Kamis, 02 Mei 2013

Terpesona dengan akhlak Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam (Bag. akhir)


Muqoddimah

Segala Puji hanya milik Alloh, kita memuji-Nya,meminta pertolongan dan mohon ampunankepada-Nya. Dan kita berlindung kepada Allohdari kejelekan-kejelekan jiwa kita, dan keburukan-keburukan amalan kita. Barang siapa yang diberipetunjuk oleh Alloh maka tidak ada yang mampumenyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.Dan aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhakuntuk disembah kecuali Alloh dan aku bersaksi bahwaMuhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya.

“ Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalian kepadaAlloh dengan sebenar-benar takwa dan janganlahsekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaanIslam” (QS. Ali Imron:102)“

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Alloh menciptakan istrinya; dan dari keduanya Alloh memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Alloh yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu dengan yang lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Alloh selalu menjaga dan mengawasi kamu ”. (QS. An-Nisa: 1).

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan- amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Alloh dan Rosul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar ”. (QS: Al-Ahzab: 70-71)

Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalahKitab Alloh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shollallohu alaihi was sallam danseburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan.Dan setiap yang diada-adakan (dalam agama)  adalah bid’ah, dan setiap kebid’ahan adalah sesat, dan setiap


Terpesona dengan akhlak
Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam (Bag. akhir)


Ketinggian Akhlak Nabi shalaullahu 'alaihi wasallam

Sebagai Rasul yang diutus untuk menyempurnakan akhlak dan menyeru kepada semua kebaikan dunia dan akhirat manusia, beliau telah memberikan teladan kepada umatnya secara sempurna melalui sabda dan amal perbuatan. Seluruh sisi kehidupan dan ucapan beliau sesungguhnya merupakan teladan akan kesempurnaan akhlak dan kemuliaan amalan. Ketinggian akhlak itu tecermin dalam hadits Aisyah radiallahu 'anha:
كاَنَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak Rasulullah n adalah al-Qur’an.” (HR. Muslim)
Bahkan, Allah l memuji akhlak beliau dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)
Membicarakan akhlak Rasul shalaullahu 'alaihi wasallam, ibarat seseorang yang menyeberang samudra yang tak bertepi, begitu luasnya. Meskipun demikian, marilah sejenak kita mengambil pelajaran berharga dengan menyimak beberapa kisah hamba hamba Allah ta'ala, yang terpesona dengan akhlak Nabi shalaullau 'Alahi wasallam yang menghabiskan kehidupan mereka baik waktu, harta, dan jiwa mereka untuk membela dan  memperjuangkan sunnah dan islam.

Pelajaran berharga dari hamba hamba shaleh

ü  Kerinduan dan kecinta'an Kholifah Umar bin khottob radhiyallahu'anhu, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Amru bin Maimun yang menyebutkan bahwa Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu'anhu berkata kepada putranya:
انْطَلِقْ إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ فَقُلْ يَقْرَأُ عَلَيْكِ عُمَرُ السَّلَامَ وَلَا تَقُلْ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ فَإِنِّي لَسْتُ الْيَوْمَ لِلْمُؤْمِنِينَ أَمِيرًا وَقُلْ يَسْتَأْذِنُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنْ يُدْفَنَ مَعَ صَاحِبَيْهِ
“Temuilah Aisyah, Ummul Mukminin radhiyallahu'anha, dan sampaikan salam dari Umar. Tetapi jangan kalian katakan dari Amirul Mukminin karena hari ini aku bukan lagi sebagai pemimpin mereka. Katakan bahwa Umar bin Al-Khaththab meminta izin untuk dikuburkan di samping kedua shahabatnya.”
Bahkan, Aisyah radhiyallahu'anha sendiri pun menginginkan dikubur di dekat orang saleh. Hal ini tampak dalam jawabannya ketika Ibnu Umar menyampaikan permintaan ayahnya:
كُنْتُ أُرِيدُهُ لِنَفْسِي وَلَأُوثِرَنَّ بِهِ الْيَوْمَ عَلَى نَفْسِي
“Sebenarnya aku juga menginginkan hal itu untuk diriku namun hari ini aku tidak akan lebih mementingkan diriku.”
Umar melihat upaya itu sebagai upaya terpenting untuk penguburannya. Hal ini terlihat dalam ungkapannya ketika permintaannya dikabulkan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ مَا كَانَ مِنْ شَيْءٍ أَهَمُّ إِلَيَّ مِنْ ذَلِكَ
“Alhamdulillah,tidak ada sesuatu yang paling penting bagiku selain hal itu.” (Tiga Potongan hadits ini adalah bagian dari hadits panjang riwayat Al-Bukhari, hadits no. 3424)
Hal yang sama di kisahkan dari Nabi  Musa a'laihi salam ketika telah mendekati ajalnya, seperti diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, meminta agar kematiannya di dekat Baitul Maqdis:
فَسَأَلَ اللَّهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ
“Musa memohon kepada Allah agar mendekatkan kematiannya dengan tanah Baitul Maqdis sejauh lemparan batu”.
Imam Nawawi mengatakan, “Hadits ini mengandung anjuran penguburan di tempat-tempat yang mulia dan di dekat makam orang saleh.” (Syarh Muslim: XV: 128).

ü  Kecintaan Utsman bin Affan kepada Rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam
- Utsman bin Affan membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Barang siapa membeli sumur dan menjadikan gayung miliknya bersama dengan gayung milik kaum muslimin maka kelak ia di surga.” Mendengar ucapan tersebut Utsman pun segera membelinya.
- Memperluas Masjid Madinah dan membeli tanah disekitarnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barang siapa membeli lokasi milik keluarga fulan lalu menambahkan untuk perluasan masjid dengan kebaikan maka ia kelak di surga.” Lalu Utsman membelinya dari kantong uang miliknya lalu tanah itu diwakafkan untuk masjid.
- Beliau mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya ekspedisi tersebut.
Di saat itu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerukan seruan jihad dan beliau tengah menyiapkan pasukan besar untuk diberangkatkan dalam Perang Tabuk melawan pasukan Romawi. Pasukan itu disebut jaisyul ‘usroh karena sulitnya kondisi materi para sahabat pada saat itu. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mendorong para sahabatnya untuk berinfak dan bersedekah dalam rangka menyiapkan pasukan besar tersebut. Hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Barang siapa yang menyiapkan jaisyul usyroh, maka baginya surga.” Tiba-tiba datanglah seorang saudagar kaya yang dermawan dialah Utsman bin Affan membawa kepingan-kepingan dinar berjumlah 1000 dinar lalu diberikan di hadapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sambil memeganginya keluarlah ucapan yang masyhur dari bibir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia,“Tidaklah memudharatkan Utsman apa yang ia lakukan setelah ini.”
- Pada masa pemerintahan Abu Bakar,Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
- Beliau juga sering memperingatkan manusia dari bahaya dusta atas nama agama, dari beliaulah diriwayatkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka silakan mengambil tempat duduk di neraka.” (Manaqib Utsman bin affan)

ü  Kecintaan Ali bin Abi Thalib kepada Rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin berhijrah ke Madinah pada saat rumah beliau dikepung di malam hari oleh sekelompok pemuda dari berbagai utusan kabilah Arab untuk membunuh Nabi, Nabi menyuruh Ali bin Abi Thalib shallallahu ‘alaihi wasallam tidur di tempat tidur beliau dengan mengenakan selimut milik beliau. Di sini Ali bin Abi Thalib benar-benar mempertaruhkan nyawanya demi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan penuh tawakal kepada Allah Ta’ala.Keesokan harinya, Ali disuruh menunjukkan keberadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, namun beliau menjawab tidak tahu, karena beliau hanya disuruh untuk tidur di tempat tidurnya. Lalu beliau disiksa dan digiring ke Masjidil Haram dan di situ beliau ditahan beberapa saat, lalu dilepas, beliau kemudian pergi berhijrah ke Madinah dengan berjalan kaki sendirian, menempuh jarak yang sangat jauh tanpa alas kaki, sehingga kedua kakinya bengkak dan penuh luka-luka setibanya di Madinah.
- Ali bin Abi Thalib terlibat dalam semua peperangan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, selain perang Tabuk, karena saat itu beliau ditugasi menjaga kota Madinah. Di dalam peperangan-peperangan tersebut beliau sering kali ditugasi melakukan perang tanding (duel) sebelum peperangan sesungguhnya dimulai. Dan semua musuh beliau berhasil dilumpuhkan dan tewas. Dan beliau juga menjadi pemegang panji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Ali adalah manusia yang benar-benar dicintai Allah dan RasulNya.
Pada waktu perang Khaibar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bendera ini sungguh akan saya berikan kepada seseorang yang Allah memberikan kemenangan melalui dia, dia mencintai Allah dan RasulNya, dan dia dicintai Allah dan RasulNya.” Maka pada malam harinya, para sahabat ribut membicarakan siapa di antara mereka yang akan mendapat kehormatan membawa bendera tersebut. Dan keesokan harinya para sahabat datang menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, masing-masing berharap diserahi bendera. Namun beliau bersabda, “Mana Ali bin Abi Thalib?” Mereka menjawab, “Matanya sakit, ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah menyuruh untuk menjemputnya dan Ali pun datang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyemburkan ludahnya kepada kedua mata Ali dan mendoakannya. Dan Ali pun sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Lalu beliau memberikan bendera kepadanya. Ali berkata, “Ya Rasulullah, aku memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita.” Beliau menjawab, “Majulah dengan tenang sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam dan sampaikan kepada mereka hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah memberikan hidayah kepada seorang manusia melalui dirimu, sungguh lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (HR. Muslim, no. 2406).
- Jiwa juang Ali sangat melekat di dalam kalbunya, sehingga ketika Rasulullah ingin berangkat pada perang Tabuk dan memerintah Ali agar menjaga Madinah, Ali merasa keberatan sehingga mengatakan, “Apakah engkau meninggalkan aku bersama kaum perempuan dan anak-anak?”Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru menunjukkan kedudukan Ali yang sangat tinggi seraya bersabda, “Apakah engkau tidak ridha kalau kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada kenabian sesudahku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
- Beliau juga adalah salah satu dari sepuluh orang yang telah mendapat “busyra biljannah” (berita gembira sebagai penghuni surga), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak. (Lihat: Aqidah Ahlussunnah fi ash-Shahabah, jilid I, halaman 283).
ü  Kerinduan dan kecinta'an seorang pemabuk, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ قَالَ حَدَّثَنِي خَالِدُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلًا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اسْمُهُ عَبْدَ اللَّهِ وَكَانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا وَكَانَ يُضْحِكُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ جَلَدَهُ فِي الشَّرَابِ فَأُتِيَ بِهِ يَوْمًا فَأَمَرَ بِهِ فَجُلِدَ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ اللَّهُمَّ الْعَنْهُ مَا أَكْثَرَ مَا يُؤْتَى بِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَلْعَنُوهُ فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepadaku Al Laits mengatakan, telah menceritakan kepadaku Khalid bin Yazid dari Sa'id bin Abi Hilal dari Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Umar bin khattab, ada seorang laki-laki dimasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Shallallahu'alaihiwasallam namanya Abdullah, dia dijuluki keledai, ia suka membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa, dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mencambuknya karena ia mabuk. Suatu hari ia ditangkap lagi dan Nabi memerintahkan agar dia dicambuk. Lantas salah seorang sahabat berujar; 'Ya Allah, laknatilah dia, betapa sering ia ketangkap, ' Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "janganlah kalian melaknat dia, demi Allah, setahuku dia mencintai Allah dan rasul-Nya."(HR.Bukhori no.6780)

ü  Kerinduan dan kecinta'an Shafiyyah  radhiyallahu'anha, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam, dengan pembelaannya yang luar biasa di perang khondaq
Pada perang Khandaq ini, selain menunjukkan sikap kepahlawanannya, Shafiyyah membuktikan kecerdasan dan kecerdikannya. Jika hendak berperang biasanya kaum wanita ditempatkan Rasulullah dalam  sebuah benteng karena kawatir serangan musuh terhadap mereka. Pada perang Khandaq ini Rasulullah menempatkan SHafiyyah yang tidak lain adalah bibinya ini  di dalam benteng Hasan bin Tsabit, seorang ahli syair yang turut berjuang membela  Rasul dengan  syair-syairnya. Kegentingan perang membuat Rasul dan para sahabatnya tidak  sempat memikirkan apa yang terjadi di benteng kaum wanita dan orang-orang yang lemah ini.
Sampai tiba-tiba pandangan mata Shafiyyah tertuju pada sekelebatan orang yang bergerak di waktu fajar. Ditegaskan pandangannya ini dan tahulah ia bahwa itu adalah seorang yahudi yang mengintai benteng. Shafiyyah segera tajam nalurinya dan menyadari bahwa pria ini adalah mata-mata yahudi untuk mengetahui apakah ada pria yang bertugas menjaga benteng atau tidak.
Shafiyyah lalu berkata dalam hatinya “ Tidak ada seorang priapun yang menjaga benteng kami dari serangan mereka. Jika saja fakta ini mereka ketahui niscaya mereka pasti akan membunuh kaum wanita dan anak-anak disini. Jika ini terjadi maka akan menjadi musibah yang sangat besar bagi kaum muslimin”.
Maka Shafiyyah pun bergegas meraih penutup kepalanya dan kemudian mengambil sebatang besi. Dia lalu turun menuju pintu benteng dengan hati-hati  sambil mengawasi gerakan mata-mata tersebut. Ketika sudah dalam posisi dekat dia pun segera memukulnya hingga jatuh tersungkur dan memukulnya kembali hingga tewas. Dia pun meraih sebilah pisau kemudian dipotongnya kepala orang tersebut. Setelah dipotong, dilemparkannya dari atas benteng hingga jatuh di kerumunan bangsa Yahudi yang sedang menunggu kedatangan mata-mata tersebut.  Dengan melihat kepala kawannya tersebut, maka  ciut dan gentarlah  hati mereka dan yakin bahwa Muhammad tidak pernah meninggalkan kaum wanita dan anak-anak tanpa seorangpun yang melindungi.

ü  Kerinduan dan kecinta'an Ummu Aiman radhiyallahu'anha, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Inilah kisah tentang seorang budak wanita yang paling beruntung di dunia, seorang budak yang menjadi warisan bagi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dari ayahnya, Abdullah Abdul Muthalib, dan setelah menikah dengan Khodijah radhiallahu’anha, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakannya. Dialah yang merawat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sewaktu kecil, sehingga beliau menganggapnya seperti ibu sendiri. Apalagi, ia adalah istri putra angkat beliau Zaid bin Haritsah, yang karena kasih sayang beliau kepadanya, Nabi pernah menisbatkan nama beliau kepadanya dengan sebutan “Zaid bin Muhammad” hingga Allah mengharamkan penisbatan nama kepada selain ayah kandung sendiri. Dan bertambah pula keutamaan Ummu Aiman dengan adanya Usamah bin Zaid, putra mereka yang menjadi kesayangan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Berita kematian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sampai kepada para sahabat. Hampir saja mereka tak sadar dan tidak mempercayai berita tersebut, hingga akhirnya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu’anhu, bangkit untuk menenangkan mereka, dan menjelaskan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam hanya manusia biasa yang juga mati seperti manusia lain. Mereka akhirnya pun sadar.
Sebagaimana sahabat yang lain Ummu Aiman juga menangisi kematian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, menangis karena ditinggal orang yang paling dicintainya setelah Allah, dan dahulu pernah ia rawat dan asuh dengan penuh kasih sayang, dan yang menyayanginya dan keturunannya.
Setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar berkata kepada Umar pernah berkunjung kepada Ummu Aiman seperti yang biasa dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam semasa hidup.”
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bercerita: Abu Bakar berkata kepada Umar sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Bawalah kami te kediaman Ummu Aiman, kita akan mengunjunginya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu juga mengunjunginya. Sesampainya di sana, ternyata Ummu Aiman sedang menangis. Abu Bakar dan Umar bertanya: Apa yang membuatmu menangis? Segala yang ada di sisi Allah tentu lebih baik bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia menjawab: Aku menangis bukan karena aku tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi aku menangis karena wahyu dari langit telah terhenti. Ternyata ucapannya itu menggugah hati mereka berdua dan akhirnya merekapun larut dalam isak tangis bersamanya. (HR. Muslim, no. 2454)
ü  Kecinta'an Para sahabat radhiyallahu'anhum, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dengan para sahabatnya, tiba-tiba beliau melepas dua sandalnya lalu meletakkannya di sebelah kirinya. Tatkala para sahabat melihat hal tersebut, mereka pun ikut melepas sandal-sandal mereka. Lalu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kalian melepas sandal-sandal kalian?” Mereka menjawab: “Kami melihat engkau melepas sandal, maka kami pun melepas sandal-sandal kami. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan: “Sesungguhnya tadi malaikat Jibril datang kepada saya dan mengabarkan bahwa pada dua sandal saya ada kotoran.” (HR.Abu Dawud 555)
ü  Kecinta'an Para wanita sohabiyyah radhiyallahu'anhunna, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Dari Hamzah bin Abi Usaid al-Anshari Radiyallahu ‘anhu, dari bapak-nya, bahwa ia telah mendengar Rosululloh -Shalallahu ‘alaihi wa Sallam-  bersabda ke-pada para wanita (saat itu beliau berada di luar masjid, dan terlihat laki-laki dan wanita berbaur di jalan):
 اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ، عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ  فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ.
 “Menepilah ke pinggir,karena tidak layak bagi kalian untuk berjalan di tengah. Kalian harus berjalan di pinggir.” Sejak saat itu, ketika para wanita berjalankeluar, mereka berjalan merapat ke tembok. Bahkan baju-baju mereka sampai tertambat di tembok, kare-na begitu rapatnya mereka dengan tembok ketika berjalan.” (HR. Abu Dawud; hasan)

ü  Kecinta'an Khubaib bin Adi al-Anshari radhiyallahu ‘anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Khubaib  bin ‘Adi adalah seorang sahabat yang berasal dari kaum Anshar, Madinah.  Khubaib  bin ‘Adi seorang sahabat yang memiliki kecintaan yang sangat mendalam kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada Islam. Khubaib  bin ‘Adi adalah seorang pemuda yang ahli ibadah, senantiasa sangat rindu serta menikmati ibadah. Khubaib  bin ‘Adi adalah seorang pemuda yang telah menjual dirinya hanya kepada Allah ta'ala.
Khubaib  bin ‘Adi syahid di tiang kayu salib akibat kekejaman kafir Qurais. Siksaan yang dilakukan oleh kaum kafir Qurais merupakan siksaan yang di luar batas kemanusiaan.  Khubaib  bin ‘Adi wafat ditiang salib, dan tubuhnya dihujani panah dan tombak kafir Quraisy.
Quraisy hanya meminta kepada Khubaib  bin ‘Adi supaya ingkar kepada Allah dan Muhammad Shollallahu’ alaihi wasallam Asalkan keluar kata-kata yang menghinakan Nabi Shollallahu’ alaihi wasallam, maka kafir Qurais berjanji akan membebaskan dan melepaskannya, serta memberikan kesejahteraan atas dirinya dan keluarganya. Dengan janji demikian, Khubaib  bin ‘Adi menjawab “Demi Allah, aku tidak suka berada bersama keluargaku tanpa kekurangan apa pun, sementara Rasulullah tertusuk duri.”
Dengan tubuh yang terus disiksa, dengan berbagai kesakitan yang ditimpakan oleh kafir Qurais, tidak sedikit pun Khubaib  bin ‘Adi merasa gentar. Sebaliknya, wajah Khubaib  bin ‘Adi senantiasa tersenyum dengan penuh kedamaian hingga menjemput syahidnya.

ü  Kecinta'an Abu Muslim al-Khaulani al-Anshari radhiyallahu ‘anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Tersebar berita di seluruh penjuru Jazirah Arab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit sepulang beliau dari haji Wada. Setan pun memprovokasi Aswad al-Ansi agar kembali kepada kekafiran setelah keimanannya. Dan agar dia berkata tentang Allah dengan dusta. Dia mengaku kepada kaumnya sebagai nabi yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dia adalah manusia yang kuat jasadnya, besar ambisinya, keras jiwanya dan akrab dengan kejahatannya. Dia juga ahli dalam hal ikhwal perdukunan jahiliyah, gemar menggunakan sihir untuk mencelakakan orang. Di samping dia juga fasih lisannya, bagus argumennya, cerdas otaknya, pandai menyesatkan orang dengan kebathilannya. Dia mencari pendukung dengan cara membagi-bagikan hadiah dan pemberian. Ketika tampil di muka umum dia selalu mengenakan topeng hitam agar terkesan angker dan terasa kuat kehebatannya.
Dengan cepat dakwah Aswad al-Ansi menyebar di penjuru Yaman bagaikan api yang membakar ilalang. Dia dibantu oleh kabilah Bani Madhaj, kelompok terbesar di Yaman dari segi jumlah dan kekuasaannya. Masih pula didukung oleh kemampuan untuk merekayasa cerita dusta, kepalsuan serta memperalat para pengikutnya yang pandai untuk menguatkan siasatnya.
Dia mengaku bahwa malaikat turun dari langit untuk membawakan wahyu dan memberitahukan hal-hal ghaib kepadanya, lalu dia membuat berbagai rekayasa agar orang-orang percaya dengan pengakuannya.
Dalam waktu singkat namanya menjadi besar, kehebatannya kian tersohor, pengikutnya makin banyak. Shan’a kini berada di bawah kendalinya, dari sini terus menyebar ke tempat lain sampai meliputi seluruh Yaman, antara Hadramaut, Tha’if, Bahrain serta Aden.
Ketika telah merasa besar kekuatannya, dan banyak pula negeri maupun kekuasaannya, dia beraksi memburu orang-orang yang menentangnya, orang-orang yang dikaruniai iman kepada Allah secara tulus dan beragama yang lurus.
Terhadap orang-orang tersebut Aswad al-Ansi berlaku bengis, bahkan tak segan-segan melakukan penyiksaan secara sadis. Di antara para penentang tersebut, terdapat seorang tokoh bernama Abdullah bin Tsuwab yang dikenal dengan julukan Abu Muslim al-Khaulani.
Abu Muslim al-Khaulani adalah seorang yang kokoh imannya, pantang kompromi dengan kebathilan dan senantiasa menyerukan kebenaran. Dia mengikhlaskan hidupnya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Dia menjauhi kesenangan dunia dan perhiasannya, bernadzar bahwa hidupnya akan digunakan untuk menaati Allah Subhanahu wa Ta’ala serta mendakwahkan agamanya. Tak heran bila orang-orang menyambutnya dengan baik, memandangnya sebagai orang yang suci jiwanya dan mustajab doanya di sisi Rabb-nya.
Aswad al-Ansi sudah geram untuk menangkap Abu Muslim lalu menghukumnya sekeras mungkin. Agar orang lain yang akan menentangnya gentar dan dapat ditundukkan.
Maka, dia perintahkan prajuritnya mengumpulkan kayu bakar di lapangan Shan’a, lalu disulut dengan api. Orang-orang dipanggil untuk menyaksikan bagaimana seorang ahli fikih di Yaman dan ahli ibadahnya Abu Muslim al-Khaulani hendak “bertaubat” kepada Aswad dan mengimani kenabiannya.
Kemudian, Abu Muslim al-Khaulani diseret ke tengah arena. Pendusta yang kejam itu memandang Abu Muslim dengan congkak, lau berpaling ke arah api yang berkobar dan menjilat-jilat seraya bertanya,
Aswad: “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah?”
Abu Muslim: “Benar, Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Dialah sayyidul mursalin dan penutup para Nabi.”
Dahi Aswad al-Ansi menggerutu. Kedua alisnya bertaut pertanda marah.
Aswad : “Apakah Engkau bersaksi bahwa aku adalah rasul Allah?”
Abu Muslim: “Telingaku tersumbat, tak bisa mendengar kata-katamu.”
Aswad : “Kalau begitu, aku akan mencampakkanmu ke dalam api itu.”
Abu Muslim: “Bila engkau membakar aku dengan api dari kayu, engkau akan dibalas dengan api yang bahan bakarnya manusia dan batu-batu, di bawah penjagaan malaikat-malaikat yang perkasa, yang tidak menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan senantiasa mematuhi perintah yang diberikan kepada mereka.
Aswad : “Aku tidak tergesa-gesa, aku beri engkau kesempatan untuk menggunakan otakmu. Apakah engkau tetap mengakui bahwa Muhammad adalah rasul Allah?”
Abu Muslim: “Benar. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Allah mengutusnya dengan membawa agama dan petunjuk yang benar. Allah menutup seluruh risalah-Nya dengan risalah yang dibawa oleh Muhammad.”
Aswad  al-Ansi meninggikan nada suaranya.
Aswad : “Kamu bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?”
Abu Muslim: “Sudah aku katakan kepadamu, bahwa telingaku tersumbat sehingga tak bisa mendengar kata-katamu itu.”
Semakin naik pitamlah Aswad al-Ansi mendengar ketegasan jawaban, ketenangan serta ketegarannya. Dia hendak memerintahkan agar Abu Muslim al-Khaulani dicampakkan ke dalam api, tapi tangan kanannya berusaha mencegahnya seraya berbisik di telinganya: “Anda tahu bahwa orang ini berjiwa suci, doanya mustajab, sementara Allah tak pernah membiarkan hamba-Nya yang beriman di saat-saat kritis. Bila Anda lemparkan dia ke dalam api lalu ternyata Allah menyelamatkannya, maka semua yang kau bina dengan susah payah ini akan hancur dalam sekejap, karena orang-orang akan mengingkari kenabianmu saat itu juga. Bila engkau membakarnya dan dia mati, orang-orang akan mengaguminya, bahkan menyanjungnya sebagai syuhada. Oleh karena itu, lebih baik Anda melepaskan dia, asingkan saja dia dari negeri ini. Hindarilah dia, engkau akan menjadi lebih tenang dan bisa santai.”
Nabi palsu itu menerima saran tersebut. Dia membekaskan Abu Muslim lalu mengusirnya keluar dari Yaman.
Berangkatlah Abu Muslim al-Khaulani menuju Madinah dan sangat berharap dapat menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau sudah beriman sebelum bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rindu untuk mendampingi beliau sebagai sahabat.
Tapi sayang, belum lagi memasuki Madinah, beliau mendengar kabar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat dan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu terpilih sebagai khalifah kaum muslimin. Tak terkira betapa kecewa beliau mendengarnya.
Setibanya di Madinah, beliau langsung menuju Masjid Nabawi. Beliau menambatkan ontanya di samping masjid, kemudian memasuki Masjid Nabawi setelah mengucapkan shalawat dan salam bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau mendekati salah satu tiang masjid lalu shalat di sana. Usai shalat, Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu menghampirinya seraya bertanya,
Umar: “Dari manakah asal Anda?”
Abu Muslim: “Saya dari Yaman.”
Umar: “Bagaimana kabar saudara kita yang hendak dibakar hidup-hidup oleh musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu Alah menyelamatkannya itu?”
Abu Muslim: “Alhamdulillah dia dalam keadaan baik.”
Umar: “Demi Allah, bukankah Anda orangnya?”
Abu Muslim: “Benar,”
Maka Umar bin Khathab mencium antara kedua mata Abu Muslim.
Umar: “Tidakkah Anda mendengar berita tentang apa yang dilakukan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada musuh-Nya dan musuh Anda itu?”
Abu Muslim: “Tidak. Sejak meninggalkan Yaman, saya tak lagi mendengar beritanya.”
Umar: “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membunuh al-Ansi melalui tangan orang-orang beriman yang ada di sana dan mengakhiri kekuasaannya serta mengembalikan para pengikutnya ke jalan Allah.”
Abu Muslim: “Segala puji bagi Allah yang belum mematikan saya sampai saya mendengar tewasnya penjahat itu dan kembalinya penduduk Yaman ke pangkuan Islam.”
Umar: “Segala puji bagi Allah yang memberi kesempatan kepada saya untuk bertemu dengan umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hendak diperlakukan seperti khalilullah (kesayangan Allah) Ibrahim ‘alaihissalam.”
Setelah itu Umar bin Khathab mengajak Abu Muslim menghadap khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Kemudian beliau berbai’at kepada khalifah muslimin itu. ( Mereka adalah Para Tabi’in, Dr. Abdurrahman Ra’at Basya)

ü  Kecinta'an Rib'i bin Amir radhiyallahu ‘anhu terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Menjelang terjadinya Perang Qadisiah di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, pemimpin pasukan Persia, Rustum meminta kepada pemimpin pasukan muslim, Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu mengirim seorang utusan menemuinya untuk melakukan pembicaraan, maka Sa'ad mengirim Rib'i bin Amir radhiyallahu ‘anhu untuk menemui Rustum.          
Dengan mengendarai kudanya yang kerdil, berpakaian lusuh, berbaju besi dan bertopi baja, serta tetap menyandang senjatanya, dan gagah berani tanpa ada rasa takut sedikitpun Rib'i radhiyallahu ‘anhu memasuki istana Rustum yang dipisahkan dengan sebuah jembatan. Memasuki ruang pertemuan yang telah dihiasi dengan bantal-bantal bertahtakan emas dan beralaskan sutera, Rib'i radhiyallahu ‘anhu tidak turun dari kudanya. Setelah berhadapan dengan Rustum, barulah Rib'i radhiyallahu ‘anhu turun dari kudanya, dan menambatkannya pada salah satu bantal yang ada. Salah seorang pembesar Rustum berkata, "Letakkan senjatamu…!"
Rib’i radhiyallahu ‘anhu menolak perintah itu dan berkata, "Bukan aku yang ingin datang menemuimu, tetapi kamu sendirilah yang memanggilku untuk menemuimu. Jika engkau membiarkanku seperti ini, aku akan menunggu. Jika tidak, aku akan kembali."       
Rustum meminta pembesarnya untuk membiarkannya, kemudian ia menanyakan apa yang diinginkan orang-orang Islam mendatangi negerinya.
Maka Rib’i radhiyallahu ‘anhu menjawab: "Sesungguhnya Allah ta'ala dan Rasul kami telah memerintahkan kami untuk mengelurkan manusia dari penyembahan kepada makhluk menjadi penyembahan hanya kepada kholik saja, dan dari kesempitan hidup di dunia menuju hidup yang lapang di akhirat, dan dari kedholiman penguasa menuju keadilan yang sesungguhnya, maka masuklah kedalam agama kami?
Maka Rustum pun menjawab: " sungguh engkau tidak akan bisa keluar dari istana ku sebelum engkau membawa tanah negriku di kepalamu".
Maka Rib’i radhiyallahu ‘anhu pun membawa tanah negri qodisiyah dan berkata kepada para sahabat sahabatnya: bergembiralah kalian sesungguhnya Allah ta'ala akan memberi kemenangan peda kita.
Setelah terjadi beberapa tanya jawab, akhirnya Rustum meminta tangguh beberapa hari untuk bermusyawarah dengan pembesar-pembesarnya. 
Rustum berkata, "Apakah engkau pemimpin pasukan mereka?  "Bukan," Kata Rib'i radhiyallahu ‘anhu, "Tetapi kami umat Islam adalah satu tubuh dan satu bangunan, yang di atas akan melindungi yang di bawah, yang di bawah mendukung yang di atas..!!"  Setelah itu, Rib'ipun meninggalkan ruang pertemuan dengan Rustum tersebut. Ternyata dalam tiga hari tersebut, Rustum selalu meminta kepada Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, komandan pasukan muslim untuk mengirimkan seorang utusan. Tetapi akhirnya Rustum tidak bisa "didakwahi" dengan baik-baik untuk memeluk Islam, atau mengijinkan Islam didakwahkan di tanah Persia dengan membayar Jizyah ke Madinah. Setelah tiga hari tersebut, pecahlah Perang Qadisiah, walau jumlah pasukan Rustum sebanyak 120.000 prajurit, tetapi bisa diporakporandakan oleh pasukan muslim yang hanya berjumlah 30.000 prajurit.

ü  Kecintaan Sufyan bin Sa’id bin Masruq ats-Tsauri rahimahullah kepada Rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam
Beliau adalah Sufyan bin Sa’id bin Masruq ats-Tsauri. Imam Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa Sufyan ats-Tsauri dilahirkan pada tahun 97 H. Beliau mulai menimba ilmu sejak kecil. Yazid bin Harun berkata, “Orang-orang telah mengambil ilmu dari Sufyan ats-Tsauri pada saat beliau berumur 30 tahun.”
Dikatakan bahwa beliau bertemu dengan 130 orang tabi’in dan berguru/mengambil riwayat dari 600 orang lebih. Adapun ulama yang mengambil riwayat dari beliau diantaranya Ibnu Juraij, al-Auza’i, Abu Hanifah, Ibnul Mubarak, Waki’, Abdurrahman bin Mahdi, dan lain-lain.
Tsabit bin Muhammad berkata: Aku mendengar Sufyan ats-Tsauri berkata, “Jika kamu mampu untuk tidak menggaruk kepala kecuali apabila dilandasi dengan atsar/riwayat maka lakukanlah.” (Manaqib al-Imam al-A’zham, karya Imam adz-Dzahabi yang merupakan ringkasan karya Imam Ibnul Jauzi rahimahumallah)
Berkata Sufyan ats-Tsauri rahimahullah:
من أصغي بأذنيه إلي صاحب البدعة خرج من عصمة الله
"Barangsiapa yang menyimak dengan telinganya perkataan ahlu bid'ah, maka dia telah keluar dari penjagaan Allah"  (Syarhus Sunnah karya al-Barbahari hal. 127)
Wasiat Sufyan Ats-Tsauri Kepada Abbad bin Abbad Al-Khawash
Imam Ats-Tsaury rahimahulloh pernah mengirim surata kepada Abbad bin abbad al-Khawash.
Dalam surat tersebut, Sufyan Ats-Tsaury rahimahulloh berkata: Sesungguhnya engkau sedang berada disuatu zaman yang para sahabat nabi shallallohu ‘alaihi wasallam selalu berlindung kepada Allah ta'ala agar tidak menjumpainya, padahal mereka memiliki ilmu yang tidak kita miliki. Mereka juga memiliki keutamaan lebih dahulu masuk islam daripada kita. Bagaimana sikap kita ketika menjumpainya dengan ilmu yang sedikit, kesabaran yang sedikit, pendukung kebaikan yang sedikit, ummat manusia yang rusak, dan dunia yang kotor.
Hendaknya engkau mengikuti al-amrul awwal dan berpegang teguh pada generasi pertama. Jadilah orang yang tersembunyi, karena sekarang adalah zaman persembunyian. Menyendirilah dan jangan banyak bergaul dengan manusia. Dulu, jika orang-orang berjumpa, sebagian dari mereka memperoleh manfaat dari yang lain, adapun sekarang, hal semacam itu sudah tidak ada.
Keselamatan sejauh yang saya ketahui, terletak dalam tindakan meninggalkan mereka. Janganlah berdekatan dan bergaul dengan para pejabat dalam suatu perkara. Janganlah tertipu, jika dikatakan kepadamu: “dengan mendekati para pejabat engkau bisa menolong dengan memberikan pembelaan kepada orang-orang yang di dzolimi dan mencegah perbuatan dzolim.” Itu adalah tipu daya iblis yang dipakai sebagai tangga pijakan oleh orang-orang yang ahli al-Qur’an yang banyak melakukan perbuatan dosa. Ada yang mengatakan: “waspadalah terhadap fitnah tukang ibadah yang bodoh dan ulama yang bermaksiat, karena fitnah mereka adalah fitnah yang menimpa semua orang.
Pertanyaan atau fatwa apapun yang kamu dapati, maka manfaatkanlah jangan bersaing di dlamnya. Jangan berlaku seperti orang yang suka apabila ucapannya dilaksanakan, atau didengarkan. Jika itu ditinggalkannya, maka ia akan dikenal mengenainya. Jangan berambisi menjadi pemimpin, sebab ada orang yang lebih mencintai kepemimpinan dari emas dan perak, padahal ia adalah pintu samar yang tidak diketahui kecuali oleh para ulama. Perhatikan dirimu dan bermalah dengan niat.
Dan ketahuilah bhwa telah dekat kepada manusia perkara dimana seseorang merasa ingin mati. Wassalam. (dikeluarkan oleh abu nu’aim dalam al-Hiliyah (VI:376-377) dan adz-dzahabi dalam siyaru A’lam An-Nubala’)

ü  Kecinta'an Ayyub As-Sikhtiani rahimahullahu ta'ala, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Disebutkan bahwasanya Imam Malik pernah ditanya tentang Ayyub As-Sikhtiani?, maka beliaupun menjawab, “Tidaklah aku menyampaikan hadits kepada kalian dari seorangpun kecuali Ayyub lebih tsiqoh (terpercaya) daripada orang tersebut” Imam Malik bercerita tentang Ayyub, beliau berkata, “Ayyub telah berhaji dua kali dan aku (dulu) telah melihatnya namun aku tidak mendengar (mengambil) hadits darinya, hanya saja Ayyub jika ia menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diapun menangis hingga akhirnya akupun menyayanginya. Dan tatkala aku menyaksikan apa yang aku lihat dan pengagungannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akupun menulis (mengambil) hadits darinya.” (Siar A’lam An-Nubala 6/17)
ü  Kecinta'an Muhammad bin Al-Munkadir rahimahullahu ta'ala, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Berkata Mush’ab bin Abdillah, “Imam Malik jika menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berubah wajahnya dan menunduk hingga hal itu memberatkan orang-orang yang duduk bersama dia. Pada suatu hari Imam Malik ditanya tentang sikapnya itu maka iapun berkata, “Seandainya kalian melihat apa yang aku lihat maka kalian tidak akan mengingkari (merasa berat) dengan sikapku ini”. Imam Malik menyebutkan dari Muhammad bin Al-Munkadir dia adalah pemimpin para qori’ Hampir-hampir tidak pernah sama sekali kami bertanya kepada Muhammad bin Al-Munkadir tentang satu haditspun kecuali ia menangis hingga kamipun menyayanginya.”(Hilyatul Aulya’ 3’147, As-Siar 5/354,355)

ü  Kecinta'an Imam Malik rahimahullahu ta'ala, terhadap Rasulullah Shollallahu’ alaihi wasallam
Berkata Abu Usamah Al-Khuza’i, “Imam Malik jika ingin keluar untuk menyampaikan hadits ia berwudhu sebagaimana wudhu untuk melaksanakan sholat dan memakai pakaiannya yang paling indah, memakai kopiah beliau dan menyisir (merapikan) jenggot beliau. Beliau ditanya tentang sikapnya itu maka kata beliau, “Aku mengagungkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berbuat demikian” (Al-Jami’ karya Al-Khotib Al-Bagdadi 2/34 dan lihat syarh AS-Syifa 2/77)
Di sebutkan dalam sebuah kisah yang masyhur ketika kholifah Harun Al Rasyid berkunjung ke kota Madinah, Harun Al Rasyid (penguasa abbasiyah saat itu), tertarik mengikuti ceramah al muwatta' (himpunan hadits yang di karang Imam Malik) yang diadakan Imam Malik. Untuk hal ini, khalifah mengutus orang memanggil Imam. Namun Imam Malik memberikan nasihat kepada Khalifah Harun, ''Rasyid, leluhur Anda selalu melindungi pelajaran hadits. Mereka amat menghormatinya. Bila sebagai khalifah Anda tidak menghormatinya, tak seorang pun akan menaruh hormat lagi. Manusia yang mencari ilmu, sementara ilmu tidak akan mencari manusia.''
Sedianya, khalifah ingin agar para jamaah meninggalkan ruangan tempat ceramah itu diadakan. Namun, permintaan itu tidak dikabulkan Imam Malik. ''Saya tidak dapat mengorbankan kepentingan umum hanya untuk kepentingan seorang pribadi.'' Sang khalifah pun akhirnya mengikuti ceramah bersama dua putranya dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil. (As syifa no.525, Tartib Madarik 1/146-156)

2 komentar:

  1. afwan ust ... ana tidak bisa hadir tadi malam
    sebenarnya ana sdh berangkat sampai baloi, nmn ada sms dari ust abu fairuz bahwa malam ini ada kajian unt guru2.
    maka ana minta izin nmn beliau tak izinkan
    dengan terpaksa pulang lagi
    na coba dengar melalui radio ternyata tidak on air
    bisa minta rekaman MP3 nya ust ?
    syukran

    BalasHapus
  2. usul ust ... gmn kalau rekaman kajian antum yang ada diberbagai tempat dipost ke blog ini sehingga bisa diunduh dan dimamfaatkan?
    baik kajian dihang fm, disabilun najah, di jabal arafah dan lain2 sehingga ikhwan yg tidak bisa hadir langsung ttp dapat mendengarkannya

    aziz

    BalasHapus