Minggu, 09 Juni 2013

Asal-usul bedug dalam islam



Muqoddimah
Segala puji bagi Allah Ta’aala, kami memuji-Nya, mohon pertolongan-Nya dan minta ampunan-Nya, kamipun berlindung kepada-Nya dari kejelekan diri dan keburukan amal kami.
Barangsiapa yang Allah Ta’aala berikan petunjuk kepadanya, niscaya tak ada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang telah AllahSubhaanahu wa Ta’aala sesatkan, niscaya tak akan ada seorangpun yang dapat memberikan petunjuk kepadanya.
Dan saya bersaksi bahwa tiada ilaah yang berhak untuk disembah melainkan Allah Ta’aala semata tiada sekutu bagi-Nya, dan saya berkasi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya Dan saya bersaksi bahwa tiada ilaah yang berhak untuk disembah melainkan Allah Ta’aala semata tiada sekutu bagi-Nya, dan saya berkasi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya. Dan saya bersaksi bahwa tiada ilaah yang berhak untuk disembah melainkan Allah Ta’aala semata tiada sekutu bagi-Nya, dan saya berkasi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya.

keutamaan adzan
Adzan adalah amalan yang sangat mulia dan agung namun demikian banyak orang yang tidak mau jadi muadzin, bahkan sebagian orang meremehkan para muadzin padahal di balik amalan adzan terdapat pahala dan keutamaan yang sangat banyak sekali, perhatikan keutamaan adzan dan para muadzin di bawah ini:
1. Adzan adalah pemberitahuan akan tiba waktu shalat yang merupakan rukun kedua dalam islam dan ini adalah tujuan terbesar dan teragung dalam adzan
2. Dengan adzan berarti ia telah menyebarkan dzikir dan mengajak manusia untuk mengingat Allah ta’ala di tengah-tengah umat bahkan sebab mendapatkan pahala yang besar
Rosululloh Sholallahu A’lahi wasallam bersabda "Kalau saja umat manusia mengetahui pahala yang terkandung pada adzan dan barisan pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya, kecuali dengan cara mengundi, pasti mereka akan mengadakan undian. Sekiranya mereka mengetahui pahala yang terdapat pada kesegeraan berangkat shalat , pasti mereka akan berlomba- lomba mendatanginya. Dan sekiranya mereka, mengetahui pahala sholat isya' dan shubuh, pasti mereka akan mendatanginya (ke masjid) meski dengan cara merangkak.(HR Bukhari dan Muslim)
3. Adzan adalah bentuk Mengagungkan tauhid dan pengagungan terhadap Allah Ta'ala
4. Adzan juga adalah bentuk Menampakan syi'ar islam yang jelas di setiap negri-negri islam, seandainya sebuah daerah sepakat untuk meninggalkan adzan maka daerah tersebut harus di perangi
5. Mengingatkan dan mengajak untuk melakukan shalat berjama'ah dan memakmurkan masjid atau  tempat shalat
6. Adzan merupakan alamat yang paling tampak untuk membedakan antara negara islam dan negara kafir. Imam atau pemerintah kaum muslimin boleh memerangi suatu kaum (muslimin) yang tidak melaksanakan adzan, namun dalam rangka hukuman ta’zir, bukan karena kaum tersebut sudah kafir dan keluar dari Islam. Hal tersebut dilakukan karena adzan adalah salah satu tanda bahwa daerah tersebut merupakan wilayah negeri Islam. Sehingga dahulu Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika hendak memerangi suatu kaum, beliau menunggu hingga datang waktu sholat. Jika beliau mendengar adzan, beliau tidak memerangi kaum tersebut. Namun, apabila tidak mendengar adzan, mereka diperangi. (HR. Bukhori).
7. Mengusir setan
Dengan adzan setan-setan akan lari sebagai mana Rosululloh Sholallahu A’lahi wasallam bersabda,”Apabila adzan dikumandangkan, setan lari terkentut-kentut sehingga dia tidak mendengarkan adzan. Apabila adzan telah selesai, dia (setan) datang mengganggu seorang dalam hatinya, dia membisikkan,’Ingatlah ini dan ingatlah itu, suatu hal yang tidak teringat sebelumnya, hingga seorang hamba tidak mengetahui lagi berapa rokaat dia sholat.” (HR. Bukhori dan Muslim)
8. Waktu yang utama untuk berdoa di antara adzan dan iqomah
Dari Anas bin Malik, Rosululloh Sholallahu A’lahi wasallam bersabda,”Doa antara adzan dan iqomah tidak tertolak (mustajab).” {HR. Abu Dawud, dishohihkan Syaikh Al Albani}
9. Adzan termasuk kekhususan umat islam dan tidak di miliki oleh agama lain

Keutamaan muaddzin ( tukang adzan)
1. Para muadzin merupakan orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat.
Dari Muawiyah Radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,”Saya mendengar Rosululloh Sholallahu A’lahi wasallam bersabda,’Para muadzin adalah manusia yang paling panjang lehernya pada hari kiamat.” {HR. Muslim}. Hal ini menunjukkan tentang keutamaan dan kemuliaan mereka dibandingkan dengan yang lainnya pada hari kiamat.
2. Sebab terampuninya dosa.
Dari Uqbah bin Amir Radhiallahu ‘anhu, Rosululloh Sholallahu A’lahi wasallam bersabda,“Rabb-mu merasa takjub terhadap seorang penggembala kambing di puncak gunung, dia adzan dan sholat. Maka Allah berfirman,’Lihatlah hambaKu ini, dia mengumandangkan adzan dan sholat karena takut kepadaKu. Sungguh Aku telah mengampuni hambaKu dan Aku memasukkannya ke dalam surga” {HR. Abu Dawud, dishohihkan Syaikh Al Albani}
3. Bahkan mendapatkan ampunan dari Allah sejauh suara muadzin berkumandang, dan seluruh makhluk  yang ada di bumi membenarkannya.
Rosululloh Sholallahu A’lahi wasallam bersabda "Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat atas barisan terdepan , dan Muadzin diberi ampunan sejauh suaranya serta dibenarkan oleh orang yang mendengarkannya, baik yang masih basah maupun yang sudah kering. Dan baginya pahala seperti pahala orang yang mengerjakan shalat dengannya." (Hadits Shohih Riwayat Nasa'I dan Ahmad)
4. Mendapatkan do’a Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam
Rosululloh Sholallahu A’lahi wasallam bersabda "Imam itu bertanggung jawab. Sementara muadzin menjadi kepercayaan umat    manusia.Ya Allah, berilah petunjuk kepada para imam dan berilah ampunan kepada para muadzin. (Hadits Shohih Riwayat Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Khuzaimah)
5. merupakan ucapan yang terindah
Karena maksud Dari firman Allah Subahanahu wata’ala, “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah…” (Fushilat: 33), adalah para muadzin.

Bid’ah-bid’ah seputar adzan

Landasan amal ibadah yang diterima oleh Allah ialah apabila pelakunya muslim, hatinya ikhlas beramal karena Allah dan amalnya sesuai dengan sunnah Rasulullah. Betapapun ikhlas niatnya karena Allah, tetapi jika amalnya tidak ada tuntunan dari sunnah maka amalnya sia-sia. Sebaliknya, sekalipun amalan itu benar menurut sunnah lagi banyak jumlahnya, tetapi jika hatinya riya’ maka ditolak.
Adapun alasan orang yang mengatakan bahwa amal ibadah tetap diterima selagi tidak ada larangan. Ini adalah kaidahnya orang yang tidak mengerti sunnah sehagaimana yang dilakukan oleh ahli bid’ah. Kaidah ini bertentangan dengan sabda Nabi Sholallahu A’alahi wasallam: Barang siapa beramal suatu amalan yang tidak ada petunjuk dari kami, maka amalan itu ditolak. (HR. Muslim: 1718). 
Adzan merupakan ibadah, maka harus ada dalilnya dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang shohih. Oleh karena itu wajib bagi seorang muslim untuk mengingkari setiap bentuk ibadah yang tidak ada dalilnya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang shohih.
Pada masa sekarang ini, banyak mu’adzin yang melakukan berbagai amalan yang tidak ada asalnya karena sudah dianggap sebagai sunnah dan suatu kebenaran. Berikut ini beberapa contoh bid’ah seputar adzan yang populer dinegeri kita:

1. Menabuh Beduk Sebelum Adzan adalah tasabbuh dengan budaya kafir
Fenomena bedug dan kentongan di nusantara
Kalau kita perhatikan bedug di nusantara ini maka kata akan dapati dihampir  kebanyakan masjid masjid kaum muslimin di hiyasi dengan bedug dan kentongan biasanya sebelum adzan dikumandangkan mu’adzin terlebih dahulu memukul beduk atau kentongan beberapa pukulan sebagai tanda masuk waktu shalat, padahal sebagaimana dimaklumi bersama bahwa beduk adalah instrumen musik tradisional atau alat musik yang sejak lama sudah di gunakan untuk musik. Lantas pantaskan alat tersebut digunakan untuk memanggil manusia untuk sholat, lantas apa bedanya masjid dengan gereja yang di penuhi dengan alat musik? Tidak diragukan lagi bahwa penggunaan  beduk sebelum adzan termasuk kemungkaran dan kebid’ahan dalam agama, bahkan tasyabbuh dengan orang-orang kafir. Perhatikan hadits berikut:
Dari Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih Radhiallahu ‘anhu, ia berkata, tatkala Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam. telah mengambil keputusan hendak memukul naqus(lonceng), namun sebenarnya beliau tidak suka karena menyerupai kaum kafir Nashara. maka pada waktu tidur malam aku bemimpi ada yang mengelilingiku, seorang laki-laki mengenakan dua pakaian hijau memegang lonceng lalu aku bertanya kepadanya, "Wahai hamba Allah, apakah engkau menjual lonceng itu?" Jawabnya, "Apa yang akan kamu perbuat dengan lonceng ini?" Maka saya jawab, "Dengannya aku mengajak (orang-orang) untuk shalat (jama'ah)." Kemudian laki-laki itu bertanya, "Maukah aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada itu?" Saya jawab, "Ya, tentu" Kata laki-laki itu, "Ucapkanlah:

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللَّهِ ، حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ ، حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه
 (Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah, Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah, Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. mari mengerjakan shalat (berjama'ah), mari mengerjakan shalat (berjama'ah). Mari menuju kemenangan, mari menuju kemenangan, Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, tiada Ilah (yang patut diibadahi) selain Allah."
Abdullah bin Zaid melanjutkan ceritanya: Kemudian ia mundur tidak seberapa jauh, lalu berkata lagi, "Kemudian apabila engkau akan memulai mendirikan shalat, ucapkanlah
ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR, ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAAH, ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAAH, HAYYA ALASHSHALAAHI HAYYA ALAL FALAAH, QADQAMATISH SHALAAH QADQAMATISH SHALAAH, ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLALLAAH.
(Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut dlibadahi) kecuali Allah, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, mari mengerjakan shalat (berjama'ah), mari menuju kemenangan. Sesungguhnya shalat akan segera ditegakkan, sesungguhnya shalat akan segera ditegakkan. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tiada Ilah (yang layak diibadahi) kecuali Allah)." 
Kata Abdullah bin Zaid lagi: Tatkala (waktu) shubuh tiba saya datang kepada Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam, lalu kukabarkan kepadanya mimpiku semalam itu. Kernudian Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya mimpi ini adalah benar, insya Allah." Lalu beliau menyuruh (kami) mengumandangkan adzan, maka Bilal bekas budak Abu Bakar mengumandangkan adzan dengan redaksi adzan itu. " (Hasan Shahih: Shahih Abu Daud no:469, al-Fathur Rabbani III: 14 no: 244, ‘Aunul Ma'bud II: 169 no: 495, Tirmidzi I: 122 no: 189 secara ringkas, dan Ibnu Majah I: 232 no: 706). 
Riwayat yang lain Dari Abu ‘Umair bin Anas Radhiallahu ‘anhu dari bibinya yang termasuk shahabiyah anshor, “Nabi Sholallahu A’lahi wasallam memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada beberapa orang yang memberikan usulan. Yang pertama mengatakan, ‘Kibarkanlah bendera ketika waktu shalat tiba. Jika orang-orang melihat ada bendera yang berkibar maka mereka akan saling memberi tahukan tibanya waktu shalat’. Namun Nabi tidak menyetujuinya. Orang kedua mengusulkan agar memakai teropet. Nabipun tidak setuju, beliau bersabda, ‘Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng. Nabi berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’ Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid bin Abdi Robbihi pulang dalam kondisi memikirkan agar yang dipikirkan Nabi. Dalam tidurnya, beliau diajari cara beradzan.” (HR. Abu Daud, shahih)
Catatan hadits:
Dua hadits ini cukup untuk bantahan bagi pengguna bedug dan kentongan sesaat sebelum adzan karena keduanya bukan adzan atau panggilan untuk shalat, tapi keduanya hanyalah alat music yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Sholallahu A’alahi wasallam dan para sahabatnya bahkan jelas-jelas Nabi Sholallahu A’alahi wasallam melarang dan menganggap menyerupai dengan orang-orang kafir.

Asal-usul bedug
Sejarah bedug konon telah digunakan sejak jaman Majapahit. Disebutkan pula kehadiran bedug di nusantara dikaitkan dengan pemberian Laksamana Cheng Ho kepada salah satu raja di jawa ketika beliau meninggalkan pulau Jawa. Sejak itu, bedug menjadi komponen penting ‘kekayaan’ milik masjid sebagai tempat peribadatan umat muslim di Indonesia.
Bahkan  bedug ini, konon di awal kelahiran bersinggungan dengan budaya  Cina karena yang paling banyak menggunakan bedug adalah mereka terutama di kuil-kuil agama budha di daratan cina,  hampir semuanya di penuhi dengan bedug, maka jelas tidak dapat diidentikkan dengan bagian budaya Islam. Sehingga, bedug dapat dipahami merupakan bentuk asimilasi budaya terhadap Islam dan tidak bisa dikatakan sebagai ciri Islam apalagi termasuk ajaran islam bahkan bisa di katakana bahwa bedug adalah bentuk tasabbuh dengan kuffar karena merupakan kehususan mereka, sekalipun banyak masjid dijumpai memiliki instrumen pukul ini.
Sayangnya di tanah air, akan dipandang kurang lengkap apabila sebuah masjid tidak memiliki bedug. Bukan hanya kelengkapan masjid di kampung saja, bedug pun menjadi ‘harta’ sejumlah masjid agung di berbagai kota besar Indonesia. Sehingga mustahil tempat ibadat selain masjid menggunakan bedug, padahal di Thailand, justeru bedug digunakan dalam menara tiga lantai yang dimiliki kuil.
Bedug di kuil-kuil yang ditemukan di Thailand diletakkan di lantai dua menara, sedangkan lantai satu diletakkan kentongan dan lantai tiga digunakan untuk lonceng.
Kalau ada yang mengatakan apa bedanya pengeras suara dengan bedug, kenapa bedug di larang sementara pengeras suara di perbolehkan bukankah keduanya tidak ada di zaman Rasulullah?
Maka jawabannya adalah pengeras suara sejalan dengan tujuan adzan karena tujuan adzan sebagai mana yang di definisikan oleh para ulama adalah pemberitahuan masuknya waktu shalat, dahulu para mudzin Rasulullah seperti bilal dan yang lainnya mengumandangkan adzan dari atas masjid sebab tujuannya adalah meperdengarkan adzan tersebut kepada masyarakat di sekitar masjid, dimana semakin muadzin adzan di temapat yang tinggi semakin terdengar suaranya kehalayak ramai, dan sekarang sudah di cukupkan dengan adanya penyambung suara atau lebih di kenal dengan pengeras suara, adapun bedug dan kentongan tidak menjadi penyambung suara adzan atau pengeras suara bagi adzan bahkan bedug memiliki suara tersendiri dan menyerupai alat music dan rasulullah telah melarang alat yang semisal bedug seperti kentongan dan terompet karena hal ini akan menyerupai orang yahudi dan nasrani maka jelaslah perbedaanya.

Bahaya tasyabbuh (menyerupai ) orang kafir
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat sebuah hadits dari Abu Said al Khudri Radhiallahu ‘anhu dari Nabi Sholallahu A’lahi wasallam . Beliau bersabda: 
 “Sungguh kalian akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai jika mereka masuk ke dalam lobang biawak gurun tentu kalian akan mengikutinya.” 

Berita yang Nabi
Sholallahu A’alahi wasallam sampaikan dalam hadits ini mengandung makna peringatan agar tidak melakukan penyerupaan dengan orang-orang kafir dan larangan agar tidak terjerumus dalam kebinasaan. 
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.”
(HR. At-Tirmidzi no. 2695)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”.
(HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata (setelah membawakan hadits diatas,
“Hukum minimal yang terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada mereka (orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang tasyabbuh kepada mereka”(Lihat Al-Iqtidha` hal. 83)

Hikmah Menyelisihi Orang-Orang Kafir
Menyelisihi orang-orang kafir mempunyai hikmah yang sangat besar bagi ummat Islam. Di antara hikmahnya adalah:
1. Menyelisihi mereka dalam perkara-perkara yang zhahir (penampilan dan akhlak) merupakan suatu maslahat bagi orang-orang yang beriman. Dengan itu akan tampak perbedaan penampilan yang dapat menjauhkan mereka dari perbuatan-perbuatan para penghuni neraka tersebut.
2. Bahwasanya cara yang mereka miliki tidak keluar dari dua keadaan: merusak islam atau melemahkan islam.
3. Menyelisihi mereka merupakan sebab jayanya agama Islam.
4. Menyelisihi mereka termasuk tujuan utama diutusnya Rasulullah.
5. Dengan menyelisihi mereka akan terbedakan antara seorang muslim dengan seorang kafir, dan tidak saling menyerupai satu dengan yang lainnya. (Diringkas dari Iqtidhaa`ush Shiraathil Mustaqiim 1/197, 198, 209 dan 365)

2.Memutar kaset Murottal al-Qur’an, Dzikir dan Sholawatan Sebelum Shalat.
Dalam banyak masjid, biasanya beberapa menit sebelum adzan, khususnya sholat Subuh dan sholat Jum’at, diputar terlebih dahulu murottal al-Qur’an. Dzikr-dzikir atau sholawat-sholawat sebagai pengantar adzan dan peringatan kepada manusia bahwa adzan telah dekat.
Hal ini sekalipun dipandang baik oleh perasaan banyak orang, akan tetapi tidak ada dalilnya dari al-Qur’an, hadits dan amalan generasi salaf sholih, bahkan tergolong perkara baru dan bid’ah dalam agama. Para ulama telah menghukumi hal ini termasuk perbuatan munkar dan bid’ah. al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Apa yang diada-adakan dari tasbih sebelum Subuh dan Jum’at serta ‘sholawatan’, bukanlah termasuk adzan baik secara bahasa maupun secara syar’i.” (Fathul Bari’: IIII 2/99)
Lantas, bagaimana lagi kiranya bila hal itu dengan menggunakan pengeras suara?!! Bukankah itu berdampak negatif bagi orang yang mau menggunakan akalnya?
3. Membaca sholawat sebelum adzan
Ini adalah perbuatan bid’ah dalam islam dan tidak pernah di contohkan oleh Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam dan para sahabanya bahkan yang disunnahkan sebenarnya  adalah membaca sholawat setelah adzan, dalilnya adalah hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru bin Ash Radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rosulullah shollahu 'alahi wasallam bersabda ; “Jika kalian mendengar suara adzan, maka bacalah seperti apa yang dibaca muadzin, kemudian bacalah sholawat untuk-ku, sesungguhnya barang siapa yang bersholawat kepadaku sekali, maka Allah akan bersholawat kepadanya sepuluh kali. “( HR Muslim )
Adapun cara membaca sholawat hendaknya pelan-pelan, tidak usah keras-keras seperti membaca adzan. 

4. Mengeraskan Sholawat Setelah Adzan
Seringkali kita dengar di surau atau masjid setelah dikumandangkannya adzan, muadzin membaca shalawat dengan suara yang keras. Bahkan ada yang dengan nada yang mendayu-mendayu ketika membaca shalawat seperti seolah-olah di sedang menyanyi seperti shalawat nariyah dan yang lainnya. Barangkali kita pernah mendengar pula bahwa ada anjuran membaca shalawat dan meminta wasilah bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
Apabila kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10x. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 875)
Dari hadits di atas jelas bahwa ada tuntunan bershalawat dan meminat wasilah bagi beliau setelah adzan. Dari sinilah sebagian muadzin berdalil akan agungnya amalan shalawat setelah adzan sampai-sampai dikeraskan dengan pengeras suara.
Perlu diketahui bahwa amalan mengeraskan suara setelah kumandang adzan telah dibahas oleh para ulama akan kelirunya dan digolongkan sebagai bid’ah sayyi’ah (bukan bid’ah hasanah). Kita dapat menemukan pernyataan tersebut, di antaranya dalam perkataan Syaikh Sayyid Sabiq –rahimahullah- yang mungkin saja di antara kita telah memiliki atau membaca buku fiqih karya beliau, yakni Fiqih Sunnah.
Syaikh Sayyid Sabiq –rahimahullah- berkata,
"Mengeraskan bacaan shalawat dan salam bagi Rasul setelah adzan adalah sesuatu yang tidak dianjurkan. Bahkan amalan tersebut termasuk dalam bid’ah yang terlarang. Ibnu Hajar berkata dalam Al Fatawa Al Kubro, “Para guru kami dan selainnya telah menfatwakan bahwa shalawat dan salam setelah kumandang adzan dan bacaan tersebut dengan dikeraskan sebagaimana ucapan adzan yang diucapkan muadzin, maka mereka katakan bahwa shalawat memang ada sunnahnya, namun cara yang dilakukan tergolong dalam bid’ah. “
Syaikh Muhammad Mufti Ad Diyar Al Mishriyah ditanya mengenai shalawat dan salam setelah adzan (dengan dikeraskan). Beliau rahimahullah menjawab, “Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Khoniyyah bahwa adzan tidak terdapat pada selain shalat wajib. Adzan itu ada 15 kalimat dan ucapkan akhirnya adalah “Laa ilaha illallah”. Adapun ucapan yang disebutkan sebelum atau sesudah adzan (dengan suara keras sebagaimana adzan), maka itu tergolong dalam amalan yang tidak ada asal usulnya (baca: bid’ah). Kekeliruan tersebut dibuat-buat bukan untuk tujuan tertentu. Tidak ada satu pun di antara para ulama yang mengatakan bolehnya ucapan keliru semacam itu. Tidak perlu lagi seseorang menyatakan bahwa amalan itu termasuk bid’ah hasanahKarena setiap bid’ah dalam ibadah seperti contoh ini, maka itu termasuk bid’ah yang jelek (bukan bid’ah hasanah, tetapi masuk bid’ah sayyi-ah, bid’ah yang jelek). Siapa yang klaim bahwa seperti ini bukan amalan yang keliru, maka ia berdusta.” (Berakhir nukilan dari Syaikh Sayyid Sabiq)

Ibnu Hajar al-Haitsami rahimahullah berkata: “Guru-guru kami dan selain mereka telah ditanya tentang sholawatan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah adzan seperti yang biasa dilakukan mayoritas mu’adzin. Mereka semua memfatwakan bahwa asalnya adalah sunnah tetapi kaifiyah (tata cara) yang digunakannya adalah bid’ah.” Lanjutnya, “Hal itu karena adzan merupakan syiar Islam yang dinukil secara mutawatir sejak masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan kata-katanya telah terhimpun dalam kitab-kitab hadits dan fiqih, disepakati oleh para imam kaum muslimin dari Ahli Sunnah wa Jama’ah. Adapun tambahan sholawat dan salam di akhirnya, maka itu merupakan kebid’ahan yang dibuat-buat oleh orang-orang belakangan.” (Al-Fatawa al-Kubro al-Fiqhiyyah: 1/191)
Adapun do’a sesudah adzan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut. Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘Allahumma robba hadzihid da’watit taammati wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614 ). Namun sekali lagi bacaan do'a adzan ini tidak perlu dikeraskan setelah adzan dengan pengeras suara agar tidak membuat rancu dan tidak membuat orang salah menganggap itu masih lafazh adzan.

5. Puji-pujian dengan bahasa jawa dan yang lainnya setelah adzan
Puji-pujian berasal dari bahasa Jawa yang artinya sanjungan hamba kepada Allah ta’ala, biasanya orang-orang jawa melantunkan puji-pujian dengan bahasa mereka  lalu dijadikan sebagai istilah khusus masyarakat jawa yang biasanya dilakukan setelah adzan sebelum shalat berjama’ah dilaksanakan, hal ini tentu sangat bertentangan dengan hadits-hadits berikut:
Dari Anas Radhiallahu ‘anhu bersabda Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam : Tidak akan di tolak doa di antara adzan dan iqamah”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Turmudzi, An.Nasa’i dan Ibnu Hibban).

Dalam riwayat yang lain  dari Anas Radhiallahu ‘anhu bersabda Rasulullah
Sholallahu A’lahi wasallam : Doa diantara adzan dan iqamah itu dikabulkan, maka berdoalah kalian”. (HR. Abu Ya’la).
Dua hadits ini cukup menjelaskan kepada kita bahwa yang di suruh adalah berdo’a bukan melakukan piji-pujian terlebih kalau sampai mengganggu yang sedang melaksanakan shalat sunnah tentu hal ini lebih di larang lagi , jadi kesimpulannya puji-pujian adalah bid’ah yang tidak pernah di contohkan Rasulullah Sholallahu A’alahi wasallam dan para sahabatnya jadi yang Disunnahkan antara adzan dan iqamat adalah banyak berdo’a, karena waktu antara adzan dan iqamat adalah waktu mustajab, Begitu juga disunnahkan untuk memperbanyak sholat sunnah atau berdzikir serta membaca Al Qur’an. Semua itu dilakukan sendiri-sendiri dengan suara pelan sehingga tidak mengganggu jama’ah yang lain. Dalilnya, dari Anas bin Malik, Rasulullah berkata kepada seorang arab Badui yang kencing di masjid: Sesungguhnya masjid ini tidak dibenarkan sedikitpun untuk kencing, dan tidak boleh untuk sesuatu yang najis. Tetapi untuk dzikir kepada Allah & shalat dan membaca Al-Quran. (HR. Muslim no 285). 

Lembaga Ulama Saudi Arabia menjawab pertanyaan bolehkah melantunkan anasyid (pujian-pujian (seperti lagu lagu dan semisalnya ) di masjid: "Tidak dibolehkan melantunkan anasyid, pujian dan semisalnya di masjid, karena masjid diperuntukkan untuk shalat, berdzikir kepada Allah, bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir dm memhaca Al-Qur’an, mengajar dan memheri fatwa". (Lihat Fatwa Allajnah Ad Daimah 6/304)

6. Membaca basmalah dan tawwudz sebelum adzan
Tentang hal ini Al Lajnah Ad Daimah li Al Buhuts Al Ilmiyah wa Al Ifta Telah menfatwakan akan bid’ahnya hal tesebut:
Perbuatan tertolak (bid’ah) yang pertama : Ta’awwudz dan basmalah sebelum adzan
Al Lajnah Ad Daimah li Al Buhuts Al Ilmiyah wa Al Ifta ditanya tentang ta’awwudz dan basmalah sebelum adzan. Maka jawabannya : Kami tidak mendapatkan dasar hukumnya yang menunjukkan ta’awwudz dan basmalah sebelum adzan adalah masyru’ (disyariatkan). Tidak hanya berkenaan dengan pelantun adzan atau orang yang mendengarkannya. Telah jelas dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bahwa beliau bersabda :
“Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada perintah (syariat) dari kami, maka amalan itu tertolak” (Muslim)
“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang tidak ada dalil didalamnya, maka ia tertolak” (Bukhari dan Muslim)
Hanya disisi Allahlah taufik. Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.
(Al Lajnah Ad Daimah li Al Buhuts Al Ilmiyah wa Al Ifta)
7. tidak membaca “alaa sholluu firrihaal”  ketahuilah, sholatlah di rumah-rumah’) sewaktu hujan deras
Banyak diantara para muadzin yang meninggalkan sunnahnya lafadz (alaa sholluu firrihaal, ‘ketahuilah, sholatlah di rumah-rumah’) ini di sebabkan karena jahilnya para muadzin terhadap hokum-hukum adzan padahala jika sedang turun hujan atau pada keadaan malam yang sangat dingin, seorang muadzin diperintahkan untuk mengganti/menambah lafadz adzan. Dari Nafi’,”Bahwasannya Ibnu Umar beradzan untuk sholat pada waktu malam yang sangat dingin dan adanya angin kencang, kemudian beliau mengucapkan (alaa sholluu firrihaal, ‘ketahuilah, sholatlah di rumah-rumah’) –tatkala beliau selesai adzan-. Lalu beliau berkata,’Sesungguhnya Rosulullah memerintahkan muadzin untuk mengucapkan (alaa sholluu firrihaal) ketika malam yang sangat dingin atau sedang turun hujan’”. (HR. Bukhari-Muslim). Pengucapan (alaa sholluu firrihaal) boleh dilakukan setelah adzan, sesudah lafadz (laa ilaaha illalloh) (HR. Muslim dari Ibnu Umar), atau dibaca 2 kali setelah lafadz (asyhadu anna muhammadar rasulullooh) sebagai pengganti lafadz (hayya ‘alas sholaah). (HR. Muslim 1602 dari Ibnu Abbas)

Alasan yang paling kuat dari para pelaku bid’ah tersebut adalah bahwa perkara-perkara tersebut termasuk kedalam bid’ah hasanah
Maka kita katakan Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam telah bersabda yang artinya: “Adapun sesudah itu maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk nabi Muhammad Sholallahu A’alahi wasallam, dan tali ikatan yang paling kokoh ialah ikatan taqwa, dan berhati-hatilah kamu terhadap perkara-perkara yang baru (dalam Agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru (dalam Agama) itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka”.
Tidak ada bid’ah hasanah
Berdasarkan hadits diatas, maka sesungguhnya seluruh bid’ah adalah sesat tidak ada bid’ah hasanah. Karena Agama Islam sudah sempurna di masa hidup nabi. dan dia tidak memerlukan tambahan dari siapapun juga. Allah ta’ala berfirman :
“Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu Agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku ridhai Islam sebagai Agamamu”. Q.S Al Maidah:03

Imam Malik bin Anas berkata:
“Barangsiapa mengada-adakan suatu bid’ah dalam Islam, yang ia memandang bid’ah itu hasanah, maka sesungguhnya ia telah mangira bahwa Muhammad telah berkhianat atas risalah Tuhan, karena sesungguhnya Allah telah berfirman: ‘Pada hari ini Aku telah menyempurnakan bagi kamu agama kamu.’ Maka apa-apa yang tidak jadi agama pada hari itu, tidaklah menjadi agama pada hari ini.”

Berkata Sahabat Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘anhu:
“Tiap-tiap bid’ah itu sesat, sekalipun manusia memandangnya baik.”
Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu berkata: “Ber’ittiba’lah kamu kepada Rasulullah dan janganlah kamu ber ibtida’ (mengada-ada tanpa dalil), karena sesungguhnya agama ini telah dijadikan cukup buat kalian, dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan”.
Ibnu Rajab berkata: “Perkataan beliau “setiap bid’ah itu adalah kesesatan” merupakan ‘jawaami’ul kalim’ (suatu kalimat yang ringkas namun memiliki arti yang sangat luas) yang meliputi segala sesuatu. Kalimat itu merupakan salah satu dari pokok-pokok ajaran agama yang agung.
Ibnu Hajar berkata: “Perkataan beliau ‘setiap bid’ah adalah kesesatan’, merupakan suatu kaidah agama yang menyeluruh, baik itu secara tersurat maupun tersirat. Adapun secara tersurat, maka seakan-akan beliau bersabda : “Hal ini bid’ah hukumnya dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan”, sehingga ia tidak termasuk dari bagian agama ini, sebab agama ini seluruhnya petunjuk. Oleh sebab itu maka apabila telah terbukti bahwa suatu hal tertentu hukumnya bid’ah, maka berlakulah dua dasar hukum itu (setiap bid’ah sesat dan setiap kesesatan bukan dari agama), sehingga kesimpulannya adalah tertolak.

BAHAYA BID’AH BAGI UMAT ISLAM
“Dari Ghudaif bin Al Harits Radhiallahu ‘anhu. berkata : Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam. bersabda : “Tidak mengada-adakan suatu kaum akan suatu bid’ah, melainkan diangkatlah semisalnya daripada sunnah, maka berpegang dengan sunnah itu lebih baik
daripada mengada-adakan bid’ah” (H.R.Ahmad)
Dan dari (Ghudaif) juga ia berkata: Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam. bersabda: “Tidak ada dari suatu umat mengadakan suatu bid’ah sesudah nabinya dibidang agamanya, melainkan ia melenyapkan semisalnya daripada sunah (H.R. Thabrani)
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘anhu. Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam. bersabda : “Tidak akan lenyap sesuatu daripada sunnah, sehingga tampaklah yang semisalnya daripada bid’ah, sehingga lenyaplah sunnah dan tampaklah bid’ah, sehingga dianggap cukuplah bid’ah itu bagi orang yang tidak mengenal sunnah.” (H.R. Ibnul Jauzi)
Dari ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu. berkata: Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam bersabda : “Sesungguhnya dimasa kemudian aku akan ada peperangan diantara orang-orang beriman”. Seorang sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata : “Kami telah beriman.” Rasulullah s.a.w bersabda: “Ya, karena mengada-adakan didalam agama, apabila mereka mengerjakan agama dengan pendapat fikiran, padahal didalam agama itu tidak ada pendapat fikiran. Sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintahNya, dan laranganNya…”.

BAHAYA BID’AH BAGI  PELAKUNYA
Dari Aisyah Radhiallahu ‘anha berkata: Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam bersabda: “barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang bukan perintah kami maka ia tertolak.” Dan dalam riwayat lain : “Barangsiapa mengada-adakan dalam perintah kami ini yang bukan daripadanya, maka ia tertolak.” (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Dari Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam pernah bersabda : “Allah enggan akan menerima amal perbuatan orang yang ahli bid’ah, sehingga ia meninggalkan bid’ahnya.” (H.R. Ibnu Majah)
Dari Hudzaifah Radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam pernah bersabda: “Allah tidak akan menerima bagi orang yang ahli bid’ah akan shalatnya, puasanya, shadaqahnya, hajinya, umrahnya, jihadnya, taubatnya, dantidak akan menerima tebusannya. Ia keluar dari Islam seperti keluarnya helai rambut daripada tepung.” (H.R. Ibnu Majah)
Dari Anas Radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam pernah bersabda : “Sesungguhnya Allah menutup taubat dari tiap-tiap orang dari ahli bid’ah sehingga ia meninggalkan bid’ahnya.” H. R. Thabrani
Dari Anas Radhiallahu ‘anhu berkata; Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam mengantuk sebentar, lalu mengangkat kepalanya dengan tersenyum kemudian bersabda: “Sesungguhnya baru saja diturunkan kepadaku satu surat.” Beliau lalu membaca “Bismillaahirrahmaanirrahiim” Innaa a’thainaakal kautsar.” (Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada engkau (Muhammad) alkautsar). Beliau membacanya hingga selesai satu surat. Beliau bersbda: “Al Kautsar itu sebuah sungai yang Tuhanku telah memberikannya kepadaku didalam syurga yang diatasnya ada beberapa kebaikan, kelak hari Kiamat Ummaku akan datang kepadanya. Alat-alat mengambilnya (bejana) seperti banyaknya bintang-bintang, seorang hamba dari ummatku terjauh dari mereka (umat), lalu aku berkata: “Ya Tuhan sesungguhnya dia adalah ummatku!”. Lalu dikatakan kepada belaiu: “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang telah diada-adakannya sepeninggalmu.” (H.R. Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Jarir At thabari)
Dari al Hakam bin Umair Radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam pernah bersabda: “Perkara yang sangat jelek, dan beban yang amat berat dan perbuatan jahat yang tidak putusnya telah menampakkan beberapa perbuatan bidah.” (H.R. At Thabrani)
Dari Anas Radiallahu A’nhu berkata, Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam pernah bersabda: “Barangsiapa yang mengicuh umatku, maka murka Allah kepadanya, dan murka malaikat, dan murka segenap manusia.” Beliau ditanya: “Ya Rasulullah, apa yang dinamakan mengicuh?” beliau menjawab: bahwa ia berbuat bid’ah kepada mereka suatu bid’ah lalu dikerjakannya.”( H.R. Ad Daruqutni)
Dari Abu Hurairah. berkata, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: “Akan datang suatu kaum yang akan membunuh sunnah dan berlebihan tentang agama,maka atas mereka itu la’nat Allah dan la’nat orang-orang yang melaknat, dan la’nat malaikat serta la’nat segenap manusia”.( H.R. ad Dailami)
Dari Abi Umamah Radiallahu A’nhu berkata, Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam pernah bersabda: Ahli-ahli bid’ah itu anjing-anjing neraka.” (H.R Abu Hatim)
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam pernah bersabda: “Bukan dari Ummatku barangsiapa yang beramal bukan dari sunnahku”.(H.R Ad Dailami)
Dari Aisyah Radiallahu A’nha berkata, Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam pernah bersabda: “sesungguhnya agama islam itu akan berkembang, kemudian akan ada padanya keterlambatan, maka barangsiapa yang keterlambatannya melebihi batas dan bid’ah, maka mereka itu ahli neraka.”( H.R Thabrani)
Dari Anas Radiallahu A’nhu berkata, Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam pernah bersabda: “Ahli bid’ah itu seburuk-buruk makhluk dan seburuk-buruk yang diciptakan”. (H.R Abu Nu’aim)
Dari Abdullah bin Busyr Radiallahu A’nhu berkata, Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam pernah bersabda: “Barangsiapa menghormati seorang ahli bid’ah maka sesungguhnya ia telah menolong untuk kehancuran agama islam.” (H.R Thabrani)
Dari Anas Radiallahu A’nhu berkata, Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam. pernah bersabda: “Apabila mati seorang ahli bid’ah, maka sesungguhnya telah dibukalah (menanglah) didalam Islam suatu kemenangan”.( H.R. Al Khatib dan Ad Dailami)

8. Adzan Di Kuburan
Syaikh Abdullah bin baz di Tanya tentang Apa hukum adzan dan qamat di kuburan untuk  simayyit setelah jenazah diletakkan? 
Jawab: Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan tersebut adalah bid’ah, tidak ada keterangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’aala? Karena perbuatan tersebut tidak pernah dinukil dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan tidak pula dari para shahabatnya Radhiyallahu ‘Anhu. Dan kebaikan seluruhnya terdapat pada mengikuti ajaran mereka dan meniti jejak mereka. Seperti yang Allah Subhanahu Wa Ta’aala firmankan, 

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. 9:100) 

Dan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa membuat-buat di dalam ajaran ini perkara-perkara yang bukan darinya maka ia tertolak” Muttafaqun ‘Alaihi. 
Dan pada lafal yang lain, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa mengerjakan amalan yang tidak ada keterangannya dari kami maka ia tertolak”. Dan dahulu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengatakan di dalam khutbah Jum’atnya, “Amma ba’du: Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan seburuk-buruknya perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HR Muslim di dalam Shahihnya dari Jabir Radhiyallahu ‘Anhu. (Majmu' Fatawa wal Maqalaat Jilid 13)
Ibnu Hajar al Haitsami pernah ditanya tentang hukum adzan dan iqomat tatkala membuka liang lahad lalu Ibnu Hajar menjawab bahwa hal itu adalah bid’ah. Siapa saja yang menganggap bahwa adzan dan iqomat tatkala turun ke kuburan adalah sunnah dengan mengqiyaskannya dengan disunnahkannya adzan dan iqomat terhadap bayi yang baru dilahirkan serta dengan alasan bahwa akhir suatu perkara mengikuti awalnya maka ini adalah pernyataan yang salah. Betapa banyak sesuatu yang menyatukan antara dua perkara dan sebatas bahwa begini diawalnya dan begitu di akhirnya sesungguhnya tidak mengharuskan yang akhir mengikuti yang awal. (Fatawa al Fiqhiyah al Kubro juz III hal 166).
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah Radiallahu A’nha berkata : Rasulullah Sholallahu A’lahi wasallam bersabda, ”Barangsiapa yang membuat hal yang baru didalam perkara kami ini maka hal itu tertolak.”
Adapun hadits yang berbunyi: “mayit masih mendengar adzan selama kuburnya belum ditimbun tanah.” (HR. Ad-Dailami dalamMusnad Al-Firdaus dari Ibnu Mas’ud)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: ““Sanadnya batil, karena ia termasuk riwayat Muhammad bin Al-Qasim, di mana dia telah dicap sebagai pemalsu hadits.” (At-Talkhish Al-Habir/792)
Perkataan Ibnu Hajar ini dinukil oleh Asy-Syaukani dalam Nailul Authar dan Al-Mubarakfuri dalamTuhfatul Ahwadzi.
Hadits ini dimasukkan sebagai hadits maudhu’ oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at dan As-Suyuthi dalam Al-La`ali Al-Mashnu’ah.
Ibnul jauzi berkata tentang (sanad) hadits ini, “Ini adalah hadits maudhu’ (palsu/dibuat-buat) atas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang di dalamnya terdapat beberapa masalah. Adapun Al-Hasan, dia tidak mendengar dari Ibnu Mas’ud. Sedangkan Katsir bin Syinzhir, Yahya berkata; Dia bukan apa-apa. Sementara Abu Muqatil, kata Ibnu Mahdi; Demi Allah, tidak halal riwayat darinya. Meski begitu, yang tertuduh sebagai pemalsu hadits ini adalah Muhammad bin Al-Qasim, karena dia terkenal dalam barisan para pendusta dan pemalsu hadits. Abu Abdillah Al-Hakim berkata; Dia itu memalsu hadits.” (Al-Maudhu’at III/238)
Dalam Al-La`ali Al-Mashnu’ah [II/365], Jalaluddin As-Suyuthi mengatakan kurang lebih sama dengan yang dikatakan Ibnul Jauzi.

Pandangan madzhab tentang hukum adzan dan iqomah di kuburan
Menurut madzhab Hanafi
Ibnu Abidin berkata: “Bahwasanya tidak disunnahkan adzan ketika memasukkan mayit ke dalam kuburnya sebagaimana yang biasa dilakukan sekarang.” [Hasyiyah Raddil Muhtar II/255]
Madzhab Maliki
Disebutkan dalam “Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Asy-Syaikh Khalil” : “Dan (disebutkan) dalam Fatawa al-Ashbahi; Apakah terdapat khabar (hadits) dalam masalah adzan dan iqamat saat memasukkan mayit ke kubur? Jawabnya; Saya tidak mengetahui adanya khabar maupun atsar dalam hal ini kecuali apa yang diceritakan dari sebagian muta`akhirin. Dan barangkali ia adalah analogi dari disukainya adzan dan iqamat di telinga bayi yang baru lahir. Sebab, kelahiran adalah awal keluar ke dunia, sementara ini (kematian) adalah awal keluar dari dunia. Tetapi ada kelemahan dalam hal ini, karena yang semacam ini tidak bisa dijadikan pegangan kecuali dengan cara tauqifi.”
Madzhab Syafi’i
Ad-Dimyathi berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya tidak disunnahkan adzan pada saat (mayit) dimasukkan ke kubur, berbeda dengan orang yang mengatakan demikian karena mengqiyaskan keluarnya (seseorang) dari dunia dengan masuknya (seseorang) ke dalam dunia.” [I’anatuth Thalibin I/268]
Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili berkata dalam bab adzan untuk selain shalat,
“Dan tidak disunnahkan (adzan) pada saat memasukkan mayit ke dalam kubur, menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i.” [Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh]

Madzhab Hambali
Ibnu Qudamah berkata,:”Umat sepakat bahwa adzan dan iqamat disyariatkan untuk shalat lima waktu dan keduanya tidak disyariatkan untuk selain shalat lima waktu, karena maksudnya adalah untuk pemberitahuan (masuknya) waktu shalat fardhu kepada orang-orang. Dan ini tidak terdapat pada selainnya.” [Asy-Syarh Al-Kabir I/388].

9. Adzan di telinga bayi
Sungguh suatu kebahagiaan jika kita mendapati kaum muslimin di dalam setiap aktivitas ibadahnya kepada Allah swt berlandaskan dalil, baik Al Qur’an maupun As Sunnah, sehingga akan terpelihara dari kesesatan dan kesalahan, namun bukan hanya sekedar ada dalil saja namun juga keshahihan dalil itu juga bagian dari di terima dan tidaknya suatu amalan, ada anggapan di tengah-tengah masyarakat tentang adzan kepada bayi yang baru di lahirkan bahwa hal itu adalah sebuah kebaikan dan di syari’atkan, namun setelah kami periksa ternyata semua dalil-dalilnya adalah lemah perhatikan beberapa uraian di bawah ini:
1. Hadits Abu Rafi’ Maula Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-.
 “Saya melihat Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mengumandangkan azan di telinga Al-Hasan bin ‘Ali -seperti azan shalat- tatkala beliau dilahirkan oleh Fathimah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (6/391-392), Ath-Thoyalisy (970), Abu Daud (5105), At-Tirmidzy (1514), Al-Baihaqy (9/305) dan dalam Asy-Syu’ab (8617, 8618), Ath-Thobrony (931, 2578) dan dalam Ad-Du’a` (2/944), Al-Hakim (3/179), Al-Bazzar (9/325), Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah (11/273), dan Ar-Ruyany dalam Al-Musnad (1/455). Semuanya dari jalan Sufyan Ats-Tsaury dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah bin ‘Ashim dari ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari Abi Rafi’ -radhiyallahu ‘anhu-.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ath-Thobrany (926, 2579) tapi dari jalan Hammad bin Syu’aib dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari ‘Ali ibnul Husain dari Abi Rafi’ dengan lafadz:
 “Sesungguhnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mengumandangkan azan di telinga Al-Hasan dan Al-Husain -radhiyallahu ‘anhuma- tatkala keduanya lahir, dan beliau memerintahkan hal tersebut”.
Maka dari jalan ini kita bisa melihat bahwa Hammad bin Syu’aib menyelisihi Sufyan Ats-Tsaury dengan menambah dua lafadz; “dan Al-Husain” dan “beliau memerintahkan hal tersebut”.
Akan tetapi jalan Hammad -termasuk kedua lafadz tambahannya- adalah mungkar, karena Hammad bin Syu’aib telah menyelisihi Sufyan padahal dia (Hammad) adalah seorang rowi yang sangat lemah. Yahya bin Ma’in berkata, “Tidak ada apa-apanya (arab: laisa bisyay`in)”. Imam Al-Bukhary berkata dalam At-Tarikh Al-Kabir (3/25), “Hammad bin Syu’aib At-Taimy, Abu Syu’aib Al-Hummany …, ada kritikan padanya (arab: fiihi nazhor)(2)”. Al-Haitsamy berkata mengomentari riwayat ini dalam Majma’ Az-Zawa`id (4/60), “Ath-Thobrony meriwayatkannya dalam Al-Kabir sedang di dalamnya ada terdapat Hammad bin Syu’aib, dan dia adalah rowi yang sangat lemah”.(3)
Kita kembali ke jalan Sufyan Ats-Tsaury. Di dalamnya sanadnya ada ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dan dia juga adalah rowi yang sangat lemah. Imam Abu Hatim dan Abu Zur’ah berkata, “Mungkar haditsnya dan goncang haditsnya”. Imam Ahmad berkata dari Sufyan ibnu ‘Uyainah (beliau) berkata, “Saya melihat para masyaikh (guru-guru) menjauhi hadits ‘Ashim bin ‘Ubaidillah”. ‘Ali ibnul Madiny berkata, “Saya melihat ‘Abdurrahman bin Mahdy mengingkari dengan sangat keras hadits-hadits ‘Ashim bin ‘Ubaidillah”. Dan hadits ini adalah salah satu hadits yang diingkari atas ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, sebagaimana dalam Mizanul I’tidal (4/8). Lihat juga Al-Jarh wat Ta’dil (6/347) karya Ibnu Abi Hatim dan Al-Kamil (5/225).
Kesimpulan maka kita tidak ragu lagi untuk menghukumi hadits di atas sebagai hadits yang sangat lemah
2. Hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-.
 “Sesungguhnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mengumandangkan azan di telinga Al-Hasan bin ‘Ali pada hari beliau dilahirkan. Beliau mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqomah di telinga kirinya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman (8620) -dan beliau melemahkan hadits ini- dari jalan Al-Hasan bin ‘Amr bin Saif dari Al-Qosim bin Muthib dari Manshur bin Shofiyyah dari Abu Ma’bad dari Ibnu ‘Abbas.
Ini adalah hadits yang palsu. Imam Adz-Dzahaby berkata -memberikan biografi bagi Al-Hasan bin ‘Amr bin Saif di atas- dalam Al-Mizan (2/267), “Dia dianggap pendusta oleh Ibnu Ma’in, Imam Al-Bukhary berkata, “Dia adalah pendusta”".
3. Hadits Al-Husain bin ‘Ali Radhiallahu ‘anhuma-.Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
 “Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu dia mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqomah di telinga kirinya, maka Ummu Shibyan (jin yang mengganggu anak kecil) tidak akan membahayakan dirinya”. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dalam Asy-Syu’ab (8619), Abu Ya’la (678), dan Ibnu As-Sunny dalam ‘Amalul Yaum (623) dari jalan Yahya ibnul ‘Ala` Ar-Rozy dari Marwan bin Salim dari Tholhah bin ‘Abdillah dari Al-Husain bin ‘Ali.
Hadits ini bisa dihukumi sebagai hadits yang palsu karena adanya dua orang pendusta di dalamnya:
- Yahya Ibnul ‘Ala`. Imam Al-Bukhary, An-Nasa`i, dan Ad-Daraquthny berkata, “Dia ditinggalkan. Imam Ahmad berkata, “Dia adalah pendusta, sering membuat hadits-hadits palsu”. Lihat Al-Mizan (7/206-207) karya Adz-Dzahaby dan Al-Kamil (7/198) karya Ibnu ‘Ady, dan mereka berdua menyebutkan hadits ini dalam jejeran hadits-hadits yang diingkari atas Yahya ibnul ‘Ala`.
- Marwan bin Salim Al-Jazary. An-Nasa`i berkata, “Matrukul hadits”, Imam Ahmad, Al-Bukhary, dan selainnya berkata, “Mungkarul hadits”, dan Abu ‘Arubah Al-Harrony berkata, “Dia sering membuat hadits-hadits palsu”. Lihat Al-Mizan (6/397-399)
4. Hadits ‘Abdullah bin ‘Umar -radhiyallahu ‘anhuma-.
 “Sesungguhnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mengumandangkan azan di telinga Al-Hasan dan Al-Husain -radhiyallahu ‘anhuma- tatkala mereka berdua dilahirkan”.
Diriwayatkan oleh Imam Tammam Ar-Rozy dalam Al-Fawa`id (1/147/333), dan di dalam sanadnya terdapat rowi yang bernama Al-Qosim bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Hafsh Al-’Umary. Imam Ahmad berkata tentangnya, “Tidak ada apa-apanya, dia sering berdusta dan membuat hadits-hadits palsu”. Lihat Al-Kasyful Hatsits (1/210)
5. Hadits Ummul Fadhl bintul Harits Al-Hilaliyah -radhiyallahu ‘anha-. Dalam hadits yang agak panjang, beliau bercerita bahwa Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah bersabda kepadanya ketika beliau sedang hamil:
 “Jika kamu telah melahirkan maka bawalah bayimu kepadaku”. Dia berkata, “Maka ketika saya telah melahirkan, saya membawanya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, maka beliau mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqomah di telinga kirinya …”.
Al-Haitsmy berkata dalam Al-Majma’ (5/187), “Diriwayatkan oleh Ath-Thobrany dalam Al-Ausath. dan di dalam sanadnya ada Ahmad bin Rosyid Al-Hilaly. Dia tertuduh telah memalsukan hadits ini”.
Sebagai kesimpulan kami katakan bahwa semua hadits-hadits yang menerangkan disyari’atkannya adzan di telinga kanan bayi yang baru lahir dan iqomah di telinga kirinya adalah hadits-hadits yang yang sangat lemah dan tidak boleh diamalkan, dengan kata lain bahwa adzan di telinga bayi hukumnya adalah bid’ah karena tidak ada landasan yang shahih. wallahu A’lam.



1 komentar: