Rabu, 05 Juni 2013

Solusi dalam menghadapi perselisihan ummat



MUQODDIMAH


Segala Puji hanya milik Alloh, kita memuji-Nya,meminta pertolongan dan mohon ampunankepada-Nya. Dan kita berlindung kepada Allohdari kejelekan-kejelekan jiwa kita, dan keburukan-keburukan amalan kita. Barang siapa yang diberipetunjuk oleh Alloh maka tidak ada yang mampumenyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.Dan aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhakuntuk disembah kecuali Alloh dan aku bersaksi bahwaMuhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya.

“ Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalian kepadaAlloh dengan sebenar-benar takwa dan janganlahsekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaanIslam” (QS. Ali Imron:102)“

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Alloh menciptakan istrinya; dan dari keduanya Alloh memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Alloh yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu dengan yang lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Alloh selalu menjaga dan mengawasi kamu ”. (QS. An-Nisa: 1).

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan- amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Alloh dan Rosul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar ”. (QS: Al-Ahzab: 70-71)

Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalahKitab Alloh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shollallohu alaihi was sallam danseburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan.Dan setiap yang diada-adakan (dalam agama)  adalah bid’ah, dan setiap kebid’ahan adalah sesat, dan setiap kesesatan di neraka

Kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah dan pemahaman salaful ummah
Semakin jauh satu generasi dari Nabi shalaullahu 'alahi wasallam, dan para sahabatnyta maka  generasi ini akan semakin buruk keadaannya di bandingkan sebelumnya, tentu salah satu penyebabnya adalah jauhnya manusia dari ilmu, dan merebaknya kejahilan di mana mana, sehingga dampak dan imbas yang paling tampak dari buruknya generasi sesudah generasi terbaik umat ini adalah perpecahan dan perselisihan yang banyak sekali yang menjauhkan mereka dari kitabullah dan sunnah rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam serta pemahaman yang benar dari generasi salaf.
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ لَأَيَّامًا يَنْزِلُ فِيْهَا الْجَهْلُ وَيُرْفَعُ الْعِلْمُ
Sesungguhnya di depan hari kiamat ada hari-hari yang kejahilan diturunkan di dalamnya, dan ilmu diangkat”. (HR. Al-Bukhoriy no. 6654)
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ
Zaman akan saling mendekat, diangkatnya ilmu, munculnya berbagai fitnah (masalah), diletakkan kerakusan, dan banyaknya peperangan”. (HR. Al-Bukhoriy no. 989 dan Muslim no.157)
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ اِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُسًا جُهَّالًا فُسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا
Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu dengan sekali mencabutnya dari manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’ sehingga apabila Allah tidak menyisakan lagi seorang ulama’pun, maka manusiapun mengangkat pemimpin-pemimpin yang jahil. Mereka (para pemimpin tsb) ditanyai, lalu merekapun memberikan fatwa tanpa ilmu. Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (manusia)”. (HR. Al-Bukhory dalam Kitab Al-Ilm no. 100, dan Muslim dalam Kitab Al-Ilm no. 2673)
Al-Imam Ibnu Baththol –rahimahullah- berkata , “Semua yang dikandung oleh hadits ini berupa tanda-tanda kiamat sungguh kami telah melihatnya dengan mata kepala. Ilmu sungguh telah diangkat, kejahilan muncul, dile tak kannya penyakit rakus dalam hati, fitnah (musibah) merata, dan pembunuhan banyak”. (Lihat Fath Al-Bari 13/16).
Adapun isyarat perpecahan telah di sebutkan dalam beberapa riwayat di antaranya:
“Dari  ‘Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahu’anhu ia berkata Rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam bersabda:
فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
 “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah, dan mendengar serta taat (kepada pemimpin) meskipun ia seorang budak hitam. Dan kalian akan melihat perselisihan yang sangat setelah aku (tiada nanti), maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa’ rasyidin mahdiyyin (pemimpin yang lurus dan mendapat petunjuk), gigitlah ia dengan gigi geraham (berpegang teguhlah padanya), dan jauhilah perkara-perkara muhdatsat (hal-hal baru dalam agama), sesungguhnya setiap bid’ah itu kesesatan” (HR. Ahmad 4/126, Abu Dawud, 4/200, hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no: 2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim 1/37, hadits no: 4, dll)
Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu, rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam bersabda:

وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ فِي رِوَايَةٍ : مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي

“Sesunggunya agama (ummat) ini akan terpecah menjadi 73 (kelompok), 72 di (ancam masuk ke) dalam Neraka dan satu yang didalam Surga, dia adalah Al-Jama’ah”. dalam riwayat yang lain orang yang besama diriku pada hari ini dan sahabat sahabatku (HR. Ahmad dan Abu Daud dan yang lainnya) dan banyak lagi hadits hadits yang menggambarkan tentang perpecahan umat islam.
Salah satu bentuk banyaknya perselisihan yang di gambarkan rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam adalah munculnya  perpecahan yang banyak yang di timbulkan dari munculnya pemikiran pemikiran sesat dalam islam, sehingga memunculkan sikap sikap aneh pada tubuh sebagian kaum muslimin, seperti terlalu ekstrim dalam memahami islam atau sebaliknya sangat meremehkan ajaran islam, sehingga sadar ataupun tidak di sadari kaum muslimin semakin jauh dari sumber agama yang benar dan menyeret mereka kepada kesesatan tanpa sadar, sehingga dampaknya walaupun mereka tidak sampai murtad dari islam akan tetapi mereka telah di jauhkan dari Al Qur'an dan Sunnah yang merupakan dua sumber rujukan umat islam yang telah di pahami oleh generasi terbaik umat ini yakni para sahabat rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam.
Sehingga ketika keadaan manusia sudah seperti yang di gambarkan di atas maka akan semakin sulit bagi mereka membedakan antara yang hak dengan yang batil, yang sunnah dengan yang bid'ah, yang syirik dengan yang tauhid, yang ta'at dengan yang maksiat dan seterusnya, bahkan boleh jadi yang berlaku adalah sebaliknya yang datang membawa yang hak di anggap membawa kebatilan, pembawa sunnah dianggap membawa kesesatan, penegak tauhid di anggap pengacau aqidah dan begitu juga seterusnya sebagaimana yang di sabdakan rasulullah shalaullahu 'alahi wasallam:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
Islam muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali (asing), sebagaimana ia muncul dalam keadaan asing. Maka beruntunglah orang-orang asing“. (HR. Muslim dalam Kitab Al-Iman no. 232)
Solusi dalam menghadapi perselisihan ummat
1. Kembali kepada Al Qur'an
Al-Qur’ān  adalah kitab suci bagi agama islam. Umat islam sangat yakin dan percaya bahwa Al-Qur’an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah ta'ala yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman yang harus di yakini, yang telah diturunkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat jibril.
Al-Qur’an merupakan mu’jizat terbesar sepanjang masa. Pertamakali dibukukan di zaman Khalifah Abu Bakar, lalu pembukuannya disempurnakan di zaman Khalifah Umar bin Khathab. Sedangkan di zaman Khalifah Utsman mulai ditetapkan bentuk hurufnya serta diperbanyak sehingga dikenal istilah Rosam Utsmani. Ilmu tata bahasa al-Qur’an (nahwu dan sharaf) mulai diperkenalkan di zaman khalifah Ali bin Abi Thalib.
Al-Quran adalah wahyu Allah, kebenarannya mutlaq, sebagai mu’jizat yang abadi dan ilmiyah, serta sebagai petunjuk manusia sepanjang zaman. sangat lengkap dan sangat sempurna isi kandungannya, bahasanya indah, dan sangat sulit bahkan mustahil bisa ditiru dan dipalsukan oleh siapapun dari kalangan jin dan manusia, mudah dibaca dan dihafalkan. Keaslian dan kemurniannya dijamin Allah ta'ala sampai hari kiamat di bangkitkan Allah ta'ala berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (al-Hijr: 9)
Berbeda dengan kitab kitab yang di turunkan sebelum Al Qur'an, walaupun kitab kitab tersebut turun dari sisi Allah akan tetapi umat islam tidak menjamin Keaslian dan kemurnian kitab kitab tersebut sebagaimana waktu di turunkannya, bahkan tidak ada jaminan dari Allah ta'ala sebagai mana jaminan terhadap Al Qur'an, sehingga ketika hal itu berlaku kepada kitab kitab tersebut maka akan banyak terjadi kemungkinan kemungkinan penyelewengan dan penyimpangan oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab, dan hal ini sebagimana di gambarkan di dalam Al Qur'an.
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui(Al baqoroh 75)
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.(Al baqoroh 146)
Karnanya Allah ta'ala memberikan kecelakaan kepada mereka sebagaimana ayatnya:
فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ لِيَشْتَرُوْا بِهِ ثَمَناً قَلِيْلاً فَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُوْنَ
Sungguh celakalah mereka yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri kemudian mengatakan; “Ini dari Allah!”; Agar mereka mendapatkan dengannya keuntungan yang sedikit! Celakalah mereka akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka dan celakalah mereka atas apa yang mereka peroleh dari usaha mereka! (Al-Baqarah Ayat 79)
Begitulah kondisi kitab kitab sebelum AL Qur'an tidak bisa di jamin keasliannya sehingga ketika terjadi perselisihan di antara mereka, mereka tidak dapat solusi yang memuaskan karena rujukannya bukan lagi firman Allah ta'ala akan tetapi ucapan manusia tempat salah dan dosa.
Oleh karenanya hanya dengan kembali kepada Al Qur'an satu satu nya sumber yang paling kuat sebagai rujukan untuk mencari solusi yang paling benar yang di inginkan manusia, karena keberadaan Al Qur'an masih terjaga keasliannya dan kemurniannya, Allah Ta’ala berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59)
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
Tentang sesuatu yang kalian perselisihkan maka kembalikan putusannya kepada Allah ( Al Qur'an)” (QS. Asy Syura: 10)
2. Kembali kepada sunnah
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Sesungguhnya sepeninggalku akan terjadi banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafa ar rasyidin. Peganglah ia erat-erat, gigitlah dengan gigi geraham kalian” (HR. Abu Daud 4607, Ibnu Majah 42, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud )
Allah mengancam orang-orang yang menyelisihi sunnah Rasul-Nya dengan ancaman-ancaman yang berat, seperti dalam firman-Nya:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa`: 115)
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“… maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (an-Nuur: 63)
Bahkan Allah menafikan keimanan dari mereka yang tidak mau tunduk kepada ucapan-ucapan dan keputusan-keputusan Rasulullah.
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (an-Nisaa`: 65)
Imam Asy Syafi’i berkata:
أجمع الناس على أن من استبانت له سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يكن له أن يدعها لقول أحد من الناس
Para ulama bersepakat bahwa jika seseorang sudah dijelaskan padanya sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak boleh ia meninggalkan sunnah demi membela pendapat siapapun” (Diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al I’lam 2/361. Dinukil dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, 28 )
Imam Malik berkata:
إنما أنا بشر أخطئ وأصيب، فانظروا في رأيي؛ فكل ما وافق الكتاب والسنة؛ فخذوه، وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة؛ فاتركوه
Saya ini hanya seorang manusia, kadang salah dan kadang benar. Cermatilah pendapatku, tiap yang sesuai dengan Qur’an dan Sunnah, ambillah. Dan tiap yang tidak sesuai dengan Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah..” (Diriwayatkan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Al Jami 2/32, Ibnu Hazm dalam Ushul Al Ahkam 6/149. Dinukil dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, 27)
Ketahuilah kedudukan sunnah sangat berbeda dengan al qur'an walaupun dalam hujjah sama selama sunnah tersebut adalah shahih, akan tetapi yang kami maksud adalah  keasliannya dan kemurniannya, belum pernah terdengar di kolong langit ada manusia yang berani memalsukan satu huruf atau kaliamt yakni berupaya merubah satu huruf dari huruf huruf di dalam kitab suci Al Qur'an atau satu kalimat dari kalimat kalimat di dalam Al Qur'an melainkan akan langsung di ketahui manusia. akan tetapi hadits hadits nabi sangat memungkinkan adanya pemalsuan pemalsuan, berdasarkan sabdanya:
“Akan datang di akhir zaman nanti para dajjal dan pendusta, mereka mendatangimu dengan hadits-hadits yang belum pernah kamu dengar juga belum pernah didengar oleh bapak-bapak kamu, maka berhati-hatilah kamu dari mereka, jangan sampai mereka menyesatkan kamu dan menimbulkan fitnah terhadapmu.” (HR. Muslim)
 Dari Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyalahu ‘anhu beliau berkata: "Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah tentang hal-hal yang baik tapi aku bertanya kepada beliau tentang hal-hal yang buruk agar jangan sampai menimpaku"  Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, dahulu kami berada dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan lalu Allah mendatangkan kebaikan (Islam,-pent) ini, apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan ?"  Beliau berkata: "Ya"  Aku bertanya : "Dan apakah setelah kejelekan ini akan datang kebaikan?" Beliau menjawab : "Ya, tetapi didalamnya ada asap".  Aku bertanya : "Apa asapnya itu ?"  Beliau menjawab : "Suatu kaum yang membuat ajaran bukan dari ajaranku, dan menunjukkan (manusia) kepada selain petunjukku. Engkau akan mengenal mereka dan engkau akan memungkirinya"  Aku bertanya : "Apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan lagi ?"  Beliau menjawab :"Ya, (akan muncul) para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam. Barangsiapa yang menerima seruan mereka, maka merekapun akan menjerumuskan ke dalam neraka"  Aku bertanya : "Ya Rasulullah, sebutkan cirri-ciri mereka kepada kami ?" Beliau menjawab : "Mereka dari kulit-kulit/golongan kita, dan berbicara dengan bahasa kita"  Aku bertanya : "Apa yang anda perintahkan kepadaku jika aku temui keadaan seperti ini"  Beliau menjawab : "Pegang erat-erat jama'ah kaum muslimin dan imam mereka"  Aku bertanya : "Bagaimana jika tidak imam dan jama'ah kaum muslimin?" Beliau menjawab :"Tinggalkan semua kelompok-kelompok sempalan itu, walaupun kau menggigit akar pohon hingga ajal mendatangimu" [HR Bukhari 6/615-616 dan 13/35 beserta Fathul Baari. Muslim 12/235-236 beserta Syarh Nawawi.  Baghowi dalam Syarhus Sunnah 14/14. Dan Ibnu Majah 2979]
Ancaman bagi para pemalsu hadits
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِباً أَوْ قَالَ أُوْحِى إِلَىَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَىْءٌ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَآ أَنَزلَ ٱللَّهُ وَلَوْ تَرَىۤ إِذِ ٱلظَّـٰلِمُونَ فِى غَمَرَاتِ ٱلْمَوْتِ وَٱلْمَلَـٰئِكَةُ بَاسِطُوۤاْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوۤاْ أَنفُسَكُمُ ٱلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ ٱلْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ غَيْرَ ٱلْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ ءَايَـٰتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
 "Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah." Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. " (Al An'aam:93)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتُعُمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَةُ مِنَ النَّارِ
“Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di Neraka.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari dan yang lainnya)
Oleh karena itu, para ulama telah mewanti-wanti kepada kita untuk mewaspadai hadits-hadits yang sampai kepadanya, karena tidak semua hadits itu datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana ‘Abdullah bin Yazid Al-Muqri rahimahullah –guru Imam Malik– pernah berkata: “Seorang ahli bid’ah yang sudah bertaubat dari bid’ahnya berkata,
أُنطُرُوا هَذَا الحَدِيث مِمَّن تَأخُذُوْنَهُ, فَإِنَّا كَنَا إِذَا رَأَيْنَا رَأيًا جَعَلْنَالَهُ حَدِثًا
“Perhatikanlah hadits itu dari siapa kamu mengambilnya! Karena sesungguhnya kami dahulu, apabila berpendapat dengan satu pendapat, maka kami jadikan pendapat kami itu sebagai satu hadits.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/257)]
Telah berkata ‘Abdullah bin Lahi’ah (wafat thn. 174 H), aku telah mendengar seorang syaikh dari khawarij yang setelah taubat dan ruju’ berkata,
إِنَّ هَذِهِ الأَحَاديِث دِين, فَانظُرُوا عَمَّن تَأخُذُونَ دِينَكُم, فَإنَّا كَنَا اذَا هوينا أَمرًا صيرناه حَدِيثًا
“Sesungguhnya hadits-hadits ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agama kamu! Karena sesungguhnya kami dahulu, apabila kami condong kepada satu urusan (maksudnya faham atau pendapat yang cocok dengan bid’ah mereka), niscaya kami jadikan urusan itu sebagai satu hadits (yakni kami palsukan menjadi sebuah hadits).” [Lihat Al-Kifayah min ‘Ilmir Riwayah (hal. 163) dan Muqaddimah Al-Maudhu’at Ibnul Jauzi (hal. 38-39)]
Sejarah pemalsuan hadits
Di antara hal yang menunjukkan awal mula terjadinya pemalsuan hadits adalah perkataan Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah,
“Para ulama hadits tadinya tidak menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata, ‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang menyampaikannya adalah seorang Ahlus Sunnah maka haditsnya diterima, tetapi bila yang menyampaikannya ahlul bid’ah maka haditsnya ditolak.” [Lihat Muqaddimah Shahih Muslim I/14)
Dari apa yang tampak bahwa sejarah tidak dengan jelas menyebutkan secara pasti kapan pemalsuan hadits mulai terjadi, akan tetapi kalau boleh dikatakan maka mungkin fenomena pemalsuan hadits mulai merebak pada sepertiga akhir abad pertama hijriyah. [Lihat Al-Wadh’u fil Hadits (I/202)
Adapun sebab terjadinya pemalsuan hadits adalah sebagai berikut:
1. Perbuatan kaum zindiq dan ilhad.
Kaum zindiq dan ilhad adalah orang-orang yang mengubah makna dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan makna yang rusak dan bertentangan dengan pokok dasar aqidah Islam. Mereka adalah orang-orang yang pura-pura Islam, akan tetapi sesungguhnya mereka adalah orang-orang kafir dan munafik yang sangat hasad dan benci terhadap Islam. Mereka ingin merusak Islam dari dalam dengan berbagai cara, diantaranya membuat hadits-hadits palsu yang jumlahnya sangat banyak, kemudian mereka sebarkan hadits-hadits tersebut atas nama Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Tujuan mereka tidak lain kecuali untuk merusak syari’at dan mempermainkan agama Allah, sekaligus menanamkan tasykik (keraguan) di hati kaum muslimin. Hammad bin Zaid rahimahullah pernah berkata:
وَضَعَت الزَّنَادِقَة عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَرْبَعَة عَشَر أَلف حَدِيث
“Kaum zindiq telah memalsukan hadits atas nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sebanyak 14000 hadits palsu.” [Lihat Al-Kifayah fi ‘Ilmir Riwayah (hal. 604) dan Al-Ba’itsul Hatsits (I/254)]
Ketika salah seorang zindiq yang bernama Abdul Karim bin ‘Auja’ akan dihukum mati oleh seorang penguasa Bashrah pada zaman khilafah Al-Mahdi pada tahun 160 H, ia berkata,
لَقَدْ وَضَعْتُ فِيْكُم أَرْبَعَة ألف حَدٍيْث, أحرِّم فِيْهَا الحَلاَل وَأحل فِيْهَا الحَرَم
Sesungguhnya aku telah memalsukan hadits sebanyak pada kalian sebanyak 4000 hadits palsu, aku haramkan padanya perkara yang halal dan aku telah halalkan padanya perkara yang haram.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/254)]
Imam An-Nasa’i rahimahullah berkata berkata, “Para pendusta yang terkenal memalsukan hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada empat orang: ‘Ibnu Abi Yahya di Madinah, al-Waqidiy di Baghdad, Muqathil bin Sulaiman di Khurasan dan Muhammad bin Sa’id di Syam yang terkenal dengan sebutan Al-Mashlub (orang yang disalib).” [Lihat Adh-Dhu’afa wal Matrukin (hal. 310)]
2. Sikap ta’ashshub (fanatik) terhadap negara, bahasa, atau golongan tertentu.
Adapula kaum yang memalsukan hadits dikarenakan mengikuti hawa nafsu, kemudian mereka mengajak manusia mengikutinya dengan meyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah. Seperti ta’ashshub madzhabiyah (fanatik terhadap madzhab tertentu), golongan, atau firqah dan kelompoknya, kabilah atau suku-sukunya, negerinya atau bahasanya dan lain-lain.
Sebagai contoh, hadits palsu yang dibuat oleh orang-orang yang fanatik kepada imam tertentu,
يَكُوْنُ مِنْ أُمَّتِي رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ مُحَمَّدٌ بْنُ إِدْرِيْسَ أَضَرُّ عَلَى أُمَّتِيْ مِنْ إِبْلِيْسَ وَيَكُوْنُ مِنْ أَمَّتِيْ رَجُلٌ يُقُالُ لَهُ أَبُوْ حَنِيْفَةَ هُوَ سِرَاج أُمَّتِيْ
“Akan ada dari kalangan ummatku seorang yang bernama Muhammad bin Idris (yakni Imam Asy-Syafi’i), dia lebih berbahaya bagi ummatku daripada iblis. Dan akan ada di kalangan ummatku seorang yang bernama Abu Hanifah, dia adalah lampu penerang bagi ummatku.” [Lihat Al-Maudhu’at (II/49)]
Dan sebuah hadits palsu yang dibuat oleh orang-orang yang fanatik terhadap bahasanya, seperti hadits yang dibuat oleh orang-orang Persia berikut ini,
إِنَّ كَلَامَ الَّذِيْنَ حَوْلَ الْعَرْشِ بِالْفَارِسِيَّةِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَوْحَى أَمْرًا فِيْهِ لَيْنٍ أَوْحَاهُ بِالْفَرِسِيَّةِ، وَإِذَا أَوْحَى أَمْرًا فِيْهِ شِدَّةٍ أَوْحَاهُ بِالْعَـرَبِيَّةِ
“Sesungguhnya bahasa para Malaikat yang berada di sekitar ‘Arsy adalah bahasa Persia. Dan apabila Allah mewahyukan sesuatu hal yang sifatnya lembut maka Dia mewahyukannya dengan bahasa Persia. Namun jika wahyu itu bersifat keras maka (Allah) menggunakan bahasa Arab.” [Lihat Tanzihusy Syari’ah (I/136)]
Selain itu, ada juga seorang yang bernama Maisarah bin ‘Abdi Rabbih. Dia telah mengaku bahwa dia membuat tujuh puluh hadits palsu atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan-keutamaan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. [Lihat Musthalahul Hadits (hal. 40)]
3. Kaum yang memalsukan hadits, yang menurut persangkaan mereka baik.
Mereka membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan amal, targhib wat tarhib (anjuran dan larangan), dan lain-lain. Anehnya, mereka tidak merasa keberatan bahkan membolehkannya dengan mengharapkan ganjaran dari Allah Jalla wa ‘Ala. Dan apabila mereka diingatkan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتُعُمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَةُ مِنَ النَّارِ
“Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di Neraka.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (I/7, 35, 36; II/81 dan IV/145, 157) dan Muslim (I/7, 8), Ahmad (I/83, 321; II/22, 103, 104, 159, 203, 214 dan IV/47, 50, 106, 252), Ibnu Majah (no. 31, 34, 36), Abu Dawud (no. 3651) dan Tirmidzi (IV/142, 147), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Kemudian mereka berkata, “Kami tidak berbohong untuk merusak nama atau syari’at Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, akan tetapi kami berbohong untuk membela beliau shallallahu’alaihi wa sallam.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini menunjukkan alangkah sempurnanya kejahilan mereka dan sedikitnya akal mereka serta begitu banyaknya dosa dan kebohongan mereka. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak butuh kepada orang lain untuk kesempurnaan syari‘at dan keutamaannya. Mereka ini umumnya kaum yang menyandarkan diri mereka kepada zuhud dan sufi.” [Lihat Al-Maudhu’at (I/37-47), Al-Madkhal (hal. 51-59), Adh-Dhu‘afa’ (I/62-66 dan 85), Majmu‘ Fatawa (XVIII/46), Al-Ba’itsul Hatsits (I/263), Syarh Nukhbatul Fikr (hal. 84-85), dan Mizanul I’tidal (II/644)]

4. Qashshash (para tukang cerita atau tukang dongeng).
Adanya orang-orang yang memiliki hobi bercerita dan memberi nasihat, namun kurang bekal ilmu pada akhir zaman khilafah, dan semakin banyak pada zaman setelahnya. Mereka memalsukan hadits dalam cerita-cerita mereka demi uang dan supaya orang-orang yang mendengarnya kagum kepada mereka. [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/258) dan Al-Maudhu’at (I/46)]

5. Perselisihan politik.
Akibat terjadinya gejolak politik, muncullah banyak kelompok yang masing-masing ingin menguatkan kelompoknya meskipun dengan jalan memalsukan hadits. Kelompok yang paling banyak melakukan hal ini adalah Syi’ah.
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang Syi’ah dan beliau berkata, “Jangan bicara dengan mereka, juga jangan meriwayatkan hadits dari mereka karena mereka adalah kaum pendusta.” [Lihat Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah (I/16)]
Hammad bin Salamah rahimahullah berkata, “Telah mengabarkan kepadaku seorang syaikh dari Rafidhah (Syi’ah), sesungguhnya mereka berkumpul (bersepakat) untuk memalsukan hadits-hadits.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/257)]
6. Kaum yang memalsukan hadits demi kepuasan hawa nafsu para penguasa dan untuk mendekatkan diri kepada mereka.
Di antara kalangan ulama, ada sebagian ulama berhati jahat yang membeli kehidupan dunia dengan akhirat. Mereka ‘menjilat’ penguasa dengan mendatangkan fatwa, pendapat dan hadits palsu untuk menyenangkan penguasa tersebut. Sebagaimana pernah dilakukan oleh Ghiyats bin Ibrahim ketika dia datang menemui Al-Mahdi, seorang pemimpin Bani Abbasiyyah. Saat itu Al-Mahdi sedang bermain-main dengan burung merpati, kemudian ada yang berkata, “Sampaikanlah sebuah hadits kepada ‘amirul mukminin.”
Lantas dia menyebutkan sanad dan membuat hadits palsu atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Tidak boleh mengadakan perlombaan, kecuali dalam bidang panah-memanah, naik unta dan kuda, serta bermain burung.”
Kemudian Al-Mahdi pun memberinya 10 ribu dirham. Namun ketika Ghiyats pergi, Al-Mahdi berkata, “Saya bersaksi bahwa engkau adalah seorang pendusta atas nama Rasulullah.”
Selanjutnya dia berkata, “Sayalah yang membuatnya melakukan hal itu.” Kemudian Al-Mahdi menyembelih burungnya tersebut. [Lihat Al-Maudhu’at I/42, Al-Ba’itsul Hatsits (I/261), An-Nukat ‘ala Nuzhatin Nazhar (hal. 119-120), Musthalah Hadits (hal. 38-39)]
Syaikh ‘Ali Hasan Al-Halabi memberi komentar yang amat bagus terhadap kisah ini, “Aduhai, apakah gerangan dosa si burung merpati? Seandainya yang dibunuh adalah si pendusta tersebut (yakni Ghiyats bin Ibrahim), niscaya itulah yang paling tepat.” [Lihat An-Nukat ‘ala Nuzhatin Nazhar (hal. 120)]
7. Perbedaan pendapat dalam masalah akidah dan fiqih.
Ada berbagai golongan yang sangat fanatik terhadap golongannya masing-masing. Sehingga ada diantara mereka yang sampai berani memalsukan hadits demi mendukung pendapat golongan mereka. Sebagai contoh adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya: “Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya setelah ruku’ maka tidak ada shalat baginya.” [Lihat Al-Maudhu’at (II/197)
Pembelaan para ulama dalam mempertahankan hadits hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
يَحمِلُ هَذَا العِلمَ مِن كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُه يَنفُونَ عَنهُ تَحريفَ الغَالين وَانتِحالَ المُبطِلِينَ وَتَأوِيلَ الجَاهِلِين
"Ilmu (agama) ini akan senantiasa dibawa oleh orang-orang yang adil (para ulama) disetiap generasi, mereka meniadakan dari (agama) ini pemutarbalikan pengertian agama yang dilakukan oleh para ekstrimis, memberantas  jalannya Kedustaan orang-orang sesat yang mengatasnamakan agama serta membersihkan Pena`wilan agama yang salah yang dilakukan oleh orang-orang yang jahil/bodoh" (HR.Ibnu Adi dan selainnya dan Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi –hafidzhahullahu- murid senior ahli hadits Muhammad Nashiruddin Al-Albani v dalam footnote kitab "Miftah daaris sa'adah" oleh Ibnu Qoyyim v 1/500).
Imam Ahmad bin Hambal rahimahulahu salah seorang ulama salaf ahli sunnah wal jama'ah menukil hadits diatas dan menjadikannya sebagai bagian dari muqoddimah kitab beliau "Ar-Rod 'alal Jahmiyah waz zanaadiqoh" (Bantahan terhadap kelompok Jahmiyah dan orang-orang zindiq). Beliau rahimahulahu berkata : "Segala puji bagi Allah yang memunculkan disetiap zaman kekosongan para rasul, penerus para ulama yang menyeru orang yang tersesat kepada petunjuk, yang bersabar atas gangguan yang menimpa mereka. Mereka hidupkan dengan Al-Qur'an orang-orang yang mati (hatinya) dan mereka terangi dengan cahaya Allah (ilmu agama) orang-orang yang buta (mata hatinya). Berapa banyak para korban pembunuhan oleh Iblis yang mereka hidupkan ?! dan berapa banyak orang yang tersesat mereka tunjukkan?! Alangkah baiknya jasa mereka terhadap manusia ! Tapi alangkah jahatnya balasan manusia terhadap mereka ! Mereka (para ulama) meniadakan dari Al-Qur'an penyimpangan orang yang ekstrim dan jalannya orang yang batil serta takwilnya orang jahil yang mengibarkan bendera bid'ah serta menyebarkan fitnah dan mereka berselisih tentang Al-Qur'an serta menyelisihi Al-Qur'an . Mereka (orang yang ekstrim/batil/jahil) bersepakat untuk meninggalkan Al-Qur'an, berbicara tentang agama Allah dan tentang Al-Qur'an tanpa ilmu, mereka sering berbicara tentang hal-hal yang mutasyabih (samar-samar) untuk menipu orang-orang bodoh/awam dengan membuat kerancuan. Kita berlindung kepada Allah dari fitnahnya orang-orang yang sesat".
Dalam hadits di atas jelas sekali bagaimana peran para ulam salaf dalam membela sunnah dengan menjaga hadits hadits nabi dari:
§  Pemutarbalikan pengertian agama yang dilakukan oleh para ekstrimis,
Setelah Rasulullah wafat terjadilah fitnah dengan murtadnya beberapa golongan manusia, termasuk datangnya fitnah yang dibawa oleh Musailamah al-Kadzdzab. Setelah itu juga terjadi fitnah pemberontakan terhadap Amir al-Mu’minin ‘Ali ibn Abi Thalib. Dalam hal ini Rasulullah telah menyatakan dalam haditsnya tentang ‘Ammar ibn Yasir yang saat itu berada di barisan ‘Ali ibn Abi Thalib:
وَيْحَ عَمّار تَقْتلُه الفئَةُ البَاغيةُ يدعُوهم إلَى الْجنّة ويدعُونَه إلَى النّار
(Kasihan ‘Ammar, ia akan dibunuh oleh kelompok pemberontak, ia mengajak kelompok pemberontak tersebut ke surga, dan mereka mengajaknya ke neraka).(HR. Baihaqi)
Di antara ekstrimisme dalam masalah akidah di masa dahulu setelah turunnya wahyu atas Rasulullah adalah fitnah Musailamah al-Kadzdzab yang mengaku dirinya sebagai nabi, demikian pula pengakuan kenabian dari isterinya yang bernama Sabah binti al-Harits ibn Suwaid. Pengakuan serupa juga dari al-Aswad ibn Zaid al-‘Ansi, seorang pendusta berasal dari Shan’a yang kemudian dibunuh oleh Fairuz al-Dailami. 
 Ekstrimisme juga terjadi di akhir periode kehidupan sahabat Rasulullah. Adalah fitnah yang dilancarkan oleh Ma’bad al-Juhani, Ghailan al-Damasyqi dan al-Ja’ad ibn Dirham. Mereka adalah di antara orang-orang yang berfaham “nyeleneh” dalam masalah Qadar. Walhasil, para sahabat saat itu melarang untuk mengucapkan salam kepada mereka dan melarang kaum muslimin menshalatkan jenazah-jenazah mereka. Mereka adalah yang dimaksud dengan hadits nabi:
القَدَرِيّة مَجُوسُ هذِه الأمّة
(Kaum Qadariyyah -mereka yang mengingkari Qadar Allah seperti faham Mu’tazilah- adalah kaum Majusinya umat ini).(HR, Abu Dawud)
Ekstrimisme juga terjadi dengan datangnya fitnah kaum Khawarij. Kelompok ini telah mengkafirkan sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib, Mu’awiyah dan dua orang sahabat juru tahkim; Abu Musa al-Asy’ari dan ‘Amr ibn al-‘Ash. Demikian pula kaum Khawarij ini mengkafirkan semua orang yang terlibat dalam perang Jamal, mengkafirkan sahabat Thalhah ibn ‘Ubaidillah, Zubair ibn al-‘Awwam, ‘Aisyah dan semua orang yang menyetujui tahkim. Kaum Khawarij berkeyakinan bahwa pelaku dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil telah menjadi kafir[1]. Kemudian kaum Khawarij ini terpecah belah menjadi sekitar 20 kelompok, satu sama lainnya saling mengkafirkan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir al-Thabari dalam kitabnya Tahdzib al-Atsar, Rasulullah bersabda:

صِنفَانِ لَيسَ لَهُمَا نَصيْبٌ فِي الإسْلام المُرْجئَة وَالقدَريّة
(Ada dua golongan yang keduanya tidak memiliki bagian dalam Islam; al-Qadariyyah dan al-Murji’ah). Hadits ini di shahihkan oleh al-hafizh Abu al-Hasan al-Qaththan dan dikutip oleh al-Imam Abu Hanifah dalam beberapa risalahnya dalam masalah akidah.

Saat itulah terjadi fitnah Mu’tazilah yang juga disebut dengan kaum Qadariyyah. Di masa al-Hasan al-Bashri terjadi perselisihan antara beliau dengan Washil ibn ‘Atha yang diikuti oleh ‘Amr ibn ‘Ubaid. Dua orang disebut terakhir ini memiliki keyakinan sesat dalam masalah Qadar, dan mengungkapkan bahwa pelaku dosa besar bukan seorang mukmin juga bukan seorang kafir (al-manzilah Bian al-Manzilatain). Kedua orang ini kemudian diusir oleh al-Hasan al-Bashri dari majelisnya. Selanjutnya kedua orang ini mengasing di pojokan masjid Bashrah, hingga dikenal kedua orang ini dan para pengikutnya sebagai kaum Mu’tazilah (kaum yang meng-asing dan “nyeleneh”). Nama Mu’tazilah diambil dari sikap ekstrim dan “nyeleneh” mereka dalam berpendapat dengan menyalahi pendapat mayoritas umat Islam. Mereka menyatakan bahwa seorang yang fasik dari umat Muhammad ini bukan seorang mukmin dan bukan pula seorang kafir. Kaum Mu’tazilah ini dikenal juga dengan kaum Qadariyyah. Ini karena Washil ibn ‘Atha memiliki faham ekstrim dalam masalah Qadar. Ia menyatakan bahwa perbuatan manusia bukan ciptaan Allah. Menurutnya Allah hanya menciptakan tubuh-tubuh manusia, adapun perbuatannya adalah ciptaan mereka sendiri. Dengan pendapat ini Washil ibn ‘Atha telah menetapkan adanya pencipta kepada selain Allah. Selanjutnya kaum Qadariyyah atau Mu’tazilah ini terpecah menjadi hampir 20 golongan, satu sama lainnya saling mengkafirkan.
Di masa sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib juga terjadi fitnah dari kaum Saba’iyyah. Mereka adalah pengikut ‘Abdullah ibn Saba’. Mereka mengatakan bahwa ‘Ali ibn Abi Thalib adalah Tuhan, Yang memberi rizki, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. Sebagian dari mereka kemudian dibakar hidup-hidup oleh ‘Ali ibn Abi Thalib, termasuk ‘Abdullah ibn Saba’ yang dibunuh olehnya. Dalam hal ini ‘Ali ibn Abi Thalib berkata:

إنّيْ إذَا رأيتُ أمرًا مُنكَرًا    #       أجَجْتُ نَارِي ودَعَوتُ قَنْبرًا
(Sesungguhnya apa bila aku melihat perkara mungkar maka aku akan menyalakan api dan memanggil Qanbar -salah seorang algojonya-).

Ekstrimisme juga terjadi dari fitnah yang disebarkan kaum Murji’ah. Mereka adalah kelompok yang mengatakan bahwa dosa sebesar apapun yang dilakukan seseorang muslim maka tidak akan disiksa dan tidak akan masuk neraka. Mereka mengatakan; sebagaimana kebaikan tidak memberikan arti sedikitpun bila dilakukan dalam keadaan kufur, demikian pula keburukan dan dosa-dosa besar tidak akan memberikan pengaruh sedikitpun selama adanya keimanan. Artinya menurut mereka orang-orang mukmin pelaku dosa besar tidak akan masuk nereka dan tidak akan disiksa.

Faham ekstrim juga dilancarkan kaum Jabriyyah. Kelompok ini mengatakan bahwa perbuata manusia tidak ada hakekatnya. Mereka mengatakan bahwa manusia tidak memiliki kehendak, ia tidak ubah seperti kapas ditiup angin kesana kemari. Kemudian di masa khalifah al-Muqtadir Billah al-‘Abbasi terjadi fitnah dari al-Husain ibn Manshur al-Hallaj. Orang ini mengaku ahli tasawuf dan memiliki beberapa orang pengikut. Faham ekstrim dalam akidah yang disebarkannya adalah perkataannya “Saya adalah Allah” atau “Dalam jubah ini tidak ada apapun kecuali Allah”. Ketika al-Hallaj dihukum bunuh oleh Khalifah saat itu, murid-muridnya mengatakan bahwa saat darah mengalir dari tubuhnya menuliskan kalimat “La Ilaha Illallah, al-Hallaj Waliyyullah”. Tentang kesesatan al-Hallaj ini, al-Imam al-Rifa’i al-Kabir berkata: “Jika ia dalam kebenaran maka ia tidak akan berkata saya adalah al-Haq -Allah-“.

§  Memberantas  jalannya Kedustaan orang-orang sesat yang mengatasnamakan agama
Tidak ada kelompok yang paling banyak memalsukan hadits kecuali orang orang rofidho syi'ah dan sufi
1. Syiah (Rafidhah) adalah kaum yang paling pendusta
قال أبوحاتم الرازي: سمعت يونس بن عبدالأعلى يقول: قال أشهب بن عبدالعزيز: سئل مالك عن الرافضة؟ فقال: لا تكلمهم ولا ترو عنهم، فإنّهم يكذبون.
Abu Hatim ar-Razi berkata : Aku mendengar Yunus bin ‘Abdil A’la berkata, Berkata Asyah bin ‘Abdil ‘Aziz, Malik ditanya tentang kelompok Rafidhah, maka beliau menjawab : ”Jangan berbicara dengan mereka dan jangan pula menerima pandangan mereka, karena mereka adalah para pendusta.” [Lihat : al-Muntaqo karya Imam adz-Dzahabi, hal. 21].
وقال أبوحاتم: حدثنا حرملة. قال: سمعت الشافعي يقول: لم أر أحدًا أشهد بالزور من الرافضة.
Berkata Abu Hatim : mengabarkan kepada kami Harmalah, beliau berkata : Aku mendengar asy-Syafi’i berkata : ”Aku belum pernah melihat seorang yang bersaksi palsu lebih parah dari Rafidhah.” [Lihat : al-Kifayah fi ’Ilmi ar-Riwayah karya Imam Khathib al-Baghdadi hal. 202].
وقال مؤمل بن إهاب: سمعت يزيد بن هارون يقول: نكتب عن كل صاحب بدعة إذا لم يكن داعية، إلا الرافضة فإنّهم يكذبون.
Berkata Mu`ammil bin Ihab : Aku mendengar Yazid bin Harun berkata : ”Kami menulis setiap (khobar) yang datang dari ahli bid’ah selama ia bukan seorang yang menyeru (kepada bid’ahnya), kecuali Rafidhah karena mereka adalah para pendusta.” [Lihat : Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Juz I, hal. 16]
وقال محمد بن سعيد الأصبهاني: سمعت شريكًا يقول: أحمل العلم عن كل من لقيت إلا الرافضة فإنّهم يضعون الحديث ويتخذونه دينًا
Berkata Muhammad bin Sa’id al-Ashbahani : Aku mendengar Syarik berkata : ”Ambillah ilmu dari siapa saja yang kamu temui kecuali Rafidhah, karena mereka ini gemar memalsukan hadits dan menjadikan hal ini sebagai bagian agama mereka.” [Lihat : al-Muntaqo karya Imam adz-Dzahabi, hal. 22]
Di antara hadits yang di palsukan adalah hadits hadits yang menjelaskan tentang keutamaan ahli bait
ü  Wahai Ali, sesungguhnya orang-orang Syi’ah kita (golongan kita) akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti walaupun mereka bergelimangan dengan dosa akan tetapi muka mereka bagaikan bulan purnama. Mereka diselamatkan dari kesulitan-kesulitan dan dimudahkan dari segenap ujian. Aurat mereka tertutupi, batin mereka penuh dengan ketenangan, diberikan kepada mereka keimanan dan rasa aman, telah terangkat segala kesedihan, mereka tidak ketakutan ketika semua orang ketakutan, dan tidak merasa sedih tatkala semua orang bersedih…” (Al-Hadits) Al-Imam Ibnul Jauzi  berkata: “Ini adalah hadits maudhu’ (palsu).” Al-Junaid Al-Hafidz  berkata: “Muhammad bin Salim (salah satu rawinya) matruk (ditinggalkan haditsnya).”
ü  “Aku adalah sebuah pohon, Fathimah putiknya, Ali serbuk sarinya, Hasan dan Husain buahnya, orang-orang yang mencintai Ahlul Bait sebagai daunnya dari surga, pasti dan pasti.”
Ibnul Jauzi t berkata: “Ini hadits maudhu’ (palsu), Musa tidak dikenal (maksudnya adalah Musa bin Nu’aimin yang ada di dalam sanad hadits).”
ü  Hai Ali, sesungguhnya Allah menikahkanmu dengan Fathimah dan Allah jadikan bumi sebagai maharnya. Barangsiapa berjalan dengan membencimu maka dia berjalan dengan haram.”
Ibnul Jauzi t berkata: “Ini hadits palsu, di situ ada sejumlah perawi yang di-jarh (dicacat). Hanya saja yang tertuduh memalsukan hadits ini adalah Adz-Dzaari, karena dia pendusta dan pemalsu hadits
dan banyak lagi hadits hadits yang di palsukan mereka.

2. Orang orang sufi
Di antara hadits yang di palsukan oleh orang orang sufi.
“Barangsiapa yang mengenal dirinya maka sungguh dia telah mengenal Rabb-nya (Allah )”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sebagian manusia meriwayatkan/menisbatkan hadits ini dari Nabi , padahal ini bukan ucapan nabi , bahkan sama sekali tidak ditemukan di dalam kitab-kitab hadist dan tidak diketahui sanadnya” (“Majmu’ul fataawa” (16/349).
Hadits ini dihukumi oleh syaikh al-Albani sebagai hadits yang tidak ada asalnya (palsu) (Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifati wal maudhuu’ah” (1/165, no. 66).
imam al-Fairuz abadi berkata: “Ini bukan hadits (dari) Nabi , meskipun kebanyakan orang menganggapnya sebagai hadits nabi (Dinukil oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Silsilatul ahaadiitsidh dha’iifati wal maudhuu’ah” (1/166).

مَنْ صَامَ تِسْعَةَ أَيَّامٍ مِنْ أَوَّلِ الْمُحَرَّمِ بَنَى الله ُلَهُ قُبَّةً فِي الْهَوَى مِيْلاً فِيْ مِيْلٍ لَهَا أَرْبَعَةُ أَبْوَابٍ
“Barangsiapa berpuasa Sembilan hari dari hari pertama bulan Muharram, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah kubah di udara seluas satu mil dikali satu mil. Kubah tersebut memiliki empat pintu.”
(Dikeluarkan oleh Ibnul jauzi dalam kitab Al-Maudhu’aat , bab Shaumu tis’ati ayyaamin min awwali al-muharrom II/199).
Hadits ini derajatnya palsu Di dalam sanadnya ada seorang perowi yang Musa Ath-Thowil, dia seorang pendusta (pemalsu hadits). Ibnu Hibban berkata tentangnya: “Musa Ath-Thowil meriwayatkan hadits-hadits palsu dari Anas (bin Malik radhiyallahu anhu, pent). Tidak diperbolehkan mencatat hadits-haditsnya kecuali untuk mengingkarinya.”
§  Meluruskan Pena`wilan atau penafsiran yang keliru dalam memahami agama yang dilakukan oleh orang-orang yang jahil/bodoh".
Seperti yang terjadi kepada bebrapa anak anak muda akhir akhir ini mereka  salah paham dalam mentafsirkan terhadap ayat Al Quran dan hadis tentang makna  jihad, yang berdampak kepada melakukan aksi  teroris.
Atau penafsiran yang di lakukan oleh Paham Islam Liberal, di antara kesesatan yang masyhur dari mereka adalah
§  Tidak ada yang bisa mengklaim bahwa Allah ta’ala, yang disembah oleh umat Islam, sebagai satu-satunya yang layak disembah sedangkan yang lain salah.
§  Semua agama sama, baik Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dan lain sebagainya. Tidak boleh seorang pun mengklaim agamanya saja yang benar sedangkan yang lain salah.

Dari sini tercabang semua pandangan mereka yang menolak ajaran-ajaran Islam, diantaranya:
1.         Penolakan terhadap ketentuan waris laki-laki mendapat dua bagian wanita
2.       Imam sholat harus laki-laki
3.       Jihad terhadap orang-orang kafir
4.        Penyesatan kelompok-kelompok yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah
5.       Hukum-hukum hudud
6.       Tidak syahnya pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim
7.        Tidak boleh saling mewarisi dengan non muslim
8.       Hingga penolakan mereka terhadap pengharaman free sex dan hubungan sejenis atau LBGT (lesbian, gay, bisexual dan transgender) yang akhir-akhir ini semakin mencuat, khususnya setelah kedatangan salah satu tokoh mereka yang lesbi; Irshad Manji.

3. Kembali kepada manhaj salaf
Allah berfirman: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
Allah ‘Azza wa Jalla menerangkan kepada kita tentang keridlaan-Nya kepada orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, menyediakan pahala besar bagi mereka, firman Allah ta'ala:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama- lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
Dia juga mengancam orang-orang yang mengikuti jalan yang bukan jalan mereka dengan siksa jahannam, dan menjanjikan orang-orang yang mengikuti jalan mereka (salaf) dengan surga dan keridlaan-Nya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan umatnya agar mengikuti sunnahnya dan sunnah khulafa’ur rasyidin sesudah beliau. Sabda beliau:
“Maka siapa yang masih hidup di antara kalian, tentu akan melihat perpecahan yang sangat banyak. Maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah kulafa’ur rasyidin yang terbimbing sepeninggalku. Berpegang teguhlah dengan sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham kalian, jauhilah oleh kalian perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Beliau bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang mengikuti mereka.”
Beliau menerangkan sifat Al Firqatun Najiyah dalam hadits iftiraq (perpecahan umat) melalui sabdanya: “Apa yang aku beserta para sahabatku di atasnya hari ini”.
Maka siapa yang berjalan di atas apa yang serupa dengan yang dahulu mereka jalani, tentunya dia termasuk Al Firqatun Najiyah, sedangkan yang menyelisihi mereka, menjauh dari mereka termasuk orang-orang yang mendapatkan ancaman.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Ikutilah dan jangan berbuat bid’ah, karena sungguh kalian telah dicukupi.”
Beliau berkata pula: “Sesungguhnya kita hanya mencontoh bukan memulai, mengikuti bukan berbuat bid’ah, dan kita tidak akan tersesat selama kita berpegang dengan atsar.”
Ubai bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Hendaklah kalian mengikuti jalan (yang lurus) dan As Sunnah, karena sesungguhnya tidaklah ada seorang hamba yang berada di atas jalan dan sunnah serta mengingat Ar Rahman, lalu air matanya berlinang karena takut kepada Allah, akan disentuh api neraka selamanya. Dan sesungguhnya sederhana dalam sunnah dan kebaikan lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam menyelisihi jalan (yang lurus) dan sunnah.”
Abul ‘Aliyah mengatakan: “Wajib atas kalian mengikuti perkara yang pertama yang dahulu mereka di atasnya sebelum berpecah belah.”
Al Auza’i mengatakan: “Sabarkanlah dirimu di atas as sunnah. Berhentilah di mana mereka (salaf) berhenti. Berpendapatlah seperti apa yang mereka ucapkan, tahanlah dari apa yang mereka tinggalkan, dan tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena akan mencukupimu apa yang sudah mencukupi mereka.”
Kata beliau juga: “Wajib atasmu mengikuti atsar para salaf, meskipun manusia menentangmu. Dan jauhilah olehmu ra’yu para tokoh meskipun mereka hiasi ucapan- ucapan tersebut bagimu.”
Imam Ahmad mengatakan: “Prinsip pokok (ushul) As Sunnah menurut kami adalah berpegang dengan apa yang diyakini para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meneladani mereka dan meninggalkan bid’ah.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar