَوْ شِئْتُمْ لَقُلْتُمْ
فَلَصَدَقْتُمْ وَصُدِّقْتُمْ، أَتَيْتَنَا مُكَذَّبًا فَصَدَّقْنَاكَ وَمَخْذُولاً
فَنَصَرْنَاكَ وَطَرِيدًا فَآوَيْنَاكَ وَعَائِلاً فَأَغْنَيْنَاكَ، أَوَجَدْتُمْ
فِي أَنْفُسِكُمْ يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، فِي لُعَاعَةٍ مِنَ الدُّنْيَا
تَأَلَّفْتُ بِهَا قَوْمًا لِيُسْلِمُوا وَوَكَلْتُكُمْ إِلَى إِسْلاَمِكُمْ،
أَفَلاَ تَرْضَوْنَ يَا مَعْشَرَ اْلأَنْصَارِ أَنْ يَذْهَبَ النَّاسُ بِالشَّاةِ
وَالْبَعِيرِ وَتَرْجِعُونَ بِرَسُولِ اللهِ فِي رِحَالِكُمْ؟
فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْلاَ
الْهِجْرَةُ لَكُنْتُ امْرَأً مِنَ الْأَنْصَارِ، وَلَوْ سَلَكَ النَّاسُ شِعْبًا
وَسَلَكَتِ الْأَنْصَارُ شِعْبًا لَسَلَكْتُ شِعْبَ الْأَنْصَارِ، اللهُمَّ
ارْحَمِ الْأَنْصَارَ وَأَبْنَاءَ الْأَنْصَارِ وَأَبْنَاءَ أَبْنَاءِ
الْأَنْصَارِ. قَالَ: فَبَكَى الْقَوْمُ حَتَّى أَخْضَلُوا لِحَاهُمْ وَقَالُوا:
رَضِينَا بِرَسُولِ اللهِ قِسْمًا وَحَظًّا. ثُمَّ انْصَرَفَ رَسُولُ اللهِ وَتَفَرَّقْنَا
Ketika Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam mulai membagi-bagikan ghanimah kepada
beberapa tokoh Quraisy dan kabilah ‘Arab; sama sekali tidak ada dari mereka
satu pun yang dari Anshar. Hal ini menimbulkan kejengkelan dalam hati
orang-orang Anshar hingga berkembanglah pembicaraan di antara mereka, sampai ada
yang mengatakan: “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah
bertemu dengan kaumnya kembali.” Kemudian masuklah Sa’d bin ‘Ubadah
radhiyallahu'anhu menemui Rasulullah, dan berkata: “Wahai
Rasul Orang-orang Anshar ini merasa tidak enak terhadap anda melihat apa yang
anda lakukan dengan harta rampasan yang anda peroleh dan anda bagikan kepada
kaummu. Engkau bagikan kepada kabilah ‘Arab dan tidak ada satu pun Anshar yang
menerima bagian.” Rasulullah bertanya: “Engkau sendiri di barisan
mana, wahai Sa’d?” Katanya: “Saya hanyalah bagian dari mereka.”Kata Rasulullah :
“Kumpulkan kaummu di tembok ini.” Lalu datang beberapa orang Muhajirin tapi
beliau biarkan mereka, dan mereka pun masuk. Datang pula yang lain, tapi beliau
menolak mereka. Setelah mereka berkumpul, Sa’d pun datang, katanya:
“Orang-orang Anshar sudah berkumpul untuk anda.”Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam pun menemui mereka, lalu beliau memuji Allah
dan menyanjung-Nya dengan pujian yang layak bagi-Nya. Kemudian beliau bersabda:
“Wahai sekalian orang Anshar, apa pembicaraanmu
yang sampai kepadaku? Apa perasaan tidak enak yang kalian rasakan dalam hati
kalian? Bukankah aku datang kepada kalian dalam keadaan sesat lalu Allah
memberi hidayah kepada kamu melalui aku? Bukankah kamu miskin lalu Allah
kayakan kamu denganku? Bukankah kamu dahulu bermusuhan lalu Allah satukan hati
kamu?” Kata mereka: “Bahkan Allah dan Rasul-Nya lebih banyak memberi kebaikan
dan keutamaan.” Rasulullah n menukas: “Mengapa kamu tidak
membantahku, wahai kaum Anshar?” “Dengan apa kami membantahmu, wahai
Rasulullah? Padahal kepunyaan Allah dan Rasul-Nya semua kebaikan serta
keutamaan,” jawab orang-orang Anshar.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Demi Allah, kalau kamu mau, kamu dapat mengatakan dan pasti kamu benar dan
dibenarkan: ‘Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami yang
membenarkanmu. Engkau datang dalam keadaan terhina, kamilah yang membelamu.
Engkau datang dalam keadaan terusir, kamilah yang memberimu tempat. Engkau
datang dalam keadaan miskin, kamilah yang mencukupimu. Apakah kalian dapati
dalam hati kamu, hai kaum Anshar keinginan terhadap sampah dunia, yang dengan
itu aku melunakkan hati suatu kaum agar mereka menerima Islam, dan aku serahkan
kamu kepada keislaman kamu. Tidakkah kamu ridha, hai orang-orang Anshar,
manusia pergi dengan kambing dan unta mereka, sedangkan kamu pulang ke kampung
halamanmu membawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam?
Demi yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, kalau
bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari Anshar.
Seandainya manusia menempuh satu lembah, dan orang-orang Anshar melewati lembah
lain, pastilah aku ikut melewati lembah yang dilalui orang-orang Anshar. Ya
Allah, rahmatilah orang-orang Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum
Anshar.” Mendengar ini, menangislah orang-orang Anshar hingga membasahi
janggut-janggut mereka, sambil berkata: “Kami ridha bagian kami adalah Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam ” Kemudian Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam pergi, dan kami pun bubar. (HR. Ahmad)
(Fathul Bari 8/49).
Jadikan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebagai idolamu
عن أنس رضي الله
عنه أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعة
فقال متى
الساعة قال وماذا أعددت لها قال لا شيء
إلا أني أحب الله ورسوله صلى الله عليه
وسلم فقال أنت
مع من أحببْتَ
قال أنس فما فرحنا بشيء
فرحنا بقول
النبي صلى الله عليه وسلم أنت مع من أحببت قال أنس فأنا أحب النبي صلى الله عليه
وسلم وأبا بكر وعمر وأرجو أن أكون معهم بِحُبِّيْ إياهم وإن لم أعمل بمثل
أعمالهم
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada
seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari
kiamat. Ia berkata, “Kapan hari kiamat terjadi?” Maka beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?”
Ia menjawab, “Tidak ada sama sekali. Hanya saja, sesungguhnya saya mencintai
Allah dan Rosul-Nya.” Maka beliau bersabda, “Engkau bersama orang yang engkau
cintai.
Berkata Anas: “Tidaklah kami berbahagia dengan
sesuatu seperti halnya kebahagiaan kami dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Anas berkata, “Karena
saya mencintai Nabi, Abu Bakar dan Umar. Dan saya berharap saya bersama mereka
karena kecintaan saya kepada mereka, meskipun saya tidak beramal seperti amal
mereka.” (HR.al-Bukhari kitab al-Jumu’ah bab man intazhara hatta tudfan 5/12
no.3688, Muslim 8/42 kitab Al-Birr wash shilah wal aadaab, bab al-Mar’u
ma’a man ahabba 8/42 no.6881)
Dari Ummul mu'minin A'isyah radhiyallahu ‘anha
berkata:
وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ
عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ
وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul
(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat
oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid
dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (An Nisa'
:69)
Dari ‘Aisyah ummulmu'minin berkata “Bahwa
seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
berkata: “Ya Rasulullah sesungguhnya saya lebih mencintaimu dari diri saya dan
anak saya. Apabila saya berada di rumah, saya selalu teringat padamu, sehingga
saya tidak sabar dan terus datang untuk melihatmu. Dan apabila saya teringat
tentang kematian saya dan kematianmu, maka tahulah (sadarlah) saya. bahwa
engkau apabila masuk surga berada di tempat yang tinggi bersama-sama para Nabi,
sedang saya apabila masuk surga, saya takut tidak akan melihatmu lagi.
Mendengar itu Rasulullah diam tidak menjawab, kemudian turunlah surat an nisa'
ayat 69" (Mu’jamut Tahbarani asshagir: 1/26 dan Al-Haitsami dalam kitab
mujma’uz zawa’id: 7/7 )
Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan Tsauban, pelayan Rasulullah Saw, karena suatu hari ia mendatangi
Rasulullah dalam keadaan khawatir dan sakit, Rasulullah bertanya kepadanya
tentang apa yang telah terjadi. Tsauban menjawab, “Wahai Rasulullah! Saya tidak
sedang sakit, akan tetapi tengah berpikir bahwa kelak di hari kiamat, saya
tidak akan melihat Anda lagi saat saya memasuki neraka, dan jika saya masuk ke
surga, sayapun tidak akan bisa hadir di hadapan Anda karena kedudukan dan
derajat lebih rendah yang saya miliki dari yang Anda miliki, sesungguhnya
masalah inilah yang telah membuat saya bersedih.” Saat inilah kemudian ayat ini
diturunkan, dan Rasulullah Saw bersabda kepadanya, “Demi Allah! Keimanan
seorang Muslim tidak akan menjadi sempurna sehingga aku lebih dicintai daripada
dirinya, ayahnya, ibunya, istrinya, anaknya dan dari seluruh manusia lainnya.”
(Majma’ al-Bayân, jil. 3, hal. 110)
Seseorang pernah datang kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata:
يَا
رَسُولَ الله، كيف تقول فِي رَجُلٍ أحبَّ قَوْمًا ولَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ؟
“Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang
seseorang yang mencintai sebuah kaum namun dia tidak bertemu dengan mereka?”,
maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
المَرْءُ
مَعَ مَنْ أَحَبَّ
Seseorang bersama dengan yang dicintainya” (HR
Al-Bukhari no 6169, 6170,) dalam riwayat
At-Thirmidzi (4/596) dari hadits Shofwan bin ’Assal ia berkata:
جاء
أعرابي جهوري الصوت قال يا محمد الرجل يحب القوم ولما يلحق بهم فقال رسول الله صلى
الله عليه وسلم المرء مع من أحب
Datang seorang arab badui yang bersuara
lantang, ia berkata, “Wahai Muhammad, seseorang mencintai suatu kaum dan ia
tidak bertemu dengan mereka?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata, “Seseorang dikumpulkan kelak dengan yang ia cintai”
Dalam hadits hadits ini terdapat pelajaran
besar bagi orang yang mau mengambil ibroh dan pelajaran di antaranya:
1. Hati hati dalam mengambil idola, panutan
dan teladan hidup
Mengambil sosok idola bukan perkara remeh dalam
islam, karena ketika seseorang yang salah mengambil idola hidupnya dan
panutannya di dunia maka ia akan bersama idolanya di akhirat, bila idolanya
penghuni neraka maka ia akan menyusul idolanya keneraka akan tetapi bila
idolanya penghuni sorga maka ia akan bersama idolanya di sorga.
Dan perlu di ketahui bahwa tabiat manusia sejak
diciptakan Allah Ta’ala ada kecenderungan untuk
selalu meniru dan mengikuti orang lain yang dikaguminya, baik dalam kebaikan
maupun dalam keburukan. sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“الأرواح جنود مجندة، فما
تعارف منها ائتلف وما تناكر اختلف”
“Ruh-ruh
manusia adalah kelompok yang selalu bersama, maka yang saling bersesuaian di
antara mereka akan saling dekat, dan yang tidak bersesuaian akan saling menjauh
dan berselisih”
(HR. al-Bukhari no. 3158 dan Muslim no. 2638).
Oleh karenanya Allah mengingatkan di dalam Al
Qur'an agar jangan sembarang mengikuti orang orang yang tidak patut dan layak
di jadikan teladan dan idola.
وَلَا
تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya”
(al Kahfi: 28) Ibnu Katsir menafsirkan "Yakni orang orang yang melupakan
agama dan orang orang yang meyembahan Allah ta'ala karena dunia".
Siapakah orang yang pantas di idolakan?
1. Para nabi dan rasul, sebagimana Allah Ta’ala berfirman:
وَكُلا
نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan
kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam
surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman” (QS Huud:120).
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Yaitu:
supaya hatimu tenang dan teguh (dalam keimanan), dan (supaya kamu) bersabar
seperti sabarnya para Rasul ‘alaihimush sholaatu wa salaam, karena jiwa manusia
(cenderung) senang meniru dan mengikuti (orang lain), dan (ini menjadikannya
lebih) bersemangat dalam beramal shaleh, serta berlomba dalam mengerjakan
kebaikan…("Taisiirul Kariimir Rahmaan” hal. 392).
قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ
قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ
اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ
وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik
bagimu pada diri (nabi) Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya (yang mengikuti
petunjuknya); ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami
berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami
ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah semata”
(QS al-Mumtahanah:4).
2. Yang terbaik dari para
nabi dan rasul adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai mana
firman Allah ta'ala:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”
(QS al-Ahzaab:21).
وَإِنّكَ لَعَلَىَ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya engkau sungguh berakhlak yang
agung. (Al Qolam 4)
3. Para
sahabat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena
Allah memuji mereka dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya firman-Nya,
مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ
بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ
مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ
شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ
لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan
orang-orang yang bersama dia (para sahabat) adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi penyayang di antara sesama mereka, kamu lihat mereka ruku’ dan
sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada
muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dlm Taurat dan
sifat-sifat mereka dlm Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka
tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus
di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS al-Fath:29).
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Barangsiapa di antara kamu yang ingin mengambil teladan, maka hendaknya dia
berteladan degan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena
mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di umat ini, paling dalam
pemahaman (agamanya), paling jauh dari sikap berlebih-lebihan, paling lurus
petunjuknya, dan paling baik keadaannya, mereka adalah orang-orang yang dipilih
oleh Allah utk menjadi sahabat nabi-Nya, maka kenalilah keutaman mereka dan
ikutilah jejak-jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk
yang lurus” (Dinukil oleh imam Ibnu ‘Abdil Barr dgn sanadnya dlm kitab “Jaami’u
bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi” no. 1118).
4. Para ulama, orang
orang shaleh dan ahli ibadah sebagimana firmannya:
وَاصْبِرْ
نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ
يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا
" Dan bersabarlah kamu bersama-sama
dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan
mengharap keridhaan-Nya dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan dunia ini:" (al Kahfi: 28)
Ibnu Katsir menafsirkan ayat diatas: Yakni
duduklah kamu bersama hamba-hamba Allah yang berdzikir kepada Allah, bertahlil,
bertahmid, bertasbih, bertakbir, dan memohon kepada-Nya pagi dan petang, baik
mereka itu miskin ataupun kaya, kuat ataupun lemah"
Ibnu
Abbas berkata: “Dan janganlah kamu memalingkan pandangan dari mereka ke arah
orang lain hanya karena mencari teman yang mulia dan kaya sebagai pengganti
mereka.”
2. Kecintaan kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah salah satu sebab masuk sorga
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semua orang islam ketika di beri pertanyaan,
maukah kamu masuk sorga bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? pasti jawabannya
sangat mau, akan tetapi apakah cukup dengan pengakuan belaka, sebagaimana halnya
orang yang mengaku mencintai Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam apakah cukup pengakuannya
di katakan ia telah mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Maka jawabannya ada pada firman Allah ta'ala:
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ
يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa
kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, Taatilah Allah
dan Rasul-Nya. Jika kalian berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir.” (QS Ali Imran
31-32).
Hasan bin Abi al-Hasan dan Ibnu al-Juraij
menuturkan, ada beberapa kaum berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Wahai Muhammad, sungguh kami mencintai Tuhan
kami.” Kemudian turun ayat ini memerintahkan mereka untuk mengikuti Muhammad shalaullahu
alaihi wasallam sebagai bukti kecintaan mereka kepada Allah. (As-Suyuthi,
al-Durr al-Mantsûr fî Tafsîr al-Ma’tsûr, 11/30, Ath-Thabari, Jamî’ al-Bayân fî
Ta’wîl al-Qur’ân, 111)
Ibnu Katsir menjelaskan, “Ayat ini menegaskan,
setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah, namun tidak berada di atas
tharîqah (jalan atau sunnah) Mahammad shallallahu ‘alaihi wa sallam , sungguh dia telah berdusta dalam
pengakuannya itu, hingga dia mau mengikuti syariah dan agama Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam
ucapan dan tindakannya.” Tafsir Ibnu Katsir (1/477).
Jadi kecintaan kepada Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sekedar pengakuan belaka akan tetapi harus
di buktikan lewat bukti bukti nyata lewat keyakinan, perkataan dan perbuatan.
Bukti kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam
1. Merindukan perjumpaan dengan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam di sorga
kalaulah kita boleh berangan angan tentulah
kita ingin seperti para sahabta yang bersama sama Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam di dunia dan akhirat, namun Rasul telah meninggalkan kita
semua dan tidak mungkin kembali ke alam dunia, akan tetapi sebagai seorang
muslim tidak boleh putus asa untuk terus bercita cita bertemu dengan beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam di sorga bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang bersabda:
المَرْءُ
مَعَ مَنْ أَحَبَّ
Seseorang bersama dengan yang dicintainya” (HR
Al-Bukhari )
2. Bergegas dalam melaksanakan segala suruhan
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan meninggalkan segala larangan laranganny
فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ حَتَّى سَبَقُوا الْمُشْرِكِينَ إِلَى بَدْرٍ وَجَاءَ الْمُشْرِكُونَ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُقَدِّمَنَّ
أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلَى شَيْءٍ حَتَّى أَكُونَ أَنَا دُونَهُ فَدَنَا
الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ يَقُولُ عُمَيْرُ
بْنُ الْحُمَامِ الْأَنْصَارِيُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ جَنَّةٌ عَرْضُهَا
السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ نَعَمْ قَالَ بَخٍ بَخٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَحْمِلُكَ عَلَى قَوْلِكَ بَخٍ بَخٍ قَالَ
لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا رَجَاءَةَ أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِهَا
قَالَ فَإِنَّكَ مِنْ أَهْلِهَا فَأَخْرَجَ تَمَرَاتٍ مِنْ قَرَنِهِ فَجَعَلَ
يَأْكُلُ مِنْهُنَّ ثُمَّ قَالَ لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ
إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ قَالَ فَرَمَى بِمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ التَّمْرِ
ثُمَّ قَاتَلَهُمْ حَتَّى قُتِلَ»
Kemudian nabi saw. berangkat bersama para
shahabatnya hingga mendahului kaum musyrikin sampai ke sumur badar. Dan setelah
itu kaum musyrikin pun datang. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Berdirilah
kalian menuju syurga yang luasnya seluas langit dan bumi. Anas bin Malik
berkata: Maka berkatalah Umair bin al Hamam al Anshary: Wahai Rasulullah!
Benarkah yang kau maksud itu syurga yang luasnya seluas langit dan bumi?
Rasulullah saw. menjawab: Benar. Umair berkata: Bakh- bakh (ehm-ehm..).
Rasulullah saw. bertanya kepada Umair: Wahai Umair, apa yang mendorongmu untuk
berkata bakh- bakh (ehm-ehm)? Umair berkata tidak ada apa-apa Ya Rasulullah,
kecuali aku ingin menjadi penghuninya. Rasulullah saw. bersabda: Sesunguhnya
engkau termasuk penghuninya, Wahai Umair! Anas bin Malik berkata: Kemudian
Umair bin Al Hamam mengeluarkan beberapa korma dari wadahnya dan ia pun
memakannya. Kemudian berkata: Jika aku hidup hingga aku memakan kurma-kurma ini
sesungguhnya itu adalah kehidupan yang lama sekali. Anas berkata: Maka Umair
pun melemparkan kurma yang dibawanya, kemudian maju untuk memerangi kaum
musyrikin hinga terbunuh. (HR. Imam Muslim dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu'anhu)
3. Mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam melebihi segalanya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
فَوَ الَذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِن وَلَدِهِ وَ وَالِدِهِ رواه
البخاري
"Demi Dzat yang jiwaku di tanganNya. Tidak
sempurna iman salah seorang dari kalian, hingga menjadikan aku lebih ia cintai
dari anaknya dan orang tuanya" ( HR al Bukhari, kitab al Iman, Bab Hubbur
Rasul minal Imaan, no. 13.)
Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu'anhu berkata:
كُنَّا
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ
إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ
إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ
أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْآنَ يَا عُمَر ُ رواه البخاري
"Kami bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, dan beliau dalam keadaan memegang tangan Umar bin Al Khaththab, lalu
Umar berkata kepada beliau: "Wahai, Rasululah! Sungguh engkau lebih aku
cintai dari segala sesuatu kecuali diriku," lalu Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwaku di tanganNya, sampai aku
lebih kamu cintai dari dirimu sendiri". Lalu Umarpun berkata:
"Sekarang, demi Allah, sungguh engkau lebih aku cintai dari diriku
sendiri," lalu Nabi n bersabda: "Sekarang, wahai Umar!" (HR al
Bukhari, kitab al Aimaan an an Nudzur, Bab Kaifa Kaanat Yamiin an Nabi, no.
6632.)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَمَنْ أَحَبَّ عَبْدًا لَا يُحِبُّهُ إِلَّا
لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ يَكْرَهُ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ
اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِي النَّار
"Tiga hal, yang apabila seorang
memilikinya, maka akan mendapatkan manisnya; orang yang menjadikan Allah dan
RasulNya lebih ia cintai dari selainnya, orang yang mencintai seorang hamba
hanya karena Allah, dan orang yang benci pada kekafiran setelah Allah
selamatkan darinya sebagaimana benci dilemparkan ke Neraka". (HR al
Bukhari, kitab al Iman, Bab Halaawat Iman, no. 16.)
4. Mengeluarkan
segala kemampuan kita untuk menolong dan membela sunnah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam walaupun harus menghabiskan jiwa dan raga serta harta dan
waktu.
إِنَّا
أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا
Sesungguhnya
Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan
(agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang
(QS. Al-Fath: 8-9).
فَالَّذِينَ
ءَامَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِى أُنزِلَ
مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Maka orang-orang yang beriman kepadanya
memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan
kepadanya (Al- Qur'an). Mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Q.S.
Al-A'raf:157)
5. Memperbanyak shalawat dan salam untuk
baginda tatkala nama baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam disebut. Allah
berfirman:
إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَـئِكَـتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ يأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ
صَلُّواْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُواْ تَسْلِيماً
"Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya." (Q.S. Al-Ahzab:56)
عن أنس بن
مالك قال: قال رسول الله :
مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه
عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ
دَرَجَاتٍ
Dari Anas bin malik radhiallahu ‘anhu, beliau
berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat
baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan
baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)” (HR. An-Nasa’i no. 1297,
Ahmad 3/102 dan 261, Ibnu Hibban no. 904 dan al-Hakim no. 2018, dishahihkan
al-Albani rahimahullah dalam “Shahihul adabil mufrad” no. 643).
Faidah penting :
- Yang dimaksud dengan shalawat disini adalah
shalawat yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadits-hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih (yang biasa
dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka ketika tasyahhud), bukan
shalawat-shalawat yang diada-adakan oleh orang-orang yang datang belakangan.
- Banyak bershalawat kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan tanda cinta seorang muslim kepada
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Makna shalawat kepada nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah meminta kepada Allah Ta’ala agar Dia memuliakan beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam
yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at kepada umatnya dan menampakkan keutamaan
beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk (Lihat kitab “Fathul Baari” 11/156)
6. Mengikuti dan meneladani kepribadian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam
لَقَدْ
كانَ لَكُمْ في رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كانَ يَرْجُوا اللهَ وَ
الْيَوْمَ الْآخِرَ وَ ذَكَرَ اللهَ كَثيراً
"Sesungguhnya telah ada pada diri
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan banyak menyebut
Allah." (Q.S. Al-Ahzab:21)
Ibnu Katsir berkata, "Ayat ini menjadi
dasar dalam mengikuti Nabi baik dalam ucapan, perbuatan, mahupun keadaannya.
Ayat ini juga menjelaskan bahwa bentuk kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam adalah dengan mengikuti segala apa yang dibawanya yang
berasal dari Rabb-nya."
إِنَّ مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا
“Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian
adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. al-Bukhari, 10/378 dan Muslim no.
2321)
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيْزَانِ مِنْ حُسْنِ
الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam
al-mizan (timbangan) daripada akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud no. 4799,
disahihkan oleh al-Albani)
Dan tidak ada manusia yang pantas untuk di tiru
akhlaknya kecuali Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Ketinggian akhlak beliau tecermin dalam hadits
Aisyah :
كاَنَ
خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak Rasulullah n adalah al-Qur’an.” (HR.
Muslim)
7. Membela dan melawan orang-orang yang mengejek
serta merendahkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
عَنْ أَبِي
رَبَاحٍ عن سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أنه رأى رَجُلاً يُصَلِّي بَعْدَ
طُلُوْعِ الْفَجْرِ أَكْثَرَ مِنْ رَّكْعَتَيْنِ يُكْثِرُ فِيْهَا
الرُّكُوْعَ وَالسُّجُوْدَ فَنَهَاهُ فَقَالَ يَا أَبَا مُحَمَّدٍ أَيُعَذِّبُنِي
اللَّهُ عَلَى الصَّلاَةِ قَالَ لاَ وَلَكِنْ يُعَذِّبُكَ اللَّهُ بِخِلاَفِ
السُّنَّةِ
“Riwayat dari Abi Rabah,
dari Sa’id bin Musayyab, bahwa dia melihat seorang lelaki shalat setelah terbit
fajar, lebih banyak dari dua raka’at, dia memperbanyak ruku’ dan sujud, maka
Sa’id bin Musayyab melarangnya, lalu orang itu bertanya: Wahai Abu Muhammad,
apakah Allah akan menyiksaku karena shalat? Sa’id menjawab: “Tidak, tetapi
Allah akan menyiksamu karena (kamu) menyelisihi sunnah.”
8. Wajib mendengar dan ta'at dan tidak boleh menyelisihi Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam
إِنَّمَا
كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya
jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya
agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami
mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(An-Nur
:51)
فَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَومِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa : 59)
9. Berhukum dengan syariat yang dibawa oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak boleh ada kebimbangan dalam
keputusannya.
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى
يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ
حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi
Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya” (QS. An-Nisaa’ : 65).
sebab turun
ayat ini
حدثنا عبد الله بن يوسف: حدثنا الليث قال: حدثني
ابن شهاب، عن عروة، عن عبد الله بن الزبير رضي الله عنهما أنه حدثه: أن رجلا من
الأنصار، خاصم الزبير عند النبي صلى الله عليه وسلم في شراج الحرة، التي يسقون بها
النخل، فقال الأنصاري: سرح الماء يمر، فأبى عليه، فاختصما عند النبي صلى الله عليه
وسلم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم للزبير: (اسق يا زبير، ثم أرسل الماء إلى
جارك). فغضب الأنصاري فقال: أن كان ابن عمتك؟ فتلون وجه رسول الله صلى الله عليه
وسلم، ثم قال: (اسق يا زبير، ثم احبس الماء حتى يرجع إلى الجدر). فقال الزبير:
والله إني لأحسب هذه الآية نزلت في ذلك: {فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر
بينهم}.
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf : Telah menceritakan kepada kami
Al-Laits, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihaab, dari ‘Urwah,
dari ‘Abdullah bin Az-Zubair radliyallaahu ‘anhumaa bahwasannya ia menceritakan
kepadanya : Ada seorang laki-laki dari kalangan Anshaar yang bertengkar dengan
Az-Zubair di samping Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang aliran air di
daerah Al-Harrah yang mereka gunakan untuk menyirami kebun kurma. Orang Anshaar
tersebut berkata : “Bukalah air agar bisa mengalir”. Az-Zubair
menolaknya lalu keduanya bertengkar di hadapan Nabi shallallaahu 'alaihi wa
sallam. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Az-Zubair
: “Wahai Az-Zubair, berilah air (untuk kebunmu dulu), kemudian alirkanlah
buat tetanggamu”. Orang Anshaar itu marah dan berkata : “Tentu saja kamu bela
dia karena dia putra bibimu”. Maka wajah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam memerah kemudian berkata : “Wahai Zubair, (untuk kebunmu dulu)
kemudian bendunglah hingga air itu kembali ke dasar kebun". Maka Az-Zubair
berkata : “Demi Allah, sungguh aku menganggap bahwa ayat ini turun tentang
peristiwa tersebut (yaitu firman Allah QS. An-Nisaa’ : 65) : “Maka demi
Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan”( Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 2359-2360).
وَمَا كَانَ
لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ
لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin
dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rosul-Nya Telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya Maka sungguhlah
dia Telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 36)
10. Memberi nasihat kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam.
عَنْ أَبِيْ رُقَيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ
النَّصِيْحَةُ قَالُوْا : لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالأَ : لِلَّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ
الْمُسْلِمِيْنَ أَوْ
لِلمُؤْمِنِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ
Dari Abi Ruqayyah, Tamim bin Aus
ad-Dari radhiyallahu'anhu, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahwasanya
beliau bersabda:“Agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat, agama itu
adalah nasihat”.Mereka (para sahabat) bertanya, ”Untuk siapa, wahai
Rasulullah?”Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab,”Untuk Allah,
Kitab-Nya, asul-Nya, Imam kaum Muslimin atau Mukminin, dan bagi kaum Muslimin
pada umumnya. (HR. Bhukori dan Muslim)
Imam
Nawawi berkata di dalam kitab beliau, Syarah Shahih Muslim, "Adapun
nasihat bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (maknanya) adalah
membenarkan risalah yang baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam bawa, mengimani
segala yang baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan, taat kepada
perintah dan larangan baginda, memberikan pembelaan kepada baginda Shallallahu
'alaihi wa sallam baik ketika baginda masih hidup maupun sesudah wafat,
memusuhi orang yang menentang baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam,
menghidupkan sunnah-sunnah baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam, menyebarkan
dakwah dan syariat baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan memperhatikan
adab-adabnya, yaitu menahan diri bertutur tentang syariat beliau tanpa dasar
ilmu, menghormati orang-orang yang mempelajari syariat tersebut, yang berakhlak
dengan akhlak yang terdapat di dalamnya, yang beradab dengan adab-adab yang
terkandung di dalamnya, mencintai keluarga dan para shahabat baginda, dan
menjauhi pelaku bid'ah dalam syariat baginda atau orang yang mencela para
shahabat baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan lain-lain."
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
rammat Allah yang paling besar bagi manusia
Sesungguhnya rahmat dan kasih sayang Allah
ta'ala sangatlah luas dan tidak terkhusus kepada orang orang yang beriman saja
bahkan kepada orang yang jelas kafir dan musyrik sekalipun Allah ta'ala masih
memberikan kasih sayangnya kepada mereka perhatikan firman Allah ta'ala:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ
مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي
وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا
إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى ٱللَّهِ
وَيَسْتَغْفِرُونَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang
yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam”, padahal Al
Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun sesungguhnya kafirlah orang-orang
yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga",
padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang
Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti
orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih."
mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepadanya,
Allah maha pengampun lagi maha penyayang (QS.Al Maidah:72-73).
lihatlah ayat ini baik baik Allah ta'ala dengan
rahmat dan kasih sayangnya masih memberikan kesempatan kepada orang yang
mengatakan Allah salah satu dari yang tiga, untuk meminta ampun dan
bertaubat.
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ
يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۚ ذَٰلِكَ
الْفَوْزُ الْكَبِيرُ
“Sesungguhnya, orang-orang yang mendatangkan
cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan wanita kemudian
mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahannam dan azab
(neraka) yang membakar. Se sungguhnya, orang-orang yang beriman dan melakukan
amal-amal yang saleh, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai. Itulah keberuntungan yang besar. “ (QS.
Al-Buruuj: 10-11)
lihatlah di dalam ayat ini pun Allah memberi
kesempatan untuk bertaubat kepada raja yang bengis dalam kisah ashabul uhdud
yang telah membakar ribuan nyawa, bukti jelas bahwa rahmat Allah sangat luas. dan
banyak lagi kisah kisah yang menunjukan keluasan rahmat Allah ta'ala.
Dan rahmat serta kasih sayang Allah ta'ala yang
paling tinggi adalah di utusnya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada manusia, untuk mengeluarkan manusia dari
penyembahan kepada selainya.
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ
رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ
"Sungguh Allah telah memberikan karunia
kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul di
tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri." (QS. Ali Imran:
164).
oleh karenanya maka selayaknya kewajiban bagi seorang
mu'min adalah mensyukuri ni'mat ini, sebagimana firmannya:
يَآأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ
وَشِفَآءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ قُلْ
بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا
يَجْمَعُونَ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Rabb-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan“. (QS. Yunus, 57-58)
ayat ini Allah ta'ala menyuruh kita bergembira
dengan sebab rahmat-Nya sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah rahmat-Nya yang paling agung. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
‘Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.’ (Al-Anbiya’: 107).”
Dan cara bergembira dan mensyukuri rahmat dan
karunia Allah dengan di utusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah "cintai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana para sahabat telah
mencintai rasul shallallahu ‘alaihi wasallam".
Cintai Rasulullah sebagaimana para sahabat telah mencintai
rasul shallallahu ‘alaihi wasallam
Tidak ada manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam kecuali para sahabat, merekalah manusia pilihan untuk menemani
rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mengemban amanah wahyu, dan
pengagungan serta kecintaan para sahabat kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah kecintaan yang tidak ada tandingannya bagi orang orang yang
sesudahnya.
·
Kecintaan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sebagaimana di sebutkan dalam potongan hadits urwah.
فَرَجَعَ عُرْوَةُ إِلَى أَصْحَابِهِ، فَقَالَ: أَيْ قَوْمِ، وَاللَّهِ
لَقَدْ وَفَدْتُ عَلَى المُلُوكِ، وَوَفَدْتُ عَلَى قَيْصَرَ، وَكِسْرَى،
وَالنَّجَاشِيِّ، وَاللَّهِ إِنْ رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ يُعَظِّمُهُ أَصْحَابُهُ
مَا يُعَظِّمُ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدًا،
وَاللَّهِ إِنْ تَنَخَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ،
فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ، وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ،
وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ، وَإِذَا تَكَلَّمَ
خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ، وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيمًا
لَه
Maka 'Urwah pun kembali kepada sahabat-sahabatnya
lalu berkata: "Wahai kaum, demi Allah, sungguh aku pernah menjadi utusan
yang diutus mengahap raja-raja, juga Qaisar (raja Romawi) dan Kisra (raja
Parsia) juga kepada raja an-Najasiy. Demi Allah, tidak pernah aku melihat
seorang rajapun yang begitu diagungkan seperti para sahabat Muhamad shallallahu
'alaihi wasallam mengagungkan Muhammad. Sungguh tidaklah dia berdahak lalu
mengenai telapak seorang dari mereka kecuali dia akan membasuhkan dahak itu ke
wajah dan kulitnya dan jika dia memerintahkan mereka maka mereka segera berebut
melaksnakannya dan apabila dia berwudhu' hampir-hampir mereka berkelahi karena
memperebutkan sisa air wudhu'nya itu dan jika dia berbicara maka mereka
merendahkan suara mereka (mendengarkan dengan seksama) dan tidaklah mereka
mengarahkan pandangan kepadanya karena sangat menghormatinya (HR. al-Bukhari di
kitab asy-Syurut, bab asy-Syurut fi al-Jihad wa al-Musholahah ma'a Ahli
al-Harbi wa Kitabati asy-Syurut, no. 2731).
Inilah salah satu bentuk bagaimana kesungguhan
kecintaan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
·
Kecintaan Ummu Habibah Radhiyallahu’anhu
kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ketika Abu
Sufyan mengunjungi putrinya, Ummu Habibah Radhiyallahu’anhu, di Madinah dan
masuk rumahnya, ia hendak duduk di atas permadani Rasulullah Shalallahu’alaihi
Wasalam, maka Ummu Habibah mencegahnya. Abu Sufyan berkata, “Wahai putriku, aku
tidak tahu apakah kamu lebih mencintaiku daripada permadani ini ataukah kamu
lebih mencintainya daripada aku ?” Ia menjawab, “Ia permadani Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasalam, sedangkan anda musyrik; maka aku tidak suka anda
duduk di atas permadaninya.” (Disebutkan Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan
Nihayah, 4/280; Ibnu Hajar dalam al-Ishabah, 4/299).
·
Kecintaan Ali
Radhiyallahu’anha kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu pernah
ditanya, “Bagaimana cinta kalian kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasalam ?”
ia menjawab, “Beliau Shallallahu’alaihi wasallam, demi Allah lebih kami cintai
daripada harta kami, anak-anak kami , ayah dan ibu kami, air dingin pada saat
kehausan.” (Syarh asy-Syafa, 2/40).
·
Kecintaan wanita tabah di
zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, terhadap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu, ia
menuturkan, “Tatkala pada perang Uhud para penduduk Madinah melarikan diri
sambil berteriak, ‘Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam terbunuh’ sehingga
banyak teriakan di penjuru Madinah, maka keluarlah seorang perempuan dari
Anshar dengan berikat pinggang. Kemudian ia diberi kabar mengenai kematian
anak, ayah, suami dan saudaranya. Saya tidak tahu siapakah di antara mereka
yang terbunuh terlebih dahulu. Ketika ia melewati salah seorang dari mereka, ia
bertanya, ‘Siapakah yang mati ini?’ mereka menjawa, ‘Ayahmu, saudaramu,
suamimu, anakmu!’ namun ia malah bertanya, ‘Apa yang dilakukan oleh Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasalam ?’ mereka menjawab, ‘Majulah ke depan.’ Setelah
sampai kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasalam, ia memegang ujung baju
beliau kemudian mengatakan, ‘Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasalam. Aku tidak peduli, asal engkau selamat dari orang
yang jahat’.” (HR. Ath-Thabrani dalam al-Ausath, 8/244, dan disebutkan dalam
Majma’ az-Zawa’id, al-Haitsami, 6/115 dan ia menyebutkan bahwa para perawinya
tsiqah kecuali satu orang yang tidak dikenalnya. Lihat pula dalam al-Bidayah
wan Nihayah, 4/47). Dalam sebuah riwayat, ia mengatakan, “Setiap musibah terasa
ringan setelah melihatmu selamat.” (HR. Ibnu Hisyam dalam as-Sirah, 3/43;
diriwayatkan pula oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah, 4/47).
·
Kecintaan 'Umar bin Al
Khaththab radliallahu 'anhu terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam
عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ الْأَوْدِيِّ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ اذْهَبْ
إِلَى أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقُلْ يَقْرَأُ
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ عَلَيْكِ السَّلَامَ ثُمَّ سَلْهَا أَنْ أُدْفَنَ مَعَ
صَاحِبَيَّ قَالَتْ كُنْتُ أُرِيدُهُ لِنَفْسِي فَلَأُوثِرَنَّهُ الْيَوْمَ عَلَى
نَفْسِي فَلَمَّا أَقْبَلَ قَالَ لَهُ مَا لَدَيْكَ قَالَ أَذِنَتْ لَكَ يَا
أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ قَالَ مَا كَانَ شَيْءٌ أَهَمَّ إِلَيَّ مِنْ ذَلِكَ
الْمَضْجَعِ فَإِذَا قُبِضْتُ فَاحْمِلُونِي ثُمَّ سَلِّمُوا ثُمَّ قُلْ
يَسْتَأْذِنُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَإِنْ أَذِنَتْ لِي فَادْفِنُونِي وَإِلَّا
فَرُدُّونِي إِلَى مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ إِنِّي لَا أَعْلَمُ أَحَدًا أَحَقَّ
بِهَذَا الْأَمْرِ مِنْ هَؤُلَاءِ النَّفَرِ الَّذِينَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَنْهُمْ رَاضٍ فَمَنْ اسْتَخْلَفُوا
بَعْدِي فَهُوَ الْخَلِيفَةُ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا فَسَمَّى عُثْمَانَ
وَعَلِيًّا وَطَلْحَةَ وَالزُّبَيْرَ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَسَعْدَ
بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ وَوَلَجَ عَلَيْهِ شَابٌّ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ أَبْشِرْ
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ بِبُشْرَى اللَّهِ كَانَ لَكَ مِنْ الْقَدَمِ فِي
الْإِسْلَامِ مَا قَدْ عَلِمْتَ ثُمَّ اسْتُخْلِفْتَ فَعَدَلْتَ ثُمَّ
الشَّهَادَةُ بَعْدَ هَذَا كُلِّهِ فَقَالَ لَيْتَنِي يَا ابْنَ أَخِي وَذَلِكَ
كَفَافًا لَا عَلَيَّ وَلَا لِي أُوصِي الْخَلِيفَةَ مِنْ بَعْدِي بِالْمُهَاجِرِينَ
الْأَوَّلِينَ خَيْرًا أَنْ يَعْرِفَ لَهُمْ حَقَّهُمْ وَأَنْ يَحْفَظَ لَهُمْ
حُرْمَتَهُمْ وَأُوصِيهِ بِالْأَنْصَارِ خَيْرًا { الَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ
وَالْإِيمَانَ } أَنْ يُقْبَلَ مِنْ مُحْسِنِهِمْ وَيُعْفَى عَنْ مُسِيئِهِمْ
وَأُوصِيهِ بِذِمَّةِ اللَّهِ وَذِمَّةِ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنْ يُوفَى لَهُمْ بِعَهْدِهِمْ وَأَنْ يُقَاتَلَ مِنْ وَرَائِهِمْ
وَأَنْ لَا يُكَلَّفُوا فَوْقَ طَاقَتِهِمْ
Dari 'Amru bin Maimun Al Audiy berkata,:
"Aku melihat 'Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu berkata,:
"Wahai 'Abdullah bin Umar temuilah Ummul Mu'minin 'Aisyah radliallahu
'anha lalu sampaikan bahwa 'Umar bin Al Khaththab menyampaikan salam kepadamu,
kemudian mintalah agar aku dikubur bersama kedua temanku. 'Aisyah berkata; "Aku
dulu menginginkan tempat itu untukku, namun sekarang aku lebih mengutamakannya
daripada diriku. Ketika ia pulang, Umar berkata, kepadanya: "Jawaban apa
yang kamu bawa?". Ia menjawab; "Engkau telah mendapat izin wahai
Amirul Mu'minin, lalu ia berkata,: "Tidak ada sesuatu yang lebih aku
cintai daripada tempat berbaring itu, dan jika aku sudah meninggal, bawalah aku
kepadanya lalu sampaikan salam dan katakan bahwa 'Umar bin Al Khaththab telah
meminta izin, dan jika diizinkan maka kuburkanlah aku disana, dan jika tidak,
maka kuburlah aku dipekuburan kaum muslimin. Sebab aku tidak mengetahui
seseorang yang lebih berhak pada perkara ini daripada mereka, orang-orang yang
ketika beliau meninggal maka Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam telah
meridhai mereka, maka barangsiapa yang menggantikan aku setelahku dialah
khalifah, wajib dengar dan taatlah padanya. Lalu ia menyebut nama 'Utsman,
'Ali, Thalhah, Az Zubair, 'Abdur-Rahman bin 'Auf, Saad bin Abi Waqqas. Kemudian
seorang pemuda Anshar datang kepadanya, ia berkata,: "Wahai Amirul
Mu'minin, berilah kabar gembira yang diberikan Allah kepadamu karena masuk
Islam pertama kali seperti yang telah engkau ketahui, lalu engkau diangkat
menjadi khalifah dan setelah ini semua engkau akan mati syahid?". Da
menjawab: "Barangkali cukuplah yang engkau katakan itu wahai anak
saudaraku, aku berwasiat kebaikan kepada khalifah setelahku terhadap
orang-orang yang pertama-tama berhijrah, agar ia mengerti hak-hak mereka dan
menjaga kehormatan mereka, dan aku berwasiat kebaikan kepadanya terhadap
orang-orang Anshar, yang mereka telah menempati Madinah dan beriman kepada
Allah Ta'ala, agar ia terima orang-orang yang baik diantara mereka dan
memaafkan orang-orang yang berbuat buruk diantara mereka, dan aku berwasiat
kepadanya akan tanggungan Allah dan RasulNya Shallallahu'alaihiwasallam agar ia
menepati perjanjian dengannya, dan ia berperang dibelakangnya, serta tidak
membebani mereka dengan apa yang tidak mereka mampu".
Oleh: Ust.
Abu Humairoh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar