Muqoddimah
Segala
Puji hanya milik Alloh, kita memuji-Nya,meminta pertolongan dan mohon ampunankepada-Nya. Dan kita berlindung kepada Allohdari
kejelekan-kejelekan jiwa kita, dan keburukan-keburukan
amalan kita. Barang siapa yang diberipetunjuk oleh Alloh maka tidak ada
yang mampumenyesatkannya. Dan barang siapa
yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.Dan aku
bersaksi bahwa tidak ada yang berhakuntuk disembah kecuali Alloh dan aku
bersaksi bahwaMuhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya.
“
Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kalian kepadaAlloh dengan sebenar-benar takwa dan janganlahsekali-kali
kalian mati melainkan dalam keadaanIslam” (QS. Ali Imron:102)“
Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan dari padanya Alloh menciptakan istrinya;
dan dari keduanya Alloh memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Dan bertakwalah kepada Alloh yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu dengan yang lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim.
Sesungguhnya Alloh selalu menjaga dan mengawasi kamu ”. (QS.
An-Nisa: 1).
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Alloh memperbaiki bagimu
amalan- amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa
mentaati Alloh dan Rosul-Nya, maka sesungguhnya
ia telah mendapat kemenangan yang besar ”. (QS: Al-Ahzab: 70-71)
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalahKitab Alloh dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad Shollallohu alaihi was
sallam danseburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan.Dan
setiap yang diada-adakan (dalam agama)
adalah bid’ah, dan setiap kebid’ahan adalah sesat, dan setiap
Terpesona dengan akhlak
Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam (Bag. akhir)
Ketinggian
Akhlak Nabi shalaullahu 'alaihi wasallam
Sebagai Rasul
yang diutus untuk menyempurnakan akhlak dan menyeru kepada semua kebaikan dunia
dan akhirat manusia, beliau telah memberikan teladan kepada umatnya secara
sempurna melalui sabda dan amal perbuatan. Seluruh sisi kehidupan dan ucapan
beliau sesungguhnya merupakan teladan akan kesempurnaan akhlak dan kemuliaan
amalan. Ketinggian akhlak itu tecermin dalam hadits Aisyah radiallahu 'anha:
كاَنَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak
Rasulullah n adalah al-Qur’an.” (HR. Muslim)
Bahkan, Allah l
memuji akhlak beliau dalam firman-Nya:
“Dan
sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)
Membicarakan
akhlak Rasul shalaullahu 'alaihi wasallam, ibarat seseorang yang menyeberang
samudra yang tak bertepi, begitu luasnya. Meskipun demikian, marilah sejenak
kita mengambil pelajaran berharga dengan menyimak beberapa kisah hamba hamba
Allah ta'ala, yang terpesona dengan akhlak Nabi shalaullau 'Alahi wasallam yang
menghabiskan kehidupan mereka baik waktu, harta, dan jiwa mereka untuk membela
dan memperjuangkan sunnah dan islam.
Pelajaran
berharga dari hamba hamba shaleh
ü Kerinduan
dan kecinta'an Kholifah Umar bin khottob radhiyallahu'anhu, terhadap Rasulullah
Shollallahu’ alaihi wasallam
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Amru bin
Maimun yang menyebutkan bahwa Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu'anhu berkata
kepada putranya:
انْطَلِقْ
إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ فَقُلْ يَقْرَأُ عَلَيْكِ عُمَرُ السَّلَامَ
وَلَا تَقُلْ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ فَإِنِّي لَسْتُ الْيَوْمَ لِلْمُؤْمِنِينَ
أَمِيرًا وَقُلْ يَسْتَأْذِنُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنْ يُدْفَنَ مَعَ
صَاحِبَيْهِ
“Temuilah Aisyah, Ummul Mukminin radhiyallahu'anha, dan
sampaikan salam dari Umar. Tetapi jangan kalian katakan dari Amirul Mukminin
karena hari ini aku bukan lagi sebagai pemimpin mereka. Katakan bahwa Umar bin
Al-Khaththab meminta izin untuk dikuburkan di samping kedua shahabatnya.”
Bahkan, Aisyah radhiyallahu'anha sendiri pun
menginginkan dikubur di dekat orang saleh. Hal ini tampak dalam jawabannya
ketika Ibnu Umar menyampaikan permintaan ayahnya:
كُنْتُ
أُرِيدُهُ لِنَفْسِي وَلَأُوثِرَنَّ بِهِ الْيَوْمَ عَلَى نَفْسِي
“Sebenarnya aku juga menginginkan hal itu untuk
diriku namun hari ini aku tidak akan lebih mementingkan diriku.”
Umar melihat upaya itu sebagai upaya terpenting
untuk penguburannya. Hal ini terlihat dalam ungkapannya ketika permintaannya
dikabulkan:
الْحَمْدُ
لِلَّهِ مَا كَانَ مِنْ شَيْءٍ أَهَمُّ إِلَيَّ مِنْ ذَلِكَ
“Alhamdulillah,tidak ada sesuatu yang paling
penting bagiku selain hal itu.” (Tiga Potongan hadits ini adalah bagian dari
hadits panjang riwayat Al-Bukhari, hadits no. 3424)
Hal yang sama di kisahkan dari Nabi Musa a'laihi salam ketika telah mendekati
ajalnya, seperti diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, meminta agar
kematiannya di dekat Baitul Maqdis:
فَسَأَلَ
اللَّهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ
“Musa memohon kepada Allah agar mendekatkan
kematiannya dengan tanah Baitul Maqdis sejauh lemparan batu”.
Imam Nawawi mengatakan, “Hadits ini mengandung
anjuran penguburan di tempat-tempat yang mulia dan di dekat makam orang saleh.”
(Syarh
Muslim: XV: 128).
ü
Kecintaan Utsman bin Affan kepada Rasulullah shalaullahu 'alahi
wasallam
- Utsman bin
Affan membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000
dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada waktu itu. Sumur
itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Barang siapa membeli sumur dan
menjadikan gayung miliknya bersama dengan gayung milik kaum muslimin maka kelak
ia di surga.” Mendengar ucapan tersebut Utsman pun segera membelinya.
- Memperluas
Masjid Madinah dan membeli tanah disekitarnya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barang siapa membeli lokasi milik
keluarga fulan lalu menambahkan untuk perluasan masjid dengan kebaikan maka ia
kelak di surga.” Lalu Utsman membelinya dari kantong uang miliknya lalu tanah
itu diwakafkan untuk masjid.
- Beliau
mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan
pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya ekspedisi
tersebut.
Di saat itu pula
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerukan seruan jihad dan beliau
tengah menyiapkan pasukan besar untuk diberangkatkan dalam Perang Tabuk melawan
pasukan Romawi. Pasukan itu disebut jaisyul ‘usroh karena sulitnya kondisi
materi para sahabat pada saat itu. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tetap mendorong para sahabatnya untuk berinfak dan bersedekah dalam
rangka menyiapkan pasukan besar tersebut. Hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan: “Barang siapa yang menyiapkan jaisyul usyroh, maka baginya
surga.” Tiba-tiba datanglah seorang saudagar kaya yang dermawan dialah Utsman
bin Affan membawa kepingan-kepingan dinar berjumlah 1000 dinar lalu diberikan
di hadapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sambil memeganginya
keluarlah ucapan yang masyhur dari bibir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang mulia,“Tidaklah memudharatkan Utsman apa yang ia lakukan setelah ini.”
- Pada masa
pemerintahan Abu Bakar,Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut
dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
- Beliau juga
sering memperingatkan manusia dari bahaya dusta atas nama agama, dari beliaulah
diriwayatkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang
berdusta atas namaku dengan sengaja maka silakan mengambil tempat duduk di
neraka.” (Manaqib Utsman bin affan)
ü
Kecintaan Ali bin Abi Thalib kepada Rasulullah shalaullahu 'alahi
wasallam
Ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin berhijrah ke Madinah pada saat
rumah beliau dikepung di malam hari oleh sekelompok pemuda dari berbagai utusan
kabilah Arab untuk membunuh Nabi, Nabi menyuruh Ali bin Abi Thalib shallallahu
‘alaihi wasallam tidur di tempat tidur beliau dengan mengenakan selimut milik
beliau. Di sini Ali bin Abi Thalib benar-benar mempertaruhkan nyawanya demi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan penuh tawakal kepada Allah
Ta’ala.Keesokan harinya, Ali disuruh menunjukkan keberadaan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, namun beliau menjawab tidak tahu, karena beliau hanya disuruh
untuk tidur di tempat tidurnya. Lalu beliau disiksa dan digiring ke Masjidil
Haram dan di situ beliau ditahan beberapa saat, lalu dilepas, beliau kemudian
pergi berhijrah ke Madinah dengan berjalan kaki sendirian, menempuh jarak yang
sangat jauh tanpa alas kaki, sehingga kedua kakinya bengkak dan penuh luka-luka
setibanya di Madinah.
- Ali bin Abi
Thalib terlibat dalam semua peperangan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, selain perang Tabuk, karena saat itu beliau ditugasi menjaga kota
Madinah. Di dalam peperangan-peperangan tersebut beliau sering kali ditugasi
melakukan perang tanding (duel) sebelum peperangan sesungguhnya dimulai. Dan
semua musuh beliau berhasil dilumpuhkan dan tewas. Dan beliau juga menjadi
pemegang panji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Ali adalah
manusia yang benar-benar dicintai Allah dan RasulNya.
Pada waktu
perang Khaibar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bendera ini
sungguh akan saya berikan kepada seseorang yang Allah memberikan kemenangan
melalui dia, dia mencintai Allah dan RasulNya, dan dia dicintai Allah dan
RasulNya.” Maka pada malam harinya, para sahabat ribut membicarakan siapa di
antara mereka yang akan mendapat kehormatan membawa bendera tersebut. Dan
keesokan harinya para sahabat datang menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, masing-masing berharap diserahi bendera. Namun beliau bersabda, “Mana
Ali bin Abi Thalib?” Mereka menjawab, “Matanya sakit, ya Rasulullah.” Lalu
Rasulullah menyuruh untuk menjemputnya dan Ali pun datang. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menyemburkan ludahnya kepada kedua mata Ali dan mendoakannya.
Dan Ali pun sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Lalu beliau
memberikan bendera kepadanya. Ali berkata, “Ya Rasulullah, aku memerangi mereka
hingga mereka menjadi seperti kita.” Beliau menjawab, “Majulah dengan tenang
sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam dan
sampaikan kepada mereka hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah,
sekiranya Allah memberikan hidayah kepada seorang manusia melalui dirimu,
sungguh lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (HR. Muslim, no. 2406).
- Jiwa juang
Ali sangat melekat di dalam kalbunya, sehingga ketika Rasulullah ingin
berangkat pada perang Tabuk dan memerintah Ali agar menjaga Madinah, Ali merasa
keberatan sehingga mengatakan, “Apakah engkau meninggalkan aku bersama kaum
perempuan dan anak-anak?”Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru
menunjukkan kedudukan Ali yang sangat tinggi seraya bersabda, “Apakah engkau
tidak ridha kalau kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya
saja tidak ada kenabian sesudahku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
- Beliau juga
adalah salah satu dari sepuluh orang yang telah mendapat “busyra biljannah”
(berita gembira sebagai penghuni surga), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits
yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak. (Lihat: Aqidah
Ahlussunnah fi ash-Shahabah, jilid I, halaman 283).
ü Kerinduan
dan kecinta'an seorang pemabuk, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنِي
اللَّيْثُ قَالَ حَدَّثَنِي خَالِدُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَنَّ
رَجُلًا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اسْمُهُ
عَبْدَ اللَّهِ وَكَانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا وَكَانَ يُضْحِكُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَدْ جَلَدَهُ فِي الشَّرَابِ فَأُتِيَ بِهِ يَوْمًا فَأَمَرَ بِهِ
فَجُلِدَ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ اللَّهُمَّ الْعَنْهُ مَا أَكْثَرَ مَا
يُؤْتَى بِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا
تَلْعَنُوهُ فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Bukair telah menceritakan kepadaku Al Laits
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Khalid
bin Yazid dari Sa'id
bin Abi Hilal dari Zaid bin
Aslam dari ayahnya dari Umar bin
khattab, ada seorang laki-laki dimasa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam Shallallahu'alaihiwasallam namanya Abdullah, dia dijuluki
keledai, ia suka membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa, dan
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mencambuknya karena ia mabuk. Suatu
hari ia ditangkap lagi dan Nabi memerintahkan agar dia dicambuk. Lantas salah
seorang sahabat berujar; 'Ya Allah, laknatilah dia, betapa sering ia ketangkap,
' Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "janganlah kalian
melaknat dia, demi Allah, setahuku dia mencintai Allah dan
rasul-Nya."(HR.Bukhori no.6780)
ü Kerinduan
dan kecinta'an Shafiyyah radhiyallahu'anha, terhadap Rasulullah
Shollallahu’ alaihi wasallam, dengan pembelaannya yang luar biasa di perang
khondaq
Pada perang Khandaq ini, selain menunjukkan
sikap kepahlawanannya, Shafiyyah membuktikan kecerdasan dan kecerdikannya. Jika
hendak berperang biasanya kaum wanita ditempatkan Rasulullah dalam sebuah
benteng karena kawatir serangan musuh terhadap mereka. Pada perang Khandaq ini
Rasulullah menempatkan SHafiyyah yang tidak lain adalah bibinya ini di
dalam benteng Hasan bin Tsabit, seorang ahli syair yang turut berjuang
membela Rasul dengan syair-syairnya. Kegentingan perang membuat
Rasul dan para sahabatnya tidak sempat memikirkan apa yang terjadi di
benteng kaum wanita dan orang-orang yang lemah ini.
Sampai tiba-tiba pandangan mata Shafiyyah
tertuju pada sekelebatan orang yang bergerak di waktu fajar. Ditegaskan
pandangannya ini dan tahulah ia bahwa itu adalah seorang yahudi yang mengintai
benteng. Shafiyyah segera tajam nalurinya dan menyadari bahwa pria ini adalah
mata-mata yahudi untuk mengetahui apakah ada pria yang bertugas menjaga benteng
atau tidak.
Shafiyyah lalu berkata dalam hatinya “ Tidak
ada seorang priapun yang menjaga benteng kami dari serangan mereka. Jika saja
fakta ini mereka ketahui niscaya mereka pasti akan membunuh kaum wanita dan
anak-anak disini. Jika ini terjadi maka akan menjadi musibah yang sangat besar
bagi kaum muslimin”.
Maka Shafiyyah pun bergegas meraih penutup
kepalanya dan kemudian mengambil sebatang besi. Dia lalu turun menuju pintu
benteng dengan hati-hati sambil mengawasi gerakan mata-mata tersebut.
Ketika sudah dalam posisi dekat dia pun segera memukulnya hingga jatuh
tersungkur dan memukulnya kembali hingga tewas. Dia pun meraih sebilah pisau
kemudian dipotongnya kepala orang tersebut. Setelah dipotong, dilemparkannya
dari atas benteng hingga jatuh di kerumunan bangsa Yahudi yang sedang menunggu
kedatangan mata-mata tersebut. Dengan melihat kepala kawannya tersebut,
maka ciut dan gentarlah hati mereka dan yakin bahwa Muhammad tidak
pernah meninggalkan kaum wanita dan anak-anak tanpa seorangpun yang melindungi.
ü
Kerinduan dan kecinta'an Ummu Aiman
radhiyallahu'anha, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Inilah
kisah tentang seorang budak wanita yang paling beruntung di dunia, seorang
budak yang menjadi warisan bagi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dari
ayahnya, Abdullah Abdul Muthalib, dan setelah menikah dengan Khodijah radhiallahu’anha,
Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam memerdekakannya. Dialah yang merawat Nabi
Muhammad shalallahu
‘alaihi wa sallam sewaktu kecil, sehingga beliau menganggapnya
seperti ibu sendiri. Apalagi, ia adalah istri putra angkat beliau Zaid bin
Haritsah, yang karena kasih sayang beliau kepadanya, Nabi pernah menisbatkan
nama beliau kepadanya dengan sebutan “Zaid bin Muhammad” hingga Allah
mengharamkan penisbatan nama kepada selain ayah kandung sendiri. Dan bertambah
pula keutamaan Ummu Aiman dengan adanya Usamah bin Zaid, putra mereka yang
menjadi kesayangan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Berita kematian Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam sampai kepada para sahabat. Hampir saja mereka
tak sadar dan tidak mempercayai berita tersebut, hingga akhirnya Abu Bakar
Ash-Shiddiq radhiallahu’anhu, bangkit untuk
menenangkan mereka, dan menjelaskan bahwa Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam hanya manusia biasa yang juga mati seperti
manusia lain. Mereka akhirnya pun sadar.
Sebagaimana sahabat yang lain Ummu Aiman juga menangisi kematian Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam, menangis karena ditinggal orang yang paling
dicintainya setelah Allah, dan dahulu pernah ia rawat dan asuh dengan penuh
kasih sayang, dan yang menyayanginya dan keturunannya.
Setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat,
Abu Bakar berkata kepada Umar pernah berkunjung kepada Ummu Aiman seperti yang
biasa dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam semasa
hidup.”
Anas
bin Malik radhiyallahu
‘anhu bercerita: Abu Bakar berkata kepada Umar sepeninggal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Bawalah kami te kediaman Ummu Aiman,
kita akan mengunjunginya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dahulu juga mengunjunginya. Sesampainya di sana, ternyata Ummu Aiman sedang
menangis. Abu Bakar dan Umar bertanya: Apa yang membuatmu menangis? Segala yang
ada di sisi Allah tentu lebih baik bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ia menjawab: Aku menangis bukan karena aku tidak tahu bahwa apa yang
ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tetapi aku menangis karena wahyu dari langit telah terhenti. Ternyata ucapannya
itu menggugah hati mereka berdua dan akhirnya merekapun larut dalam isak tangis
bersamanya. (HR. Muslim, no. 2454)
ü Kecinta'an Para sahabat
radhiyallahu'anhum, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Dari Abu Said al-Khudri
radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
shalat dengan para sahabatnya, tiba-tiba beliau melepas dua sandalnya lalu
meletakkannya di sebelah kirinya. Tatkala para sahabat melihat hal tersebut,
mereka pun ikut melepas sandal-sandal mereka. Lalu ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, beliau bertanya: “Apa yang
menyebabkan kalian melepas sandal-sandal kalian?” Mereka menjawab: “Kami
melihat engkau melepas sandal, maka kami pun melepas sandal-sandal kami. Lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan: “Sesungguhnya tadi malaikat
Jibril datang kepada saya dan mengabarkan bahwa pada dua sandal saya ada
kotoran.” (HR.Abu Dawud 555)
ü Kecinta'an Para wanita
sohabiyyah radhiyallahu'anhunna, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam
Dari Hamzah bin Abi Usaid al-Anshari Radiyallahu
‘anhu, dari bapak-nya, bahwa ia telah mendengar Rosululloh -Shalallahu
‘alaihi wa Sallam- bersabda ke-pada para wanita (saat itu
beliau berada di luar masjid, dan terlihat laki-laki dan wanita berbaur di
jalan):
اسْتَأْخِرْنَ
فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ، عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ
الطَّرِيقِ فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ
تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ
لُصُوقِهَا بِهِ.
“Menepilah ke pinggir,karena tidak layak bagi
kalian untuk berjalan di tengah. Kalian harus berjalan di pinggir.” Sejak saat
itu, ketika para wanita berjalankeluar, mereka berjalan merapat ke tembok.
Bahkan baju-baju mereka sampai tertambat di tembok, kare-na begitu rapatnya
mereka dengan tembok ketika berjalan.” (HR. Abu
Dawud; hasan)
ü Kecinta'an
Khubaib bin Adi al-Anshari radhiyallahu ‘anhu
terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Khubaib
bin ‘Adi adalah seorang sahabat yang berasal dari kaum Anshar, Madinah.
Khubaib bin ‘Adi seorang sahabat yang memiliki kecintaan yang sangat
mendalam kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada Islam. Khubaib bin ‘Adi
adalah seorang pemuda yang ahli ibadah, senantiasa sangat rindu serta menikmati
ibadah. Khubaib bin ‘Adi adalah seorang pemuda yang telah menjual dirinya
hanya kepada Allah ta'ala.
Khubaib
bin ‘Adi syahid di tiang kayu salib akibat kekejaman kafir Qurais. Siksaan yang
dilakukan oleh kaum kafir Qurais merupakan siksaan yang di luar batas
kemanusiaan. Khubaib bin ‘Adi wafat ditiang salib, dan tubuhnya
dihujani panah dan tombak kafir Quraisy.
Quraisy
hanya meminta kepada Khubaib bin ‘Adi supaya ingkar kepada Allah dan
Muhammad Shollallahu’ alaihi wasallam Asalkan keluar kata-kata yang menghinakan
Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam, maka kafir Qurais berjanji akan membebaskan
dan melepaskannya, serta memberikan kesejahteraan atas dirinya dan keluarganya.
Dengan janji demikian, Khubaib bin ‘Adi menjawab “Demi Allah, aku tidak
suka berada bersama keluargaku tanpa kekurangan apa pun, sementara Rasulullah
tertusuk duri.”
Dengan
tubuh yang terus disiksa, dengan berbagai kesakitan yang ditimpakan oleh kafir
Qurais, tidak sedikit pun Khubaib bin ‘Adi merasa gentar. Sebaliknya,
wajah Khubaib bin ‘Adi senantiasa tersenyum dengan penuh kedamaian hingga
menjemput syahidnya.
ü Kecinta'an
Abu Muslim
al-Khaulani al-Anshari radhiyallahu ‘anhu
terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Tersebar berita di seluruh penjuru Jazirah Arab
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit
sepulang beliau dari haji Wada. Setan pun memprovokasi Aswad al-Ansi agar
kembali kepada kekafiran setelah keimanannya. Dan agar dia berkata tentang
Allah dengan dusta. Dia mengaku kepada kaumnya sebagai nabi yang diutus oleh
Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Dia adalah manusia yang kuat jasadnya, besar
ambisinya, keras jiwanya dan akrab dengan kejahatannya. Dia juga ahli dalam hal
ikhwal perdukunan jahiliyah, gemar menggunakan sihir untuk mencelakakan orang.
Di samping dia juga fasih lisannya, bagus argumennya, cerdas otaknya, pandai
menyesatkan orang dengan kebathilannya. Dia mencari pendukung dengan cara
membagi-bagikan hadiah dan pemberian. Ketika tampil di muka umum dia selalu
mengenakan topeng hitam agar terkesan angker dan terasa kuat kehebatannya.
Dengan cepat dakwah Aswad al-Ansi menyebar di
penjuru Yaman bagaikan api yang membakar ilalang. Dia dibantu oleh kabilah Bani
Madhaj, kelompok terbesar di Yaman dari segi jumlah dan kekuasaannya. Masih
pula didukung oleh kemampuan untuk merekayasa cerita dusta, kepalsuan serta
memperalat para pengikutnya yang pandai untuk menguatkan siasatnya.
Dia mengaku bahwa malaikat turun dari langit
untuk membawakan wahyu dan memberitahukan hal-hal ghaib kepadanya, lalu dia
membuat berbagai rekayasa agar orang-orang percaya dengan pengakuannya.
Dalam waktu singkat namanya menjadi besar,
kehebatannya kian tersohor, pengikutnya makin banyak. Shan’a kini berada di
bawah kendalinya, dari sini terus menyebar ke tempat lain sampai meliputi
seluruh Yaman, antara Hadramaut, Tha’if, Bahrain serta Aden.
Ketika telah merasa besar kekuatannya, dan
banyak pula negeri maupun kekuasaannya, dia beraksi memburu orang-orang yang
menentangnya, orang-orang yang dikaruniai iman kepada Allah secara tulus dan
beragama yang lurus.
Terhadap orang-orang tersebut Aswad al-Ansi
berlaku bengis, bahkan tak segan-segan melakukan penyiksaan secara sadis. Di
antara para penentang tersebut, terdapat seorang tokoh bernama Abdullah bin
Tsuwab yang dikenal dengan julukan Abu Muslim al-Khaulani.
Abu Muslim al-Khaulani adalah
seorang yang kokoh imannya, pantang kompromi dengan kebathilan dan senantiasa
menyerukan kebenaran. Dia mengikhlaskan hidupnya untuk Allah Subhanahu
wa Ta’ala semata. Dia menjauhi kesenangan dunia dan perhiasannya,
bernadzar bahwa hidupnya akan digunakan untuk menaati Allah Subhanahu
wa Ta’ala serta mendakwahkan agamanya. Tak heran bila orang-orang
menyambutnya dengan baik, memandangnya sebagai orang yang suci jiwanya dan
mustajab doanya di sisi Rabb-nya.
Aswad al-Ansi sudah geram untuk menangkap Abu
Muslim lalu menghukumnya sekeras mungkin. Agar orang lain yang akan
menentangnya gentar dan dapat ditundukkan.
Maka, dia perintahkan prajuritnya mengumpulkan
kayu bakar di lapangan Shan’a, lalu disulut dengan api. Orang-orang dipanggil
untuk menyaksikan bagaimana seorang ahli fikih di Yaman dan ahli ibadahnya Abu
Muslim al-Khaulani hendak “bertaubat” kepada Aswad dan mengimani kenabiannya.
Kemudian, Abu Muslim al-Khaulani diseret ke
tengah arena. Pendusta yang kejam itu memandang Abu Muslim dengan congkak, lau
berpaling ke arah api yang berkobar dan menjilat-jilat seraya bertanya,
Aswad: “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad
adalah Rasul Allah?”
Abu Muslim: “Benar, Aku bersaksi bahwa dia
adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Dialah sayyidul mursalin dan penutup para
Nabi.”
Dahi Aswad al-Ansi menggerutu. Kedua alisnya
bertaut pertanda marah.
Aswad : “Apakah Engkau bersaksi bahwa aku
adalah rasul Allah?”
Abu Muslim: “Telingaku tersumbat, tak bisa
mendengar kata-katamu.”
Aswad : “Kalau begitu, aku akan mencampakkanmu
ke dalam api itu.”
Abu Muslim: “Bila engkau membakar aku dengan
api dari kayu, engkau akan dibalas dengan api yang bahan bakarnya manusia dan
batu-batu, di bawah penjagaan malaikat-malaikat yang perkasa, yang tidak
menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan senantiasa
mematuhi perintah yang diberikan kepada mereka.
Aswad : “Aku tidak tergesa-gesa, aku beri
engkau kesempatan untuk menggunakan otakmu. Apakah engkau tetap mengakui bahwa
Muhammad adalah rasul Allah?”
Abu Muslim: “Benar. Aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Allah mengutusnya dengan membawa agama dan
petunjuk yang benar. Allah menutup seluruh risalah-Nya dengan risalah yang
dibawa oleh Muhammad.”
Aswad al-Ansi meninggikan nada suaranya.
Aswad : “Kamu bersaksi bahwa aku adalah utusan
Allah?”
Abu Muslim: “Sudah aku katakan kepadamu, bahwa
telingaku tersumbat sehingga tak bisa mendengar kata-katamu itu.”
Semakin naik pitamlah Aswad al-Ansi mendengar
ketegasan jawaban, ketenangan serta ketegarannya. Dia hendak memerintahkan agar
Abu Muslim al-Khaulani dicampakkan ke dalam api, tapi tangan kanannya berusaha
mencegahnya seraya berbisik di telinganya: “Anda tahu bahwa orang ini berjiwa
suci, doanya mustajab, sementara Allah tak pernah membiarkan hamba-Nya yang
beriman di saat-saat kritis. Bila Anda lemparkan dia ke dalam api lalu ternyata
Allah menyelamatkannya, maka semua yang kau bina dengan susah payah ini akan
hancur dalam sekejap, karena orang-orang akan mengingkari kenabianmu saat itu
juga. Bila engkau membakarnya dan dia mati, orang-orang akan mengaguminya,
bahkan menyanjungnya sebagai syuhada. Oleh karena itu, lebih baik Anda
melepaskan dia, asingkan saja dia dari negeri ini. Hindarilah dia, engkau akan
menjadi lebih tenang dan bisa santai.”
Nabi palsu itu menerima saran tersebut. Dia
membekaskan Abu Muslim lalu mengusirnya keluar dari Yaman.
Berangkatlah Abu Muslim al-Khaulani menuju
Madinah dan sangat berharap dapat menjumpai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beliau sudah beriman sebelum bertemu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan rindu untuk mendampingi beliau sebagai
sahabat.
Tapi sayang, belum lagi memasuki Madinah,
beliau mendengar kabar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
wafat dan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu terpilih sebagai
khalifah kaum muslimin. Tak terkira betapa kecewa beliau mendengarnya.
Setibanya di Madinah, beliau langsung menuju
Masjid Nabawi. Beliau menambatkan ontanya di samping masjid, kemudian memasuki
Masjid Nabawi setelah mengucapkan shalawat dan salam bagi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Beliau mendekati salah satu tiang masjid lalu
shalat di sana. Usai shalat, Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu menghampirinya
seraya bertanya,
Umar: “Dari manakah asal Anda?”
Abu Muslim: “Saya dari Yaman.”
Umar: “Bagaimana kabar saudara kita yang hendak
dibakar hidup-hidup oleh musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu Alah
menyelamatkannya itu?”
Abu Muslim: “Alhamdulillah dia dalam keadaan
baik.”
Umar: “Demi Allah, bukankah Anda orangnya?”
Abu Muslim: “Benar,”
Maka Umar bin Khathab mencium antara kedua mata
Abu Muslim.
Umar: “Tidakkah Anda mendengar berita tentang
apa yang dilakukan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
musuh-Nya dan musuh Anda itu?”
Abu Muslim: “Tidak. Sejak meninggalkan Yaman,
saya tak lagi mendengar beritanya.”
Umar: “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membunuh
al-Ansi melalui tangan orang-orang beriman yang ada di sana dan mengakhiri
kekuasaannya serta mengembalikan para pengikutnya ke jalan Allah.”
Abu Muslim: “Segala puji bagi Allah yang belum
mematikan saya sampai saya mendengar tewasnya penjahat itu dan kembalinya
penduduk Yaman ke pangkuan Islam.”
Umar: “Segala puji bagi Allah yang memberi
kesempatan kepada saya untuk bertemu dengan umat Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam yang hendak diperlakukan seperti khalilullah
(kesayangan Allah) Ibrahim ‘alaihissalam.”
Setelah itu Umar bin Khathab mengajak Abu
Muslim menghadap khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Kemudian beliau
berbai’at kepada khalifah muslimin itu. ( Mereka adalah Para Tabi’in, Dr.
Abdurrahman Ra’at Basya)
ü Kecinta'an
Rib'i bin Amir radhiyallahu ‘anhu terhadap
Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Menjelang
terjadinya Perang Qadisiah di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, pemimpin
pasukan Persia, Rustum meminta kepada pemimpin pasukan muslim, Sa'ad bin Abi
Waqqash radhiyallahu ‘anhu mengirim seorang
utusan menemuinya untuk melakukan pembicaraan, maka Sa'ad mengirim Rib'i bin
Amir radhiyallahu ‘anhu untuk menemui Rustum.
Dengan
mengendarai kudanya yang kerdil, berpakaian lusuh, berbaju besi dan bertopi baja,
serta tetap menyandang senjatanya, dan gagah berani tanpa ada rasa takut
sedikitpun Rib'i radhiyallahu ‘anhu memasuki
istana Rustum yang dipisahkan dengan sebuah jembatan. Memasuki ruang pertemuan
yang telah dihiasi dengan bantal-bantal bertahtakan emas dan beralaskan sutera,
Rib'i radhiyallahu ‘anhu tidak turun dari
kudanya. Setelah berhadapan dengan Rustum, barulah Rib'i radhiyallahu ‘anhu turun dari kudanya, dan
menambatkannya pada salah satu bantal yang ada. Salah seorang pembesar Rustum
berkata, "Letakkan senjatamu…!"
Rib’i
radhiyallahu ‘anhu menolak perintah itu dan
berkata, "Bukan aku yang ingin datang menemuimu, tetapi kamu sendirilah
yang memanggilku untuk menemuimu. Jika engkau membiarkanku seperti ini, aku
akan menunggu. Jika tidak, aku akan kembali."
Rustum
meminta pembesarnya untuk membiarkannya, kemudian ia menanyakan apa yang
diinginkan orang-orang Islam mendatangi negerinya.
Maka
Rib’i radhiyallahu ‘anhu menjawab:
"Sesungguhnya Allah ta'ala dan Rasul kami telah memerintahkan kami untuk
mengelurkan manusia dari penyembahan kepada makhluk menjadi penyembahan hanya
kepada kholik saja, dan dari kesempitan hidup di dunia menuju hidup yang lapang
di akhirat, dan dari kedholiman penguasa menuju keadilan yang sesungguhnya,
maka masuklah kedalam agama kami?
Maka
Rustum pun menjawab: " sungguh engkau tidak akan bisa keluar dari istana
ku sebelum engkau membawa tanah negriku di kepalamu".
Maka
Rib’i radhiyallahu ‘anhu pun membawa tanah negri
qodisiyah dan berkata kepada para sahabat sahabatnya: bergembiralah kalian
sesungguhnya Allah ta'ala akan memberi kemenangan peda kita.
Setelah
terjadi beberapa tanya jawab, akhirnya Rustum meminta tangguh beberapa hari
untuk bermusyawarah dengan pembesar-pembesarnya.
Rustum
berkata, "Apakah engkau pemimpin pasukan mereka? "Bukan,"
Kata Rib'i radhiyallahu ‘anhu, "Tetapi kami
umat Islam adalah satu tubuh dan satu bangunan, yang di atas akan melindungi
yang di bawah, yang di bawah mendukung yang di atas..!!" Setelah
itu, Rib'ipun meninggalkan ruang pertemuan dengan Rustum tersebut. Ternyata
dalam tiga hari tersebut, Rustum selalu meminta kepada Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, komandan pasukan muslim untuk
mengirimkan seorang utusan. Tetapi akhirnya Rustum tidak bisa
"didakwahi" dengan baik-baik untuk memeluk Islam, atau mengijinkan
Islam didakwahkan di tanah Persia dengan membayar Jizyah ke Madinah. Setelah
tiga hari tersebut, pecahlah Perang Qadisiah, walau jumlah pasukan Rustum
sebanyak 120.000 prajurit, tetapi bisa diporakporandakan oleh pasukan muslim
yang hanya berjumlah 30.000 prajurit.
ü
Kecintaan Sufyan bin Sa’id bin Masruq ats-Tsauri rahimahullah
kepada Rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam
Beliau adalah
Sufyan bin Sa’id bin Masruq ats-Tsauri. Imam Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa
Sufyan ats-Tsauri dilahirkan pada tahun 97 H. Beliau mulai menimba ilmu sejak
kecil. Yazid bin Harun berkata, “Orang-orang telah mengambil ilmu dari Sufyan
ats-Tsauri pada saat beliau berumur 30 tahun.”
Dikatakan bahwa
beliau bertemu dengan 130 orang tabi’in dan berguru/mengambil riwayat dari 600
orang lebih. Adapun ulama yang mengambil riwayat dari beliau diantaranya Ibnu
Juraij, al-Auza’i, Abu Hanifah, Ibnul Mubarak, Waki’, Abdurrahman bin Mahdi,
dan lain-lain.
Tsabit bin
Muhammad berkata: Aku mendengar Sufyan ats-Tsauri berkata, “Jika kamu mampu
untuk tidak menggaruk kepala kecuali apabila dilandasi dengan atsar/riwayat
maka lakukanlah.” (Manaqib al-Imam al-A’zham, karya Imam adz-Dzahabi yang
merupakan ringkasan karya Imam Ibnul Jauzi rahimahumallah)
Berkata Sufyan
ats-Tsauri rahimahullah:
من أصغي بأذنيه إلي صاحب البدعة خرج
من عصمة الله
"Barangsiapa
yang menyimak dengan telinganya perkataan ahlu bid'ah, maka dia telah keluar
dari penjagaan Allah" (Syarhus
Sunnah karya al-Barbahari hal. 127)
Wasiat Sufyan
Ats-Tsauri Kepada Abbad bin Abbad Al-Khawash
Imam Ats-Tsaury
rahimahulloh pernah mengirim surata kepada Abbad bin abbad al-Khawash.
Dalam surat
tersebut, Sufyan Ats-Tsaury rahimahulloh berkata: Sesungguhnya engkau sedang
berada disuatu zaman yang para sahabat nabi shallallohu ‘alaihi wasallam selalu
berlindung kepada Allah ta'ala agar tidak menjumpainya, padahal mereka memiliki
ilmu yang tidak kita miliki. Mereka juga memiliki keutamaan lebih dahulu masuk
islam daripada kita. Bagaimana sikap kita ketika menjumpainya dengan ilmu yang
sedikit, kesabaran yang sedikit, pendukung kebaikan yang sedikit, ummat manusia
yang rusak, dan dunia yang kotor.
Hendaknya
engkau mengikuti al-amrul awwal dan berpegang teguh pada generasi pertama.
Jadilah orang yang tersembunyi, karena sekarang adalah zaman persembunyian.
Menyendirilah dan jangan banyak bergaul dengan manusia. Dulu, jika orang-orang
berjumpa, sebagian dari mereka memperoleh manfaat dari yang lain, adapun
sekarang, hal semacam itu sudah tidak ada.
Keselamatan
sejauh yang saya ketahui, terletak dalam tindakan meninggalkan mereka.
Janganlah berdekatan dan bergaul dengan para pejabat dalam suatu perkara.
Janganlah tertipu, jika dikatakan kepadamu: “dengan mendekati para pejabat
engkau bisa menolong dengan memberikan pembelaan kepada orang-orang yang di
dzolimi dan mencegah perbuatan dzolim.” Itu adalah tipu daya iblis yang dipakai
sebagai tangga pijakan oleh orang-orang yang ahli al-Qur’an yang banyak
melakukan perbuatan dosa. Ada yang mengatakan: “waspadalah terhadap fitnah
tukang ibadah yang bodoh dan ulama yang bermaksiat, karena fitnah mereka adalah
fitnah yang menimpa semua orang.
Pertanyaan atau
fatwa apapun yang kamu dapati, maka manfaatkanlah jangan bersaing di dlamnya.
Jangan berlaku seperti orang yang suka apabila ucapannya dilaksanakan, atau
didengarkan. Jika itu ditinggalkannya, maka ia akan dikenal mengenainya. Jangan
berambisi menjadi pemimpin, sebab ada orang yang lebih mencintai kepemimpinan
dari emas dan perak, padahal ia adalah pintu samar yang tidak diketahui kecuali
oleh para ulama. Perhatikan dirimu dan bermalah dengan niat.
Dan ketahuilah
bhwa telah dekat kepada manusia perkara dimana seseorang merasa ingin mati.
Wassalam. (dikeluarkan oleh abu nu’aim dalam al-Hiliyah (VI:376-377) dan
adz-dzahabi dalam siyaru A’lam An-Nubala’)
ü Kecinta'an
Ayyub As-Sikhtiani rahimahullahu ta'ala, terhadap Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam
Disebutkan
bahwasanya Imam Malik pernah ditanya tentang Ayyub As-Sikhtiani?, maka
beliaupun menjawab, “Tidaklah aku menyampaikan hadits kepada kalian dari
seorangpun kecuali Ayyub lebih tsiqoh (terpercaya) daripada orang tersebut”
Imam Malik bercerita tentang Ayyub, beliau berkata, “Ayyub telah berhaji dua
kali dan aku (dulu) telah melihatnya namun aku tidak mendengar (mengambil)
hadits darinya, hanya saja Ayyub jika ia menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam diapun menangis hingga akhirnya akupun menyayanginya. Dan tatkala aku
menyaksikan apa yang aku lihat dan pengagungannya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam akupun menulis (mengambil) hadits darinya.” (Siar A’lam
An-Nubala 6/17)
ü Kecinta'an
Muhammad bin Al-Munkadir rahimahullahu ta'ala, terhadap Rasulullah Shollallahu’
alaihi wasallam
Berkata
Mush’ab bin Abdillah, “Imam Malik jika menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berubah wajahnya dan menunduk hingga hal itu memberatkan orang-orang
yang duduk bersama dia. Pada suatu hari Imam Malik ditanya tentang sikapnya itu
maka iapun berkata, “Seandainya kalian melihat apa yang aku lihat maka kalian
tidak akan mengingkari (merasa berat) dengan sikapku ini”. Imam Malik
menyebutkan dari Muhammad bin Al-Munkadir dia adalah pemimpin para qori’
Hampir-hampir tidak pernah sama sekali kami bertanya kepada Muhammad bin
Al-Munkadir tentang satu haditspun kecuali ia menangis hingga kamipun
menyayanginya.”(Hilyatul Aulya’ 3’147, As-Siar 5/354,355)
ü Kecinta'an
Imam Malik rahimahullahu ta'ala, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi
wasallam
Berkata
Abu Usamah Al-Khuza’i, “Imam Malik jika ingin keluar untuk menyampaikan hadits
ia berwudhu sebagaimana wudhu untuk melaksanakan sholat dan memakai pakaiannya
yang paling indah, memakai kopiah beliau dan menyisir (merapikan) jenggot
beliau. Beliau ditanya tentang sikapnya itu maka kata beliau, “Aku mengagungkan
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berbuat demikian”
(Al-Jami’ karya Al-Khotib Al-Bagdadi 2/34 dan lihat syarh AS-Syifa 2/77)
Di
sebutkan dalam sebuah kisah yang masyhur ketika kholifah Harun Al Rasyid
berkunjung ke kota Madinah, Harun Al Rasyid (penguasa abbasiyah saat itu),
tertarik mengikuti ceramah al muwatta' (himpunan hadits yang di karang Imam
Malik) yang diadakan Imam Malik. Untuk hal ini, khalifah mengutus orang
memanggil Imam. Namun Imam Malik memberikan nasihat kepada Khalifah Harun,
''Rasyid, leluhur Anda selalu melindungi pelajaran hadits. Mereka amat
menghormatinya. Bila sebagai khalifah Anda tidak
menghormatinya, tak seorang pun akan menaruh hormat lagi. Manusia yang mencari
ilmu, sementara ilmu tidak akan mencari manusia.''
Sedianya, khalifah ingin agar para jamaah meninggalkan ruangan
tempat ceramah itu diadakan. Namun, permintaan itu tidak dikabulkan Imam Malik.
''Saya tidak dapat mengorbankan kepentingan umum hanya untuk kepentingan
seorang pribadi.'' Sang khalifah pun akhirnya mengikuti ceramah bersama dua
putranya dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil. (As syifa no.525, Tartib
Madarik 1/146-156)
afwan ust ... ana tidak bisa hadir tadi malam
BalasHapussebenarnya ana sdh berangkat sampai baloi, nmn ada sms dari ust abu fairuz bahwa malam ini ada kajian unt guru2.
maka ana minta izin nmn beliau tak izinkan
dengan terpaksa pulang lagi
na coba dengar melalui radio ternyata tidak on air
bisa minta rekaman MP3 nya ust ?
syukran
usul ust ... gmn kalau rekaman kajian antum yang ada diberbagai tempat dipost ke blog ini sehingga bisa diunduh dan dimamfaatkan?
BalasHapusbaik kajian dihang fm, disabilun najah, di jabal arafah dan lain2 sehingga ikhwan yg tidak bisa hadir langsung ttp dapat mendengarkannya
aziz