MUQODDIMAH
Segala Puji hanya milik Alloh, kita memuji-Nya,meminta
pertolongan dan mohon ampunankepada-Nya. Dan
kita berlindung kepada Allohdari kejelekan-kejelekan jiwa kita, dan keburukan-keburukan amalan kita. Barang siapa yang diberipetunjuk
oleh Alloh maka tidak ada yang mampumenyesatkannya.
Dan barang siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat memberinya
petunjuk.Dan aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhakuntuk disembah
kecuali Alloh dan aku bersaksi bahwaMuhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya.
“ Hai orang-orang yang
beriman! Bertakwalah kalian kepadaAlloh dengan sebenar-benar takwa dan
janganlahsekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaanIslam” (QS. Ali
Imron:102)“
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Alloh
menciptakan istrinya; dan dari keduanya Alloh memperkembangbiakan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Alloh
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu dengan yang
lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturahim. Sesungguhnya Alloh selalu menjaga dan mengawasi
kamu ”. (QS. An-Nisa: 1).
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Alloh dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Alloh memperbaiki
bagimu amalan- amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang
siapa mentaati Alloh dan Rosul-Nya, maka sesungguhnya
ia telah mendapat kemenangan yang besar ”. (QS: Al-Ahzab: 70-71)
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan
adalahKitab
Alloh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shollallohu alaihi was sallam danseburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan.Dan
setiap yang diada-adakan (dalam agama)
adalah bid’ah, dan setiap kebid’ahan adalah sesat, dan setiap kesesatan
di neraka
Kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah dan pemahaman
salaful ummah
Semakin jauh satu generasi dari Nabi shalaullahu
'alahi wasallam, dan para sahabatnyta maka
generasi ini akan semakin buruk keadaannya di bandingkan sebelumnya,
tentu salah satu penyebabnya adalah jauhnya manusia dari ilmu, dan merebaknya
kejahilan di mana mana, sehingga dampak dan imbas yang paling tampak dari
buruknya generasi sesudah generasi terbaik umat ini adalah perpecahan dan
perselisihan yang banyak sekali yang menjauhkan mereka dari kitabullah dan
sunnah rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam serta pemahaman yang benar dari
generasi salaf.
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ لَأَيَّامًا
يَنْزِلُ فِيْهَا الْجَهْلُ وَيُرْفَعُ الْعِلْمُ
“Sesungguhnya di depan hari kiamat
ada hari-hari yang kejahilan diturunkan di dalamnya, dan ilmu diangkat”.
(HR. Al-Bukhoriy no. 6654)
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ
وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ
“Zaman akan saling mendekat,
diangkatnya ilmu, munculnya berbagai fitnah (masalah), diletakkan kerakusan,
dan banyaknya peperangan”. (HR. Al-Bukhoriy no. 989 dan Muslim
no.157)
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ
اِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ
الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُسًا
جُهَّالًا فُسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا
“Sesungguhnya Allah tidak
mengangkat ilmu dengan sekali mencabutnya dari manusia. Akan tetapi Allah
mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’ sehingga apabila Allah tidak
menyisakan lagi seorang ulama’pun, maka manusiapun mengangkat pemimpin-pemimpin
yang jahil. Mereka (para pemimpin tsb) ditanyai, lalu merekapun memberikan
fatwa tanpa ilmu. Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (manusia)”.
(HR. Al-Bukhory dalam Kitab Al-Ilm no. 100, dan Muslim dalam Kitab Al-Ilm no.
2673)
Al-Imam Ibnu Baththol –rahimahullah- berkata , “Semua yang dikandung oleh hadits ini berupa tanda-tanda
kiamat sungguh kami telah melihatnya dengan mata kepala. Ilmu sungguh telah
diangkat, kejahilan muncul, dile tak kannya penyakit rakus dalam hati, fitnah
(musibah) merata, dan pembunuhan banyak”. (Lihat Fath Al-Bari
13/16).
Adapun isyarat perpecahan telah di sebutkan dalam
beberapa riwayat di antaranya:
“Dari ‘Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahu’anhu ia
berkata Rasulullah
shalaullahu 'alahi wasallam bersabda:
فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى
اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا
عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
“Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah, dan
mendengar serta taat (kepada pemimpin) meskipun ia seorang budak hitam. Dan
kalian akan melihat perselisihan yang sangat setelah aku (tiada nanti), maka
hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa’ rasyidin mahdiyyin
(pemimpin yang lurus dan mendapat petunjuk), gigitlah ia dengan gigi geraham
(berpegang teguhlah padanya), dan jauhilah perkara-perkara muhdatsat (hal-hal
baru dalam agama), sesungguhnya setiap bid’ah itu kesesatan” (HR. Ahmad
4/126, Abu Dawud, 4/200, hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no: 2676,
Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim 1/37, hadits no: 4, dll)
Dari
Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu, rasulullah shalaullahu 'alahi
wasallam bersabda:
وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ
ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ
الْجَمَاعَةُ فِي رِوَايَةٍ : مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ
الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي
“Sesunggunya
agama (ummat) ini akan terpecah menjadi 73 (kelompok), 72 di (ancam masuk ke)
dalam Neraka dan satu yang didalam Surga, dia adalah Al-Jama’ah”. dalam riwayat
yang lain orang yang besama diriku pada hari ini dan sahabat sahabatku (HR.
Ahmad dan Abu Daud dan yang lainnya) dan banyak lagi hadits hadits yang
menggambarkan tentang perpecahan umat islam.
Salah satu bentuk banyaknya perselisihan yang di
gambarkan rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam adalah munculnya perpecahan yang banyak yang di timbulkan dari
munculnya pemikiran pemikiran sesat dalam islam, sehingga memunculkan sikap sikap
aneh pada tubuh sebagian kaum muslimin, seperti terlalu ekstrim dalam memahami
islam atau sebaliknya sangat meremehkan ajaran islam, sehingga sadar ataupun
tidak di sadari kaum muslimin semakin jauh dari sumber agama yang benar dan
menyeret mereka kepada kesesatan tanpa sadar, sehingga dampaknya walaupun mereka
tidak sampai murtad dari islam akan tetapi mereka telah di jauhkan dari Al
Qur'an dan Sunnah yang merupakan dua sumber rujukan umat islam yang telah di
pahami oleh generasi terbaik umat ini yakni para sahabat rasulullah shalaullahu
'alahi wasallam.
Sehingga ketika keadaan manusia sudah seperti yang
di gambarkan di atas maka akan semakin sulit bagi mereka membedakan antara yang
hak dengan yang batil, yang sunnah dengan yang bid'ah, yang syirik dengan yang
tauhid, yang ta'at dengan yang maksiat dan seterusnya, bahkan boleh jadi yang
berlaku adalah sebaliknya yang datang membawa yang hak di anggap membawa
kebatilan, pembawa sunnah dianggap membawa kesesatan, penegak tauhid di anggap
pengacau aqidah dan begitu juga seterusnya sebagaimana yang di sabdakan rasulullah
shalaullahu 'alahi wasallam:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ
كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam muncul dalam keadaan asing,
dan akan kembali (asing), sebagaimana ia muncul dalam keadaan asing. Maka
beruntunglah orang-orang asing“. (HR. Muslim dalam Kitab Al-Iman
no. 232)
Solusi dalam menghadapi perselisihan ummat
1. Kembali kepada Al Qur'an
Al-Qur’ān adalah kitab suci bagi agama islam.
Umat islam sangat yakin dan percaya bahwa
Al-Qur’an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah ta'ala yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman yang harus di yakini, yang telah diturunkan
kepada Nabi kita muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
melalui perantaraan jibril
Al-Qur’an
merupakan mu’jizat terbesar sepanjang masa. Pertamakali dibukukan di zaman
Khalifah Abu Bakar, lalu pembukuannya disempurnakan di zaman Khalifah Umar bin
Khathab. Sedangkan di zaman Khalifah Utsman mulai ditetapkan bentuk hurufnya
serta diperbanyak sehingga dikenal istilah Rosam Utsmani. Ilmu tata bahasa
al-Qur’an (nahwu dan sharaf) mulai diperkenalkan di zaman khalifah Ali bin Abi
Thalib.
Al-Quran
adalah wahyu Allah, kebenarannya mutlaq, sebagai mu’jizat yang abadi dan
ilmiyah, serta sebagai petunjuk manusia sepanjang zaman. sangat lengkap dan
sangat sempurna isi kandungannya, bahasanya indah, dan sangat sulit bahkan
mustahil bisa ditiru dan dipalsukan oleh siapapun dari kalangan jin dan
manusia, mudah dibaca dan dihafalkan. Keaslian dan kemurniannya dijamin Allah
ta'ala sampai hari kiamat di bangkitkan Allah ta'ala berfirman:
إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya”. (al-Hijr: 9)
Berbeda
dengan kitab kitab yang di turunkan sebelum Al Qur'an, walaupun kitab kitab
tersebut turun dari sisi Allah akan tetapi umat islam tidak menjamin Keaslian
dan kemurnian kitab kitab tersebut sebagaimana waktu di turunkannya, bahkan
tidak ada jaminan dari Allah ta'ala sebagai mana jaminan terhadap Al Qur'an,
sehingga ketika hal itu berlaku kepada kitab kitab tersebut maka akan banyak terjadi
kemungkinan kemungkinan penyelewengan dan penyimpangan oleh pihak pihak yang
tidak bertanggung jawab, dan hal ini sebagimana di gambarkan di dalam Al
Qur'an.
أَفَتَطْمَعُونَ
أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ
اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Apakah
kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari
mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka
memahaminya, sedang mereka mengetahui(Al baqoroh 75)
الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ
أَبْنَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ
وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal
Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya
sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka
mengetahui.(Al baqoroh 146)
Karnanya
Allah ta'ala memberikan kecelakaan kepada mereka sebagaimana ayatnya:
فَوَيْلٌ
لِّلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الْكِتَابَ
بِأَيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ
لِيَشْتَرُوْا بِهِ ثَمَناً قَلِيْلاً فَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا
كَتَبَتْ أَيْدِيْهِمْ
وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُوْنَ
Sungguh celakalah mereka yang menulis kitab dengan tangan
mereka sendiri kemudian mengatakan; “Ini dari Allah!”; Agar mereka mendapatkan
dengannya keuntungan yang sedikit! Celakalah mereka akibat apa yang ditulis
oleh tangan mereka dan celakalah mereka atas apa yang mereka peroleh dari usaha
mereka!
(Al-Baqarah Ayat 79)
Begitulah
kondisi kitab kitab sebelum AL Qur'an tidak bisa di jamin keasliannya sehingga
ketika terjadi perselisihan di antara mereka, mereka tidak dapat solusi yang
memuaskan karena rujukannya bukan lagi firman Allah ta'ala akan tetapi ucapan
manusia tempat salah dan dosa.
Oleh
karenanya hanya dengan kembali kepada Al Qur'an satu satu nya sumber yang
paling kuat sebagai rujukan untuk mencari solusi yang paling benar yang di
inginkan manusia, karena keberadaan Al Qur'an masih terjaga keasliannya dan
kemurniannya, Allah Ta’ala berfirman:
فَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. An Nisa: 59)
Allah
Ta’ala
berfirman juga:
وَمَا
اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
“Tentang sesuatu
yang kalian perselisihkan maka kembalikan putusannya kepada Allah ( Al Qur'an)”
(QS. Asy Syura: 10)
2.
Kembali kepada sunnah
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. An Nisa: 59)
Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي
فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ
“Sesungguhnya
sepeninggalku akan terjadi banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang
pada sunnahku dan sunnah khulafa ar rasyidin. Peganglah ia erat-erat, gigitlah
dengan gigi geraham kalian” (HR. Abu Daud 4607, Ibnu Majah 42,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih
Sunan Abi Daud )
Allah mengancam orang-orang yang
menyelisihi sunnah Rasul-Nya dengan ancaman-ancaman yang berat, seperti dalam
firman-Nya:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا
تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا
تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa`: 115)
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ
أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“… maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang
pedih.” (an-Nuur: 63)
Bahkan Allah menafikan keimanan dari
mereka yang tidak mau tunduk kepada ucapan-ucapan dan keputusan-keputusan
Rasulullah.
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى
يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ
حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (an-Nisaa`: 65)
Imam Asy Syafi’i berkata:
أجمع الناس على أن من استبانت له سنة رسول
الله صلى الله عليه وسلم لم يكن له أن يدعها لقول أحد من الناس
“Para
ulama bersepakat bahwa jika seseorang sudah dijelaskan padanya sunnah
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak boleh ia meninggalkan sunnah demi
membela pendapat siapapun” (Diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al I’lam 2/361.
Dinukil dari Ashl Sifah Shalatin
Nabi, 28 )
Imam Malik berkata:
إنما أنا بشر أخطئ وأصيب، فانظروا في رأيي؛
فكل ما وافق الكتاب والسنة؛ فخذوه، وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة؛ فاتركوه
“Saya
ini hanya seorang manusia, kadang salah dan kadang benar. Cermatilah
pendapatku, tiap yang sesuai dengan Qur’an dan Sunnah, ambillah. Dan tiap yang
tidak sesuai dengan Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah..”
(Diriwayatkan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Al
Jami 2/32, Ibnu Hazm dalam Ushul
Al Ahkam 6/149. Dinukil dari Ashl
Sifah Shalatin Nabi, 27)
Ketahuilah
kedudukan sunnah sangat berbeda dengan al qur'an walaupun dalam hujjah sama
selama sunnah tersebut adalah shahih, akan tetapi yang kami maksud adalah keasliannya dan kemurniannya, belum pernah
terdengar di kolong langit ada manusia yang berani memalsukan satu huruf atau
kaliamt yakni berupaya merubah satu huruf dari huruf huruf di dalam kitab suci
Al Qur'an atau satu kalimat dari kalimat kalimat di dalam Al Qur'an melainkan akan
langsung di ketahui manusia. akan tetapi hadits hadits nabi sangat memungkinkan
adanya pemalsuan pemalsuan, berdasarkan sabdanya:
“Akan datang di akhir zaman nanti para dajjal dan pendusta,
mereka mendatangimu dengan hadits-hadits yang belum pernah kamu dengar juga
belum pernah didengar oleh bapak-bapak kamu, maka berhati-hatilah kamu dari
mereka, jangan sampai mereka menyesatkan kamu dan menimbulkan fitnah
terhadapmu.” (HR.
Muslim)
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyalahu ‘anhu beliau
berkata: "Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah tentang hal-hal yang
baik tapi aku bertanya kepada beliau tentang hal-hal yang buruk agar jangan
sampai menimpaku" Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, dahulu kami
berada dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan lalu Allah mendatangkan kebaikan
(Islam,-pent) ini, apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan
?" Beliau berkata: "Ya" Aku bertanya : "Dan
apakah setelah kejelekan ini akan datang kebaikan?" Beliau menjawab :
"Ya, tetapi didalamnya ada asap". Aku bertanya : "Apa
asapnya itu ?" Beliau menjawab : "Suatu kaum yang membuat
ajaran bukan dari ajaranku, dan menunjukkan (manusia) kepada selain petunjukku.
Engkau akan mengenal mereka dan engkau akan memungkirinya" Aku
bertanya : "Apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan lagi
?" Beliau menjawab :"Ya, (akan muncul) para dai-dai yang
menyeru ke neraka jahannam. Barangsiapa yang menerima seruan mereka, maka
merekapun akan menjerumuskan ke dalam neraka" Aku bertanya :
"Ya Rasulullah, sebutkan cirri-ciri mereka kepada kami ?" Beliau
menjawab : "Mereka dari kulit-kulit/golongan kita, dan berbicara dengan
bahasa kita" Aku bertanya : "Apa yang anda perintahkan kepadaku
jika aku temui keadaan seperti ini" Beliau menjawab : "Pegang
erat-erat jama'ah kaum muslimin dan imam mereka" Aku bertanya : "Bagaimana
jika tidak imam dan jama'ah kaum muslimin?" Beliau menjawab
:"Tinggalkan semua kelompok-kelompok sempalan itu, walaupun kau menggigit
akar pohon hingga ajal mendatangimu" [HR Bukhari 6/615-616 dan
13/35 beserta Fathul Baari. Muslim 12/235-236 beserta Syarh Nawawi.
Baghowi dalam Syarhus Sunnah 14/14. Dan Ibnu Majah 2979]
Ancaman
bagi para pemalsu hadits
وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِباً أَوْ قَالَ أُوْحِى إِلَىَّ
وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَىْءٌ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَآ أَنَزلَ ٱللَّهُ
وَلَوْ تَرَىۤ إِذِ ٱلظَّـٰلِمُونَ فِى غَمَرَاتِ ٱلْمَوْتِ وَٱلْمَلَـٰئِكَةُ
بَاسِطُوۤاْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوۤاْ أَنفُسَكُمُ ٱلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ
ٱلْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ غَيْرَ ٱلْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ
ءَايَـٰتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
"Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah
atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada
diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan
menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah." Alangkah dahsyatnya
sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan
sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata):
"Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang
sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan)
yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap
ayat-ayatNya. " (Al An'aam:93)
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتُعُمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَةُ مِنَ
النَّارِ
“Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja,
hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di Neraka.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh
Bukhari dan yang lainnya)
Oleh
karena itu, para ulama telah mewanti-wanti kepada kita untuk mewaspadai
hadits-hadits yang sampai kepadanya, karena tidak semua hadits itu datang dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana ‘Abdullah bin Yazid Al-Muqri
rahimahullah –guru Imam Malik– pernah berkata: “Seorang ahli bid’ah yang sudah
bertaubat dari bid’ahnya berkata,
أُنطُرُوا هَذَا الحَدِيث مِمَّن تَأخُذُوْنَهُ, فَإِنَّا كَنَا
إِذَا رَأَيْنَا رَأيًا جَعَلْنَالَهُ حَدِثًا
“Perhatikanlah
hadits itu dari siapa kamu mengambilnya! Karena sesungguhnya kami dahulu,
apabila berpendapat dengan satu pendapat, maka kami jadikan pendapat kami itu
sebagai satu hadits.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/257)]
Telah
berkata ‘Abdullah bin Lahi’ah (wafat thn. 174 H), aku telah mendengar seorang
syaikh dari khawarij yang setelah taubat dan ruju’ berkata,
إِنَّ هَذِهِ الأَحَاديِث دِين, فَانظُرُوا عَمَّن تَأخُذُونَ
دِينَكُم, فَإنَّا كَنَا اذَا هوينا أَمرًا صيرناه حَدِيثًا
“Sesungguhnya
hadits-hadits ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil
agama kamu! Karena sesungguhnya kami dahulu, apabila kami condong kepada satu
urusan (maksudnya faham atau pendapat yang cocok dengan bid’ah mereka), niscaya
kami jadikan urusan itu sebagai satu hadits (yakni kami palsukan menjadi sebuah
hadits).” [Lihat Al-Kifayah min ‘Ilmir Riwayah (hal. 163) dan Muqaddimah
Al-Maudhu’at Ibnul Jauzi (hal. 38-39)]
Sejarah pemalsuan
hadits
Ada yang
mengatakan bahwa pemalsuan hadits sudah terjadi di zaman para sahabat, ketika
muncul beberapa orang yang mengaku nabi salah satunya musailamah al kaddzab,
kemudian munculnya ibnu sauda atau abdullah bin saba' dizaman khlifah ustman
radiallahu 'anhu.
Akan tetapi
secara bukti awal mula terjadinya pemalsuan hadits adalah perkataan seorang
taabi'in Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah, “Para ulama hadits tadinya tidak
menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata,
‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang menyampaikannya
adalah seorang Ahlus Sunnah maka haditsnya diterima, tetapi bila yang
menyampaikannya ahlul bid’ah maka haditsnya ditolak.” [Lihat Muqaddimah Shahih
Muslim I/14)
Dari apa yang
tampak bahwa sejarah tidak dengan jelas menyebutkan secara pasti kapan
pemalsuan hadits mulai terjadi, akan tetapi kalau boleh dikatakan maka mungkin
fenomena pemalsuan hadits mulai merebak pada sepertiga akhir abad pertama
hijriyah. [Lihat Al-Wadh’u fil Hadits (I/202)
Adapun sebab
terjadinya pemalsuan hadits adalah sebagai berikut:
1. Perbuatan kaum
zindiq dan ilhad.
Kaum zindiq dan
ilhad adalah orang-orang yang mengubah makna dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
dengan makna yang rusak dan bertentangan dengan pokok dasar aqidah Islam.
Mereka adalah orang-orang yang pura-pura Islam, akan tetapi sesungguhnya mereka
adalah orang-orang kafir dan munafik yang sangat hasad dan benci terhadap
Islam. Mereka ingin merusak Islam dari dalam dengan berbagai cara, diantaranya
membuat hadits-hadits palsu yang jumlahnya sangat banyak, kemudian mereka
sebarkan hadits-hadits tersebut atas nama Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
Tujuan mereka tidak lain kecuali untuk merusak syari’at dan mempermainkan agama
Allah, sekaligus menanamkan tasykik (keraguan) di hati kaum muslimin. Hammad
bin Zaid rahimahullah pernah berkata:
وَضَعَت
الزَّنَادِقَة عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَرْبَعَة
عَشَر أَلف حَدِيث
“Kaum zindiq
telah memalsukan hadits atas nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
sebanyak 14000 hadits palsu.” [Lihat Al-Kifayah fi ‘Ilmir Riwayah (hal. 604)
dan Al-Ba’itsul Hatsits (I/254)]
Ketika salah
seorang zindiq yang bernama Abdul Karim bin ‘Auja’ akan dihukum mati oleh
seorang penguasa Bashrah pada zaman khilafah Al-Mahdi pada tahun 160 H, ia
berkata,
لَقَدْ
وَضَعْتُ فِيْكُم أَرْبَعَة ألف حَدٍيْث, أحرِّم فِيْهَا الحَلاَل وَأحل فِيْهَا
الحَرَم
Sesungguhnya aku
telah memalsukan hadits sebanyak pada kalian sebanyak 4000 hadits palsu, aku
haramkan padanya perkara yang halal dan aku telah halalkan padanya perkara yang
haram.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/254)]
Imam An-Nasa’i
rahimahullah berkata berkata, “Para pendusta yang terkenal memalsukan hadits
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada empat orang: ‘Ibnu Abi Yahya di
Madinah, al-Waqidiy di Baghdad, Muqathil bin Sulaiman di Khurasan dan Muhammad
bin Sa’id di Syam yang terkenal dengan sebutan Al-Mashlub (orang yang
disalib).” [Lihat Adh-Dhu’afa wal Matrukin (hal. 310)]
2. Sikap
ta’ashshub (fanatik) terhadap negara, bahasa, atau golongan tertentu.
Adapula kaum yang
memalsukan hadits dikarenakan mengikuti hawa nafsu, kemudian mereka mengajak
manusia mengikutinya dengan meyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah. Seperti
ta’ashshub madzhabiyah (fanatik terhadap madzhab tertentu), golongan, atau
firqah dan kelompoknya, kabilah atau suku-sukunya, negerinya atau bahasanya dan
lain-lain.
Sebagai contoh, hadits palsu yang dibuat oleh orang-orang yang fanatik kepada imam tertentu,
Sebagai contoh, hadits palsu yang dibuat oleh orang-orang yang fanatik kepada imam tertentu,
يَكُوْنُ
مِنْ أُمَّتِي رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ مُحَمَّدٌ بْنُ إِدْرِيْسَ أَضَرُّ عَلَى
أُمَّتِيْ مِنْ إِبْلِيْسَ وَيَكُوْنُ مِنْ أَمَّتِيْ رَجُلٌ يُقُالُ لَهُ أَبُوْ
حَنِيْفَةَ هُوَ سِرَاج أُمَّتِيْ
“Akan ada dari
kalangan ummatku seorang yang bernama Muhammad bin Idris (yakni Imam
Asy-Syafi’i), dia lebih berbahaya bagi ummatku daripada iblis. Dan akan ada di
kalangan ummatku seorang yang bernama Abu Hanifah, dia adalah lampu penerang
bagi ummatku.” [Lihat Al-Maudhu’at (II/49)]
Dan sebuah hadits
palsu yang dibuat oleh orang-orang yang fanatik terhadap bahasanya, seperti
hadits yang dibuat oleh orang-orang Persia berikut ini,
إِنَّ
كَلَامَ الَّذِيْنَ حَوْلَ الْعَرْشِ بِالْفَارِسِيَّةِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا
أَوْحَى أَمْرًا فِيْهِ لَيْنٍ أَوْحَاهُ بِالْفَرِسِيَّةِ، وَإِذَا أَوْحَى
أَمْرًا فِيْهِ شِدَّةٍ أَوْحَاهُ بِالْعَـرَبِيَّةِ
“Sesungguhnya
bahasa para Malaikat yang berada di sekitar ‘Arsy adalah bahasa Persia. Dan
apabila Allah mewahyukan sesuatu hal yang sifatnya lembut maka Dia
mewahyukannya dengan bahasa Persia. Namun jika wahyu itu bersifat keras maka
(Allah) menggunakan bahasa Arab.” [Lihat Tanzihusy Syari’ah (I/136)]
Selain itu, ada
juga seorang yang bernama Maisarah bin ‘Abdi Rabbih. Dia telah mengaku bahwa
dia membuat tujuh puluh hadits palsu atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang keutamaan-keutamaan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu.
[Lihat Musthalahul Hadits (hal. 40)]
Oleh karena itu,
para ulama telah mewanti-wanti kepada kita untuk mewaspadai hadits-hadits yang
sampai kepadanya, karena tidak semua hadits itu datang dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sebagaimana ‘Abdullah bin Yazid Al-Muqri rahimahullah –guru
Imam Malik– pernah berkata: “Seorang ahli bid’ah yang sudah bertaubat dari
bid’ahnya berkata,
أُنطُرُوا
هَذَا الحَدِيث مِمَّن تَأخُذُوْنَهُ, فَإِنَّا كَنَا إِذَا رَأَيْنَا رَأيًا
جَعَلْنَالَهُ حَدِثًا
“Perhatikanlah
hadits itu dari siapa kamu mengambilnya! Karena sesungguhnya kami dahulu,
apabila berpendapat dengan satu pendapat, maka kami jadikan pendapat kami itu
sebagai satu hadits.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/257)]
Telah berkata
‘Abdullah bin Lahi’ah (wafat thn. 174 H), aku telah mendengar seorang syaikh
dari khawarij yang setelah taubat dan ruju’ berkata,
إِنَّ
هَذِهِ الأَحَاديِث دِين, فَانظُرُوا عَمَّن تَأخُذُونَ دِينَكُم, فَإنَّا كَنَا
اذَا هوينا أَمرًا صيرناه حَدِيثًا
“Sesungguhnya
hadits-hadits ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil
agama kamu! Karena sesungguhnya kami dahulu, apabila kami condong kepada satu
urusan (maksudnya faham atau pendapat yang cocok dengan bid’ah mereka), niscaya
kami jadikan urusan itu sebagai satu hadits (yakni kami palsukan menjadi sebuah
hadits).” [Lihat Al-Kifayah min ‘Ilmir Riwayah (hal. 163) dan Muqaddimah Al-Maudhu’at
Ibnul Jauzi (hal. 38-39)]
3. Kaum yang
memalsukan hadits, yang menurut persangkaan mereka baik.
Mereka membuat
hadits-hadits palsu tentang keutamaan amal, targhib wat tarhib (anjuran dan
larangan), dan lain-lain. Anehnya, mereka tidak merasa keberatan bahkan
membolehkannya dengan mengharapkan ganjaran dari Allah Jalla wa ‘Ala. Dan
apabila mereka diingatkan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ
كَذَبَ عَلَيَّ مُتُعُمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَةُ مِنَ النَّارِ
“Barang siapa
yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah dia mempersiapkan tempat
duduknya di Neraka.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (I/7, 35, 36;
II/81 dan IV/145, 157) dan Muslim (I/7, 8), Ahmad (I/83, 321; II/22, 103, 104,
159, 203, 214 dan IV/47, 50, 106, 252), Ibnu Majah (no. 31, 34, 36), Abu Dawud
(no. 3651) dan Tirmidzi (IV/142, 147), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Kemudian mereka
berkata, “Kami tidak berbohong untuk merusak nama atau syari’at Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam, akan tetapi kami berbohong untuk membela beliau
shallallahu’alaihi wa sallam.”
Al-Hafizh Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, “Ini menunjukkan alangkah sempurnanya kejahilan
mereka dan sedikitnya akal mereka serta begitu banyaknya dosa dan kebohongan
mereka. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak butuh kepada orang lain
untuk kesempurnaan syari‘at dan keutamaannya. Mereka ini umumnya kaum yang
menyandarkan diri mereka kepada zuhud dan sufi.” [Lihat Al-Maudhu’at (I/37-47),
Al-Madkhal (hal. 51-59), Adh-Dhu‘afa’ (I/62-66 dan 85), Majmu‘ Fatawa
(XVIII/46), Al-Ba’itsul Hatsits (I/263), Syarh Nukhbatul Fikr (hal. 84-85), dan
Mizanul I’tidal (II/644)]
4. Qashshash (para tukang cerita atau tukang dongeng).
4. Qashshash (para tukang cerita atau tukang dongeng).
Adanya
orang-orang yang memiliki hobi bercerita dan memberi nasihat, namun kurang
bekal ilmu pada akhir zaman khilafah, dan semakin banyak pada zaman setelahnya.
Mereka memalsukan hadits dalam cerita-cerita mereka demi uang dan supaya
orang-orang yang mendengarnya kagum kepada mereka. [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits
(I/258) dan Al-Maudhu’at (I/46)]
5. Perselisihan politik.
5. Perselisihan politik.
Akibat terjadinya
gejolak politik, muncullah banyak kelompok yang masing-masing ingin menguatkan
kelompoknya meskipun dengan jalan memalsukan hadits. Kelompok yang paling
banyak melakukan hal ini adalah Syi’ah.
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang Syi’ah dan beliau berkata, “Jangan bicara dengan mereka, juga jangan meriwayatkan hadits dari mereka karena mereka adalah kaum pendusta.” [Lihat Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah (I/16)]
Hammad bin Salamah rahimahullah berkata, “Telah mengabarkan kepadaku seorang syaikh dari Rafidhah (Syi’ah), sesungguhnya mereka berkumpul (bersepakat) untuk memalsukan hadits-hadits.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/257)]
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang Syi’ah dan beliau berkata, “Jangan bicara dengan mereka, juga jangan meriwayatkan hadits dari mereka karena mereka adalah kaum pendusta.” [Lihat Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah (I/16)]
Hammad bin Salamah rahimahullah berkata, “Telah mengabarkan kepadaku seorang syaikh dari Rafidhah (Syi’ah), sesungguhnya mereka berkumpul (bersepakat) untuk memalsukan hadits-hadits.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/257)]
6. Kaum yang
memalsukan hadits demi kepuasan hawa nafsu para penguasa dan untuk mendekatkan
diri kepada mereka.
Di antara
kalangan ulama, ada sebagian ulama berhati jahat yang membeli kehidupan dunia
dengan akhirat. Mereka ‘menjilat’ penguasa dengan mendatangkan fatwa, pendapat
dan hadits palsu untuk menyenangkan penguasa tersebut. Sebagaimana pernah
dilakukan oleh Ghiyats bin Ibrahim ketika dia datang menemui Al-Mahdi, seorang
pemimpin Bani Abbasiyyah. Saat itu Al-Mahdi sedang bermain-main dengan burung
merpati, kemudian ada yang berkata, “Sampaikanlah sebuah hadits kepada ‘amirul
mukminin.”
Lantas dia
menyebutkan sanad dan membuat hadits palsu atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bahwa beliau bersabda, “Tidak boleh mengadakan perlombaan, kecuali
dalam bidang panah-memanah, naik unta dan kuda, serta bermain burung.”
Kemudian Al-Mahdi pun memberinya 10 ribu dirham. Namun ketika Ghiyats pergi, Al-Mahdi berkata, “Saya bersaksi bahwa engkau adalah seorang pendusta atas nama Rasulullah.”
Kemudian Al-Mahdi pun memberinya 10 ribu dirham. Namun ketika Ghiyats pergi, Al-Mahdi berkata, “Saya bersaksi bahwa engkau adalah seorang pendusta atas nama Rasulullah.”
Selanjutnya dia
berkata, “Sayalah yang membuatnya melakukan hal itu.” Kemudian Al-Mahdi
menyembelih burungnya tersebut. [Lihat Al-Maudhu’at I/42, Al-Ba’itsul Hatsits
(I/261), An-Nukat ‘ala Nuzhatin Nazhar (hal. 119-120), Musthalah Hadits (hal.
38-39)]
Syaikh ‘Ali Hasan
Al-Halabi memberi komentar yang amat bagus terhadap kisah ini, “Aduhai, apakah
gerangan dosa si burung merpati? Seandainya yang dibunuh adalah si pendusta
tersebut (yakni Ghiyats bin Ibrahim), niscaya itulah yang paling tepat.” [Lihat
An-Nukat ‘ala Nuzhatin Nazhar (hal. 120)]
7. Perbedaan
pendapat dalam masalah akidah dan fiqih.
Ada berbagai
golongan yang sangat fanatik terhadap golongannya masing-masing. Sehingga ada
diantara mereka yang sampai berani memalsukan hadits demi mendukung pendapat
golongan mereka. Sebagai contoh adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas
bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya: “Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya setelah ruku’ maka tidak ada shalat baginya.” [Lihat Al-Maudhu’at (II/197)
Artinya: “Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya setelah ruku’ maka tidak ada shalat baginya.” [Lihat Al-Maudhu’at (II/197)
Pembelaan para
ulama dalam mempertahankan hadits hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Nabi
Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda:
يَحمِلُ هَذَا العِلمَ مِن كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُه يَنفُونَ عَنهُ
تَحريفَ الغَالين وَانتِحالَ المُبطِلِينَ وَتَأوِيلَ الجَاهِلِين
"Ilmu (agama)
ini akan senantiasa dibawa oleh orang-orang yang adil (para ulama) disetiap
generasi, mereka meniadakan dari (agama) ini pemutarbalikan pengertian agama
yang dilakukan oleh para ekstrimis, memberantas jalannya Kedustaan orang-orang sesat yang
mengatasnamakan agama
serta membersihkan Pena`wilan
agama yang salah yang dilakukan oleh orang-orang yang jahil/bodoh"
(HR.Ibnu Adi dan selainnya dan Hadits ini dihasankan
oleh Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi –hafidzhahullahu- murid senior ahli hadits
Muhammad Nashiruddin Al-Albani v dalam footnote kitab "Miftah daaris
sa'adah" oleh Ibnu Qoyyim v 1/500).
Imam Ahmad bin Hambal rahimahulahu salah seorang ulama
salaf ahli sunnah wal jama'ah menukil hadits diatas dan menjadikannya sebagai
bagian dari muqoddimah kitab beliau "Ar-Rod 'alal Jahmiyah waz
zanaadiqoh" (Bantahan terhadap kelompok Jahmiyah dan orang-orang zindiq).
Beliau rahimahulahu berkata : "Segala puji bagi Allah yang memunculkan
disetiap zaman kekosongan para rasul, penerus para ulama yang menyeru orang
yang tersesat kepada petunjuk, yang bersabar atas gangguan yang menimpa mereka.
Mereka hidupkan dengan Al-Qur'an orang-orang yang mati (hatinya) dan mereka
terangi dengan cahaya Allah (ilmu agama) orang-orang yang buta (mata hatinya).
Berapa banyak para korban pembunuhan oleh Iblis yang mereka hidupkan ?! dan
berapa banyak orang yang tersesat mereka tunjukkan?! Alangkah baiknya jasa
mereka terhadap manusia ! Tapi alangkah jahatnya balasan manusia terhadap
mereka ! Mereka (para ulama) meniadakan dari Al-Qur'an penyimpangan orang yang
ekstrim dan jalannya orang yang batil serta takwilnya orang jahil yang
mengibarkan bendera bid'ah serta menyebarkan fitnah dan mereka berselisih
tentang Al-Qur'an serta menyelisihi Al-Qur'an . Mereka (orang yang ekstrim/batil/jahil)
bersepakat untuk meninggalkan Al-Qur'an, berbicara tentang agama Allah dan
tentang Al-Qur'an tanpa ilmu, mereka sering berbicara tentang hal-hal yang
mutasyabih (samar-samar) untuk menipu orang-orang bodoh/awam dengan membuat
kerancuan. Kita berlindung kepada Allah dari fitnahnya orang-orang yang
sesat".
Dalam
hadits di atas jelas sekali bagaimana peran para ulam salaf dalam membela
sunnah dengan menjaga hadits hadits nabi dari:
§
Pemutarbalikan pengertian agama yang dilakukan oleh
para ekstrimis,
§
Memberantas jalannya Kedustaan orang-orang sesat yang mengatasnamakan
agama
§
Meluruskan Pena`wilan atau penafsiran yang
keliru dalam memahami agama yang dilakukan oleh orang-orang yang jahil/bodoh".
3. Kembali kepada manhaj salaf
Allah
berfirman: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke
dalam jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
Allah
‘Azza
wa Jalla menerangkan kepada kita tentang keridlaan-Nya kepada
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, menyediakan pahala besar bagi
mereka, firman Allah ta'ala:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama- lamanya. Itulah
kemenangan yang besar.”
Dia
juga mengancam orang-orang yang mengikuti jalan yang bukan jalan mereka dengan
siksa jahannam, dan menjanjikan orang-orang yang mengikuti jalan mereka (salaf)
dengan surga dan keridlaan-Nya.
Nabi
shallallahu
‘alaihi wa sallam juga memerintahkan umatnya agar mengikuti
sunnahnya dan sunnah khulafa’ur rasyidin sesudah beliau. Sabda beliau:
“Maka siapa yang masih hidup di antara kalian, tentu akan
melihat perpecahan yang sangat banyak. Maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku
dan sunnah kulafa’ur rasyidin yang terbimbing sepeninggalku. Berpegang teguhlah
dengan sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham kalian, jauhilah oleh kalian
perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya perkara yang diada-adakan itu
adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Beliau
bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang mengikuti mereka,
kemudian yang mengikuti mereka.”
Beliau
menerangkan sifat Al Firqatun Najiyah dalam hadits iftiraq (perpecahan
umat) melalui sabdanya: “Apa yang aku beserta para sahabatku di atasnya hari ini”.
Maka
siapa yang berjalan di atas apa yang serupa dengan yang dahulu mereka jalani,
tentunya dia termasuk Al Firqatun Najiyah, sedangkan yang menyelisihi mereka,
menjauh dari mereka termasuk orang-orang yang mendapatkan ancaman.
Dari
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Ikutilah dan
jangan berbuat bid’ah, karena sungguh kalian telah dicukupi.”
Beliau
berkata pula: “Sesungguhnya kita hanya mencontoh bukan memulai, mengikuti bukan
berbuat bid’ah, dan kita tidak akan tersesat selama kita berpegang dengan
atsar.”
Ubai
bin Ka’b radhiyallahu
‘anhu mengatakan: “Hendaklah kalian mengikuti jalan (yang lurus) dan As
Sunnah, karena sesungguhnya tidaklah ada seorang hamba yang berada di atas
jalan dan sunnah serta mengingat Ar Rahman, lalu air matanya berlinang karena
takut kepada Allah, akan disentuh api neraka selamanya. Dan sesungguhnya
sederhana dalam sunnah dan kebaikan lebih baik daripada bersungguh-sungguh
dalam menyelisihi jalan (yang lurus) dan sunnah.”
Abul
‘Aliyah mengatakan: “Wajib atas kalian mengikuti perkara yang pertama yang
dahulu mereka di atasnya sebelum berpecah belah.”
Al
Auza’i mengatakan: “Sabarkanlah dirimu di atas as sunnah. Berhentilah di mana
mereka (salaf) berhenti. Berpendapatlah seperti apa yang mereka ucapkan,
tahanlah dari apa yang mereka tinggalkan, dan tempuhlah jalan pendahulumu yang
shalih, karena akan mencukupimu apa yang sudah mencukupi mereka.”
Kata
beliau juga: “Wajib atasmu mengikuti atsar para salaf, meskipun manusia menentangmu.
Dan jauhilah olehmu ra’yu para tokoh meskipun mereka hiasi ucapan- ucapan
tersebut bagimu.”
Imam
Ahmad mengatakan: “Prinsip pokok (ushul) As Sunnah menurut kami adalah berpegang
dengan apa yang diyakini para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
meneladani mereka dan meninggalkan bid’ah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar