MUQODDIMAH
إنّ
الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات
أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له، وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله
{يا أيّها الذين آمنوا
اتقوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إلاَّ وأَنتُم مُسْلِمُونَ}
{يا
أيّها الناسُ اتّقُوا ربَّكمُ الَّذي خَلَقَكُم مِن نَفْسٍ واحِدَةٍ وخَلَقَ
مِنْها زَوْجَها وبَثَّ مِنْهُما رِجالاً كَثِيراً وَنِساءً واتَّقُوا اللهََ
الَّذِي تَسَائَلُونَ بِهِ والأَرْحامَ إِنَّ اللهَ كان عَلَيْكُمْ
رَقِيباً }
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمالَكمْ ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزاً}
أما
بعد،فإن أصدق الحديث كلام الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكلّ
محدثة بدعة ، وكل بدعة ضلالة ، وكل ضلالة في النار
Keistimewaan Bulan
Ramadhan
Allah
Ta’ala
telah mengutamakan sebagian waktu (zaman) di atas sebagian lainnya, sebagaimana
Dia mengutamakan sebagian manusia di atas sebagian lainnya dan sebagian tempat
di atas tempat lainnya.
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ
مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
“Dan Rabbmu
menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya, sekali-kali tidak ada
pilihan bagi mereka” (QS al-Qashash:68).
Termasuk
dalam hal ini adalah bulan ramadhan yang Allah Ta’ala utamakan dan
istimewakan dibanding bulan-bulan lainnya, sehingga dipilih-Nya sebagai waktu
dilaksanakannya kewajiban berpuasa yang merupakan salah satu rukun Islam.
Diantara
keutamaan bulan suci ini adalah:
Ø Diwajibkannya
puasa Ramadhan.
Puasa Ramadhan merupakan rukun yang keempat
dari rukun-rukun Islam dan merupakan pondasi Islam yang agung berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
بُنِيَ
الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَن لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله، وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولَ الله، وَإِقامِ الصَّلاةِ، وَإيتَاءِ الزَّكاةِ، وَصَوْمِ
رَمَضَانَ، وَحَجِّ البَيْتِ الحَرَامِ
Islam dibangun di
atas 5 pondasi (rukun) : Persaksian bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak
diibadahi kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah,
menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan
melaksanakan haji ke Baitullah.(Muttafaqun ‘Alaihi)
Ø Diturunkannya
Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, menunjuki manusia kepada jalan
kebenaran, serta akan menjauhkan manusia dari jalan yang menyimpang dan penuh
kesesatan.
﴿شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ
الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ﴾
Bulan Ramadhan yang
telah diturunkan di dalamnya Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
sebagai penjelas dari petunjuk dan pembeda. (Al Baqarah: 185)
Ø Dibukanya
pintu-pintu Al Jannah karena banyaknya amalan-amalan shalih yang disyariatkan
pada bulan Ramadhan yang akan memasukkan pelakunya ke dalam Al Jannah. Dan pada
bulan tersebut ditutup pintu-pintu An Naar karena sedikitnya orang yang berbuat
maksiat dan dosa-dosa yang akan memasukkan pelakunya ke dalam An Naar.
إِذَا
جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
Jika telah datang
bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu Al Jannah dan ditutuplah pintu-pintu An
Naar dan para setan dibelenggu. (HR. Bukhari, Muslim, An Nasa’i).
Ø Dibelenggu
dan diikatnya syaiton sehingga kekuatannya menjadi lemah untuk bisa menyesatkan
orang-orang yang taat dan memalingkan mereka dari amalan yang shalih.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
إِذَا
جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
Jika telah datang
bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu Al Jannah dan ditutuplah pintu-pintu An
Naar dan para setan dibelenggu. (HR. Bukhari, Muslim, An Nasa’i).
Ø Dibebaskan
dari An Naar. berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
إِنَّ
لِلَّهِ تبارك وتعالى عِنْدَ كُلِّ فِطْرٍ عُتَقَاءَ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ في
كُلِّ لَيْلَةٍ
Sesungguhnya Allah
tabaraka wata’ala setiap kali saat berbuka memiliki hamba-hamba yang berhak
untuk dibebaskan dari An Naar, yang demikian itu terjadi pada setiap malam.
(HR. Ibnu Majah, Ahmad, dihasankan Asy Syaikh Al Albani).
Ø Di
berikan limpahan ampunan kepada orang-orang yang melaksanakan puasa Ramadhan
dengan keimanan yang jujur dan mengharapkan pahala di sisi Allah ta’ala
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa yang
berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah
Ta’ala maka dia akan diampuni dari dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaqun
‘Alaihi).
Ø Di
anjurkan dan disunnahkan untuk melaksanakan ibadah shalat tarawih dalam rangka
mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda
مَنْ
قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa yang
menegakkan shalat malam (tarawih) pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan
mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala maka dia akan diampuni dari dosa-dosanya
yang telah lalu. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Ø Terdapat
satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan dan barangsiapa yang dia
menghidupkan malam tersebut maka dia akan mendapatkan ampunan dari Allah
ta’ala, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
إنَّ
هَذاَ الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَة خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ
حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرُهَا إِلا
مَحْرُومٌ
Sesungguhnya bulan
ini (Ramadhan) telah datang kepada kalian. Dan terdapat di dalamnya satu malam
yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa yang diharamkan dari mendapatkan
malam tersebut maka sungguh dia telah diharamkan dari kebaikan seluruhnya dan
tidaklah diharamkan dari mendapatkan kebaikan malam tersebut kecuali mereka
yang memang diharamkan untuk mendapatkannya.(HR. Ibnu Majah, Asy Syaikh Al
Albani mengatakan: hasan shahih).
مَنْ
قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ
Barangsiapa yang
menghidupkan malam Lailatul Qadr dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala
dari Allah Ta’ala maka dia akan diampuni dari dosa-dosanya yang telah
lalu.(Muttafaqun ‘Alaihi)
Ø Banyaknya
peristiwa besar
seperti
terjadinya perang Badr Kubra yang dengannya terbedakan antara Al Haq dengan Al
Bathil. Pada perang tersebut Allah ta’ala menolong Islam dan kaum muslimin
serta menghancurkan kesyirikan dan kaum musyrikin. Peristiwa tersebut terjadi
pada tahun kedua Hijriyyah. Demikian pula pada bulan Ramadhan terjadi Fathu
Makkah dan ketika itu manusia masuk ke dalam Islam secara berbondong-bondong,
dihancurkannya kesyirikan dan patung-patung berhala dengan keutamaan dari Allah
Ta’ala. Maka sejak saat itulah kota Makkah menjadi negeri kaum muslimin setelah
sebelumnya menjadi sarang kesyirikan dan kaum musyrikin. Peristiwa tersebut
terjadi pada tahun kedelapan Hijriyyah. Demikian pula pada bulan Ramadhan tahun
584 Hijriyyah, Allah ta’ala memberikan pertolongan-Nya kepada kaum muslimin di
medan pertempuran Hithin dan berhasil mengalahkan kaum salibis (Nasrani) pada
pertempuran tersebut, sehingga Baitul Maqdis kembali ke pangkuan kaum muslimin.
Dan juga pada bulan Ramadhan tahun 658 Hijriyah, Allah Ta’ala memberikan
pertolongan kepada kaum muslimin untuk mengalahkan sejumlah besar pasukan
Tartar.
Ø Umroh
di bulan ramadhan setara pahalanya dengan ibadah haji
قَالَ
اِبْنُ عَبَّا سٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ رَسُوْ لُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ لاِءِمْرَأَةٍ مِنَ اْلأَنْصَارِ : مَا مَنَعَكَ أَنْ
تَحُجِّى مَعَنَا؟، قَالَتْ : كَانَ لَنَا نَاضِحٌ، فَرَكِبَهُ أَبُوْ فُلاَنٍ،
وَابْنَهُ، لِزَوْجِهَا، وَابْنِهَا، وَتَرَكَ نَاضِحَا نَنْضَحُ عَلَيْهِ. قَالَ
: فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيْهِ، فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ
حَجَّةً
“Ibnu Abbas
Radhiyallahu ‘anhuma berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
kepada seorang wanita dari kalangan Anshar, ‘Apa yang menghalangimu untuk haji
bersama kami?’ Wanita itu menjawab, ‘Kami mempunyai onta yang kami pergunakan
untuk mengairi. Lalu Abu Fulan menaikinya, begitu pula anak onta itu bagi
istrinya dan anaknya, dan dia meninggalkan seekor unta agar dipergunakan untuk
mengairi’. Beliau berkata, ‘Apabila datang bulan Ramadhan, maka umrahlah pada
bulan itu, karena umrah pada bulan Ramadhan serupa dengan haji” (Hadits Shahih,
ditakhrij Al-Bukhary, 3/4 , Muslim 9/2, Abu Dawud, hadits nomor 2990,
At-Tirmidzy hadits nomor 943, dari jalan lain dari Ummu Mughaffal, ditakhrij
An-Nasa’i 5/112, Ibnu Majah hadits nomor 2991, ditakhrij pula oleh Al-Baihaqi
4/346).
Ø Sekah
di bulan ramadhan akan di lipat gandakan pahalanya
Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
teladan terbaik bagi kita, beliau adalah orang yang paling dermawan, dan
kedermawanan beliau lebih dahsyat lagi di bulan ramadhan. Hal ini diceritakan oleh
Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:
كان رسول
الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل
، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيُدارسه القرآن ، فالرسول الله صلى الله عليه
وسلم أجودُ بالخير من الريح المرسَلة
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan
lagi di bulan
ramadhan beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya
setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari,
no.6)
Dari hadits di
atas diketahui bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pada dasarnya adalah seorang yang sangat
dermawan. Ini juga ditegaskan oleh Anas bin Malik radhiallahu’anhu:
كان النبي
صلى الله عليه وسلم أشجع الناس وأجود الناس
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling berani dan paling dermawan.” (HR. Bukhari
no.1033, Muslim no. 2307)
من فطر صائما كان له مثل أجره ، غير أنه لا
ينقص من أجر الصائم شيئا
“Orang yang memberikan hidangan
berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang
tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi
no 807, ia berkata: “Hasan shahih”)
Padahal
hidangan berbuka puasa sudah cukup dengan tiga butir kurma atau bahkan hanya
segelas air, sesuatu yang mudah dan murah untuk diberikan kepada orang lain.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفطر على
رطبات قبل أن يصلي فإن لم تكن رطبات فعلى تمرات فإن لم تكن حسا حسوات من ماء
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa berbuka puasa dengan beberapa ruthab (kurma basah), jika tidak ada
maka dengan beberapa tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa
teguk air.”
(HR. At Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi,
696)
Keutamaan-keutamaan
Puasa
Keutamaan puasa
sangatlah banyak di antaranyaadalah:
Ø Puasa
adalah salah satu ibadah yang paling mulia di sisi Allah ta'ala, di mana puasa
memiliki pengaruh besar bagi kehidupan hamba hamba Allah ta'ala di dunia dan
akhirat, seperti melahirkan akhlak yang baik, terjaganya jiwa dari penyakit
penyakit hati dan terjaganya badan karena puasa adalah salah satu bentuk
mendapatkan kesehatan jasmani.
Ø Menghapuskan
dosa-dosa kecil yang dilakukan di antara puasa ramadhan dan ramadhan berikutnya
dengan syarat dia harus menjauhi dosa-dosa besar, berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
الصَّلَوَاتُ
الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ،
مُكَفِّرَاتٌ ما بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ
Shalat-shalat yang
lima waktu, shalat Jum’at yang satu ke Jum’at yang berikutnya, dan puasa
Ramadhan yang satu ke Ramadhan berikutnya akan menghapuskan dosa-dosa kecil di
antara keduanya jika ia meninggalkan dosa-dosa besar. (HR. Muslim, Ahmad).
Ø Dilipatgandakannya
kebaikan (pahala) suatu amalan dengan tanpa batas, sementara amalan-amalan yang
lain dilipatgandakan pahalanya oleh Allah ta’ala sebanyak 10 sampai 700 kali
lipat sebagaimana diriwayatkan oleh Al Iam Bukhari dan Al Imam Muslim dari
hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ بعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى
سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى مَا شَاءَ اللهُ يقُولَ اللَّهُ تَعَالَى: إِلاَّ
الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ
وَشَرَابَهُ مِنْ أَجْلِى، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ
وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ، وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ عِنْدَ اللهِ
أَطْيَبُ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
Setiap amalan anak
Adam dilipatgandakan pahalanya sebanyak 10 sampai 700 kali lipat sesuai yang
dikehendaki oleh Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman: kecuali puasa maka
sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Seseorang dia
meninggalkan syahwat, makan, dan minumnya karena Aku. Bagi orang yang berpuasa
ada dua kegembiraan: gembira ketika berbuka dan gembira ketika bertemu dengan
Rabbnya. Dan bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah adalah lebih harum
dari bau minyak wangi misik. (HR. Ibnu Majah, dishahihkan Asy Syaikh Al
Albani).
Ø Menjadi
syafa'at pada hari kiamat dan akan menutupinya dari dosa-dosa dan syahwat yang
membahayakan serta menjadi benteng kokoh dari kobaran api nerakasebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
الصِّيَامُ
وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ: أَي
رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَة فَشَفِّعْنِى فِيهِ. وَيَقُولُ
الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. قَالَ
فَيُشَفَّعَانِ
Puasa dan Al Qur’an
keduanya akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat,
berkata puasa : Wahai Rabbku aku telah menahannya dari makanan dan
syahwat, maka berilah syafa’at kepadanya, dan berkata Al Qur’an : Aku telah
menahannya dari tidur pada malam hari maka berilah syafa’at kepadanya. Maka
keduanya diberi izin oleh Allah untuk memberikan syafaat.(HR. Ahmad,
dishahihkan Asy Syaikh Al Albani).
الصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَحِصْنٌ حَصِينٌ مِنَ
النَّارِ
Puasa adalah sebagai
tameng dan akan membentengi pelakunya dari An Naar. (HR. Ahmad, dishahihkan Asy
Syaikh Al Albani).
Ø Do'a
orang yang berpuasa itu dikabulkan oleh Allah ta’ala, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
وَإِنَّ
لِكُلِّ مُسْلِمٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً
Dan sesungguhnya bagi
setiap muslim pada setiap siang dan malam memiliki doa yang dikabulkan oleh
Allah ta’ala. (HR. Ahmad, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani).
Ø Menjauhkan
pelakunya dari An Naar pada hari kiamat berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
مَا
مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ
الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
Tidaklah seorang
hamba yang berpuasa satu hari di jalan Allah kecuali Allah akan jauhkan dia
pada hari tersebut wajahnya dari An Naar sejauh perjalanan selama 70 musim.(HR.
Muslim, An Nasa’i, Ad Darimi).
Ø Dikhususkannya
baginya salah satu pintu dari pintu-pintu Al Jannah yang mereka akan masuk ke
dalamnya tanpa selain mereka sebagai bentuk pemuliaan dan sebagai balasan atas
ibadah puasa yang mereka lakukan berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam
إِنَّ
فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ
الصَّائِمُونَ ؟ فَيَقُومُونَ، فَيَدْخُلُونَ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ، فَلَمْ
يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
Sesungguhnya di Al
Jannah ada sebuah pintu yang dinamakan dengan Ar Rayyan, orang-orang yang
berpuasa masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat, yang tidak akan masuk
ke dalamnya selain orang-orang yang berpuasa, maka kemudian dikatakan : mana
orang-orang yang berpuasa? maka bangkitlah orang-orang yang berpuasa dan
merekapun memasukinya. Dan jika mereka telah masuk ke dalamnya, ditutuplah pintu
tersebut dan tidak ada lagi yang masuk ke dalamnya seorangpun. (Muttafaqun
‘Alaihi).
Adab adab dalam puasa
Ada dua adab yang
harus di lakukan oleh orang yang berpuasa:
§ Adab
adab yang wajib di lakukan
§ Adab
adab yang sunnah di lakukan
Pertama: Adab adab yang wajib di lakukan oleh yang
melaksanakan puasa
1. Melaksanakan
kewajiban yang Allahg ta'ala wajibkan akan hamba hambanya, dan tidak ada
kewajiban yang lebih wajib setelah syahadat adalah shalat maka siapapun yang
melakukan puasa di wajib melaksanakan shalat terutama shalat yang wajib, karena
salah satu yang bisa menyumbang orang puasa bisa menjadi takwa adalah shalat
yang wajib.
2.
Menjauhi segala yang menjadi larangan larangan Allah ta'ala dan rasulnya baik
ucapan maupun perbuatan.
Misal menjauhi ucapan seperti banyak bicara, berdusta,
mengadu domba, menggunjing atau ghibah.
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda
من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجةٌ
في أن يدع طعامه وشرابه
Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan yang haram dan melakukan perbuatan haram,
maka Allah tidak butuh kepada jerih payahnya meninggalkan makan dan minumnya.
(HR. Al-Bukhari)
Al-Muhallab
berkata: Dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwa hukum puasa itu adalah
menahan diri dari perbuatan keji dan perkataan dusta sebagaimana dia menahan
diri dari makan dan minum. Barangsiapa yang tidak menahan dirinya dari
perkara-perkara tersebut, maka sungguh hal itu akan mengurangi nilai puasanya,
menyebabkan murka Allah dan tidak diterimanya puasa dia.
إذا أصبح أحدكم يوماً صائماً فلا يرفث ولا
يجهل فإن امرؤٌ شاتمه أو قاتله فليقل: إني صائمٌ إني صائمٌ
Jika
pada suatu hari salah seorang dari kalian berpuasa, maka janganlah berbuat keji
ataupun bertindak jahil, jika ada seseorang yang mencelanya atau memusuhinya,
maka katakanlah: aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa. (HR. Muslim)
Al-Maziri
berkata -menjelaskan kalimat ‘aku sedang berpuasa’-: mungkin juga yang dimaksud
dengannya adalah dia mengajak bicara kepada dirinya sendiri dalam rangka
memperingatkan dari perbuatan mencela ataupun bermusuhan.
Umar
bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata :
ليس الصيام من الطعام والشراب وحده ولكنه من
الكذب والباطل واللغو والحلف
Bukanlah
puasa itu sebatas menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi puasa itu
menahan diri dari perkataan dusta, perbuatan bathil, sia-sia, dan sumpah yang
tidak ada gunanya. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
‘Ali
bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
إنّ الصيام ليس من الطعام والشراب ولكن من
الكذب والباطل واللغو
Sesungguhnya
puasa itu tidaklah sebatas menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi
puasa itu menahan diri dari perkataan dusta, perbuatan batil dan sia-sia. (HR.
Ibnu Abi Syaibah)
Thalq
bin Qais, dia berkata: Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu berkata :
إذا صمت فتحفظ ما استطعت
Jika
kamu berpuasa, maka jagalah dirimu semaksimal kemampuanmu.
Adalah
Thalq ketika berpuasa, dia masuk rumahnya dan tidak pernah keluar kecuali untuk
mengerjakan shalat. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Jabir
bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Jika kamu berpuasa, maka
jagalah pendengaran, penglihatan, dan lisanmu dari berdusta dan jagalah dirimu
dari perbuatan dosa, jangan menyakiti pembantu, wajib atas kamu untuk bersikap
tenang, (terlebih) pada saat kamu berpuasa, jangan kamu jadikan hari berbukamu
(tidak puasa) dengan hari berpuasamu sama. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitab
Ash-Shiyam Bab ‘Perkara yang diperintahkan kepada orang yang berpuasa berupa
sedikit bicara dan menjaga diri dari berdusta’, II/422)
‘Atha’,
berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Jika kamu berpuasa, maka janganlah
bertindak jahil, dan jangan mencaci maki. Jika kamu diperlakukan jahil, maka
katakanlah: aku sedang berpuasa. (HR. Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf)
Mujahid,
berkata: ada dua perangai yang barangsiapa menjaga diri darinya, puasanya akan
selamat, yakni (1) ghibah, dan (2) berdusta. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Abul
‘Aliyah, berkata: Puasa itu akan bernilai ibadah selama pelakunya tidak berbuat
ghibah. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Misal menjaukan diri dari perbuatan
Seperti
tidak mendengarkan musik, nonton televisi, menyibukan dengan main main atau hal
hal yang tidak ada faidahnya atau bahkan yang di haramkan seperti pacan atau
kholwahnya laki laki dengan wanita dll.
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي
لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا
هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Dan
di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan
jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.
(QS. Luqman : 6)
Rasûlullâh
Shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَـيَـكُوْنَـنَّ مِنْ
أُمَّـتِـيْ أَقْوَامٌ يَـسْتَحِلُّوْنَ الْـحِرَ ، وَالْـحَرِيْرَ ، وَالْـخَمْرَ
، وَالْـمَعَازِفَ. وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَـى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوْحُ
عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَـهُمْ ، يَأْتِيْهِمْ –يَعْنِيْ الْفَقِيْرَ- لِـحَاجَةٍ
فَيَـقُوْلُوْنَ
: ارْجِعْ
إِلَيْنَا غَدًا ، فَـيُـبَـيِـّـتُـهُـمُ اللهُ وَيَـضَعُ الْعَلَمَ وَيَـمْسَـخُ
آخَرِيْنَ قِرَدَةً وَخَنَازِيْرَ إِلَـى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Sungguh,
benar-benar akan ada di kalangan ummatku sekelompok orang yang menghalalkan
kemaluan (zina), sutera, khamr (minuman keras), dan alat-alat musik. Dan beberapa
kelompok orang sungguh akan singgah di lereng sebuah gunung lalu seseorang
penggembala -yaitu orang fakir- mendatangi mereka dengan binatang ternak
mereka, untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami
besok hari.’ Kemudian Allâh mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan
gunung kepada mereka serta Allâh mengubah sebagian dari mereka menjadi kera dan
babi sampai hari Kiamat."( HR. Al-Bukhâri secara mu’allaq dengan lafazh
jazm (pasti) dalam Shahîh-nya (no. 5590). Lihat Fathul Bâri (X/51)
صَوْتَانِ مَلْعُوْنَانِ فيِ
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ : مِزْمَارٌ عِنْدَ نِعْمَةٍ وَ رَنَّةٌ عِنْدَ مُصِيْبَةٍ
Dua
jenis suara yang dilaknat di dunia dan di akhirat, yaitu suara seruling ketika
ada kenikmatan dan suara tangisan ketika musibah. (HR. Al-Bazzar)
عَنْ نَافَعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ
سَمِعَ صَوْتَ زِمَارَةِ رَاٍع فَوَضَعَ أُصْبُعَيْهِ فيِ أُذُنَيْهِ وَعَدَلَ
رَاحِلَتَهُ عَنِ الطَّرِيْقِ وَهُوَ يَقُولُ : يَا نَافِع أَتَسْمَعُ ؟ فَأَقُولُ
: نَعَمْ فَيَمْضِي حَتىَّ قُلْتُ : لاَ فَرَفَعَ يَدَهُ وَعَدَلَ رَاحِلَتَهُ
إِلىَ الطَّرِيْقِ وَقَالَ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ سَمِعَ زِمَارَةَ رَاعٍ فَصَنَعَ
مِثْلَ هَذَا
‘Dari
Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi
telingannya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan
tersebut. Ia berkata:’Wahai Nafi’ apakah engkau dengar?’. Saya menjawab:’Ya’.
Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata :’Tidak’. Kemudian Ibnu
Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan
berkata: Saya melihat Rasulullah SAW mendengar seruling gembala kemudian
melakukan seperti ini’ (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
كُلُّ مَا يَلْهُو بِهِ الرَّجُلُ
المُسْلِمُ بَاطِلٌ إِلاَّ رَمْيُهُ بِقَوْسِهِ وَتَأْدِيْبُهُ فَرَسُهُ
وَمُلاَعَبَتُهُ أَهْلُهُ فَإِنَّهُنَّ مِنَ الحَقِّ
Semua
perbuatan sia-sia yang dikerjakan seorang laki-laki muslim adalah batil,
kecuali : melempar panah, melatihkan kuda dan mencumbui istrinya. Semua itu
termasuk hak. (HR. At-Tirmizy)
الجَرَسُ مَزَامِيْرِ
الشَّيْطَانِ
Lonceng
itu adalah serulingnya setan (HR. Muslim)
لاَ تَدْخُلُ المَلآئِكَةُ
بَيْتًا فِيْهِ جُلْجُلْ وَلاَ جَرَسٌ لاَ تَصْحَبُ المَلآئِكَةُ رُفْقَةً فِيْهَا
كَلْبٌ أَوْ جَرَسٌ
Malaikat
tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat jul-jul dan lonceng.
Dan malaikat tidak akan menemani orang-orang yang di rumah mereka ada anjing
dan lonceng. (HR. Muslim)
أَنَّ رَسُولَ اللهِ أَمَرَ
باِلأَجْرَاسِ أَنْ تُقْطَعَ مِنْ أَعْنَاقِ الإِبِلِ يَوْمَ بَدْرٍ
Bahwa
Rasulullah SAW memerintahkan agar untuk memotong lonceng dari leher unta pada
hari Badar. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Kedua;
adab adab puasa yang di sunnahkan
1. Makan sahur dengan
cara mengakhirkannya agar memperolah barakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
alihi wa sallam
تَسَحَّرُوا
فَإِنَّ فِي السَّحُورِ
بَرَكَةً
Bersahurlah kalian
karena dalam sahur itu ada barakah. (Muttafaqun ‘Alaihi)
البَرَكَةُ فِي ثَلاَثَةٍ: فِي الجَمَاعَةِ
وَالثَّرِيدِ وَالسَّحُورِ
Barakah itu ada pada
tiga perkara: (1) al jama’ah, (2) tsarid (sejenis roti yang dihancurkan
dan dimasukkan dalam kuah), dan (3) sahur. (Al Mundziri menisbahkan hadits ini
diriwayatkan oleh Ath Thabarani, Al Baihaqi, dihasankan oleh Asy Syaikh Al
Albani)
إِنَّ
اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى المُتَسَحِّرِين
Sesungguhnya Allah
dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur. (HR. Ath
Thabarani, Ibnu Hibban, dihasankan Asy Syaikh Al Albani)
Dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menjadikan makan sahur itu sebagai
pembeda antara puasanya umat Islam dengan puasanya ahlul kitab (Yahudi dan
Nasrani). Beliau bersabda
فَصْلُ
مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
Pembeda antara puasa
kita dengan puasa ahli kitab adalah adanya makan sahur. (HR. Muslim, At
Tirmidzi, Abu Dawud, An Nasa’i)
Dan yang lebih utama
bagi orang yang hendak berpuasa adalah bersahur dengan kurma, sebagaimana sabda
beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam
نِعْمَ
سَحُورِ المُؤْمِنِ التَّمْرُ
Sebaik-baik makan
sahur seorang mu’min adalah dengan kurma. (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban,
dishahihkan Asy Syaikh Al Albani)
Apabila tidak bisa
bersahur dengan kurma maka hendaknya tetap berusaha untuk bersahur walaupun
dengan seteguk air. Hal ini berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa
alihi wa sallam
تَسَحَّرُوا
وَلَوْ بِجُرْعَةٍ مِنْ مَاءٍ
Bersahurlah kalian
walaupun hanya dengan seteguk air. (HR. Ibnu Hibban, Asy Syaikh Al Albani
mengatakan: hasan shahih)
Catatan: Jika azdan
telah terdengar sementara bejana (tempat minuman/makanan) masih ada di tangan,
atau dalam keadaan sedang makan, maka boleh baginya untuk menyelesaikan makan
dan minumnya sampai kebutuhnnya tersebut terpenuhi. Hal ini berdasarkan sabda
beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam
إِذَا
سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ فِي يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى
يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
Apabila salah seorang
di antara kalian ada yang mendengar adzan subuh sementara tempat
minuman/makanan masih ada di tangannya maka janganlah ia meninggalkan
(makan/minumnya)sampai terpenuhi kebutuhannya itu. (HR. Abu Dawud, Al Hakim, Al
Baihaqi, Ahmad, Asy Syaikh Al Albani mengatakan: hasan shahih)
Maka kemudahan yang
disebutkan dalam hadits ini menunjukkan batilnya kebid’ahan (apa yang
diistilahkan dengan) imsak sebelum masuknya fajar sekitar sepuluh menit atau
seperempat jam.
Anas radhiyallahu
‘anhu telah meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia
berkata
تَسَحَّرْنَا
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ إِلَى
الصَّلاَةِ، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحور؟ قَالَ: قَدْرَ
خَمْسِينَ آيَةً
Kami pernah makan
sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, kemudian beliau
berdiri untuk shalat shubuh, maka aku bertanya kepadanya : Berapa waktunya
antara adzan shubuh dan bersahur? Beliau menjawab : Sekitar bacaan lima puluh
ayat. (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dan juga kebiasaan para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah mereka mengakhirkan
makan sahur. Dari ‘Amr bin Maimun Al Audy, ia berkata
كَانَ
أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاس
إفْطَارًا وَأَبْطأَهُمْ سحورًا
Para shahabat Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam adalah orang-orang yang
bersegera untuk berbuka puasa dan yang berlambat-lambat (mengakhirkan) makan
sahur. (HR. Abdurrazzaq, Al Baihaqi, sanadnya dishahihkan Ibnu Hajar dalam
Fathul Bari)
2.
Menyegerakan berbuka
Nabi shallallahu
‘alaihi wa alihi wa sallambersabda:
لاَ
يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِطْرَ
Umat Islam senentiasa
berada di atas kebaikannya selama mereka menyegerakan berbuka. (Muttafaqun
‘Alaihi)
لاَ
تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ
Senantiasa ummatku
bejalan di atas sunnahku selama mereka tidak menunggu munculnya bintang-bintang
ketika mereka hendak berbuka puasa. (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban,
dishahihkan Asy Syaikh Al Albani)
لاَ
يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الفِطْرَ لأَنَّ اليَهُودَ
وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ
Senantiasa agama
Islam ini jaya selama umat ini menyegerakan berbuka puasa karena Yahudi dan
Nasrani mengakhirkannya. (HR. Abu dawud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, dihasankan
Asy Syaikh Al Albani)
إِذَا
أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا، -من جهة الشرق- وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ
هَا هُنَا، وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
Apabila telah tiba
malam dari sini -yakni dari arah timur- dan berakhir siang dari sini, dan telah
tenggelamnya matahari, maka tibalah waktu berbuka bagi orang yang berpuasa.
(Muttafaqun ‘Alaihi)
Adab berbuka
Mendahulukan berbuka
daripada shalat, sebagaimana yang dikatakan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
مَا
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ قَطُّ صَلَّى صَلاَة
َالمَغْرِبِ حَتَّى يُفْطِرَ وَلَوْ عَلَى شَرْبَةٍ مِنْ مَاءٍ
Tidak pernah aku
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat maghrib sekali pun
sampai beliau berbuka walaupun dengan seteguk air. (HR. Ibnu Hibban,
dishahihkan Asy Syaikh Al Albani)
Berbuka dengan
beberapa ruthab (kurma setengah matang), jika tidak mendapatkannya maka dengan
beberapa tamr (kurma yang sudah matang), dan jika tidak mendapatkannya maka
dengan air, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
كَانَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ،
قَبْلَ أَنْ يُصَلِّي، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٍ فَعَلَى تَمَرَاتٍ، فَإِنْ
لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Dahulu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berbuka dengan beberapa ruthab sebelum mengerjakan
sholat, kalau tidak dengan ruthab maka dengan beberapa tamr, kalau tidak dengan
tamr maka dengan meneguk air beberapa tegukan. (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi,
dihasankan Asy Syaikh Al Albani)
Memanjatkan do’a
orang yang berpuasa ketika berbuka sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dahulu beliau berdo’a ketika berbuka
ذَهَبَ
الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ العُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ -إِنْ شَاءَ اللهُ
Telah hilang dahaga,
telah terbahasi urat-urat, dan telah ditetapkan pahala insya Allah. (HR. Abu
Dawud, Al Baihaqi, dihasankan Asy Syaikh Al Albani)
3.
Hendaklah memperbanyak membaca Al Qur'an
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ
الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (Al-Baqarah: 185)
Ibnu
Rajab bekata: Dalam hadits Fathimah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau mengabarkan kepadanya:
أنّ جبريل عليه السلام كان يعارضه القرآن كل
عام مرةً وأنّه عارضه في عام وفاته مرتين
Sesungguhnya
Jibril ‘alaihissalam menyimak Al-Qur’an yang dibacakan Nabi sekali pada setiap
tahunnya, dan pada tahun wafatnya Nabi, Jibril menyimaknya dua kali.
(Muttafaqun ‘Alaihi)
Dan
dalam hadits Ibnu Abbas:
أنّ المدارسة بينه وبين جبريل كانت ليلاً
Bahwasanya
pengkajian terhadap Al-Qur’an antara beliau dengan Jibril terjadi pada malam
bulan Ramadhan. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Hadits
ini menunjukkan disunnahkannya memperbanyak membaca Al-Quran pada malam bulan
Ramadhan, karena waktu malam terputus segala kesibukan, terkumpul pada malam
itu berbagai harapan.
§ Dahulu
Al-Aswad bin Yazid mengkhatamkan Al-Qur’an pada bulan Ramadhan setiap dua
malam, beliau tidur antara Magrib dan Isya’. Sedangkan pada selain bulan
Ramadhan beliau mengkhatamkan Al Qur’an selama 6 hari.
§ Al-Imam
Malik bin Anas jika memasuki bulan Ramadhan beliau meninggalkan pelajaran
hadits dan majelis ahlul ilmi, dan beliau mengkonsentrasikan kepada membaca Al
Qur’an dari mushaf.
§ Al-Imam
Sufyan Ats-Tsauri jika datang bulan Ramadhan beliau meninggalkan manusia dan
mengkonsentrasikan diri untuk membaca Al Qur’an.
§ Said
bin Zubair mangkhatamkan Al-Qur’an pada setiap 2 malam.
§ Zabid
Al-Yami jika datang bulan Ramadhan beliau menghadirkan mushaf dan
murid-muridnya berkumpul di sekitarnya.
§ Al-Walid
bin Abdil Malik mengkhatamkan Al-Qur’an setiap 3 malam sekali, dan
mengkhatamkannya sebanyak 17 kali selama bulan Ramadhan.
§ Abu
‘Awanah berkata : Aku menyaksikan Qatadah mempelajari Al-Qur’an pada bulan
Ramadhan.
§ Qatadah
mengkhatamkan Al-Qur’an pada hari-hari biasa selama 7 hari, jika datang bulan
Ramadhan beliau mengkhatamkannya selama 3 hari, dan pada 10 terakhir Ramadhan
beliau mengkhatamkannya pada setiap malam.
§ Rabi’
bin Sulaiman berkata: Dahulu Al-Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an pada bulan
Ramadhan sebanyak 60 kali, dan pada setiap bulannya (selain Ramadhan) sebanyak
30 kali.
§ Waki’
bin Al-Jarrah membaca Al-Quran pada malam bulan Ramadhan serta mengkhatamkannya
ketika itu juga dan ditambah sepertiga dari Al Qur’an, shalat 12 rakaat pada
waktu dhuha, dan shalat sunnah sejak ba’da zhuhur hingga ashar.
§ Al-Imam
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mengkhatamkan Al Qur’an pada siang bulan
Ramadhan setiap harinya dan setelah melakukan shalat tarawih beliau
mengkhatamkannya setiap 3 malam sekali.
§ Al-Qasim
bin ‘Ali berkata menceritakan ayahnya Ibnu ‘Asakir (pengarang kitab Tarikh
Dimasyqi): Beliau adalah seorang yang sangat rajin melakukan shalat berjama’ah
dan rajin membaca Al-Qur’an, beliau mengkhatamkannya setiap Jum’at, dan
mengkhatamkannya setiap hari pada bulan Ramadhan serta beri’tikaf di menara
timur.
Faidah:
Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata: Bahwasanya larangan mengkhatamkan Al-Quran
kurang dari tiga hari itu adalah apabila dilakukan secara terus menerus. Adapun
pada waktu-waktu yang terdapat keutamaan padanya seperti bulan Ramadhan
terutama pada malam-malam yang dicari/diburu padanya lailatul qadr atau pada
tempat-tempat yang memiliki keutamaan seperti Makkah bagi siapa saja yang
memasukinya selain penduduk negeri itu, maka disukainya untuk memperbanyak
membaca Al-Qur’an, dalam rangka memanfaatkan (keutamaan) waktu dan tempat
tersebut. Ini adalah pendapat Ahmad, Ishaq, dan selainnya dari kalangan ulama’
. (Latha’iful Ma’arif).
4.
Melaksanakan shalat malam atau shalat tarawikh
Shalat
tarawih ini merupakan kebiasaan orang-orang shalih, perniagaan kaum mu’minin,
dan amalannya orang-orang yang meraih kemenangan. Pada waktu malam orang-orang
yang beriman menyendiri dengan Rabbnya, menghadap kepada Penciptanya,
mengadukan keadaan mereka seraya memohon kepada-Nya keutamaan-Nya. Jiwa-jiwa
mereka berada di antara kedua tangan Pencitanya, beri’tikaf untuk bermunajat
kepada Penciptanya. Mereka berupaya mendapat percikan cahaya dari ibadah
tersebut, berharap dan bersimpuh diri atas adanya berbagai pemberian dan
karunia (dari Rabbnya).
§ Al-Hasan
Al-Bashri berkata : Aku tidak mendapati suatu ibadah pun yang lebih besar
nilainya daripada shalat pada pertengahan malam.
§ Abu
‘Utsman An-Nahdi berkata: Aku bertamu kepada Abu Hurairah selama 7 hari, maka
beliau, istri dan pembantunya membagi malam menjadi 3 bagian, yang satu shalat
ini kemudian membangunkan yang lainnya.
§ Dahulu
Syaddad bin Aus jika beranjak untuk beristirahat di ranjangnya, kondisinya
bagaikan biji yang berada di atas penggorengan (yakni tidak tenang) kemudian
berdoa : Ya Allah! Sesungguhnya Jahannam (terus mengancam)! Jangan Engkau
biarkan aku tidur. Maka beliau pun bangun dan langsung menuju tempat shalatnya.
§ Dahulu
Thawus melompat dari atas tempat tidurnya kemudian langsung bersuci dan
menghadap qiblat (melakukan shalat) hingga datang waktu shubuh dan berkata :
Mengingat Jahannam akan menghentikan tidurnya para ahli ibadah.
§ Dari
Malik bin ‘Abdillah bin Abi Bakr, dia bekata : Aku mendengar ayahku berkata:
Dahulu kami selesai dari shalat malam pada bulan Ramadhan, kami pun bersegera
mempersiapkan makan karena takut datangnya waktu shubuh. (HR. Malik dalam Al
Muwaththa’).
§ Dari
Dawud bin Al-Hushain, dari ‘Abdurrahman bin Hurmuz, dia berkata: Para qari’
(para imam tarawih) dahulu membaca surat Al-Baqarah dalam delapan raka’at. Maka
ketika para qari’ (para imam tarawih) membacanya dalam 12 raka’at, orang-orang
melihat bahwa para imam tersebut telah meringankan bacaan untuk mereka. (HR. Al
Baihaqi)
§ Nafi’
berkata: Dahulu Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma tinggal di rumahnya pada bulan
Ramadhan. Ketika orang-orang telah pergi dari masjid, beliau mengambil sebuah
wadah yang berisi air kemudian keluar menuju masjid Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, lalu beliau tidak keluar dari masjid sampai tiba waktu shalat
shubuh di masjid tersebut. (HR. Al Baihaqi)
§ Dari
Nafi’ bin ‘Umar bin Abdillah, dia berkata: aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah
berkata: Dahulu aku pernah mengimami manusia pada bulan Ramadhan, aku membaca
pada suatu raka’at surat Alhamdulillahi Fathir (surat Fathir) dan yang
semisalnya. Tidak sampai kepadaku bahwa ada seorang pun yang merasa keberatan dengannya.
(HR. Ibnu Abi Syaibah)
§ Dari
‘Imran bin Hudair, dia berkata: Dahulu Abu Mijlaz tinggal di sebuah
perkampungan, pada bulan Ramadhan, beliau mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tujuh
hari. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
5.
Memperbanyak sodaqah
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس
بالخير، وكان أجود ما يكون في شهر رمضان، إنّ جبريل عليه السلام كان يلقاه في كل
سنة في رمضان حتى ينسلخ فيعرض عليه رسول الله صلى الله عليه وسلم القرآن، فإذا
لقيه جبريل كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود بالخير من الريح المرسلة.
Dahulu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling pemurah dalam
memberikan kebaikan, dan sifat pemurah beliau yang paling besar adalah ketika
Ramadhan. Sesungguhnya Jibril biasa berjumpa dengan beliau, dan Jibril ‘alaihis
salam senantiasa menjumpai beliau setiap malam bulan Ramadhan sampai selesai
(habis bulan Ramadhan), Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan padanya Al
Qur’an. Ketika berjumpa dengan Jibril’ alaihissalam, beliau sangat dermawan
kepada kebaikan daripada angin yang berhembus. (Muttafaqun ‘Alaihi)
§ Adalah
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berpuasa dan tidak berbuka kecuali bersama
orang-orang miskin, namun jika keluarganya menghalangi mereka darinya, maka ia
tidak makan pada malam itu. Jika ada seorang peminta datang kepada beliau dalam
keadaan beliau sedang makan, beliau mengambil bagiannya dan memberikan kepada
si peminta tersebut, beliau pun kembali dan keluarganya telah memakan apa yang
tersisa di mangkuk tempat makanan. Maka beliau berpuasa pada pagi harinya dan
tidak memakan sesuatu apapun.
§ Yunus
bin Yazid berkata: Dahulu Al-Imam Ibnu Syihab rahimahullah jika memasuki bulan
Ramadhan, beliau isi bulan tersebut dengan membaca Al-Quran dan memberi makan.
§ Adalah
Hammad bin Abi Salamah rahimahullah memberi jamuan berbuka pada bulan Ramadhan
kepada 500 orang dan setelah ‘idul fithri beliau memberi masing-masing mereka
dengan 500 dirham.
6.
Meperbanyak do'a dan zdikir serta memanfa'atkan waktu dengan sebaik baiknya
§ Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullah berkata : Wahai anak Adam! Sesungguhnya kamu itu adalah
seperti hari-hari, jika satu hari telah pergi, maka telah hilanglah sebagian
dari dirimu.
§ Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullah juga berkata : Wahai anak Adam! Waktu siangmu adalah
tamumu, maka berbuat baiklah kepadanya, karena sesungguhnya jika kamu berbuat
baik kepadanya, dia akan pergi dengan memujimu, dan jika kamu bersikap jelek
padanya, maka dia akan pergi dalam keadaan mencelamu, demikian juga waktu
malammu.
§ Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullah juga berkata : Dunia itu ada tiga hari: Adapun kemarin, maka dia telah pergi dengan
amalan-amalan yang kamu lakukan padanya, adapun besok, mungkin saja kamu tidak akan
menjumpainya lagi, dan adapun hari ini, maka ini untukmu, maka beramallah pada
saat itu juga.
§ Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Tidaklah aku menyesal terhadap sesuatu
sebagaimana menyesalku ketika pada hari yang matahari telah tenggelam sementara
umurku berkurang padahal amalanku tidak bertambah pada hari itu.
§ Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata: Menyia-nyiakan waktu itu lebih buruk daripada
kematian, karena menyia-nyiakan waktu itu memutuskan kamu dari Allah dan negeri
akhirat, sementara kematian itu memutuskan kamu dari dunia dan penghuninya.
Sebagai penutup
Sambulah
ramadhan dengan penuh suka cita dan bahagia sebagaimana para salaf dahuli
bahagia, di riwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, menyampaikan kabar gembira kepada para
sahabatnya, “Telah datang bulan ramadhan yang penuh keberkahan, Allah
mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga di buka pada bulan itu,
pintu-pintu neraka di tutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat
malam (kemuliaan/lailatul qadr) yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa
yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah
dihalangi (dari keutamaan yang agung)”(
HR Ahmad (2/385), an-Nasa’i (no. 2106) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh
syaikh al-Albani dalam kitab “Tamaamul minnah” (hal. 395), karena dikuatkan
dengan riwayat-riwayat lain).